06 October 2010

EKSPOSISI 1 KORINTUS 9:7 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 9:7

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 9:7



Setelah Paulus menjelaskan statusnya sebagai rasul (9:1-2) dan menyebutkan beragam hak yang seharusnya ia terima sebagai rasul (9:3-6), ia sekarang mulai menguraikan alasan-alasan mengapa ia layak atas semua hak tersebut (9:7-14). Dari semua penjelasan di bagian ini terlihat bahwa Paulus menggunakan berbagai jenis argumen sebagai dasar. Ia memakai beberapa contoh dari realita hidup sehari-hari (9:7), ajaran Taurat (9:8-12), praktek keagamaan secara umum (9:13), dan ajaran Tuhan Yesus sendiri (9:14).

Cara Paulus memakai contoh-contoh praktis dalam surat-suratnya (9:7) tidak perlu mengejutkan kita. Ia memang sering memakai beragam contoh dari kehidupan sehari-hari. Di pasal yang sama ia menyinggung tentang peraturan atletik dan tinju (9:24-27). Ia juga pernah menyinggung tentang tentara, olah ragawan, maupun petani (2Tim. 2:3-6). Dari sini kita mengetahui bahwa Paulus adalah orang yang sangat peka terhadap kehidupan sehari-hari, walaupun ia tergolong pemikir yang hebat. Ia terbiasa mengamati dan merenungkan setiap hal praktis dalam hidup ini.

Jika kita mengamati dengan seksama cara Paulus memakai beberapa contoh dalam dunia ketentaraan, pertanian, dan peternakan di 1 Korintus 9:7, maka kita akan tahu bahwa ia bukan hanya memakai 3 contoh ini sebagai ilustrasi untuk memperjelas poin yang ingin ia sampaikan. Sebaliknya, semua contoh ini justru menjadi bagian dari argumen yang ia ingin kemukakan. Apa yang benar dalam kehidupan sehari-hari secara rasional bisa merefleksikan kebenaran rohani tertentu. Inti yang mau disampaikan adalah setiap pekerja pasti akan menerima kompensasi tertentu dari apa yang ia kerjakan. Kompensasi yang dibicarakan berkaitan dengan kebutuhan untuk hidup (sehingga si pekerja bisa terus melanjutkan tugasnya).

Sikap Paulus ini sangat menarik untuk diperhatikan. Walaupun ia sadar sepenuhnya bahwa dunia ini sudah rusak oleh dosa dan tidak seperti yang pertama kali diciptakan oleh Tuhan (Rm. 8:17-24), tetapi ia tetap meyakini bahwa masih ada kebenaran-kebenaran rohani tertentu yang bisa didapatkan dari kehidupan di dunia ini. Pada waktu ia memberitakan injil kepada orang-orang kafir, ia beberapa kali menyinggung keteraturan musim sebagai petunjuk bahwa Allah adalah ada dan memperhatikan umat manusia. Ia bahkan menyebutkan bahwa semua ini dilakukan Allah supaya manusia menegerti tentang Dia (Rm. 1:19-20; Kis. 14:17; 17:26-27).

Apa yang dilakukan Paulus ini menyiratkan bahwa dalam dunia yang rusak ini masih ada intervensi dan anugerah Allah. Seandainya Allah meninggalkan dunia sama sekali tanpa menunjukkan kasih-Nya sama sekali (sama seperti waktu Ia nanti meninggalkan orang berdosa di neraka, 2Tes. 1:9), maka kita tidak mungkin bisa menemukan kebenaran apa pun di dunia ini. Dengan anugerah-Nya Allah telah meletakkan kebenaran-kebenaran alamiah di sekitar kita. Walaupun kebenaran ini bukanlah standar kebenaran yang mutlak, tetapi paling tidak masih ada pelajaran rohani yang bisa dipetik dari kehidupan yang ada.


Tentara
Kata benda “tentara” tidak muncul di ayat ini. Paulus memilih ungkapan “seorang yang berperang...” (tis strateuetai). Kata kerja strateuō bisa mengandung arti “berperang/berjuang” (2Kor. 10:3; 2Tim. 1:18) atau melayani sebagai tentara (2Tim. 2:4). Penerjemah KJV lebih memilih arti yang pertama (“who goeth a warfare”), sebagian besar versi Inggris condong pada arti yang terakhir (“serve as a soldier”, NASB/RSV/NIV/ESV). Jika dilihat konteks 1 Korintus 9:7 secara keseluruhan, Paulus memang tampaknya memikirkan makna yang kedua. Ia tidak sedang menyinggung seseorang yang coba-coba menjadi tentara, tetapi memang pekerjaan sebagai tentara. Hal ini sama dengan petani dan peternak yang nanti akan ia bahas. Untuk menekankan poin yang akan ia utarakan, Paulus sengaja meletakkan kata “sendiri” (idiois) sebelum kata “biaya”. Peperangan butuh biaya, tetapi seorang tentara tidak perlu mengeluarkan biaya sendiri! Selama peperangan tentara membutuhkan makanan, tetapi ia tidak perlu mengusahakan sendiri makanan tersebut.

Tugas dan perhatian utama tentara adalah berperang. Biaya akan ditanggung oleh negara, karena tentara berjuang untuk negara. Kata “biaya” (opsonion) di sini tidak boleh diterjemahkan sebagai gaji atau upah. Kata ini berarti “tunjangan hidup” (2Kor. 11:8). Jika opsonion diterjemahkan gaji, maka kalimat Paulus dalam bagian ini menjadi kurang bermakna (tentu saja tentara tidak akan menggunakan upahnya untuk melakukan peperangan!). Keseluruhan konteks 1 Korintus 9 memang tidak membahas tentang upah. Hak-hak para rasul yang sedang diteguhkan Paulus lebih mengarah pada tunjangan hidup (ay. 4-6 “kebutuhan untuk makan, didampingi istri dalam pelayanan, dan tidak bekerja”). Penyebutan opsonion sebagai hak tentara merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan, karena sebenarnya ada hak lain dari tentara, yaitu menikmati hasil sisa rampasan. Bagaimanapun, Paulus tidak menyinggung hal itu. Poin yang ingin ditekankan adalah tunjangan hidup supaya tentara dapat terus berperang. Gaji tentara adalah di luar pembahasan utama Paulus.


Petani
Pekerjaan berikutnya yang disinggung Paulus adalah petani. Walaupun ia hanya menyinggung petani kebun anggur, namun prinsip yang ia ingin ajarkan berlaku untuk semua. Alkitab mengajarkan bahwa baik petani anggur (Ul. 20:6) maupun ara (Ams. 27:18) sama-sama berhak mendapatkan sesuatu dari yang ia kerjakan. Walaupun prinsip ini berasal dari Alkitab juga, tetapi Paulus tampaknya tidak sedang menekankan hal tersebut. Ia lebih melihat ini sebagai kebiasaan yang rasional di segala tempat dan zaman.

Apa maksud “memakan buah” di sini? Kita tidak boleh memahami bahwa seorang petani boleh makan buah kapan saja ia mau. Ia jelas tidak bisa makan buah seenaknya, karena buah hanya keluar pada musim tertentu. Di samping itu, jika ia seorang buruh tani, maka tidak ada seorang majikan pun yang akan mengijinkannya makan buah seenaknya. Kita perlu menambahkan pula bahwa petani bukan bekerja supaya dapat makan buah. Ketika ia bekerja, buah pun bukan upahnya. Petani akan mendapat bayaran berupa uang (Mat. 20:1-16). Sebaliknya, dengan buah yang ia hasilkan, ia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Dari sini terlihat bahwa penekanan terletak pada kompensasi dalam pekerjaan, bukan terfokus pada gaji/upah.


Peternak
Pekerjaan terakhir adalah peternak. Secara khusus Paulus menyinggung tentang peternak domba. Seorang peternak memiliki hak untuk minum susu domba-domba yang ia gembalakan. Jika kita tidak memahami maksud Paulus yang sebenarnya, kita akan mengalami kesulitan dengan pernyataan ini. Dalam praktik penggembalaan, tidak ada seorang gembala yang dengan bebas dapat meminum air susu domba-domba kapan pun ia mau. Jika memang demikian, lalu apa maksud Paulus dengan ungkapan “minum susu” di sini?

Berdasarkan kata Yunani yang dipakai, terlihat jelas bahwa Paulus tidak memahami “minum susu” secara hurufiah. Kata “minum” (esthiō) dalam Alkitab memiliki arti “makan”. Karena dikaitkan dengan susu, para penerjemah terdorong untuk mengubah “makan” menjadi “minum”. Walaupun usaha ini dalam taraf tertentu memberi kejelasan, tetapi sekaligus berpotensi mengaburkan arti yang sesungguhnya. Kata benda “susu” (gala) di ayat ini muncul dalam kasus genitif (et tou galaktos), sehingga sebaiknya diterjemahkan “dari susu”. Jika digabungkan dengan kata “makan” (esthiō), maka kita dapat melihat dengan jelas bahwa ungkapan “minum susu” mengandung makna “makan dari susu”. Yang dimaksud Paulus jelas bukan makan [sesuatu] yang berasal dari susu. Maksud Paulus adalah kebutuhan hidup si peternak ia dapatkan dari susu yang ia hasilkan.

Dalam contoh terakhir ini kita masih dapat melihat bahwa penekanan bukan terletak pada upah. Susu bukanlah upah seorang peternak. Sebaliknya, susu yang dihasilkan akan bermanfaat untuk menunjang kehidupan si peternak. Begitu pula dengan para rasul. Mereka melayani bukan untuk mendapatkan upah. Hak yang dimaksud Paulus adalah tunjangan untuk kebutuhan hidup (makan dan minum) maupun pelayanan (bepergian dengan istri selama pelayanan). Apa yang diberikan sebuah gereja kepada para rasul tidak boleh dipahami sebagai gaji/upah. Hak ini berupa tunjangan yang membuat para rasul bisa bertahan hidup dan semakin efektif dalam pelayanan.

Tujuan utama pemberian materi kepada hamba Tuhan bukanlah hamba Tuhan itu sendiri, tetapi pekerjaan Tuhan. Hamba Tuhan menerima tunjangan supaya ia tetap bisa melanjutkan pekerjaan Tuhan, bahkan supaya ia bisa semakin efektif melakukan pekerjaan tersebut. Jadi, fokus utama terletak pada pekerjaan yang dilakukan. #




Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 10 Januari 2010
http://www.gkri-exodus.org/image-upload/1Korintus%2009%20ayat%2007.pdf