23 June 2007

Tentang Calvinisme-1 : MENGAPA SAYA SEORANG REFORMED/CALVINIS ?-1 (Denny Teguh Sutandio)

Tentang Calvinisme-1



MENGAPA SAYA SEORANG REFORMED/CALVINIS ?-1

oleh : Denny Teguh Sutandio, S.S. (Cand.)




Pada bagian pertama dari pengajaran “Tentang Calvinisme”, saya tidak akan membahas mengenai doktrin-doktrin di dalam Calvinisme/Reformed, tetapi saya akan memberikan sedikit kesaksian/sharing tentang bagaimana saya menjadi seorang Reformed/Calvinisme di dalam perjalanan hidup saya (akan dibahas dua kali/bagian). Kesaksian/sharing ini bukan membicarakan masalah mimpi, penglihatan, dan hal-hal “supranatural” lainnya, tetapi berupa pencerahan Roh Kudus baik melalui membaca Alkitab dan buku-buku theologia/rohani yang bertanggungjawab tentang Calvinisme. Semoga kesaksian/sharing ini bermanfaat dan mencerahkan.

Saya lahir dari seorang ayah yang sudah menjadi Kristen (dulu jemaat Gereja Kristen Tionghoa—GKT {sekarang menjadi Gereja Kristus Tuhan} Jalan Bakmi, Surabaya) dan ibu yang pada waktu itu masih memeluk agama Buddha. Dari kecil, karena tidak mendapat pendidikan kerohanian yang beres, akhirnya saya diganggu setan, akibatnya saya sering sakit dan ibu saya sendiri sempat “takut” ketika saya mulai menunjuk kepada ujung tembok tertentu sebagai tanda ada setan. Pada saat itu, ibu saya berusaha mencari jalan keluar dari penyakit kerasukan ini, mulai dari mencari dukun, paranormal (atau abnormal?), dll. Akhirnya, paman saya dari Banjarmasin yang bukan Kristen (dan masih belum Kristen sampai saat ini juga) tiba-tiba mengenalkan ibu saya dengan seorang pendeta gereja Karismatik, karena kata orang, pendeta ini dapat mengusir setan. Ibu saya percaya dengan apa yang dikatakan paman saya dan akhirnya saya dibawa kepada pendeta ini lalu didoakan, dan benar, setan dapat diusir. Sambil mendoakan saya, si pendeta ini menginjili ibu saya dan akhirnya, ibu saya bertobat. Karena pendeta ini melayani di gereja Karismatik, maka pendeta ini menyarankan ibu saya untuk beribadah di Gereja Bethany (sekarang Gereja Bethany Indonesia), karena gereja ini “cocok” untuk orang Kristen awam/baru bertobat. Tetapi pada waktu itu, ayah saya yang sudah mendapat pengajaran ketat dari keluarga Protestan yang taat mengeraskan hati tidak mau pergi ke “gereja” itu. Meskipun demikian, ayah saya “terpaksa” ikut ke gereja Bethany karena ibu saya memaksa. Sedikit pelajaran tentang hal ini. Hai, para suami/pria, jangan pernah mengalah kepada istri/wanitamu ketika berkenaan dengan masalah kebenaran. Suami sejati bukan “membeo” kepada istri, tetapi taat kepada Allah dan memimpin sang istri belajar taat kepada-Nya. Kembali ke kisah saya, di Gereja Bethany Indonesia, saya diajar mengenai Alkitab di sekolah minggu. Di tempat ini, saya “bertumbuh” bukan makin mengenal Firman, tetapi cepat dalam membuka Alkitab saja. Sehingga ketika saya sekolah di SMP dan SMU, saya selalu cepat membuka Alkitab, meskipun tidak mengerti dengan benar apa yang diajarkan oleh Alkitab. Sungguh ironis memang.

Mulai beranjak agak remaja, kira-kira SMP-SMU, ayah saya mulai mengajar saya tentang iman Kristen yang beres dengan meminjamkan kaset-kaset khotbah dari hamba-Nya yang setia, Pdt. Dr. Stephen Tong (khususnya Seminar Pembinaan Iman Kristen—SPIK) untuk didengarkan. Pada saat itu, saya menyetujuinya dan langsung mendengarkan kaset-kaset tersebut. Sejujurnya, apa yang Pdt. Dr. Stephen Tong ajar dan paparkan sangat menguatkan iman saya khususnya ketika beliau menguraikan tentang wahyu umum dan wahyu khusus (akan dibahas pada bagian/edisi selanjutnya). Di situ, saya baru belajar tentang keunikan dan finalitas keKristenan yang tak pernah saya pelajari di Gereja Bethany. Setelah mendapatkan pengajaran dari beliau, saya juga semakin rajin membeli dan membaca buku-buku rohani BUKAN dari gerakan/gereja Karismatik, tetapi gereja Protestan. Pada waktu itu, karena saya belum mengerti adanya racun pluralisme/“theologia” religionum (social “gospel”) di dalam Protestantisme, saya membeli buku-buku dari (alm.) “Pdt.” Dr. Eka Darmaputera (GKI) dan “Pdt.” Yohanes Bambang Mulyono, S.Th. (GKI) Dan puji Tuhan, meskipun hanya membaca sedikit bagian dari buku-buku tersebut, saya tidak tertipu oleh gerakan social “gospel” ini. Ketika sekolah (dari SD sampai dengan SMU), sejujurnya, saya masih diajari oleh ibu saya, karena dulu pernah diganggu setan, sehingga daya tangkap saya terhadap pelajaran agak lamban. Tetapi puji Tuhan, Ia menuntun dan memimpin saya terus menuju kebenaran sejati. Ketika saya SMP kelas 2, saya merasa Tuhan memanggil saya menjadi hamba-Nya.

Setelah lulus SMU, lagi-lagi karena belum ada guru “Kristen” satupun yang mengarahkan saya untuk peka terhadap panggilan dari Tuhan di dalam hidup, maka saya tidak tahu mau mengambil jurusan apa di kampus mana. Pertama-tama, saya bertekad untuk masuk sekolah theologia, tetapi ibu saya memberikan pengertian kepada saya untuk tidak langsung sekolah theologia, karena saya pada waktu itu belum mengerti apa-apa, misalnya hal-hal tentang hidup, kelicikan dunia, dll. Atas anjuran ibu saya, saya masuk ke Universitas “Kristen” Petra, Surabaya dan mengambil dua jurusan pilihan : Sastra Inggris dan Teknik Informatika, tetapi yang diterima adalah jurusan Sastra Inggris. Sejak kuliah, saya juga sempat membaca buku-buku rohani, dan khususnya karena ayah saya sering membeli buku-buku di Toko Buku Momentum, Surabaya, maka saya juga meminjamnya untuk membacanya. Pada semester awal, di perpustakaan, saya menemukan suatu buku rohani/theologia yang membahas mengenai “theologia” religionum dengan judul “Theologia Abu-abu : Pluralisme Iman” yang ditulis oleh Pdt. Stevri Indra Lumintang, M.Th., lalu saya meminjam buku tersebut dan membaca buku itu sedikit. Baru setelah sekilas membaca buku tersebut, saya baru sadar bahwa di dalam Protestantisme yang dulu pernah saya “agung”kan, ternyata ada racun pluralisme yang masuk ke dalam kubu ini. Sejak itu, saya berkomitmen kepada Tuhan untuk tidak lagi membaca buku-buku dari para penganut pluralisme, misalnya dari Jusuf Roni, Eka Darmaputera, Yohanes Bambang Mulyono, dll. Ketika di dalam perkuliahan, saya juga masuk ke dalam wadah UKM Bina Iman dan mau mendaftarkan diri di dalam Pelayanan Mahasiswa (Pelma), meskipun pada waktu itu, saya belum mengerti iman Kristen yang dalam. Pada waktu itu, saya masih belum mengerti bahwa penebusan Kristus hanya bagi umat pilihan-Nya, umat pilihan Allah di dalam Kristus tidak mungkin bisa hilang, dll. Tetapi puji Tuhan, saya membaca buku Iman Reformed/Reformed Faith yang ditulis oleh Dr. Loraine Boettner, D.D. dan di buku itu, saya menemukan prinsip-prinsip Calvinisme tentang penebusan Kristus hanya bagi umat pilihan-Nya, keselamatan di dalam Kristus tidak bisa hilang, dll. Pertama saya agak meragukan buku itu, tetapi lama-kelamaan Tuhan mencerahkan pikiran saya dan akhirnya saya menerima pengajaran tersebut (hal ini akan saya uraikan pada edisi berikutnya). Pada waktu saya kuliah di semester awal, saya sudah pindah dari Gereja Bethany dan berbakti di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Alfa Omega, Surabaya, karena ibu saya tertarik dengan Jusuf Roni yang mantan Islam dan menjadi “pendeta” (sekarang, mau meng“Islam”kan keKristenan dengan menolak doktrin Trinitas dan menggantinya dengan Tauhid-nya Islam/Allah itu satu pribadi). Jujur saya, daripada Gereja Bethany, GBI Alfa Omega masih lebih beres sedikit, meskipun doktrinnya masih kacau, karena di gereja ini, yang diundang untuk berkhotbah bukan hanya dari kalangan Karismatik, tetapi juga ada dari Protestan/Reformed (Pdt. Bigman Sirait, S.Th.). Tetapi karena yang diundang juga bukan hanya dari Protestan, tetapi dari Gereja Orthodox Syria, seperti Efraim Barnabba Bambang Noorsena, S.H., maka gereja ini menjadi kacau doktrinnya. Kira-kira satu setengah tahun saya berbakti di gereja ini. Pada bulan Agustus 2004, setelah sedikit memaksa ibu saya, saya akhirnya ikut Persekutuan dan Pembinaan Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya pada setiap hari Jumat setelah saya mencari informasi tentang GRII Andhika dan setelah saya berkenalan dengan gembala sidang GRII Andhika, Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. Meskipun demikian, pada hari Minggu, saya tetap ke GBI Alfa Omega. Sekali-sekali saya juga mengikuti kebaktian umum di GRII Andhika kalau di GBI Alfa Omega, yang khotbah mengantukkan. Pada waktu itu, ibu saya yang fanatik dengan Bethany, akhirnya mulai dicerahkan setelah mendengarkan khotbah dari Pdt. Sutjipto Subeno (thanks God and thanks to Rev. Sutjipto for this). Lalu, ibu saya sendiri mulai “bingung” setelah mendengar khotbah dari Pdt. Sutjipto dan khotbah-khotbah di GBI Alfa Omega, Surabaya (beda doktrin). Dan kira-kira tepat satu minggu sebelum hari Reformasi Protestan, 31 Oktober 2004, setelah pulang dari kebaktian di GBI Alfa Omega, saya sedikit memaksa ibu saya untuk pindah saja langsung ke GRII Andhika. Puji Tuhan lagi, ibu saya mulai berubah dan persis di hari Reformasi, 31 Oktober 2004, saya sekeluarga pindah ke GRII Andhika, Surabaya. Sebelumnya, saya kuliah theologia part-time di Sekolah Theologia Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika, mengambil mata kuliah Doktrin Alkitab (Bibliologi) yang diajar oleh Ev. Solomon Yo, S.Th., M.Div. Pada awal 2005, saya mengikuti katekisasi untuk baptisan dewasa (karena di Gereja Bethany, saya tidak dibaptiskan anak, tetapi diserahkan, karena gereja-gereja Karismatik/Pentakosta yang dipengaruhi oleh Arminianisme dan Anabaptisme mengajarkan bahwa anak tidak boleh dibaptis soalnya anak-anak tersebut belum dapat beriman). Dan pada tanggal 10 Juli 2005, saya dibaptiskan secara dewasa di GRII Andhika oleh Pdt. Sutjipto Subeno. Sejak saat itu pula, saya aktif kuliah theologia part-time di STRIS Andhika bersama keluarga (ayah dan ibu) saya.

Pada saat ini (2007), saya sudah mengambil 9 mata kuliah di STRIS Andhika (Doktrin Alkitab, Doktrin Allah, Doktrin Roh Kudus, Doktrin Akhir Zaman, Kitab Mazmur, Penafsiran Alkitab/Hermeneutika, Bidat-bidat Kristen, Contemporary Approaches to Christian Education, Integrasi Theologia dan Filsafat Kristen di dalam Pendidikan) dan saya juga telah membaca buku-buku rohani/theologia dari perspektif theologia Reformed kira-kira 20 buah buku. Saya juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja saya sendiri, seperti Program Intensif (Progsif) STRIS Andhika, KKR, Seminar, dll untuk menumbuhkan iman dan pengetahuan saya akan Alkitab. Semua ini saya lakukan, karena saya ingin terus belajar Firman Tuhan/Alkitab secara lebih mendalam.

Di bagian kedua sharing saya nanti, saya akan menguraikan mengapa saya mempercayai theologia Reformed di dalam keKristenan dan bukan arus “theologia” lain atau bahkan agama lain. Semoga sharing singkat ini dapat membangun. Kiranya Tuhan Yesus memberkati... Soli Deo Gloria...

JALAN DAMASCUSKU (Kesaksian Pribadi dari Fransisco Lacueva, seorang pastor Katolik yang bertobat)

JALAN DAMASCUSKU


Kesaksian pribadi dari :
Fransisco Lacueva, seorang pastor Katolik yang bertobat.




Saya dilahirkan dalam keluarga Katolik, pada tanggal 28 September 1911, di kota San Celoni, di propinsi Barcelona, Spanyol.

Ayah saya meninggal pada tahun 1918 pada usia yang masih muda oleh karena adanya epidemi influenza yang menyerang banyak penduduk di daerah kami. Pada saat itu saya baru berumur 6 tahun dan ibu saya harus bekerja keras karena ayah saya tidak meninggalkan banyak kekayaan ketika ia meninggal.

Dua tahun kemudian, teman keluarga kami menawarkan pekerjaan sebagai pembantu pada suatu susteran/biara Conceptionist-Fransiscan, di kota Tarazona di daerah Aragon, di propinsi Zaragosa. Suster-suster di biara tersebut mau menerima ibu saya untuk bekerja, namun sebagai syaratnya saya harus masuk sekolah untuk menjadi pastor Katolik, oleh karena biara tersebut tidak bisa menerima anak laki-laki untuk tinggal di situ jika ia kelak tidak akan sekolah di seminari.

Jadi pada usia 8 tahun, saya berkomitmen pada suatu tujuan di kemudian hari yang sebenarnya saya tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Para biarawati itu memberi pengaruh yang sedemikian memaksa, sehingga selama karir saya di Seminari, meskipun saya berkali-kali mengatakan kepada ibu saya bahwa saya tidak menginginkan pekerjaan yang menuntut saya untuk hidup selibat (tidak menikah), ibu mengancam saya untuk mengirim saya ke panti asuhan Civil Guard yang dia gambarkan sebagai tempat yang sangat mengerikan.

Ketika saya berumur 10 tahun, saya memasuki sekolah seminari di Tarazona untuk belajar sebagai pastor Katolik. Selama sekolah di seminari, saya tidak belajar dengan sungguh-sungguh kecuali pada tingkat lanjut. Tapi walaupun begitu setiap ujian saya selalu mendapatkan nilai tertinggi. Saya merasa hal ini sebagai kompensasi saya atas kesombongan saya sebagai balasan terhadap daya tarik pekerjaan normal, yang jika seandainya saya masuki maka saya akan bisa memenuhi keinginan saya untuk membangun rumah tangga.

Saya ditahbiskan sebagai pastor Katolik pada tanggal 10 juni 1934 oleh Dr. Goma, Uskup untuk daerah Toledo. Selama 15 tahun pelayanan, saya melayani gereja, belajar, mengejar di kelas seminari dan pribadi, dan tentu saja memimpin upacara penguburan, pembabtisan, pernikahan, dan upara keagamaan lainnya.

Di bulan September 1948, saya dipromosikan oleh Uskup saya untuk mengepalai bagian Teologi Dogmatik Spesial, pada Seminari Diosesan Tarazona di Aragon. Satu tahun kemudian saya juga dipromosikan untuk menjadi Magister Canon, Pengkhotbah resmi di Katedral. Sampai saat itu, saya selalu berhasil menekan semua keraguan dan kebingungan yang saya miliki terhadap banyak doktrin di Gereja Katolik Roma, yang dengan tekun diajarkan dan wajib dipercayai. Keberhasilan tersebut juga disebabkan oleh karena ketaatan yang tanpa syarat, di bawah ancaman ekskomunikasi, terhadap Paus.

Sampai suatu hari saya membaca artikel di majalah Biblical Culture, sebuah majalah Roma Katolik, tentang nama seorang pendeta injili Kristen dari Spanyol yang bernama Don Samuel Vila. Pendeta ini dikritik oleh karena tulisan yang dia tulis pada bukunya yang berjudul: “To the Fountain of Christianity” (Menuju Sumber Kekristenan), yang merujuk kepada murid-murid Yesus. Sampai bertahun-tahun saya selalu ingat akan nama pendeta Injili tersebut. Kemudian saya mencari alamatnya di daftar telepon dan menulis surat kepadanya yang berisi tentang banyak keraguan dan kebingungan saya mengenai masalah-masalah rohani.

Pendeta Villa membalas dengan sepucuk surat yang penuh pengertian, penjelasan, ketulusan, dan kuasa Roh Kudus, di mana beliau menjelaskan kebenaran fundamental dari Firman Tuhan, yang tentu saja sangat menakjubkan saya, berlawanan dengan segala hal yang saya mengerti sebelumnya. Mr. Vila tidak meminta saya untuk menjadi Kristen Protestan, tetapi dengan penuh hikmat menjelaskan kepada saya, bahwa solusi dari masalah spiritual saya tidaklah dengan berpindah agama dari agama satu ke agama lainnya melainkan dengan pertobatan yang sejati kepada Allah. Hal tersebut menjadi kejutan yang pertama buat saya, dan bukan hanya itu. Mr. Vila menambahkan bahwa keselamatan saya bergantung pada respos sederhana, oleh iman, kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi dan bahwa saya harus memandang kehidupan Kekristenan saya sebagai hubungan rohani dengan Allah. Hal ini sangatlah luar biasa bagi saya.

Saya terus berkorespondensi dengan pendeta Vila, dan pendeta Vila mengirimkan banyak literatur Injili terpilih kepada saya. Saya akan selalu mengingat kesan yang saya dapat ketika saya membaca buku karangan Mr. Vila: To the Fountain of Christianity. Di buku tersebut saya menemukan eksposisi yang logis dari solusi takut-takut dari riset pribadi saya, yang diperhadapkan dengan dogma-dogma Katolik Roma. Mengapa sebelumnya saya tidak melihat hal tersebut dengan jelas dan dalam? Hal tersebut disebabkan oleh karena saya tidak memilki pengetahuan Alkitab yang lengkap dan sejarah yang lengkap, seperti yang telah terbukti dimiliki oleh pendeta Vila.Oleh karena itu, saya memutuskan untuk melakukan studi yang dalam dan meditasi yang sungguh-sungguh akan Firman Tuhan, dibarengi dengan banyak doa dimana saya meminta kehadiran yang penuh dari Roh Kudus untuk menemukan kebenaran yang sejati sebagaimana ketika Ia menuliskanNya, untuk menyimpannya dalam ingatan dan hati saya, untuk menghidupi Firman itu dalam kehidupan saya, dan untuk mengkomunikasikan kebenaran itu dengan mulut saya. Dalam satu tahun kemudian saya membaca seluruh Alkitab sebanyak 2 kali dan berulang kali perjanjian baru. Saya juga mempelajari komentari-komentari terbaik dari Katolik Roma maupun Protestan.

Saya kemudian menikmati buah dari tugas yang menyenangkan ini. Para mahasiswa saya sering tercengang oleh karena kekayaan referensi Alkitab yang saya pakai ketika menjelaskan masalah teologi. Tetapi diatas semuanya, saya melihat dengan jelas, untuk pertama kalinya, kesalahan doktrin di Gereja Roma Katolik, yaitu dalam hal iman. Mengapa saya tidak mengetahui sebelumnya? Alasan mudahnya adalah oleh karena saya tidak pernah berusaha untuk mempelajari Firman Tuhan secara detail dan menyeluruh. Itulah sebabnya mengapa mayoritas orang Roma Katolik tetap berada pada doktrin yang salah ini, tanpa mau membuka matanya terhadap kemurnian kebenaran Injil yang sejati.

Walaupun terang telah memasuki hati saya sejak Januari 1961, bahkan saya juga yakin tentang kesalahan-kesalahan Roma Katolik, saya secara pribadi tetap belum diselamatkan. Saya memutuskan untuk bergabung dengan Gereja Injili. Saya sangat dikuatkan pada tahap pertobatan saya ini, oleh kunjungan pribadi saya kepada Pendeta Samuel Vila di Tarrasa (Barcelona) pada bulan Mei tahun itu. Kegairahan dan kesungguhan di dalam cara dia berbicara kepada saya, khususnya ketika dia berdoa kepada Tuhan bersama-sama dengan saya dan iparnya Don Jose M. Martinez, sangat berkesan dan menggugah hati saya.

Saya mengikuti saran Pendeta Vila untuk menguji Tuhan dalam masa-masa kesulitan saya yang besar, dan hasilnya sangatlah memuaskan.

Akhirnya, pada tanggal 16 Oktober 1961 yang mulia, dan di tengah-tengah suatu cobaan yang mengurung saya seperti seekor Bateng sungguhan dari Bashan, saya mengangkat mata dan hati saya ke Surga dan memutuskan untuk memberikan hati saya kepada Kristus sekali untuk selamanya, untuk membuka lembaran baru, meninggalkan hidup saya yang penuh dosa, dan menyerah tanpa syarat kepada Kristus, siap untuk memikul SalibNya dan mengikuti langkah-langkahNya dengan setia, tidak bersandar pada kekuatan saya sendiri, tapi yakin pada kekuatan anugerah Tuhan, yang menuai kemenangannya yang terbesar dalam kelemahan dan ketidak mampuan manusia.
“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna”. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku”. (II Kor 12:9).

Sejak saat itu saya melihat dengan cukup jelas bahwa saya telah dilahirkan dalam kehidupan baru. Setiap hari saya berdoa supaya Roh Kudus membuat saya terus siap sedia, untuk mentaati kehendakNya termasuk dalam hal-hal kecil, dan agar saya dapat menjadi alat di bawah pimpinanNya yang penuh kuasa. Dari Oktober 1961 sampai Juni 1962, teman-teman, murid-murid, dan orang-orang yang terdekat dengan saya dapat melihat perubahan yang telah terjadi dalam diri saya. Khotbah-khotbah saya memiliki api keyakinan yang tidak pernah ada dalam kotbah-kotbah sebelumnya. Hati saya dipenuhi dengan semangat, dan sukacita yang dari dalam, kebahagiaan yang tiada tara, dan kegairahan saya yang terbesar adalah dalam berdoa dan dalam pembacaan dan belajar Alkitab secara kontinu. Saya mulai membaca Alkitab dengan metode, dan saya memberi banyak Alkitab dan Kitab Perjanjian Baru kepada teman-teman pada hari ulang tahun dan hari libur mereka.

Setelah beberapa saat saya menyadari, bahwa dengan keadaan saya yang baru tidak mungkin untuk terus berada dalam Gereja Roma Katolik. Pada tanggal 21 Juni 1962 saya menulis beberapa surat kepada Presiden dari Canonical Council of the Cathedral di Tarazona, kepada siapa saya telah tergabung selama 13 tahun sebagai Canon Magister. Dalam surat-surat itu saya melepaskan semua tanda jasa dan jabatan saya dan mengatakan kepada mereka bahwa saya keluar dari Gereja Roma Katolik. Saya mengatakan kepada Uskup bahwa saya tidak ingin untuk jatuh ke dalam kutuk seperti yang tertulis dalam Galatia 1:8-9,
“Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepad kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.”

Di dalam pandangan keyakinan saya terhadap banyak kekeliruan di dalam Roma Katolik, saya menambahkan bahwa pada Hari Penghakiman, Dia tidak akan menyesali keyakinan yang telah ditempatkanNya dalam diri saya.

Pada hari yang sama tanggal 21 Juni itu saya melewati perbatasan Perancis-Spanyol di Port-Bou, dan pada siang hari tanggal 22 Juni, kapal saya mendarat di pelabuhan Newhaven, di pantai selatan Inggris, di mana saya telah dinanti dengan tangan terbuka oleh hamba Tuhan itu dan temannya Mr. Luis de Wirtz.

Saya tidak ingin melupakan, bahwa pada hari Minggu 17 Juni, untuk pertama kalinya saya mengikuti suatu pertemuan Penginjilan di sebuah gereja di Barcelona, dan berbicara pada suatu kebaktian sore di sebuah kapel yang lain di Tarrasa. Lalu saya menikmati keramahtamahan dan kebaikan pembimbing rohani saya Don Samuel Vila.

Saya tidak akan mengakhiri tanpa memberikan kesaksian saya yang bersemangat tentang pertobatan saya kepada Yesus Kristus. Dengan sukacita yang besar saya telah melepaskan jabatan yang tinggi yang sebelumnya menjadi milik saya di dalam Gereja Roma Katoilk dan hidup nyaman yang menyertainya. Saya mengikuti dengan penuh keyakinan di bawah tuntunan dari Bapa Surgawi saya, kepada tujuan yang pasti dari keselamatan saya. Sejak meninggalkan Gereja Roma Katolik saya dapat melihat dengan cukup jelas, bahwa untuk mendapatkan semuanya perlu untuk lebih dulu menyerahkan semuanya.
________________________________________
Kepada kalian, mantan teman-teman saya di dalam kepastoran, saya berkata dengan sepenuh hati saya:
“Saya sangat bahagia dengan hidup baru yang telah saya peroleh di dalam Kristus dan InjilNya, saya ingin agar kalian semua disentuh oleh anugerah yang sama yang telah disediakan sejak dulu kala. Saya tidak akan melupakan kalian di dalam doa-doa saya dan saya percaya saya memiliki tempat di antara semua orang yang mencari kebenaran dengan tulus dan sungguh hati. Yakinlah bahwa keselamatan adalah masalah pribadi antara Tuhan dengan masing-masing kalian. Keselamatan tidak terletak pada keanggotaan dalam suatu gereja, atau praktek-praktek kesalehan, pelayanan, doa rosario, pesan-pesan Fatima, dsb. Jelas keliru untuk mempercayai bahwa seseorang dapat diselamatkan dengan cara menghormati “Jumat pertama” atau “Sabat pertama”. Hanya penerimaan kita secara pribadi oleh iman kepada satu-satunya fakta Penebusan oleh Kristus Yesus dapat menyelamatkan jiwa kita, karena kita “semua adalah orang berdosa dan membutuhkan kemuliaan Tuhan”.

Ini bukan hanya doktrin Protestan, ini adalah doktrin Paulus dalam Kitab Roma. Pelajarilah Alkitab dan engkau akan dituntunnya kepada Kebenaran. Hati-hatilah supaya tidak mengikuti jalan yang salah. Pikirkan hal ini hari ini juga, karena besok mungkin terlambat.