MENGAPA SAYA SEORANG REFORMED/CALVINIS ?-1
oleh : Denny Teguh Sutandio, S.S. (Cand.)
Pada bagian pertama dari pengajaran “Tentang Calvinisme”, saya tidak akan membahas mengenai doktrin-doktrin di dalam Calvinisme/Reformed, tetapi saya akan memberikan sedikit kesaksian/sharing tentang bagaimana saya menjadi seorang Reformed/Calvinisme di dalam perjalanan hidup saya (akan dibahas dua kali/bagian). Kesaksian/sharing ini bukan membicarakan masalah mimpi, penglihatan, dan hal-hal “supranatural” lainnya, tetapi berupa pencerahan Roh Kudus baik melalui membaca Alkitab dan buku-buku theologia/rohani yang bertanggungjawab tentang Calvinisme. Semoga kesaksian/sharing ini bermanfaat dan mencerahkan.
Saya lahir dari seorang ayah yang sudah menjadi Kristen (dulu jemaat Gereja Kristen Tionghoa—GKT {sekarang menjadi Gereja Kristus Tuhan} Jalan Bakmi, Surabaya) dan ibu yang pada waktu itu masih memeluk agama Buddha. Dari kecil, karena tidak mendapat pendidikan kerohanian yang beres, akhirnya saya diganggu setan, akibatnya saya sering sakit dan ibu saya sendiri sempat “takut” ketika saya mulai menunjuk kepada ujung tembok tertentu sebagai tanda ada setan. Pada saat itu, ibu saya berusaha mencari jalan keluar dari penyakit kerasukan ini, mulai dari mencari dukun, paranormal (atau abnormal?), dll. Akhirnya, paman saya dari Banjarmasin yang bukan Kristen (dan masih belum Kristen sampai saat ini juga) tiba-tiba mengenalkan ibu saya dengan seorang pendeta gereja Karismatik, karena kata orang, pendeta ini dapat mengusir setan. Ibu saya percaya dengan apa yang dikatakan paman saya dan akhirnya saya dibawa kepada pendeta ini lalu didoakan, dan benar, setan dapat diusir. Sambil mendoakan saya, si pendeta ini menginjili ibu saya dan akhirnya, ibu saya bertobat. Karena pendeta ini melayani di gereja Karismatik, maka pendeta ini menyarankan ibu saya untuk beribadah di Gereja Bethany (sekarang Gereja Bethany Indonesia), karena gereja ini “cocok” untuk orang Kristen awam/baru bertobat. Tetapi pada waktu itu, ayah saya yang sudah mendapat pengajaran ketat dari keluarga Protestan yang taat mengeraskan hati tidak mau pergi ke “gereja” itu. Meskipun demikian, ayah saya “terpaksa” ikut ke gereja Bethany karena ibu saya memaksa. Sedikit pelajaran tentang hal ini. Hai, para suami/pria, jangan pernah mengalah kepada istri/wanitamu ketika berkenaan dengan masalah kebenaran. Suami sejati bukan “membeo” kepada istri, tetapi taat kepada Allah dan memimpin sang istri belajar taat kepada-Nya. Kembali ke kisah saya, di Gereja Bethany Indonesia, saya diajar mengenai Alkitab di sekolah minggu. Di tempat ini, saya “bertumbuh” bukan makin mengenal Firman, tetapi cepat dalam membuka Alkitab saja. Sehingga ketika saya sekolah di SMP dan SMU, saya selalu cepat membuka Alkitab, meskipun tidak mengerti dengan benar apa yang diajarkan oleh Alkitab. Sungguh ironis memang.
Mulai beranjak agak remaja, kira-kira SMP-SMU, ayah saya mulai mengajar saya tentang iman Kristen yang beres dengan meminjamkan kaset-kaset khotbah dari hamba-Nya yang setia, Pdt. Dr. Stephen Tong (khususnya Seminar Pembinaan Iman Kristen—SPIK) untuk didengarkan. Pada saat itu, saya menyetujuinya dan langsung mendengarkan kaset-kaset tersebut. Sejujurnya, apa yang Pdt. Dr. Stephen Tong ajar dan paparkan sangat menguatkan iman saya khususnya ketika beliau menguraikan tentang wahyu umum dan wahyu khusus (akan dibahas pada bagian/edisi selanjutnya). Di situ, saya baru belajar tentang keunikan dan finalitas keKristenan yang tak pernah saya pelajari di Gereja Bethany. Setelah mendapatkan pengajaran dari beliau, saya juga semakin rajin membeli dan membaca buku-buku rohani BUKAN dari gerakan/gereja Karismatik, tetapi gereja Protestan. Pada waktu itu, karena saya belum mengerti adanya racun pluralisme/“theologia” religionum (social “gospel”) di dalam Protestantisme, saya membeli buku-buku dari (alm.) “Pdt.” Dr. Eka Darmaputera (GKI) dan “Pdt.” Yohanes Bambang Mulyono, S.Th. (GKI) Dan puji Tuhan, meskipun hanya membaca sedikit bagian dari buku-buku tersebut, saya tidak tertipu oleh gerakan social “gospel” ini. Ketika sekolah (dari SD sampai dengan SMU), sejujurnya, saya masih diajari oleh ibu saya, karena dulu pernah diganggu setan, sehingga daya tangkap saya terhadap pelajaran agak lamban. Tetapi puji Tuhan, Ia menuntun dan memimpin saya terus menuju kebenaran sejati. Ketika saya SMP kelas 2, saya merasa Tuhan memanggil saya menjadi hamba-Nya.
Setelah lulus SMU, lagi-lagi karena belum ada guru “Kristen” satupun yang mengarahkan saya untuk peka terhadap panggilan dari Tuhan di dalam hidup, maka saya tidak tahu mau mengambil jurusan apa di kampus mana. Pertama-tama, saya bertekad untuk masuk sekolah theologia, tetapi ibu saya memberikan pengertian kepada saya untuk tidak langsung sekolah theologia, karena saya pada waktu itu belum mengerti apa-apa, misalnya hal-hal tentang hidup, kelicikan dunia, dll. Atas anjuran ibu saya, saya masuk ke Universitas “Kristen” Petra, Surabaya dan mengambil dua jurusan pilihan : Sastra Inggris dan Teknik Informatika, tetapi yang diterima adalah jurusan Sastra Inggris. Sejak kuliah, saya juga sempat membaca buku-buku rohani, dan khususnya karena ayah saya sering membeli buku-buku di Toko Buku Momentum, Surabaya, maka saya juga meminjamnya untuk membacanya. Pada semester awal, di perpustakaan, saya menemukan suatu buku rohani/theologia yang membahas mengenai “theologia” religionum dengan judul “Theologia Abu-abu : Pluralisme Iman” yang ditulis oleh Pdt. Stevri Indra Lumintang, M.Th., lalu saya meminjam buku tersebut dan membaca buku itu sedikit. Baru setelah sekilas membaca buku tersebut, saya baru sadar bahwa di dalam Protestantisme yang dulu pernah saya “agung”kan, ternyata ada racun pluralisme yang masuk ke dalam kubu ini. Sejak itu, saya berkomitmen kepada Tuhan untuk tidak lagi membaca buku-buku dari para penganut pluralisme, misalnya dari Jusuf Roni, Eka Darmaputera, Yohanes Bambang Mulyono, dll. Ketika di dalam perkuliahan, saya juga masuk ke dalam wadah UKM Bina Iman dan mau mendaftarkan diri di dalam Pelayanan Mahasiswa (Pelma), meskipun pada waktu itu, saya belum mengerti iman Kristen yang dalam. Pada waktu itu, saya masih belum mengerti bahwa penebusan Kristus hanya bagi umat pilihan-Nya, umat pilihan Allah di dalam Kristus tidak mungkin bisa hilang, dll. Tetapi puji Tuhan, saya membaca buku Iman Reformed/Reformed Faith yang ditulis oleh Dr. Loraine Boettner, D.D. dan di buku itu, saya menemukan prinsip-prinsip Calvinisme tentang penebusan Kristus hanya bagi umat pilihan-Nya, keselamatan di dalam Kristus tidak bisa hilang, dll. Pertama saya agak meragukan buku itu, tetapi lama-kelamaan Tuhan mencerahkan pikiran saya dan akhirnya saya menerima pengajaran tersebut (hal ini akan saya uraikan pada edisi berikutnya). Pada waktu saya kuliah di semester awal, saya sudah pindah dari Gereja Bethany dan berbakti di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Alfa Omega, Surabaya, karena ibu saya tertarik dengan Jusuf Roni yang mantan Islam dan menjadi “pendeta” (sekarang, mau meng“Islam”kan keKristenan dengan menolak doktrin Trinitas dan menggantinya dengan Tauhid-nya Islam/Allah itu satu pribadi). Jujur saya, daripada Gereja Bethany, GBI Alfa Omega masih lebih beres sedikit, meskipun doktrinnya masih kacau, karena di gereja ini, yang diundang untuk berkhotbah bukan hanya dari kalangan Karismatik, tetapi juga ada dari Protestan/Reformed (Pdt. Bigman Sirait, S.Th.). Tetapi karena yang diundang juga bukan hanya dari Protestan, tetapi dari Gereja Orthodox Syria, seperti Efraim Barnabba Bambang Noorsena, S.H., maka gereja ini menjadi kacau doktrinnya. Kira-kira satu setengah tahun saya berbakti di gereja ini. Pada bulan Agustus 2004, setelah sedikit memaksa ibu saya, saya akhirnya ikut Persekutuan dan Pembinaan Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya pada setiap hari Jumat setelah saya mencari informasi tentang GRII Andhika dan setelah saya berkenalan dengan gembala sidang GRII Andhika, Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. Meskipun demikian, pada hari Minggu, saya tetap ke GBI Alfa Omega. Sekali-sekali saya juga mengikuti kebaktian umum di GRII Andhika kalau di GBI Alfa Omega, yang khotbah mengantukkan. Pada waktu itu, ibu saya yang fanatik dengan Bethany, akhirnya mulai dicerahkan setelah mendengarkan khotbah dari Pdt. Sutjipto Subeno (thanks God and thanks to Rev. Sutjipto for this). Lalu, ibu saya sendiri mulai “bingung” setelah mendengar khotbah dari Pdt. Sutjipto dan khotbah-khotbah di GBI Alfa Omega, Surabaya (beda doktrin). Dan kira-kira tepat satu minggu sebelum hari Reformasi Protestan, 31 Oktober 2004, setelah pulang dari kebaktian di GBI Alfa Omega, saya sedikit memaksa ibu saya untuk pindah saja langsung ke GRII Andhika. Puji Tuhan lagi, ibu saya mulai berubah dan persis di hari Reformasi, 31 Oktober 2004, saya sekeluarga pindah ke GRII Andhika, Surabaya. Sebelumnya, saya kuliah theologia part-time di Sekolah Theologia Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika, mengambil mata kuliah Doktrin Alkitab (Bibliologi) yang diajar oleh Ev. Solomon Yo, S.Th., M.Div. Pada awal 2005, saya mengikuti katekisasi untuk baptisan dewasa (karena di Gereja Bethany, saya tidak dibaptiskan anak, tetapi diserahkan, karena gereja-gereja Karismatik/Pentakosta yang dipengaruhi oleh Arminianisme dan Anabaptisme mengajarkan bahwa anak tidak boleh dibaptis soalnya anak-anak tersebut belum dapat beriman). Dan pada tanggal 10 Juli 2005, saya dibaptiskan secara dewasa di GRII Andhika oleh Pdt. Sutjipto Subeno. Sejak saat itu pula, saya aktif kuliah theologia part-time di STRIS Andhika bersama keluarga (ayah dan ibu) saya.
Pada saat ini (2007), saya sudah mengambil 9 mata kuliah di STRIS Andhika (Doktrin Alkitab, Doktrin Allah, Doktrin Roh Kudus, Doktrin Akhir Zaman, Kitab Mazmur, Penafsiran Alkitab/Hermeneutika, Bidat-bidat Kristen, Contemporary Approaches to Christian Education, Integrasi Theologia dan Filsafat Kristen di dalam Pendidikan) dan saya juga telah membaca buku-buku rohani/theologia dari perspektif theologia Reformed kira-kira 20 buah buku. Saya juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja saya sendiri, seperti Program Intensif (Progsif) STRIS Andhika, KKR, Seminar, dll untuk menumbuhkan iman dan pengetahuan saya akan Alkitab. Semua ini saya lakukan, karena saya ingin terus belajar Firman Tuhan/Alkitab secara lebih mendalam.
Di bagian kedua sharing saya nanti, saya akan menguraikan mengapa saya mempercayai theologia Reformed di dalam keKristenan dan bukan arus “theologia” lain atau bahkan agama lain. Semoga sharing singkat ini dapat membangun. Kiranya Tuhan Yesus memberkati... Soli Deo Gloria...