15 June 2014

Resensi Buku-272: THE LIVING CHURCH (Rev. DR. JOHN R. W. STOTT)


Setiap orang Kristen pasti beribadah di gereja setiap hari Minggu. Pertanyaan selanjutnya, apa itu gereja? Bagaimana ciri gereja yang disebut gereja yang hidup?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
THE LIVING CHURCH:
Menanggapi Pesan Kitab Suci yang Bersifat Tetap dalam Budaya yang Berubah

oleh: Rev. DR. JOHN R. W. STOTT, C.B.E.

Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010 (cetakan ke-3)

Penerjemah: Satriyo Widiatmoko



Di dalam buku ini, Rev. Dr. John Stott mengajar kita tentang ciri-ciri gereja yang hidup yang berdasarkan Alkitab. Hal ini dimulai dari visi Allah untuk gereja-Nya yang diambil dari ciri-ciri gereja mula-mula di Kisah Para Rasul 2:42-47, yaitu: gereja yang belajar, mengasihi, beribadah, dan mengabarkan Injil. Kemudian, Dr. Stott menjelaskan 7 poin utama yang seharusnya dimiliki oleh gereja yang hidup, yaitu: memuliakan Allah yang Kudus melalui ibadah (yang bersifat: Alkitabiah, jemaat—bersama-sama, spiritual, dan moral), misi melalui pemberitaan Injil maupun aksi sosial, pelayanan yang dikhususkan pastoral, persekutuan yang menjadi: warisan kita bersama, pelayanan kita bersama, dan tanggung jawab kita bersama, berkhotbah yang dicirikan 5 paradoks yang seimbang (yaitu: Alkitabiah sekaligus kontemporer, otoritatif sekaligus tentatif, profetis sekaligus pastoral, karunia sekaligus dipelajari, dan pemikiran sekaligus kegairahan), persembahan yang didasarkan pada 10 prinsip yang diambil dari 2 Korintus 8 dan 9, di antaranya didasarkan pada Allah Trinitas (ungkapan rahmat Allah, karunia Roh Kudus, dan diilhami oleh salib Kristus), dan terakhir dampak (pentingnya gereja menjadi garam dan terang bagi dunia sekitarnya, perlunya “senjata” untuk perubahan tersebut, dan pentingnya mempertahankan kekhasan Kristen dalam menjalankan perubahan yaitu Kristus memanggil kita pada: kebenaran yang lebih besar, kasih yang lebih luas, dan ambisi yang lebih mulia). Buku ini ditutup dengan kesimpulan kerinduan Dr. Stott mencari figur Timotius di abad ini yang muda, pemalu, dan rentan yang diajar Paulus dengan 3 seruan di 1 Timotius 6:11-12, yaitu: seruan etis (menjauhi kejahatan), seruan doktriner (berjuang demi kebenaran), dan seruan eksperiensial (membangun relasi pribadi dengan Allah). Pada bagian apendiks, Dr. Stott menyampaikan tiga bab, yaitu: alasan beliau menjadi anggota Church of England, impian beliau tentang gereja yang hidup, dan refleksi beliau di usia yang ke-80 tahun (27 April 2001). Biarlah buku ini dapat mencerahkan hati dan pikiran kita tentang pentingnya gereja yang hidup yang bersumber pada Alkitab, beribadah, memberitakan Injil, dan menjadi garam dan terang bagi dunia sekitar demi hormat dan kemuliaan nama Allah Trinitas yang Kudus.



Endorsement:
“Inilah penyegar yang memberi hidup bagi gereja masa kini. Sejak awal sampai akhir – termasuk catatan-catatan akhirnya yang mengesankan – John Stott menyajikan emas pada setiap halamannya. Buku ini patut dibaca dan didiskusikan – bahkan dikhotbahkan kembali – oleh para pendeta dan pekerja Kristen, baik yang ditahbiskan atau tidak, di setiap tingkat dan di setiap denominasi gereja. Buku ini harus menjadi bacaan wajib, tidak hanya di sekolah theologi atau seminari Alkitab seluruh dunia, tetapi juga – karena cara penyampaiannya yang sederhana – harus menjadi bacaan di setiap rumah tangga dan persekutuan di mana umat Tuhan dapat ditemukan.”
Richard Bewes
Mantan Rektor All Souls Church, Langham Palace

“Satu buku lagi dari John Stott yang dapat dianggap sebagai telaah baku untuk topik yang dibahasnya. Kelebihan dari buku-buku Stott adalah tidak hanya menyajikan pengajaran Alkitabiah mengenai suatu topik secara komprehensif, tetapi juga mempertimbangkan situasi nyata dewasa ini. Seperti biasa, buku Stott adalah bacaan yang penuh inspirasi dan menyegarkan.
Dewasa ini, ada banyak kebingungan di antara orang Kristen tentang bagaimana seharusnya mereka “bertindak sebagai gereja” dalam masyarakat postmodern ini. Saat bergumul dengan hal ini, kita selalu harus berangkat dari dasar-dasar Alkitabiah kehidupan gereja dan kemudian menerapkannya pada suatu kebudayaan. Buku ini menyajikan aspek-aspek pokok yang seharusnya tampak dalam gereja di setiap masa, dan menyajikannya sedemikian rupa sehingga mudah diterapkan dalam kebudayaan kita dewasa ini.”
Ajith Fernando, Th.M., D.D. (HC)
Direktur Nasional Youth for Christ, Sri Lanka, dosen di Colombo Theological Seminary dan Lanka Bible College, visiting lecturer di Tyndale Seminary (Canada) dan Trinity Evangelical Divinity School (US), dan wakil ketua dari South Asia Graduate School of Theology; alumni Asbury Theological Seminary dan Fuller Seminary.

“Inilah Stott yang klasik, dengan kualitasnya yang khas: telaah Alkitabiah yang setia dan tekun; kejernihan bak kristal; penerapan masa kini yang menantang dengan banyak pukulan; kebijaksanaan yang luar biasa – termasuk memelihara keseimbangan Alkitab tanpa harus menghindari ketajamannya.”
Vaughan Roberts
Rektor St. Ebbe’s Church, Oxford



Profil Rev. DR. JOHN R. W. STOTT:
(alm.) Rev. DR. JOHN ROBERT WALMSLEY STOTT, CBE adalah seorang pemimpin Kristen dari Inggris dan pendeta gereja Anglikan yang tercatat sebagai seorang pemimpin dari gerakan Injili di seluruh dunia. Beliau terkenal sebagai salah seorang penulis terpenting dari the Lausanne Covenant pada tahun 1974. Beliau lahir di London pada tahun 1921 dari Sir Arnold dan Lady Stott. Stott belajar modern languages di Trinity College, Cambridge di mana beliau lulus dengan dua gelar dalam bidang bahasa Prancis dan Theologi. Di universitas, beliau aktif di the Cambridge inter-collegiate Christian Union (CICCU).
Setelah ini, beliau berpindah ke Ridley Hall Theological College (juga the University of Cambridge) sehingga beliau dapat ditahbiskan menjadi pendeta Anglikan pada tahun 1945 dan menjadi pembantu pendeta di the Church of All Souls, Langham Place (1945-1950) (website: www.allsouls.org) kemudian Pendeta (1950-1975). Beliau dipilih menjadi Pendeta bagi Ratu Inggris Elizabeth II (1959-1991) dan Pendeta luar biasa pada tahun 1991. Beliau menerima CBE pada tahun 2006 dan menerima sejumlah gelar doktor kehormatan dari sekolah-sekolah di Amerika, Inggris dan Kanada. Salah satunya adalah Lambeth Doctorate of Divinity pada tahun 1983.

No comments: