02 June 2014

Reformed in Brief-1: KEDAULATAN ALLAH MUTLAK DAN SIGNIFIKANSINYA (Denny Teguh Sutandio)


Reformed in Brief-1
(Seri Pengajaran Theologi Reformed Secara Singkat dan Praktis):

KEDAULATAN ALLAH MUTLAK DAN SIGNIFIKANSINYA

oleh: Denny Teguh Sutandio


Ketika kita mendengar kata “Reformed”, sering kali kita langsung mengaitkannya dengan nama suatu gereja yang menggunakan kata “Reformed”, padahal theologi Reformed tidak terbatas pada gereja yang menyandang kata “Reformed”. Theologi Reformed ditegakkan pertama kali oleh Dr. John Calvin sebagai reformator penerus gerakan Reformasi dari Dr. Martin Luther. Inti theologi Reformed sebenarnya bukanlah predestinasi seperti yang disangka oleh banyak orang, tetapi kedaulatan Allah mutlak. Berdasarkan Alkitab, theologi Reformed mengajar bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat mutlak atas segala sesuatu, sehingga tidak ada satu inci pun di dalam dunia ini yang terlepas dari kontrol-Nya yang berdaulat.
Alkitab mengajar kita bahwa Allah yang berdaulat adalah Allah yang menciptakan dunia ini beserta isinya dan juga manusia (Kej. 1). Selain itu, Ia memelihara alam ciptaan-Nya itu. Manusia sebagai ciptaan terakhir-Nya menjadi ciptaan teragung di mana apa pun yang manusia lakukan termasuk kondisi jatuh ke dalam dosa sudah ada dalam kedaulatan-Nya. Raja Daud mengakui bahwa Allah mengetahui semua keinginan (Mzm. 38:10) bahkan Ia mengetahui semua kesalahan manusia (Mzm. 69:6). Ia pun mengetahui isi hati manusia ketika memilih Daud untuk menggantikan Saul (1Sam. 16:7). Hal ini membuktikan bahwa Ia berdaulat mutlak atas segala sesuatu dan Ia tidak perlu terkaget-kaget dengan segala sesuatu di dunia maupun dalam diri manusia.
Pengakuan Iman Westminster sebagai salah satu pengakuan iman Reformed menyatakan kedaulatan Allah mutlak:
Allah mempunyai seluruh hidup, kemuliaan, kebaikan, kebahagiaan, dari dalam diri-Nya serta tidak memerlukan makhluk apa pun yang telah dijadikan-Nya dan tidak mendapatkan kemuliaan apa pun dari mereka, tetapi hanya memperlihatkan kemuliaan-Nya sendiri di dalam, melalui, untuk dan terhadap mereka. Hanya Dia saja sumber segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu adalah dari Dia; oleh Dia, dan kepada Dia, dan Dia berdaulat mutlak atasnya sehingga dapat berbuat olehnya, untuknya, atau terhadapnya apa saja yang berkenan kepada-Nya. Dalam pandangan-Nya semua hal terbuka dan nyata. Pengetahuan-Nya tak mengenal batas, tak dapat keliru dan tidak tergantung pada makhluk, sehingga bagi-Nya tidak ada yang kebetulan atau tak pasti. Dia mahakudus dalam segala perintah-Nya. Kepada-Nya layak diberikan oleh malaikat, atau kepatuhan apa pun yang berkenaan kepada-Nya untuk menuntutnya dari mereka.
(Pengakuan Iman Westminster Bab 2.II.2)
Namun sayangnya kedaulatan Allah mutlak ini ditentang oleh banyak orang Kristen yang tidak mengerti Alkitab dan bahkan oleh beberapa pendeta yang mengaku diri “Reformed”. Mereka memahami kedaulatan Allah atas segala sesuatu, kecuali dosa dan jodoh. Paham ini jelas bertentangan dengan Alkitab dan logika Kristiani. Mari kita pikirkan dan renungkan. Jika Allah berdaulat atas segala sesuatu, mengapa hal dosa dan jodoh dikecualikan dari kedaulatan-Nya? Jika ada orang Kristen atau bahkan pendeta percaya bahwa dosa dan jodoh di luar kedaulatan-Nya, berarti orang tersebut mengakui bahwa ada pribadi yang lebih besar dari Allah. Jika ada pribadi yang lebih besar dari Allah, masih layakkah Ia disebut Allah yang Mahakuasa? Dapatkah Anda membayangkan Allah yang Mahakuasa namun tidak berkuasa atas dosa dan jodoh? Konsep ini jelas tidak sesuai Alkitab dan logika Kristiani.
Lalu, apa signifikansi kita mengerti kedaulatan Allah mutlak ini?
1.             Kita Tidak Perlu Kuatir Dalam Hidup
Memahami kedaulatan Allah mutlak mengakibatkan kita tidak perlu kuatir akan hidup ini karena kita percaya bahwa ada tangan Allah yang mengontrol segala sesuatu (Mat. 6:25). Ketika kita mengalami kesusahan, percayalah bahwa Allah ada di sana dan akan memberikan jalan keluar sesuai kehendak-Nya yang berdaulat. Dr. John Calvin mengaitkan hal ini dengan sangat bijak, “... sebelum manusia diyakinkan bahwa semua masalah mereka datang karena ketentuan Allah, maka tidak akan pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk memohon kepada-Nya kelepasan.”[1] Dengan kata lain, karena kita percaya bahwa adanya masalah itu karena Allah yang menentukan, maka kita dapat memohon kepada-Nya untuk melepaskan kita dari masalah itu. Coba bayangkan jika ada orang Kristen maupun non-Kristen yang tidak percaya kepada kedaulatan Allah kemudian mengalami masalah, apa yang mereka lakukan? Mereka mungkin dapat menghadapinya, tetapi sampai batas mana? Bukankah manusia memiliki keterbatasan? Jika mereka benar-benar tidak memiliki kekuatan lain untuk menghadapi masalah, apa yang akan mereka lakukan? Tidak ada, karena mereka tidak percaya pada Allah yang berdaulat mutlak.

2.             Kita Taat Pada Kehendak-Nya yang Berdaulat
Kita mengerti kedaulatan Allah mutlak dengan tujuan agar kita mengerti bahwa Allah itu adalah Allah dan manusia tetap adalah manusia. Pengertian ini membawa kita taat mutlak di bawah otoritas-Nya. Sayang sekali beberapa orang Kristen Reformed yang sangat mengamini kedaulatan Allah mutlak, namun dalam praktiknya konsep ini hampir tidak diaplikasikan. Ketika orang tua Reformed mendidik anak, apa yang mereka didikkan kepada anak-anak mereka? Benarkah mereka mendidik anak-anak mereka untuk takut akan Allah (Ul. 6:4-9) dan menggumulkan panggilan Allah dalam hidup si anak atau mereka mengikuti prinsip pendidikan orang tua duniawi yang mendidik anak-anak mereka untuk mematuhi orang tua lebih dari Allah? Ketika seorang pemuda/i Reformed sedang menggumulkan untuk masuk jurusan kuliah apa, apa yang ia pikirkan: panggilan hidup yang Allah tanamkan dalam dirinya atau desakan orang tua atau iming-iming dari teman-teman sebaya mereka?
Jika saya boleh share, memahami dan menaati kehendak-Nya yang berdaulat tidaklah mudah, tetapi bukan berarti itu menjadi alasan untuk kita melawan kehendak-Nya. Yang Allah inginkan adalah tekad kita melalui anugerah-Nya untuk terus-menerus taat pada kedaulatan Allah mutlak. Percayalah bahwa meskipun hal ini sulit, namun Paulus mengingatkan kita, “... Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Flp. 2:13)

Bagaimana dengan Anda? Biarlah artikel singkat ini menyadarkan kita akan betapa agung Allah yang kita sembah yang selanjutnya mengarahkan kita untuk taat mutlak pada kehendak-Nya yang berdaulat dan kasih itu. Amin.





Denny Teguh Sutandio, S.S. yang lahir di Surabaya, 19 Juli 1985 adalah jemaat Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya yang digembalakan oleh Pdt. Yakub Tri Handoko, Th.M. Studi theologi awam bidang Biblika, Historika, dan Doktrin di Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR) dari GKRI Exodus dan aktif membaca buku-buku theologi bermutu. Telah menulis beberapa buku dan artikel-artikel doktrin dan praktika.



[1] Seperti dikutip dalam W. Robert Godfrey, “Penghibur Bagi Orang yang Menderita,” dalam John Calvin: Sebuah Hati Untuk Ketaatan, Doktrin, dan Puji-pujian, ed. Burk Parsons, terj. Merry Debora (Surabaya: Momentum, 2014), 93.

No comments: