13 January 2008

Bab 17 : KETIKA ALLAH TERASA JAUH ?? (Analisa Terhadap Bab 14 Buku Rick Warren)

Bab 17
Ketika Allah Terasa Jauh ??


Pada bab 17 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari keempatbelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.

Pada halaman 121-124, Warren mengajarkan bahwa Allah terkadang menyembunyikan wajah-Nya dari kita ketika kita berada di dalam penderitaan dengan maksud untuk mendewasakan iman kita. Lalu, bagaimana kita dapat tetap memandang Yesus bila kita sedang di dalam penderitaan ?
Pada halaman 124, ia mengajarkan,
Katakan kepada Allah secara persis apa yang Anda rasakan. Curahkan isi hati Anda kepada Allah. Keluarkan semua emosi yang Anda rasakan... Allah bisa menangani kebimbangan, kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebingungan, dan keraguan Anda.
Tahukah Anda bahwa mengakui keputusasaan Anda kepada Allah bisa merupakan pernyataan iman ? Mempercayai Allah tetapi sekaligus merasa putus asa membuat, Daud menulis, “Aku percaya, maka aku berkata, ‘Aku sangat tertindas !’” (Mazmur 116:10 ; New Century Version) Ini kedengarannya seperti suatu kontradiksi : aku percaya Allah, tetapi aku hancur ! Keterbukaan Daud sebenarnya menunjukkan iman yang dalam : Pertama, dia percaya kepada Allah. Kedua dia percaya bahwa Allah akan mendengar doanya. Ketiga, dia percaya bahwa Allah akan membiarkannya mengatakan apa yang dia rasakan dan tetap mengasihinya.
Pusatkan perhatian pada keberadaan Allah, sifat-Nya yang tidak berubah... Ingatkan diri Anda tentang apa yang Anda tahu benar untuk selama-lamanya mengenai Allah : Dia baik, Dia mengasihi saya, Dia menyertai saya, Dia mengetahui apa yang saya alami, Dia peduli, dan Dia memiliki rencana yang baik bagi kehidupan saya... (Warren, 2005, pp. 124-125).

Komentar saya :
Pertama, cara yang dipakai oleh Warren dengan mencurahkan isi hati kita kepada Allah dan memusatkan perhatian pada keberadaan Allah, sifat-Nya yang tidak berubah adalah cara psikologi menyembuhkan luka batin seseorang. Itu sama sekali bukan ajaran Alkitab, melainkan ajaran psikologi, yaitu Inner Healing (Kesembuhan Batin) !
Berikut ini adalah penjelasan dari Ir. Herlianto, M.Th. tentang inner healing dan bahayanya,
Dalam Inner Healing dipercaya bahwa penebusan Yesus belum melepaskan manusia secara total, sebab kita masih mewarisi sisa-sisa dosa dan luka batin & fikiran khususnya trauma masa kecil atau disebabkan oleh gangguan roh, itu harus dibersihkan seluruhnya dari diri seseorang dan dianggap hanya dapat dilepaskan melalui pelayanan penyembuhan batin (inner healing) atau penyembuhan ingatan (the healing of the memories). Praktek penyembuhan batin didasarkan kenyataan bahwa banyak orang Kristen masih hidup dengan batin yang sakit karena pengalaman traumatis masa lalu, dan biasanya dianggap karena pelaku belum menghayati arti pengampunan Yesus Kristus, sehingga belum bisa mengampuni yang berakibat timbulnya trauma luka batin. Penyembuhan batin dilakukan dalam tiga langkah, (1) 'konselor mencari peristiwa masalalu yang mendatangkan trauma luka batin pada klien', (2) 'klien diajak membayangkan Yesus atau tokoh spiritual lain untuk hadir dan mengampuni situasi yang menyakitkan itu', dan (3) 'doa pengucapan syukur dipanjatkan untuk kesembuhan batin itu.' Francis MacNutt mengatakan:
"Secara sederhana, ide dibalik inner healing adalah bahwa kita dapat meminta Kristus untuk berjalan balik ke masa silam dimana kita terluka dan membebaskan kita dari bekas luka itu pada masa kini." (Healing, h.186)
Kelihatannya maksud penyembuhan di atas baik karena memang Yesus datang untuk mendatangkan kesembuhan & pengampunan. Yang dipersoalkan adalah dalam mencapai tujuan itu, inner healing mengajarkan metoda 'membayangkan/memvisualisasikan pembimbing spiritual (spirit guide yang bisa Yesus atau tokoh lain) yang dijadikan obat penyembuh,' ini praktek umum di kalangan perdukunan/okultisme, bahkan sering luka batin itu dicari jejaknya pada masa kecil, di dalam kandungan, atau dalam kehidupan sebelumnya. Ini jejak reinkarnasi Hinduisme & Buddhisme yang bercampur baur dengan psikoterapi/psikoanalisis.
(http://www.yabina.org)

Kedua, keputusasaan kita kepada Allah menurut Warren bisa merupakan pernyataan iman adalah pandangan yang tidak bertanggungjawab apalagi mengutip Mazmur 116:10 terjemahan New Century Version (NCV) yang arti aslinya tidak demikian. Mazmur 116:10 dari King James Version (KJV) menerjemahkan, “I believed, therefore have I spoken: I was greatly afflicted:”, versi Terjemahan Baru (TB), “Aku percaya, sekalipun aku berkata: "Aku ini sangat tertindas."”, Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mengartikannya, “Aku tetap percaya, sekalipun aku berkata, "Aku sangat tertekan."” dan terakhir, English Standard Version (ESV) mengungkapkan, “I believed, even when I spoke, "I am greatly afflicted";” Dari kutipan versi NCV ini dan tafsiran Warren membuktikan bahwa Warren meskipun tinggal di Amerika Serikat ternyata tidak memahami grammar Inggris dengan bertanggungjawab. Perhatikan. KJV menerjemahkan, “I believed, therefore have I spoken: I was greatly afflicted:” Kata therefore memang berarti oleh karena itu, tetapi jika digabungkan dengan pernyataan di dalam KJV ini jelas artinya lain. Kalau therefore harus diartikan oleh sebab itu, mengapa di dalam KJV kalimat setelah therefore menggunakan present perfect tense ? Saya lebih memilih terjemahan BIS, TB dan ESV karena ketiga versi terjemahan ini lebih tepat. Arti sebenarnya dalam ayat ini adalah aku percaya meskipun/sekalipun aku berkata bahwa aku sangat tertindas. Jadi, pemazmur hendak menyampaikan bahwa meskipun dirinya berada di dalam penderitaan, dia tetap beriman di dalam-Nya. Itu arti sebenarnya, bukan wujud iman adalah mencetuskan keputusasaan. Ini jelas berkontradiksi, seperti anggapan Warren sendiri. Kalau benar keputusasaan kepada Allah merupakan pernyataan iman, mengapa Paulus meskipun di dalam penderitaan tidak pernah mengeluh akan penderitaannya, malahan berkata, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” (2 Timotius 1:12) ? Kalau pandangan Warren benar, mengapa Paulus tidak mengeluh dan berputusasa sebagai wujud imannya meskipun harus menderita ? Marilah kita membangun suatu doktrin jangan dari satu peristiwa Alkitab, tetapi harus diintegrasikan dengan seluruh berita Alkitab. Itu namanya menafsirkan Alkitab dengan bertanggungjawab !

Ia juga mengatakan poin kedua,
Percaya bahwa Allah menepati janji-janji-Nya. Selama masa kekeringan rohani, Anda harus dengan sabar bersandar pada janji-janji Allah, bukan pada emosi Anda, dan menyadari bahwa Dia sedang membawa Anda pada tingkat kedewasaan yang lebih dalam. Suatu persahabatan yang berdasarkan emosi pastilah dangkal.
... Keadaan tidak dapat mengubah karakter Allah. Kasih karunia Allah tetap dalam kekuatan penuh ; Allah tetap memihak Anda, meskipun Anda tidak merasakannya... (Warren, 2005, p. 125).

Komentar saya :
Keadaan memang tidak dapat mengubah karakter Allah dan anugerah Allah tetap dalam kekuatan penuh melimpah di dalam kita. Tetapi ini tidak berarti bahwa Allah memihak kita. Allah memihak kita “seolah-olah” berarti Allah “membutuhkan” kita dan kita lah yang diperlukan, dan bukan Allah. Ini jelas bukan ajaran Alkitab. Allah memang menjaga dan memelihara kita di dalam penderitaan sehingga kita tidak akan sampai murtad, tetapi tidak berarti Allah memihak kita. Pemeliharaan Allah menunjukkan kedaulatan-Nya, bukan membuktikan kebutuhan-Nya akan manusia ! Pemeliharaan Allah juga bukan berarti kita lepas tanggung jawab. Pemeliharaan Allah mengakibatkan kita semakin mengandalkan-Nya. Lalu, bagaimana dengan Roma 8:31, di mana Paulus berkata, “...Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” ? Jangan mencoba menafsirkan ayat ini lalu dicocok-cocokkan dengan ide Warren. Perhatikan ayat ini berkaitan dengan pemeliharan Allah dalam keselamatan, di mana Ia memelihara kita sampai akhir dan ayat ini jelas berpusat kepada kedaulatan Allah saja.

Pada poin terakhir, ia mengungkapkan,
Ingatlah apa yang telah Allah kerjakan bagi Anda. Seandainya Allah tidak pernah melakukan hal lain apapun bagi Anda, Dia tetap layak menerima pujian Anda selama sisa hidup Anda karena apa yang telah Yesus lakukan bagi Anda di atas kayu salib. Anak Allah mati bagimu ! Inilah alasan terbesar untuk menyembah.
...
Yesus memberikan segalanya agar Anda bisa memiliki segalanya. Dia mati supaya Anda bisa hidup selamanya... (Warren, 2005, pp. 126).


Komentar saya :
Tidaklah salah bila Warren mengatakan bahwa Yesus memberikan segalanya agar kita juga bisa memiliki segalanya. Pernyataan ini hanya boleh dimengerti ketika kita mengerti bahwa kita memiliki segalanya dari Allah, oleh Allah, di dalam Kristus dan bagi kemuliaan-Nya. Jangan menafsirkan lebih dari pada itu. Kita bisa memiliki segalanya (dalam arti dibenarkan dan dibebaskan dari dosa) karena kebenaran Kristus dilimpahkan kepada kita sehingga kita dapat dibenarkan karena Kristus telah membenarkan kita dari dosa. Puji Tuhan ! Kristus telah menyatakan kebenaran ini kepada kita di dalam firman-Nya.

2 comments:

Deny Hen said...

mau tanya, bagaimana pendapat Anda tentang buku Phillip Yancey "What so Amazing about Grace"?

Denny Teguh Sutandio said...

Setahu saya, Philip Yancey adalah seorang penulis Injili yg cukup bagus pengajarannya, buku yg Anda sebutkan, saya belum pernah membacanya.