03 April 2008

The Concept of Worship-2: The Element of Worship

THE CONCEPT OF WORSHIP-2: THE ELEMENT OF WORSHIP


Nats: Yohanes 17:1-8


Kita telah memahami sebelumnya bahwa ibadah menyangkut seluruh aspek hidup kita tiap-tiap harinya, hidup yang memuliakan Tuhan dan taat menjalankan panggilan Tuhan bukan hanya di hari Minggu saja meskipun Sunday service, ibadah Minggu menjadi pusat dari seluruh ibadah. Ibadah kita di hari Minggu menjadi gambaran totalitas kehidupan ibadah kita sehari-hari. Betapa indah hidup yang memuliakan Tuhan sebab pada saat yang sama kita akan menikmati persekutuan yang indah di dalam-Nya. Keindahan ibadah tidak cukup hanya datang dengan sukacita dan sorak sorai ke dalam rumah Tuhan namun ada beberapa elemen yang perlu kita pahami dalam suatu ibadah. Hal ini akan menjadi perenungan kita hari ini.


Kata “mereka” dalam Injil Yohanes 17:6–8 yang dimaksud adalah umat Allah, orang-orang yang dipilih dan diberikan kepada Yesus Kristus. Hubungan yang dibentuk antara Yesus Kristus dengan Bapa di sorga melibatkan anak-anak Tuhan di dalamnya. Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu (Yoh. 17:6). Di sini ada tiga kelompok, yakni: 1) Bapa di sorga, 2) Yesus Kristus, 3) umat Allah yang sejati. Jelas di sini, ibadah merupakan sebuah relasi. Ibadah bukan hanya sekedar votum, doa, berdiri, atau duduk. Tidak! Semua tata ibadah itu hanyalah ritual ibadah belaka tetapi yang terutama adalah relasi.


Ketika Yesus Kristus memandang pada Bapa maka itu menjadi inti gambaran relasi bagaimana kita berelasi dengan Bapa. Allah menjadi pusat dari ibadah. Dalam Injil Yohanes 17, banyak dituliskan kata “mempermuliakan, dipermuliakan, kemuliaan.” Jadi, hubungan kita dengan Bapa dan Tuhan Yesus adalah hubungan mempermuliakan. Ibadah sejati adalah relasi dengan Allah di dalam kemuliaan-Nya. Bagaimana hidup mempermuliakan Dia? Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
1. Allah Sumber Kemuliaan
Mempermuliakan Allah beda dengan mempermuliakan kaisar, raja, atau penguasa-penguasa lain di dunia. Allah adalah sumber dari segala kemuliaan, Dia adalah kemuliaan itu sendiri. Mempermuliakan Allah berarti mempermuliakan diri-Nya sebaliknya, ketika kita mempermuliakan kaisar berarti kita mempermuliakan posisinya sebab ketika ia tidak menjabat jadi kaisar, kita tidak akan menghormat lagi padanya. Manusia di dunia begitu ingin dipermuliakan padahal manusia tidak layak menerima kemuliaan karena manusia adalah manusia berdosa dan hina. Hanya Allah yang patut dan layak menerima semua kemuliaan dari manusia dan seluruh makhluk yang ada di bumi. Sudah sewajarnyalah kita mempermuliakan Tuhan, kemuliaan itu melekat pada diri-Nya; kemuliaan Tuhan itu tidak dapat digeser atau berubah.

Merupakan suatu pelanggaran natur kalau manusia tidak mempermuliakan Allah sebab Allah menciptakan manusia untuk mempermuliakan Dia dan menikmati Dia. Celakanya, manusia tidak memahami hal ini bahkan cenderung tidak mau tahu namun ketidaktahuan itu tidak berarti kemudian manusia boleh tidak menyembah Allah. Tidak! Pada naturnya, manusia dicipta untuk menyembah Allah dan pada saat kita memuliakan Dia itulah kita merasakan sukacita sejati. God deserve worship. Hanya Allah yang layak disembah, karena diri-Nya sumber kemuliaan.


2. Allah Tempat Tertinggi
Allah yang mulia berada di tempat tertinggi. Berbicara tentang kemuliaan berarti menyangkut kualitas. Seperti halnya, logam mulia, maka ia harus selalu berada di posisi atas karena berkualitas tinggi. Semua hal yang paling mulia harus berada di posisi teratas. Allah berada di tempat tertinggi. Tempat tertinggi yang dimaksud di sini bukan secara geografis tetapi posisi mulia. Ketika kita berelasi dengan Allah, beribadah pada Allah maka kita harus datang menyembah Dia. Ketika kita beribadah maka kita harus mengejar kualitas tertinggi karena Allah berada di sana.
Bertumbuh berarti harus semakin meningkat, semakin menuju pada kualitas. Ironisnya, Kekristenan tidak memahami konsep ini. Orang ingin si pengkhotbah bermutu, khotbah yang bermutu, namun pernahkah kita bertanya pada diri kita, sudahkah kita menuntut diri juga berkualitas? Sudahkah kita menjadikan seluruh aspek hidup kita sebagai ibadah? Apakah sudah mempersiapkan hati dengan sungguh-sungguh ketika datang beribadah kepada Tuhan? Betapa indah suatu ibadah kalau seluruh jemaatnya menuntut diri untuk mau bertumbuh, menuju pada kualitas tertinggi. Betapa indah suatu pujian kalau jemaat dapat memuji Tuhan misalnya memuji dengan nada yang tepat dan terbagi dalam empat suara diiringi dengan iringan musik yang indah. Suasana ibadah akan terasa sangat indah dan menikmati keindahan ibadah dan sukacita sejati memenuhi kita. Celakanya, ibadah yang terjadi hari ini justru sebaliknya, seluruh ibadah dipusatkan di atas mimbar; liturgis bagus, pemain musik hebat, pengkhotbah berkualitas tetapi jemaat tidak lebih hanya sekedar menjadi penonton.

Hari ini ibadah bukan lagi menjadi ibadah sejati. Ibadah tidak menjadikan kita semakin hari semakin berkualitas tetapi menjadikan kita semakin menurun. Hal ini juga nampak dari sikap kita ketika pergi beribadah. Kita cenderung sembarangan ketika datang dalam ibadah. Ingat, kita datang pada Allah yang mulia, Dia adalah Raja di atas segala raja tetapi kita tidak hormat datang pada-Nya. Ironisnya, kita justru lebih hormat dan bersikap rapi ketika mendapat undangan dari Presiden atau para pejabat dunia. Tuhanlah yang patut dan layak menerima semua pujian karena Dia adalah Allah yang mulia, Dia berada di posisi tertinggi.


3. Allah Transdensi dan Imanensi
Allah adalah Allah yang transen artinya Allah jauh di sana, Allah begitu suci dan mulia sehingga tidak mungkin didekati oleh manusia berdosa; manusia akan langsung mati ketika melihat Allah secara langsung seperti yang diungkapkan dalam Perjanjian Lama. Akan tetapi Allah yang jauh itu adalah Allah yang imanen yang mau dekat dan berelasi dengan manusia; Dia datang dan mengambil rupa seorang manusia demi untuk menyelamatkan kita manusia berdosa. Tuhan Yesus, Allah yang suci dan mulia itu datang ke dalam dunia berdosa dan Dia tidak memandang kita sebagai budak tetapi Dia menyebut kita sahabat. Namun ingat, Allah yang imanensi itu bukan berarti kita dapat meniadakan transdensi Allah. Kita harus tetap hormat kepada Allah. Celakanya, dunia modern ini orang seringkali cenderung bersikap kurang ajar ketika orang baik padanya. Seorang papa pastilah akan sangat senang kalau dapat dekat dengan anaknya, baik dengan si anak namun bukan berarti si anak boleh berlaku tidak sopan kepada sang papa. Tanpa sadar kita sudah mempermainkan Tuhan kita, Yesus Kristus. Kita seringkali menyebut nama Tuhan Yesus dengan tidak hormat. Orang langsung menyebut “Yesus” tanpa “Tuhan.” Meskipun Dia dekat dengan kita dan menyebut kita sahabat bukan berarti kita boleh memperlakukan dengan sembarangan. Ingat, kita hanyalah budak yang diangkat menjadi sahabat. Tuhan Yesus tetap adalah Allah yang suci dan mulia dan kita harus memuliakan Dia.

Demikian pula halnya dengan ibadah, kita datang ke dalam rumah Tuhan sudahkah kita memuliakan Tuhan? Hendaklah mata kita selalu tertuju pada-Nya, Dia yang berada di posisi tertinggi, Dia yang agung dan mulia. Bangunan gereja dengan arsitek gothic terkadang juga mempengaruhi suasana ibadah, bangunan yang tinggi dan megah membuat kita merasa kecil di hadapan-Nya ketika kita datang ke dalam rumah Tuhan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah ibadah kita dipengaruhi oleh gedung? Tidak! Ibadah tidak dipengaruhi oleh gedung tetapi bagaimana hati kita ketika berhadapan dengan kemuliaan Tuhan. Hati kita harusnya dipersiapkan ketika datang beribadah kepada Tuhan. Perhatikan tata ibadah kita saat ini bukan dibuat dengan sembarangan tetapi seluruh liturgi sudah dipikirkan lama sejak abad 10 dan hanya mempunyai satu tujuan yaitu kemuliaan hanya bagi Tuhan; segala sesuatu dari Allah, oleh Allah dan kepada Allah, bagi Allah kemuliaan sampai selama-lamanya.


Tata ibadah dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
1) Worship Part
Persiapan untuk ibadah dimulai dari saat teduh, di mana kita harus mempersiapkan diri di hadapan Tuhan karena perasaan takut dan gemetar berhadapan dengan Allah yang Maha mulia. Berhadapan dengan Raja yang mulia maka jauh sebelumnya kita sudah melakukan persiapan dan tidak terlambat. Cobalah pikirkan apakah kita berani datang terlambat ketika kita harus menghadap Presiden? Tidak, bukan? Bahkan satu jam sebelumnya kita akan datang dan melakukan berbagai persiapan dengan bersaat teduh, menunggu kehadiran Presiden. Sekarang, bukan sekedar Presiden biasa yang kita hadapi tetapi Raja di atas segala raja, Dialah Raja yang Maha Mulia dan Maha Agung. Dilanjutkan dengan votum yang artinya undangan bagi kita semua supaya kita sadar dan erkonsentrasi kepada Allah yang menjadi pusat ibadah. Lalu disambut dengan pujian: Suci, Suci, Suci atau Hormat Bagi Allah yang menyatakan segala kemuliaan hanya bagi Dia saja. Inilah bagian pertama di mana seluruhnya harus berpusat pada Allah.

2) Content of Worship.
Pada bagian ini kita berdialog dengan Allah, mengungkapkan iman, rasa syukur, doa dan segala pergumulan kita di hadapan-Nya. Di sini kita mencoba mengerti apa yang menjadi rencana Tuhan. Kita berespon dan berkomitmen dan mengaku iman dan kembali bersyukur. Salah satu aspek penting yang hari ini dihilangkan dalam ibadah adalah ratapan. Alkitab memberikan tempat yang penting bagi ratapan. Meratap adalah mengungkapkan seluruh isi hati kepada Tuhan dan kita menantikan Allah merespon saya.

3) Bagian penutup ditutup dengan doxology, segala kemuliaan hanya bagi Tuhan.


Seluruh tata ibadah bagian depan dan terakhir menjadi suatu pilar dan bagian tengah menjadi isinya. Dua pilar menjadi pengunci di bagian tengah. Celakanya, hari ini gereja membuang dua pilar ini dan hanya memakai bagian tengah saja. Tata ibadah yang dipakai hanyalah pujian, firman, doa dan persembahan seperti yang kita temui di umumnya gereja hari ini. Seluruh ibadah hanya memuaskan kenikmatan diri belaka. Tuhan tidak lagi menjadi pusat dari ibadah. Firman Tuhan menegaskan ibadah sejati adalah mempermuliakan Tuhan dan hal ini dimungkinkan karena umat pilihan yang diberikan oleh-Nya kepada Tuhan Yesus dan Tuhan Yesus mendidik mereka di dalam Firman sehingga mereka mendapatkan hidup kekal. Hidup kekal bukan masuk surga seperti yang manusia pikirkan.


Tuhan Yesus menegaskan hidup kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus (Yoh. 17:3). Jelaslah, ibadah tidak bisa dilepaskan dari Yesus Kristus. Ibadah sejati adalah Yesus Kristus melepaskan dari ikatan dosa. Tuhan Yesus sudah mati bagi kita, kita yang tadinya mati kini kita dihidupkan kembali oleh Dia sehingga kita dapat berdamai dengan Bapa dan boleh mengenal dengan Allah Bapa. Tanpa anugerah pertobatan, mustahil kita dapat beribadah. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau kita dapat mengenal Dia. Siapakah kita manusia berdosa sehingga Dia mau datang mengangkat kita dari jerat dosa. Biarlah kita mau pakai seluruh hidup kita untuk memuliakan Dia, taat mutlak dalam pimpinan tangan-Nya. Karena kita tahu pimpinan-Nya tidak pernah salah. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan. Amin

No comments: