29 April 2012

Resensi Buku-165: BATAS-BATAS IMAN (Prof. Ruth A. Tucker, Ph.D.)

Kehidupan di dalam iman Kristen bukanlah sebuah kehidupan yang tanpa masalah dan selalu mulus, namun penuh dengan berbagai macam pergumulan entah itu pergumulan yang bersifat theologis-filosofis, praktis, maupun emosional, misalnya: digoncang oleh berbagai filsafat dan sains modern yang meragukan Kekristenan, ditinggal orang yang dikasihi, mengalami berbagai macam penderitaan, maupun dikecewakan oleh pendeta/orang Kristen lain. Jangan heran, seorang Charles Templeton yang dahulu seorang penginjil dan rekan Billy Graham menjadi seorang atheis. Bagaimana kita sebagai orang Kristen menghadapi semua tantangan itu dan bagaimana pula menguatkan orang Kristen lain yang menghadapi berbagai macam pergumulan iman tersebut?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
BATAS-BATAS IMAN
Bagaimana Tetap Beriman Saat:
*  Tertimpa Musibah
* Ditinggal Orang yang Dikasihi
* Dikecewakan Gereja
* Digoncang Penemuan dan Pengetahuan yang Meragukan Tuhan

oleh: Prof. Ruth A. Tucker, Ph.D.

Penerbit: Insight, PMBR Andi, 2005

Penerjemah: Widi Herijati dan Dono Sunardi.



Di dalam bukunya Batas-batas Iman, Dr. Ruth A. Tucker tidak hendak melemahkan iman kita, tetapi sedang memaparkan bahwa perjalanan iman Kristen adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan pergumulan dan pergumulan itu bukanlah pergumulan sepele. Di dalam buku ini, ada 3 bagian. Bagian 1 yang terdiri dari 5 bab memaparkan pengalaman pribadi Dr. Tucker, Charles Templeton, dll tentang pergumulan iman mereka dalam mencari dan mengenal Allah. Di bagian 2, Dr. Tucker mencoba menganalisis berbagai pergumulan tersebut, misalnya: ditinggal anak yang terkasih (pengalaman Dr. Nicholas Wolterstorff), mengalami berbagai musibah, dikecewakan oleh orang Kristen yang munafik, digoncang oleh filsafat dan berbagai penemuan sains, dll. Melalui pengalaman pribadinya dan pengalaman dari orang Kristen lain, Dr. Tucker menjelaskan bahwa pergumulan iman tersebut dapat mengakibatkan seseorang meninggalkan iman Kristen atau bisa juga justru menguatkan iman Kristen. Jangan heran, seorang yang dulunya berapi-api melayani Tuhan akhirnya meninggalkan iman Kristen bahkan bisa mendorong orang lain untuk menjadi atheis (Dr. Tucker menyebutnya “misionaris” atheis/ketidakpercayaan). Hal ini dibahasnya di bagian 3 bukunya di bab 11 dan 12. Lalu, apakah iman Kristen dapat dipercaya? Pada bagian 3 di bab 13 dan 14, Dr. Tucker mencerahkan pikiran kita bahwa ada sisi iman Kristen yang merupakan misteri yang perlu kita sadari dan misteri itulah wilayah iman yang tidak bisa dianalisis dengan pikiran kita. Tugas kita bukan menjelaskan secara rasional misteri tersebut, namun menerimanya dengan iman. Biarlah melalui buku ini, kita boleh bersyukur kepada Allah tentang iman Kristen kita yang sungguh-sungguh agung, paradoks, namun tetap misteri.



Profil Dr. Ruth A. Tucker:
Prof. Ruth A. Tucker, B.A., M.A., Ph.D. lahir di Spooner, Wisconsin pada tanggal 17 Juli 1945. Beliau pernah menjadi Associate Professor of Missions di Calvin Theological Seminary, U.S.A. dari tahun 2000-2006. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Arts (B.A.) dalam bidang Sejarah di LeTourneau University, Longview, Texas; Master of Arts (M.A.) dalam bidang American Studies di Baylor University, Waco, Texas; dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) dalam bidang Sejarah di Northern Illinois University, DeKalb, Illinois, U.S.A. Beliau menikah dengan John Worst pada tanggal 28 Agustus 2004 dan dikaruniai 1 orang anak: Carlton Rand Tucker, (yang lahir: 13 Juli 1974) serta seorang cucu: Kayla Tucker (yang lahir: 19 Juni 1996). Beliau adalah anggota jemaat di La Grave Avenue Christian Reformed Church.

26 April 2012

Bagian 19: Karunia Melakukan Tindakan Belas Kasihan dengan Sukacita (Rm. 12:8)


MENGENAL KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS
Bagian 19: Karunia Melakukan Tindakan Belas Kasihan Dengan Sukacita (Rm. 12:8)

oleh: Denny Teguh Sutandio



Di dalam urutan terakhir daftar karunia yang Paulus sebutkan, ia menyebutkan karunia melakukan tindakan belas kasihan (LAI: menunjukkan belas kasihan). Kata Yunani yang dipakai adalah λεν (eleōn) yang merupakan kata kerja dan kata dasarnya adalah λεω (eleeō) yang menurut konteksnya berarti do acts of mercy (melakukan tindakan-tindakan belas kasihan/kemurahan hati). Meskipun terjemahan LAI dapat menggambarkan apa yang ingin disampaikan teks Yunaninya, namun kurang tepat, karena kata “menunjukkan” dalam teks LAI belum mewakili arti asli dari teks Yunaninya yaitu “melakukan.” Seseorang bisa menunjukkan belas kasihannya tanpa harus melakukannya secara aktif.[1] Oleh karena itu, terjemahan yang lebih tepat adalah melakukan tindakan belas kasihan. Karena konteks Roma 12:3-8 adalah untuk jemaat, maka melakukan tindakan belas kasihan juga ditujukan untuk jemaat dengan berbagai macam permasalahan: miskin, sakit, tua, cacat, dll.
Paulus juga mengingatkan jemaat Roma agar mereka yang diberi karunia melakukan tindakan belas kasihan hendaklah melakukannya dengan sukacita. Kata Yunani yang dipakai adalah λαρτητι (hilarotēti) yang merupakan kata benda yang berfungsi sebagai objek tak langsung (datif), feminin, dan tunggal dari kata λαρτης (hilarotēs) yang berarti cheerfulness (kegembiran/kebahagiaan). Kata sifat dari kata ini adalah λαρν (hilaron), terdapat di 2 Korintus 9:7 di mana LAI menerjemahkannya, “sukacita.” Dengan kata lain, Paulus mendorong beberapa jemaat Roma yang diberi karunia melakukan tindakan belas kasihan agar mereka melakukannya dengan sukacita (bisa diartikan: sukarela) dan bukan terpaksa.


[1] Misalnya, orang bisa menunjukkan belas kasihan dengan mengatur pembagian sembako atau jadwal pembesukan, dll tanpa ia sendiri berpartisipasi langsung di dalamnya.

22 April 2012

Resensi Buku-164: MERINDUKAN ALLAH (Prof. Richard J. Foster, D.P.Th. dan Prof. Gayle D. Beebe, Ph.D.)

Setiap orang Kristen pasti mengenal Allah yang mereka sembah. Namun benarkah mereka yang mengenal Allah itu sungguh-sungguh mengenal-Nya? Atau sebenarnya mereka hanya mengenal tentang Allah secara rasio, namun tidak dengan hati? Bagaimana kita dapat mengenal Allah dengan sungguh-sungguh? Caranya adalah dengan merindukan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Bagaimana cara kita merindukan-Nya?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
LONGING FOR GOD (MERINDUKAN ALLAH):
Tujuh Jalan Devosi Kristen


oleh:
Rev. Prof. Richard J. Foster, D.P.Th. dan
Prof. Gayle D. Beebe, Ph.D.

Penerjemah: Ev. Paul Santoso Hidayat, M.Th.

Penerbit: Literatur Perkantas Jatim, Surabaya, 2009



Di dalam bukunya, Dr. Richard J. Foster dan Dr. Gayle D. Beebe memaparkan 7 jalan devosi Kristen di mana pada masing-masing jalan tersebut, para pembaca dibawa mengenal para tokoh spiritualitas Kristen lintas zaman dan denominasi (para bapa gereja, bapa-bapa Kapadokia, theolog, dll), mulai dari: Origen, Agustinus, Bernard of Clairvaux, Evagrius, Thomas a Kempis, Thomas Aquinas, Martin Luther, Ignatius Loyola, John Calvin, Blaise Pascal, John Bunyan, John Wesley, dll. Masing-masing tokoh diawali dengan profil singkat dan ajaran-ajaran mereka tentang kerohanian Kristen. Uniknya, di setiap bab yang membahas masing-masing tokoh spiritualitas disertai refleksi dan respons terhadap profil dan ajaran-ajaran dari para tokoh tersebut sebagai bahan aplikasi praktis bagi para pembaca Kristen.
Dan di bagian lampiran, penulis memaparkan 3 hal:
Pertama, pengaruh kerohanian Kristen dari pemikiran pra-Kristen seperti: Stoicisme, Platonisme, dan Aristotelianisme. Kedua, para tokoh perempuan Kristen yang rohani mulai dari St. Photini (perempuan Samaria yang bertemu dengan Tuhan Yesus di Yohanes 4:5-42) sampai Bunda Theresa, dll. Ketiga, para spiritualis dari Gereja Orthodoks Timur.
Meskipun ada beberapa poin pengajaran para tokoh yang dibahas yang kurang saya setujui, tetapi secara mayoritas, saya belajar banyak hal tentang kerohanian Kristiani dari para tokoh Kristen sepanjang abad.




Rekomendasi:
“Membaca Merindukan Allah bagaikan melangkah ke dalam ruang yang tidak kita kenal dan menemukan sekelompok saudara dan saudari yang sedemikian indah, vital, dan cemerlang dalam jalan Kristus. … Para penulis buku ini telah membukakan pintu ke dalam ‘kekayaan akan Kristus yang tak terselami itu.’ Mari kita masuk ke dalamnya!”
Prof. Dallas Albert Willard, Ph.D.
(Profesor di School of Philosophy di University of Southern California in Los Angeles, U.S.A. dan Penulis The Divine Conspiracy; Bachelor of Arts—B.A. dalam bidang Psikologi dari William Jewell College, Tennessee Temple College; B.A. dalam bidang Filsafat dan Agama dari Baylor University; Ph.D. major dalam bidang Filsafat dan minor dalam bidang History of Science dari University of Wisconsin, U.S.A.)

“Sumur dalam air kehidupan yang digali oleh para bapak leluhur kita telah diisi dengan berbagai barang rongsokan spiritualitas konsumerisme Amerika. Seperti halnya Ishak, menggali ulang sumur-sumur yang telah digali ayahnya namun diuruk orang Filistin, Richard Foster dan Gayle Beebe membersihkan sumber-sumber dalam pemupukan dan pembentukan iman Kristen bagi kita. Hasilnya ternyata ada begitu banyak sumur tersedia untuk kita. Gunakan buku ini untuk bekal Anda.”
Rev. Prof. Eugene H. Peterson, M.A., D.H.L. (HC)
(Penerjemah The Message: The Bible in Contemporary Language, mantan Profesor bidang Spiritual Theology di Regent College, Vancouver, British Columbia, dan Pendeta pendiri dari Christ Our King Presbyterian Church (PCUSA) di Bel Air, Maryland; B.A. dalam bidang Filsafat dari Seattle Pacific University, U.S.A.; Bachelor of Sacred Theology—S.T.B. dari New York Theological Seminary; Master of Arts—M.A. dalam bidang Semitic languages dari Johns Hopkins University; dan Doctor of Humane Letters—D.H.L. dari Seattle Pacific University, U.S.A.)



Profil Dr. Richard J. Foster dan Dr. Gayle D. Beebe:
Rev. Prof. Richard J. Foster, B.A., D.P.Th. adalah pendiri dari RENOVARE di Denver, Colorado, U.S.A. sejak tahun 1988. Beliau dahulu pernah menjadi profesor di Friends University dan pendeta di gereja-gereja Evangelical Friends. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Arts (B.A.) dalam bidang Agama dan Filsafat di George Fox College, Portland, Oregon dan Doctor of Practical Theology (D.P.Th.) dalam bidang Perjanjian Baru dan Etika Sosial di Fuller Theological Seminary, Pasadena, California. Beliau menulis banyak buku, antara lain: Celebration of Discipline: The Path to Spiritual Growth, Freedom of Simplicity, dll. Beliau telah menikah dengan Carolynn dan dikaruniai 2 orang putra: Joel dan Nathan.

Prof. Gayle D. Beebe, B.A., M.Div., M.B.A., M.A., Ph.D. adalah Presiden (Rektor) di Westmont College, Santa Barbara, California, U.S.A. sejak tahun 2007 dan salah satu editor umum dari The Renovare Spiritual Formation Bible. Beliau pernah menjadi Pendeta Senior di Sherwood Community Friends Church, Sherwood, Ore, U.S.A. (1985-1990) dan Pastor of Adult Ministries di Rose Drive Friends Church, Yorba Linda, Calif. (1990-1992). Beliau menyelesaikan studi B.A. dalam bidang liberal arts di George Fox University; Master of Divinity (M.Div.) di Princeton Theological Seminary, U.S.A.; Master of Business Administration (M.B.A.) dalam bidang Strategic Management di Drucker School, Claremont Graduate University; Master of Arts (M.A.) dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) dalam bidang Philosophy of Religion and Theology di Claremont Graduate University. Beliau telah menikah dan dikaruniai 3 orang anak: Anna (1993), Elizabeth (1995), dan Ricky (1999).

19 April 2012

Bagian 18: Karunia Memimpin Dengan Rajin (Rm. 12:8)

MENGENAL KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS

Bagian 18: Karunia Memimpin Dengan Rajin (Rm. 12:8)

oleh: Denny Teguh Sutandio

Kemudian Paulus mendaftarkan karunia yang lainnya yaitu karunia memimpin. Kata Yunani yang dipakai: προϊστμενος (proistamenos) di mana kata dasarnya adalah προστημι (proistēmi) di mana menurut konteksnya, kata ini berarti menjadi kepala dari atau memerintah. Kata dasar yang sama dapat dijumpai di teks-teks lain, seperti: 1 Timotius 3:4 dst[1], 12[2]; 5:17[3]; dan 1 Tesalonika 5:12[4]. Meskipun mayoritas referensi kata dasar yang dipakai di sini merujuk pada posisi pemerintahan gereja yaitu: penilik jemaat, diaken, dan penatua, konteks karunia memimpin atau mengepalai di Roma 12:8 tentu tidak hanya merujuk pada posisi pemerintahan gereja. Mengapa? Karena konteks tidak menjelaskan adanya pembagian posisi dalam pemerintahan gereja. Dengan kata lain, karunia memimpin atau mengepalai ini adalah murni salah satu karunia yang Tuhan berikan kepada beberapa jemaat.

Lalu, Paulus mengatakan bahwa mereka yang diberi karunia memimpin, hendaklah melakukannya dengan rajin. Kata Yunani untuk rajin adalah σπουδ (spoudēi) yang merupakan kata benda, berfungsi sebagai objek tak langsung (datif), feminin, dan tunggal dari kata σπουδ (spoudē) yang menurut konteksnya bisa diterjemahkan rajin (diligence) atau semangat yang menyala-nyala (zeal) atau keinginan yang kuat (eagerness). Kata dasar σπουδ (spoudē) dapat dijumpai di Roma 12:11[5]; 2 Korintus 8:7, 16[6]; Ibrani 6:11[7]; 2 Petrus 1:5[8]; Yudas 3[9]. Dari studi kata ini, kita mengerti bahwa Paulus menginginkan mereka yang diberi karunia memimpin, hendaklah memimpin dengan kerajinan atau kesungguhan, bukan asal-asalan. Di sini, Paulus menekankan pentingnya tanggung jawab bagi mereka yang diberi karunia memimpin jemaat.



[1] Teks Yunani yang dipakai: προϊστμενον (proistamenon); LAI: “kepala”.

[2] Teks Yunani yang dipakai: προϊστμενοι (proistamenoi); LAI: “mengurus”; YLT: “leading” (memimpin); KJV: “ruling” (memerintah).

[3] Teks Yunaninya: προεσττες (proestōtes); LAI: “pimpinannya”; YLT: “well-leading” (memimpin dengan baik).

[4] Teks Yunaninya: προϊσταμνους (proistamenous); LAI: “memimpin”; YLT: “leading”.

[5] LAI: “kerajinanmu”.

[6] LAI: “kesungguhan”.

[7] Teks Yunaninya: σπουδν (spoudēn); LAI: “kesungguhan”; YLT, KJV, NASB, dan NIV: “diligence”.

[8] Teks Yunaninya: σπουδν (spoudēn); LAI: “sungguh-sungguh”; KJV, NASB, dan YLT: “diligence”.

[9] Teks Yunaninya: σπουδν (spoudēn); LAI: “bersungguh-sungguh”; ESV dan NIV: “eager” (ingin sekali); KJV dan YLT: “diligence”.

18 April 2012

Buku-9: BAHASA LIDAH: MASIH ADAKAH?: Studi Doktrinal dan Biblika terhadap Bahasa Lidah dan Penggunaannya (Denny Teguh Sutandio)


Fenomena bahasa lidah (atau bahasa roh) menjadi tren di dalam Kekristenan dewasa ini. Banyak gereja yang menekankan fenomena ini bahkan memutlakkannya sebagai tanda bahwa orang Kristen memiliki Roh Kudus, namun di lain pihak, ada beberapa gereja yang menolak fenomena ini dengan alasan bahwa bahasa lidah sudah tidak ada sejak Alkitab selesai dikanonisasikan. Pandangan mana yang sesuai dengan Alkitab? Lalu, apa yang Alkitab ajarkan tentang penggunaan bahasa lidah?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
BAHASA LIDAH: MASIH ADAKAH?
Studi Doktrinal dan Biblika terhadap Bahasa Lidah dan Penggunaannya


oleh: Denny Teguh Sutandio

Harga: Rp 75.000, 00/buku + ongkos kirim (tergantung lokasi)

Penerbit:
Sola Scriptura
Mendidik Zaman Melalui Literatur Berkualitas
didirikan oleh Denny Teguh Sutandio pada tanggal 12 Agustus 2011 dengan tujuan ingin mendidik orang-orang Kristen dengan buku-buku berkualitas yang berusaha setia pada teks Alkitab seakurat mungkin, namun peka terhadap konteks zaman tanpa mengkompromi teks Alkitab dan iman Kristen yang bertanggung jawab (tidak kompromi dengan zaman, namun juga tidak paranoid dengan zaman). Penerbit ini akan mencetak buku-buku: theologi dan studi Biblika, kehidupan Kristen praktis, kerohanian, dll.



Berminat??
HANYA bagi yang berminat, tolong SMSkan nama lengkap, alamat lengkap, gereja, judul dan jumlah buku yang ingin Anda pesan ke nomer:
0878-5187-3719



Endorsement:
“Ini adalah karya hebat dari seorang yang mencintai doktrin. Dari profilnya, penulis adalah seorang awam, namun pengkajiannya sangat luas dengan menggunakan pendapat pendapat theolog yang berotoritas. Saya berpendapat, tidak ada salahnya jika orang Kristen mempelajari kembali isu-isu “mati” dari masa lalu, seperti “bahasa lidah” ini. Siapa pun kita bacalah buku ini, apakah ia seorang non Karismatik atau pun seorang Karismatik. Para pembaca akan diperkaya dalam mempelajarinya sehingga kita dapat lebih bijaksana dalam persaudaraan Kerajaan Allah yang luas ini.”
Togardo Siburian, Th.M., D.Th. (Cand.)
(dosen Theologi Sistematika di Sekolah Tinggi Theologi Bandung)

“Buku ini telah ditulis secara komprehensif. Keistimewaan buku ini terletak pada pembahasan atas pandangan-pandangan dari berbagai pihak secara seimbang yang disertai dengan pembahasan pengajaran Alkitab yang cukup mendalam. Buku ini layak menjadi referensi bagi mereka yang serius mempelajari topik ini.”
Pdt. Timotius Fu, M.Th.
(dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang)

“Pengulasan dan penjabaran ‘buah pena’ ini layak untuk disimak dan dimengerti sebagai pengantar kepada jemaat secara umum untuk lebih mengerti dan lebih mendalam mengenal tentang keberadaan “bahasa roh” atau lebih tepatnya "bahasa lidah". Penulis menjelaskan dengan kejujuran yang obyektif dan bukti kebenaran Alkitab yang cukup dan bukan hanya berpegang pada “pendapat-pendapat” para theolog dari masa lalu sampai yang sekarang, tetapi penulis mengajar jemaat untuk bertheologi itu memiliki spirit kembali kepada kebenaran Alkitab dan untuk mengagungkan nama-Nya. Soli Deo Gloria.”
Pdt. Drs. Agung Wibisana S. P., M.Th.
(gembala sidang Gereja Kristen Immanuel—GKIm Gloria Bandung dan Yogyakarta dan dosen di STT Bandung dan Beijing Seminary, dll)



Profil Penulis:
Denny Teguh Sutandio, S.S. lahir di Surabaya, 19 Juli 1985. Pada tahun 2003, menempuh pendidikan Sastra Inggris di Universitas Kristen Petra, Surabaya dan meraih gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada tahun 2007. Pada tahun 2004-2009, menempuh pendidikan theologi awam di Sekolah Theologi Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika dan sejak awal 2010, menempuh pendidikan theologi awam khusus mendalami studi Biblika, dll di Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR). Pernah menulis artikel rohani dan dimuat di Tabloid Rohani Keluarga sejak Juli 2010 s/d April 2011 dan di Buletin Hodos.

Buku-8: GENERASI TUA VS GENERASI MUDA: Problematika dan Solusinya (Denny Teguh Sutandio)

Di dunia ini, ada dua macam generasi, yaitu generasi tua dan generasi muda. Kedua generasi ini tidak jarang saling berselisih dan saling menyalahkan. Banyak generasi tua menghina dan menekan generasi muda, seolah-olah generasi tua dan pandangan-pandangannya identik dengan “Allah”, sedangkan di sisi lain, banyak generasi muda yang menghina generasi tua. Apa sebenarnya ciri khas kedua generasi ini? Bagaimana menjembatani jurang pemisah antara kedua generasi ini dengan perspektif kedaulatan Allah dan otoritas Alkitab?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
GENERASI TUA VS GENERASI MUDA:
Problematika dan Solusinya


oleh: Denny Teguh Sutandio

Harga: Rp 37.500, 00/buku + ongkos kirim (tergantung lokasi)

Penerbit: Sola Scriptura



Endorsement:
“Gap generasi tua dan muda adalah masalah yang terjadi dari zaman ke zaman. Penulis buku ini mencoba untuk menganalisa dan mencari solusi bagaimana bisa menjembatani gap tersebut. Tulisan ini menjadi relevan dan menarik dibaca karena ditulis oleh anak muda yang banyak bergaul dengan yang lebih senior. Tentu masalah gap generasi sulit dihilangkan tetapi biarlah buku ini bisa memberi pencerahan kepada kita yang mau peduli. “
Ev. Davy Edwin Hartanto, M.Div.
(Pembimbing Komisi Muda GKA Elyon Rayon Satelit, Surabaya)

“Pergumulan menyelaraskan dan mengharmoniskan generasi tua dengan generasi muda tidaklah segampang membalikan telapak tangan. Di antaranya selalu ada Gap, jurang pemisah antar dua generasi tersebut. Oleh karena itu, sebagai seorang pemuda di generasi muda, Denny mencoba menyorotinya baik secara positif dan negatif dua generasi itu berdasarkan iman Kristen yang utuh. Tulisan yang dikemas dalam bahasa anak muda ini ringan namun kritis, berupa kajian pribadi secara reflektif, dan penuh semangat pembawa perubahan. Kiranya buku ini dapat menjadi bacaan bagi muda-mudi sehingga mereka tahu bagaimana memberi jawab terhadap tantangan jaman masa kini...”
Ev. Candra Wijaya Sunarsa, S.Th.
(Koordinator Kerohanian dan Guru PAK di SMP Bintang Mulia, Bandung)

“‘Generation gap’ merupakan pergumulan yang paling dominan dalam gereja dewasa ini, secara khusus dalam konteks gereja yang berlatar belakang bahasa Mandarin. Ketika sebagian generasi tua dianggap “Maha” dalam segalanya, sehingga generasi muda “hanya” berfungsi sebagai pelaksana saja, buku karangan Denny Teguh Sutandio ini berusaha mengungkapkan apa yang menjadi titik temu dan titik perbedaan, sehingga dapat menjadi benang merah untuk kesinambungan generasi tua dan muda. Tulisan ini menjadi lebih aplikatif karena ditulis sendiri oleh seorang Kristen generasi muda yang melihat berdasarkan sisi “kemudaannya” dengan menjadikan Alkitab sebagai tolok ukur. Para pemimpin muda dan kaum muda khususnya, harus membaca buku ini sebelum terjun dalam praktik kepemimpinan mereka, karena sangat memberikan wawasan baru.”
Ev. Solaiman Wilmana Tanjung, S.Th.
(Pembimbing Komisi Kaum Muda GKA Elyon Rayon Galaxy, Surabaya)



Berminat??
HANYA bagi yang berminat, tolong SMSkan nama lengkap, alamat lengkap, gereja, judul dan jumlah buku yang ingin Anda pesan ke nomer:
0878-5187-3719

15 April 2012

Resensi Buku-163: CONVERSATIONAL EVANGELISM (Prof. Norman L. Geisler, Ph.D. dan David N. Geisler, D.Min.)

Penginjilan adalah salah satu mandat agung yang Tuhan Yesus perintahkan sendiri (Mat. 28:19-20). Namun faktanya adalah kita sangat sulit memberitakan Injil khususnya kepada orang-orang di zaman sekarang yang mengilahkan subjektivisme ini. Oleh karena itu, cara penginjilan kepada orang-orang di zaman sekarang harus berbeda dengan cara penginjilan biasa (misalnya: membagikan traktat, dll). Kepada orang-orang di zaman sekarang, kita harus memilih cara penginjilan relasional. Artinya, sebelum memberitakan Injil, kita harus membangun sebuah relasi/hubungan dengan orang-orang yang akan kita injili, misalnya menanyakan kabar, dll, lalu dari situ kita baru masuk ke intinya yaitu imannya. Ini disebut sebagai pra-penginjilan. Bagaimana metode kita mengembangkan pra-penginjilan yang efektif sambil berapologetika kepada orang-orang di zaman ini?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
CONVERSATIONAL EVANGELISM

oleh:
Prof. Norman L. Geisler, Ph.D. dan
David N. Geisler, D.Min.


Penerjemah: C. Krismariana W. dan Elisabeth Chandra

Penerbit: Komunitas Katalis, Yayasan Gloria, Yogyakarta, 2010



Di dalam buku ini, Dr. Norman dan David Geisler mengemukakan bagaimana memberitakan Injil kepada orang-orang di zaman sekarang. Di bagian awal, mereka menjelaskan kondisi zaman sekarang yang harus kita mengerti sebagai dasar pikir model penginjilan baru. Kemudian, mereka menjelaskan definisi penginjilan secara percakapan (Conversational Evangelism). Setelah itu, mereka menjelaskan 4 tahap di dalam Conversational Evangelism dengan 4 analogi: pemusik, pelukis, arkeolog, dan ahli bangunan. Kemudian, mereka menjelaskan bagaimana orang Kristen menghadapi orang-orang dengan berbagai wawasan dunia. Tujuan dari semua “teknik” Conversational Evangelism ini adalah untuk membawa orang lain kepada Kristus. Sebagai kesimpulan, di bagian lampiran, mereka memaparkan bagaimana orang Kristen mempertanyakan orang-orang dari berbagai wawasan dunia, lalu membawanya kepada Kristus. Uniknya, di dalam bagian akhir setiap bab, mereka menyajikan perenungan dan penerapan setiap bab sebagai langkah komitmen bagi para pembaca.


Rekomendasi:
“Setiap gereja akan mendapatkan manfaat dengan mengintegrasikan konsep-konsep dari Conversational Evangelism ke dalam program penginjilan dan strategi mereka!”
Rev. Josh McDowell, M.Div., LL.D. (HC)
(Presiden dari Josh McDowell Ministry dan penulis buku terkenal “Evidence That Demands A Verdict”; Master of Divinity—M.Div. dari Talbot Theological Seminary, California, U.S.A. dan dianugerahi gelar Doctor of Laws—LL.D. dari Simon Greenleaf School of Law)

“Conversational Evangelism sungguh merupakan pemaparan yang menawan dan efektif tentang bagaimana orang-orang skeptis memandang Injil dan bagaimana kita sebagai orang percaya bisa membantu mereka menemukan sendiri kebenaran yang mengubahkan hidup. Tanpa mengabaikan peran penting yang tidak terpisahkan dari Roh Kudus dalam proses tersebut, David dan Norman memberikan banyak contoh bagaimana mengajukan pertanyaan-pertanyaan terarah yang tepat, serta menunjukkan apa yang tidak konsisten antara kepercayaan dan perilaku seseorang, dapat mempersiapkan tanah hati mereka, membantu menyingkirkan hal-hal yang telah lama merintangi mereka untuk menerima Injil. Dengan antusias saya merekomendasikan metodologi pra-penginjilan mereka.”
Ravi Zacharias, M.Div., D.D. (HC), LL.D. (HC)
(Presiden dari Ravi Zacharias International Ministries—RZIM dan Distinguished Visiting Professor of Religion and Culture di Southern Evangelical Seminary, U.S.A.; Bachelor of Arts—B.A. di University of New Delhi; Bachelor of Theology—B.Th. di Ontario Bible College; M.Div. di Trinity Evangelical Divinity School, Deerfield, Illinois, U.S.A.; Doctor of Divinity—D.D. baik dari Houghton College, NY, maupun dari Tyndale College and Seminary, Toronto; dan LL.D. dari Asbury College di Kentucky.)

“Conversational Evangelism tepat mengenai sasaran! Pendekatan ini mirip dengan yang kita lakukan ketika memimpin kelompok kecil dari orang-orang yang sedang mencari kebenaran rohani – yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang relevan sehingga orang dapat menemukan sendiri kebenaran-kebenaran dalam Alkitab – dan ini merupakan salah satu cara yang paling efektif dan kuat untuk menjangkau dan menolong orang melintasi batas iman.”
Rev. Garry Poole
(Ketua Bidang Penginjilan di Willow Creek Community Church, U.S.A. dan penulis buku Seeker Small Groups)

“Conversational Evangelism menyegarkan dalam segi format maupun isinya. Saya belum pernah menemukan hal apa pun yang mirip dengan metode ini untuk menangani hal-hal yang sebenarnya menghalangi kebanyakan orang sebelum mereka mau terbuka untuk mendengarkan Injil.”
Rev. Erin Kerr
(Pendeta Bidang Penginjilan di Saddleback Church, U.S.A.)

“Conversational Evangelism adalah cara yang luar biasa untuk membawa bukti-bukti iman Kristen kepada teman-teman, rekan kerja, dan sesama kita yang belum percaya. Tanpa perlu bersusah payah, mereka yang hanya punya pengetahuan dasar mengenai apologetika, kini dapat menerapkan pengetahuan ini. Saya belum pernah melihat ada program yang seperti ini.”
Prof. Michael R. Licona, Ph.D.
(Direktur Apologetics and Interfaith Evangelism di North American Mission Board {Southern Baptist Convention}, Research Professor of New Testament at Southern Evangelical Seminary, U.S.A., dan anggota dari: the Evangelical Philosophical Society, the Institute for Biblical Research, and the Society of Biblical Literature; Master of Arts—M.A. dalam bidang Studi Agama di Liberty University dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dalam bidang Studi Perjanjian Baru di University of Pretoria)

“Kebenaran paling baik disampaikan dalam wilayah hubungan antar pribadi. Dan sarana terbaik untuk membangun hubungan adalah seni membangun percakapan dari hati ke hati. Berkaitan dengan hal itu, Conversational Evangelism adalah sebuah sarana yang sangat diperlukan untuk menyampaikan Injil dengan awal yang bersahabat dan tidak membuat orang merasa diserang. Model pra-penginjilan yang baru ini peka terhadap orang-orang yang sedang mencari kebenaran, berpusat pada Firman, dan digerakkan oleh tujuan. Model ini dirancang untuk menarik orang agar mau mendengarkan, seperti yang Yesus lakukan ketika Dia memulai percakapan penginjilan dengan seorang perempuan Samaria di sumur Yakub (Yoh. 4).”
Rev. Edmund Chan, M.A.
(Pendeta Senior di Covenant Evangelical Free Church, Singapore dan penulis buku Built to Last dan Growing Deep in God; M.A. dalam bidang Misi dengan predikat summa cum laude di Trinity Evangelical Divinity School, U.S.A.)

“Sebagian besar kursus penginjilan mengajarkan kita bagaimana untuk menuai, sehingga menciptakan sebuah mentalitas yang sangat berpusat pada presentasi dan tantangan menerima Injil. Namun, dalam kehidupan nyata, pertobatan lebih merupakan sebuah proses yang memakan waktu. Conversational Evangelism membuka mata kita pada sejumlah usaha yang harus kita investasikan dalam memahami seseorang sebelum kita dapat memaparkan berita Injil. Kami sedang mengusahakan untuk menjadikan metode ini sebagai pelatihan dasar yang perlu diikuti seluruh anggota jemaat.”
Rev. Peter Lin
(Pendeta di Grace Baptist Church, Singapore)

“Salah satu beban dari para pendeta adalah bagaimana memotivasi jemaat untuk membagikan iman mereka. Norman dan David Geisler telah memberikan sebuah pendekatan yang benar-benar saya sarankan untuk melatih dan mendorong jemaat memenangkan orang-orang yang terhilang.”
Rev. Daniel Foo
(Pendeta Senior di Bethesda Bedok-Tampines Church, Singapore)

“Ini adalah pertama kalinya saya melihat apologetika digunakan sebagai sebuah alat penting untuk penginjilan pribadi. Bahan ini juga mengubah pemahaman saya mengenai apologetika dan penginjilan. Saya dengan sepenuh hati menyarankan pelatihan ini kepada setiap orang Kristiani atau gereja yang berkomitmen untuk memenangkan jiwa-jiwa.”
Rev. Ng Koon Sheng
(Pendeta Anglikan di Saint Andrews Cathedral, Singapore)



Profil Dr. Norman Geisler dan Dr. David Geisler:
Prof. Norman L. Geisler, B.A., M.A., Th.B., Ph.D. adalah Presiden di Southern Evangelical Seminary, U.S.A. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Arts (B.A.) dan Master of Arts (M.A.) dari Wheaton College, U.S.A.; Bachelor of Theology (Th.B.) dari William Tyndale College; dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) dalam bidang Filsafat di Loyola University. Beliau menulis banyak buku, di antaranya: General Introduction to the Bible, Introduction to Philosophy: A Christian Perspective, Biblical Errancy: Its Philosophical Roots, dll. Website beliau: www.normgeisler.com

David Geisler, Th.M., M.A.B.S., D.Min. adalah Pendiri dan Presiden dari Meekness and Truth Ministries (www.meeknessandtruth.org) di Charlotte. Beliau menyelesaikan studi Master of Theology (Th.M.) dan Master of Arts in Biblical Studies (M.A.B.S.) di Dallas Theological Seminary, U.S.A. dan Doctor of Ministry (D.Min) dalam bidang Apologetika di Southern Evangelical Seminary, U.S.A.