13 January 2008

Bab 16 : PENYEMBAHAN YANG MENYENANGKAN ALLAH ?? (Analisa Terhadap Bab 13 Buku Rick Warren)

Bab 16
Penyembahan yang Menyenangkan Allah ??




Pada bab 16 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari ketigabelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.

Pada halaman 113, Warren mengungkapkan,
Allah menginginkan segenap diri Anda.
Dia meminta segenap hati Anda, segenap jiwa Anda, segenap akal budi Anda, dan segenap kekuatan Anda. (Warren, 2005, p. 113)

Komentar saya :
Allah yang dimengerti oleh Warren adalah Allah yang “menginginkan” seluruh hidup manusia. Ini benar. Allah memang tidak suka bila kita sebagai anak-anak-Nya hidup setengah hati, oleh karena itu seluruh hidup kita harus dipersembahkan kepada-Nya, karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kata “menginginkan” pada pernyataan, “Allah menginginkan segenap diri Anda.” terkesan agak sedikit aneh bagi saya. Mengapa ? Karena seolah-olah Allah benar-benar menginginkan manusia untuk berkorban bagi-Nya, jika tidak, Ia bisa sakit hati, lalu “bunuh diri”. Itu bukan Allah kita. Allah kita bukan saja “menginginkan”, tetapi mengharuskan kita sebagai anak-anak-Nya. Apakah kata “mengharuskan” terkesan memaksa ? TIDAK ! Allah tidak pernah memaksa manusia, tetapi Allah selalu mendorong manusia (anak-anak-Nya) bertindak sesuatu untuk memuliakan-Nya. Ketika Allah Roh Kudus bekerja di dalam hati anak-anak-Nya untuk memiliki kehendak baik untuk berbuat bagi kemuliaan-Nya, itu semata-mata karena anugerah Allah saja, dan dorongan itu hanya bisa dikerjakan di dalam hati anak-anak atau umat pilihan-Nya. Kalau kita berbuat baik, bersyukurlah, karena Allah lah yang mengerjakan segala sesuatu termasuk keinginan untuk berbuat baik bagi kemuliaan-Nya sendiri (Filipi 2:13). Perbuatan baik kita keluar sebagai respon yang bertanggungjawab dari iman kita yang bertanggungjawab pula demi kemuliaan-Nya.

Selanjutnya, ia mengajarkan tentang empat karakteristik tentang jenis penyembahan yang menyenangkan Allah,
Allah senang bila penyembahan kita tepat. Orang sering kali ... menyampaikan gagasan mereka tentang jenis Allah yang ingin mereka sembah. Tetapi kita tidak bisa sekadar menciptakan sendiri gambar yang menyenangkan... tentang Allah dan menyembahnya. Itu merupakan penyembahan berhala.
Penyembahan harus didasarkan pada kebenaran Alkitab, bukan pendapat kita mengenai Allah.
“Menyembah dalam kebenaran” (Yohanes 4:23) berarti menyembah Allah sebagaimana Dia dinyatakan dalam Alkitab (Warren, 2005, pp. 113-114).

Komentar saya :
Pandangan Warren dalam hal ini benar, karena banyak orang “Kristen” mencoba mendefinisikan Allah dengan pengertian yang tidak bertanggungjawab dan menyimpang dari Alkitab, misalnya Allah yang selalu pasti memberkati, dll. Itu sama sekali bukan ajaran Alkitab. Alkitab berkata bahwa Allah itu Mahakudus, Mahakasih, Mahaadil, Mahabijaksana, Mahatahu dan Kekal. Penyembahan kepada Allah harus didasarkan pada atribut-atribut Allah ini, sehingga penyembahan kita kepada-Nya bukan sekedar penyembahan secara teori, tetapi benar-benar mengerti siapa yang kita sembah.
Lalu, Warren tepat ketika ia berkata bahwa menyembah dalam kebenaran berarti menyembah Allah sebagaimana yang dinyatakan di dalam Alkitab. Allah yang diajarkan oleh Alkitab tentu berbeda dengan konsep “Allah” yang banyak diajarkan oleh dunia postmodern yang gila ini, di antaranya mereka memiliki konsep “Allah” yang “kasih” sehingga “Ia” tidak akan menghukum mereka yang tidak percaya di dalam Kristus. Itu “Allah” yang sedang diberitakan oleh dunia kita, tetapi hal demikian ditentang oleh Alkitab. Alkitab berbicara dengan jelas bahwa Allah yang Mahakasih, juga Mahaadil, Mahakudus, Mahakuasa, Mahatahu, Kekal dan Mahabijaksana. Semua atribut-atribut Allah ini tidak boleh dilepaskan satu dengan yang lain. Lebih lanjut, Albert Barnes dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible menyimpulkan tafsirannya terhadap “menyembah dalam kebenaran” dengan pernyataan, “In the true way of direct access to God through Jesus Christ.” (=di dalam jalan yang benar akan jalan masuk secara langsung kepada Allah melalui Yesus Kristus.) Demikian pula dengan tafsiran Geneva Bible Translation Notes yang mengatakan bahwa ketika Kristus berbicara tentang “dalam kebenaran” berarti itu menunjuk kepada diri-Nya yang menjadi penggenap dari nubuat Perjanjian Lama.

Setelah itu, ia memaparkan poin kedua dari empat karakteristik penyembahan yang menyenangkan Allah,
Allah senang bila penyembahan kita bersifat otentik. Ketika Yesus berkata Anda harus “menyembah dalam roh,” Dia bukan menunjuk pada Roh Kudus, tetapi pada roh Anda. Diciptakan menurut gambar Allah, Anda adalah roh yang berdiam di dalam satu tubuh, dan Allah merancang roh Anda menanggapi Roh Allah.
...
Karena penyembahan meliputi keadaan senang akan Allah, penyembahan melibatkan emosi Anda. Allah memberi Anda emosi sehingga Anda bisa menyembah-Nya dengan perasaan yang dalam, tetapi emosi-emosi tersebut haruslah sungguh-sungguh, bukanlah pura-pura.
... Penyembahan yang menyenangkan Allah sangat berkaitan dengan emosi dan doktrin.
Sekarang ini banyak orang yang menyamakan rasa tergerak oleh musik dengan rasa tergerak oleh Roh, padahal ini tidaklah sama...
Orang-orang Kristen sering kali berbeda tentang cara yang paling tepat atau otentik untuk mengekspresikan pujian kepada Allah, tetapi pendapat-pendapat ini biasanya hanya menunjukkan perbedaan kepribadian dan latar belakang. Banyak bentuk pujian disebutkan di dalam Alkitab, di antaranya membuat pengakuan, menyanyi, bersorak, berdiri sebagai penghormatan, berlutut, menari, membuat sorak sukacita, bersaksi, memainkan alat-alat musik, dan mengangkat tangan (Ibrani 13:15 ; Mazmur 7:17 ; Ezra 3:11 ; Mazmur 149:3 ; 150:3 ; Nehemia 8:6 (AITB)). Gaya penyembahan terbaik adalah penyembahan yang secara paling otentik menunjukkan kasih Anda kepada Allah, berdasarkan latar belakang dan kepribadian yang Allah berikan kepada Anda.
...
Dalam bukunya Sacred Pathways, Gary Thomas menyebut sembilan cara orang-orang mendekat kepada Allah : Kaum Naturalis sangat terinspirasi untuk mengasihi Allah di luar gedung, dengan latar belakang yang alami. Kaum Sensate mengasihi Allah dengan indera (senses) mereka yang menghargai ibadah penyembahan yang indah yang melibatkan pandangan, pengecap, penciuman, dan sentuhan mereka, bukan hanya telinga mereka. Kaum tradisionalis semakin dekat dengan Allah melalui upacara-upacara, liturgi-liturgi, simbol-simbol, dan struktur-struktur yang tidak berubah. Kaum Askese lebih suka mengasihi Allah dalam kesunyian dan kesederhanaan. Kaum Aktivis mengasihi Allah lewat tindakan melawan kejahatan, memerangi ketidakadilan, dan bekerja untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik. Kaum Pemerhati mengasihi Allah dengan mengasihi sesama dan memenuhi kebutuhan mereka. Kaum Antusias mengasihi Allah melalui perayaan. Kaum Kontemplatif (Meditatif) mengasihi Allah lewat pemujaan. Kaum Intelektual mengasihi Allah dengan belajar melalui pikiran-pikiran mereka.
Tidak ada satu pendekatan “yang cocok untuk semua ukuran orang” dalam menyembah dan bersahabat dengan Allah. Satu hal yang pasti : Anda tidak mendatangkan kemuliaan bagi Allah dengan mencoba menjadi orang yang Allah tidak pernah maksudkan untuk menjadikan Anda seperti itu. Allah ingin agar Anda menjadi diri Anda sendiri : “Itulah orang-orang yang Bapa cara : yakni orang-orang yang menjadi diri sendiri secara apa adanya dan jujur di hadapan Dia dalam penyembahan mereka.” (Yohanes 4:23 ; The Message).

Komentar saya :
Saya akan memberikan komentar terhadap pernyataan-pernyataan yang digarisbawahi pada setiap paragraf.
Pertama, “menyembah dalam roh” memang benar seperti yang Warren katakan bukan berarti menyembah dalam Roh Kudus. Perhatikan terjemahan Yohanes 4:23 dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), “Tetapi waktunya akan datang, malahan sudah datang, bahwa dengan kuasa Roh Allah orang-orang akan menyembah Bapa sebagai Allah yang benar seperti yang diinginkan Bapa.” “Menyembah dalam roh” memang tidak berarti menyembah dalam Roh Kudus, lalu oleh beberapa gereja Karismatik/Pantekosta ditafsirkan bahwa itu artinya menyembah dengan menggunakan bahasa roh. Itu tafsiran sesat ! “Menyembah dalam roh” artinya dengan kuasa Roh Kudus kita sebagai anak-anak-Nya dimampukan menyembah-Nya dengan segenap hati/jiwa kita. Matthew Henry dalam Matthew Henry’s Concise Commentary menafsirkannya, “The spirit or the soul of man, as influenced by the Holy Spirit, must worship God, and have communion with him.” (=roh atau jiwa manusia, yang dipengaruhi oleh Roh Kudus, harus menyembah Allah, dan memiliki persekutuan dengan-Nya). Dengan kata lain, Roh Kudus memimpin anak-anak-Nya untuk bersekutu dan memuliakan-Nya dengan segenap jiwa mereka. Kata “roh” ini juga bisa berarti pikiran, dengan kata lain menyembah Allah pun bisa juga dengan menggunakan pikiran yang sudah dikuduskan oleh kebenaran Allah di dalam firman-Nya.
Kedua, Warren benar ketika mengungkapkan, “Penyembahan yang menyenangkan Allah sangat berkaitan dengan emosi dan doktrin.” Penyembahan tidak hanya terkait pada rasa emosional yang menggebu-gebu, tetapi juga meliputi aspek doktrinal. Tetapi Warren meletakkan doktrin setelah emosi, “seolah-olah” emosi lah yang menuntun doktrin di dalam sebuah penyembahan. Ini jelas salah. Di dalam penyembahan sejati, doktrin atau ajaran yang beres sesuai dengan Alkitab lah yang menuntun emosi kita sehingga emosi kita tidak dikuasai oleh iblis, tetapi dikontrol oleh pengertian doktrinal dan rasio kita. Emosi itu tidak salah, tetapi jika emosi itu tidak dikontrol akan sangat berbahaya dan menjadi liar, seperti yang terjadi di banyak gereja Karismatik/Pantekosta yang anti rasio, tetapi sambil berkata demikian sambil memakai rasio.
Ketiga, berkaitan dengan cara penyembahan kepada Allah, Warren berkata, “Banyak bentuk pujian disebutkan di dalam Alkitab, di antaranya membuat pengakuan, menyanyi, bersorak, berdiri sebagai penghormatan, berlutut, menari, membuat sorak sukacita, bersaksi, memainkan alat-alat musik, dan mengangkat tangan (Ibrani 13:15 ; Mazmur 7:17 ; Ezra 3:11 ; Mazmur 149:3 ; 150:3 ; Nehemia 8:6 (AITB)). Gaya penyembahan terbaik adalah penyembahan yang secara paling otentik menunjukkan kasih Anda kepada Allah, berdasarkan latar belakang dan kepribadian yang Allah berikan kepada Anda.” Semua ayat yang Warren kutip itu bukan berarti kita harus menggunakan cara-cara tersebut untuk menyembah Allah. Itu semua tergantung pada konteks budaya pada waktu itu. Konteks budaya yang berbeda mengakibatkan cara menyembah Allah bisa berbeda-beda pula, tetapi tidak berarti gaya penyembahan itu harus disesuaikan dengan latar belakang dan kepribadian yang Allah berikan kepada kita. Gaya penyembahan hanya memiliki satu karakteristik yaitu hanya untuk memuliakan Allah dengan pengertian yang bertanggungjawab. Tidak peduli banyak anak Tuhan dari latar belakang berbeda, prinsipnya hanya satu memuliakan Allah melalui firman-Nya. Dan lagi, perbedaan latar belakang dan kepribadian tidak mengindikasikan bahwa masing-masing orang itu berbeda dan terpisah dalam menyembah Allah, seperti yang Warren ajarkan dengan mengutip ajaran dari Gary Thomas yang membedakan sembilan cara orang mendekat kepada Allah. Dari kutipan ajaran dari buku Gary Thomas, Gary tidak benar-benar mengerti masing-masing arti, misalnya askese, dll. Askese itu berarti bertarak/menyiksa diri, dan tindakan ini dilatarbelakangi oleh filsafat dualisme dari Plato yang mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan jiwa ini baik, sehingga manusia harus terus-menerus bertarak/menyiksa diri (menyiksa tubuh) sehingga kita bisa mencapai kekekalan jiwa. Lalu, benarkah kaum Askese mengasihi Allah dalam kesunyian dan kesederhanaan ? Ini membuktikan Gary Thomas tidak mengerti filsafat dan sok tahu mengajar orang lain ! Apakah askese dibenarkan oleh Alkitab ? Dari dasarnya sudah salah, bagaimana kaum askese bisa menyembah Allah ?! Askese jelas TIDAK dibenarkan oleh Alkitab, karena Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia itu segambar dan serupa dengan-Nya, dengan kata lain tubuh, jiwa dan seluruh keberadaan kita (psikosomatis) adalah baik, meskipun telah rusak akibat dosa. Lalu, apa bedanya askese dengan menyangkal diri ? Perbedaan ini terletak pada perbedaan dasar yang mendasari kedua tindakan ini. Kalau askese didasari oleh motivasi ingin membunuh tubuh yang jahat dan segera mencapai kekekalan jiwa yang baik, sedangkan menyangkal diri didasari oleh motivasi ingin memuliakan Allah baik melalui tubuh dan jiwa (seluruh keberadaan kita sinkron dengan kehendak-Nya). “Kesembilan cara yang berbeda menurut Gary Thomas ini” yang benar sebenarnya bukan terpisah, tetapi harus dikerjakan oleh satu orang. Orang Kristen sejati bukan orang Kristen yang terpisah-pisah, misalnya kalau mereka adalah kaum intelektual Kristen maka harus mengasihi Allah dengan belajar melalui pikiran mereka, lalu tidak mempedulikan ketidakadilan, dll. TIDAK. Semua orang Kristen harus mengerjakan apa yang Allah mau di dalam setiap kehidupan baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dll untuk kemuliaan Allah (mandat budaya).
Keempat, menurut Warren, di dalam penyembahan, Allah menginginkan kita menjadi diri sendiri. Lagi-lagi, ia mengutip Yohanes 4:23 versi terjemahan The Message, “Itulah orang-orang yang Bapa cara : yakni orang-orang yang menjadi diri sendiri secara apa adanya dan jujur di hadapan Dia dalam penyembahan mereka.” padahal ayat ini tidak berarti demikian. Yohanes 4:23 versi King James Version menerjemahkan, “But the hour cometh, and now is, when the true worshippers shall worship the Father in spirit and in truth: for the Father seeketh such to worship him.” dan versi Terjemahan Baru LAI mengartikannya, “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” Tidak ada satu katapun yang dapat ditafsirkan bahwa Allah menghendaki kita menjadi diri sendiri secara apa adanya dan jujur di hadapan-Nya dalam penyembahan kita. Pernyataan, “Allah ingin agar Anda menjadi diri Anda sendiri :...” adalah mirip dengan ide humanisme yang mengajarkan bahwa kita harus menjadi diri kita sendiri. Benarkah demikian ? Di satu sisi, ada benarnya, karena Allah menciptakan masing-masing kita unik, tetapi di sisi lain, ajaran ini berbahaya, karena Alkitab yang sama mengajarkan bahwa kita harus meneladani Kristus (Yohanes 13:15 ; 1 Petrus 2:21) dan rasul-Nya, Paulus (1 Korintus 4:6 ; 2 Tesalonika 3:17). Hal yang sama juga terjadi di dalam penyembahan bahwa kita pun harus meneladani Kristus yang menyembah Allah dengan menggenapkan seluruh kehendak Bapa untuk Ia lakukan.

Lalu, pada poin ketiga dari empat karakteristik penyembahan tersebut, ia mengungkapkan,
Allah senang bila penyembahan kita melibatkan akal budi. Allah tidak senang jika orang menyanyikan lagu-lagu tanpa pikiran, memanjatkan doa-doa klise yang rutin, atau mengucapkan “Puji Tuhan,” secara sembarangan karena kita tidak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan pada saat itu. Jika penyembahan tidak melibatkan akal budi, penyembahan itu tidak bermakna. Anda harus melibatkan akal budi Anda.
Yesus menyebut penyembahan yang tanpa akal sebagai “pengulangan sia-sia.” (Matius 6:7 ; KJV) Bahkan istilah-istilah alkitabiah bisa menjadi klise-klise yang membosankan karena digunakan berulang-ulang, dan kita berhenti berpikir tentang maknanya... Itu sebabnya saya mendorong Anda untuk membaca Alkitab di dalam berbagai terjemahan dan parafrase. Hal ini akan memperluas ekspresi Anda dalam penyembahan.
...
Allah juga ingin agar pertemuan-pertemuan ibadah bersama kita menggunakan akal budi...
Sehubungan dengan hal ini, Allah menekankan agar ibadah penyembahan kita bisa dipahami oleh orang-orang yang belum percaya ketika mereka hadir dalam pertemuan-pertemuan ibadah kita... Peka terhadap orang-orang belum percaya yang menghadiri pertemuan-pertemuan ibadah Anda adalah perintah yang alkitabiah. Mengabaikan perintah ini merupakan ketidaktaatan dan ketiadaan kasih... (Warren, 2005, pp 116-118).

Komentar saya :
Pandangan Warren benar ketika ia mengajarkan bahwa penyembahan itu harus melibatkan unsur akal budi. Mengapa ? Karena akal budi juga diciptakan oleh Allah, jadi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memuliakan-Nya. Penyembahan yang tanpa akal budi adalah suatu kesia-siaan. Oleh karena itu, penyembahan sejati harus didasarkan pada kebenaran Alkitab yang memimpin rasio. Bagaimana kita dapat mengerti Alkitab supaya pengertian itu bisa menundukkan dan memimpin rasio kita kepada kebenaran ? Mengerti Alkitab adalah berusaha untuk menafsirkan dan menerjemahkan Alkitab ke dalam pengertian yang mendekati arti aslinya. Dengan kata lain, kita perlu membandingkan berbagai terjemahan Alkitab bahkan kalau perlu menyelidiki arti aslinya (Ibrani dan Yunani). Perbandingan terjemahan memang perlu tetapi motivasinya jelas hanya untuk memberikan kepada kita pengertian tentang kedaulatan, anugerah, dan kehendak-Nya lalu bagaimana kita dapat memuliakan-Nya dengan melaksanakan kehendak-Nya, bukan untuk memuaskan dan mencocok-cocokkan ide-ide “busuk” yang telah kita susun sebelum membaca Alkitab, misalnya, ide humanis, materialis, dll.

Terakhir, ia memaparkan karakteristik terakhir dari penyembahan yang menyenangkan Allah,
Allah senang bila penyembahan kita bersifat praktis. Alkitab berkata, “demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:2) Mengapa Allah menginginkan tubuh Anda ? Mengapa Dia tidak berkata, “Persembahkan rohmu” ? Karena tanpa tubuh, Anda tidak bisa melakukan apapun di dunia ini. Dalam kekekalan, Anda akan menerima tubuh baru yang sudah disempurnakan dan lebih baik tetapi sementara Anda di dunia, Allah berkata, “Berikan kepada-Ku apa yang kamu miliki !” Dia hanyalah bersikap praktis dalam soal penyembahan.
...
... Nah, kita biasanya mengaitkan konsep “persembahan” dengan sesuatu yang mati, tetapi Allah ingin agar Anda menjadi persembahan yang hidup. Dia ingin agar Anda hidup bagi Dia !
...
... Anda tidak mungkin meninggikan Allah dan diri Anda sendiri pada saat yang bersamaan. Anda tidak menyembah untuk dilihat oleh orang lain atau untuk menyenangkan diri Anda sendiri. Anda dengan sadar memindahkan fokus dari diri Anda sendiri.
Ketika Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap kekuatanmu” Dia menunjukkan bahwa penyembahan membutuhkan usaha dan tenaga....
Ketika Anda memuji Allah meskipun Anda tidak merasa ingin melakukannya, ketika Anda bangun untuk beribadah saat Anda letih, atau ketika Anda menolong orang lain saat Anda lelah, Anda mempersembahkan kurban penyembahan kepada Allah. Ini menyenangkan Allah.
Matt Redman, seorang pemimpin penyembahan di Inggris, bercerita bagaimana gembala sidangnya mengajar gerejanya tentang makna sesungguhnya dari penyembahan. Untuk menunjukkan bahwa penyembahan lebih dari sekadar musik, sang gembala sidang melarang semua nyanyian di dalam ibadah mereka untuk beberapa waktu sementara mereka belajar menyembah dengan cara lain...
Inti masalahnya adalah masalah hati. (Warren, 2005, pp 118-119).

Komentar saya :
Pertama, penyembahan menurut Warren bersifat praktis, karena Roma 12:1 mengajarkan bahwa Allah menghendaki kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah. Bagi saya, ini bukan praktis. Penyembahan memang urusan hati, tetapi bukan berarti selain hati, tidak usah dihiraukan. Itu salah. Di dalam gereja, misalnya, banyak orang “Kristen” beranggapan bahwa yang penting kita ke gereja memiliki hati yang bersih, lalu mereka menggunakan sandal jepit ketika ke gereja, kaos oblong, dll. Apakah itu beribadah dengan hati yang bersih ?! TIDAK ! Seorang Kristen yang berhati bersih adalah mereka yang seluruh tingkah laku dan keinginannya sesuai dengan hati yang sudah dikuduskan oleh Roh Kudus. Mereka yang memiliki hati yang bersih tentu tidak akan pergi ke gereja dengan menggunakan kaos oblong, sandal jepit, bahkan sengaja terlambat. Itu bukan cetusan dari hati yang bersih, tetapi hati yang busuk dengan topeng perkataan “rohani” : “yang penting hatinya”. Penyembahan tidak pernah praktis, tetapi holistic (menyeluruh), dari hati mempengaruhi pikiran lalu mempengaruhi perilaku, perkataan dan perbuatan kita.
Kedua, penyembahan menurut Warren memang perlu pengorbanan yang membutuhkan usaha dan tenaga. Tetapi ketika Warren berkata, “Ketika Anda memuji Allah meskipun Anda tidak merasa ingin melakukannya, ketika Anda bangun untuk beribadah saat Anda letih, atau ketika Anda menolong orang lain saat Anda lelah, Anda mempersembahkan kurban penyembahan kepada Allah. Ini menyenangkan Allah.”, hal ini jelas salah. Pernyataan ini jelas mengindikasikan bahwa penyembahan dilakukan dengan unsur keterpaksaan, bukan dengan unsur kerelaan hati. Allah menghendaki sikap penyembahan kita itu bukan terpaksa, tetapi dengan kerelaan hati. Allah muak dengan persembahan yang banyak, karena Ia tidak perlu “disogok” dengan persembahan yang bernilai besar. Allah hanya mau perasaan kerelaan hati kita dalam mempersembahkan segala sesuatu. Di dalam memberikan persembahan sukacita, Paulus memperingatkan, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. (2 Korintus 9:7).
Ketiga, penyembahan memang bukan sekedar musik, tetapi kita tidak boleh ekstrim lalu mulai menghilangkan unsur musik di dalam gereja meskipun untuk beberapa waktu untuk menyadarkan jemaat dalam menyembah Allah dengan cara lain. Itu ngawur. Jemaat perlu diajar untuk menyembah Allah dengan cara menjadi saksi Kristus di dalam kehidupan sehari-hari untuk memuliakan Allah. Itu namanya menyembah Allah. Kalau di dalam gereja, kita bisa menyembah-Nya dengan menggunakan musik-musik dan lagu-lagu Kristen yang bermutu dan sesuai dengan Alkitab. Kalau di gereja, untuk mengajarkan jemaat menyembah Allah dengan cara lain, lalu si gembala sidangnya menghilangkan unsur musik untuk beberapa waktu saja, pertanyaan yang muncul, dengan cara bagaimana jemaat menyembah Allah ? Kalau saya boleh menafsirkan, cara ini bisa jadi cara sesat, misalnya, berbahasa roh dengan cara mengeluarkan “roh” kita untuk menyembah-Nya (ini diajarkan oleh banyak worship leader di dalam banyak gereja-gereja Karismatik/Pantekosta, entah dengan motivasi apa di dalam gereja-gereja tersebut perlu dibedakan istilah song leader dengan worship leader), dll. Penyembahan kepada Allah bukan dengan cara tertentu, atau dengan media tertentu (meskipun itu juga perlu diperhatikan tetapi tidak mutlak), tetapi penyembahan kepada Allah berbicara mengenai bagaimana kita bisa menggenapkan Kerajaan Allah di dalam dunia yang berdosa ini seperti Kristus yang telah menggenapkan kehendak Bapa-Nya di dalam dunia ketika Ia berinkarnasi.

No comments: