31 May 2009

Roma 15:17-19: KONSEP PELAYANAN SEJATI-2: Sukacita Pelayanan-1

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-2


Konsep Pelayanan Sejati-2: Sukacita Pelayanan-1

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 15:17-19



Konsep pelayanan yang kedua dari Paulus adalah pelayanan sejati adalah pelayanan yang berpusat kepada Kristus melalui kuasa Roh Kudus. Hal ini dipaparkan Paulus di ayat 17 s/d 19.


Di ayat 17, sebagai kesimpulan dari ayat 14 s/d 16, Paulus mengajarkan, “Jadi dalam Kristus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah.” Sebagai penutup, Paulus kembali mengingatkan jemaat Roma dan kita juga tentang konsep pelayanan. Tidak sedikit kita menjumpai orang Kristen yang melayani tidak dengan jiwa hamba, tetapi dengan jiwa majikan. Akibatnya, ketika melayani, sebenarnya kita lah yang dilayani dan dipuaskan, karena kita ingin mencari pamor di lingkungan/gereja tempat kita melayani. Paulus menyadarkan jemaat Roma dan kita bahwa pelayanan bukan memegahkan diri, tetapi memegahkan Kristus. Pelayanan yang ia lakukan bagi Allah adalah pelayanan yang bermegah di dalam Kristus. Di dalam Filipi 3:3, ia juga menguraikan bahwa jemaat Filipi (dan kita) tidak hidup menurut hal-hal lahiriah, tetapi hal-hal spiritual, yaitu bermegah di dalam Kristus. Kata “bermegah” di dalam Roma 15:17 dan Filipi 3:3 memiliki akar kata Yunani yang sama, yaitu kauchaomai yang berarti bermegah (boast), bersukacita (rejoice), dll. Berarti hidup dan pelayanan kita ditujukan untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia. Rev. Dr. John S. Piper di dalam bukunya Desiring God mengganti kata “dan” pada pernyataan Katekismus Singkat Westminster Pasal 1 tadi dengan kata “dengan.” Dengan kata lain, hidup dan pelayanan kita adalah untuk memuliakan Allah dengan menikmati-Nya. Ya, menikmati Dia adalah sukacita hidup dan pelayanan kita. Mengapa sering kali kita melayani Tuhan dengan bersungut-sungut? Karena kita kurang menikmati Dia sebagai sukacita terbesar, seperti Paulus. Ketika kita mulai menikmati Dia sebagai sukacita terbesar, di saat pula kita semakin bersemangat dan bersukacita di dalam melayani Tuhan (bdk. Rm. 12:11). Sukacita itu dapat kita nikmati karena kita telah ditebus oleh Kristus dan dilahirbarukan oleh Roh Kudus. Seorang yang telah mengalami kelahiran baru dari Roh Kudus dan penebusan dari Kristus adalah orang yang bersukacita, karena dia telah dilepaskan dari perbudakan dosa yang membelenggu hidupnya dahulu. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersukacita di dalam hidup dan pelayanan kita kepada Tuhan?

Prinsip sukacita di dalam pelayanan kita adalah karena kita sudah ditebus oleh Kristus, maka segenap hidup kita dipergunakan untuk melayani-Nya, oleh sebab itu, tidak ada kata “terpaksa” di dalam hidup dan pelayanan kita ketika kita harus menderita bagi-Nya. Paulus rela menderita tatkala ia harus memberitakan Injil (2Kor. 11:24-27). Semuanya itu dilakukan bagi Allah dan dia bermegah (bersukacita) di dalam Kristus. Kepada jemaat di Filipi, dia menulis surat yang penuh dengan sukacita, meskipun pada waktu itu dia ada di dalam penjara (Flp. 1:13). Meskipun harus menderita, Paulus tetap bisa bersukacita, mengapa? Apa dia hanya berhalusinasi? TIDAK. Paulus bisa bersukacita di dalam penderitaan karena ia berharap penuh kepada Allah (2Tim. 1:12). Bagaimana dengan kita yang mengalami penderitaan? Himpitan dan tekanan hidup terus-menerus mengganggu dan mencengkeram hidup kita waktu demi waktu, adakah kita tetap bersukacita dengan terus berharap dan beriman kepada-Nya? Jangan kuatir, serahkanlah hidup kita kepada-Nya, maka Ia akan memelihara hidup kita selama-lamanya. Amin?


Apa wujud sukacita Paulus di dalam Kristus melalui pelayanannya? Ia menunjukkan sukacita di dalam pelayanannya di dalam Kristus tatkala ia dengan taat mutlak memberitakan karya penebusan Kristus (dan bukan yang lain) kepada bangsa-bangsa lain melalui perkataan dan perbuatan serta melalui kuasa Roh Kudus (ay. 18-19a). Di ayat ini, ia menjabarkan tiga wujud sukacita pelayanannya di dalam Kristus:
Pertama, sukacita pelayanannya di dalam Kristus ditunjukkan melalui ketaatannya memberitakan Injil Kristus. Di ayat ini, ia berkata, “Sebab aku tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang telah dikerjakan Kristus olehku,” Berarti, sukacita pelayanannya diukur dari ketaatannya memberitakan Injil Kristus dan bukan yang lain. Ia dengan jujur mengatakan bahwa ia tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain. Berarti dia tidak akan pernah mau memberitakan hal-hal di luar Injil dan karya Kristus yang harus ia beritakan kepada bangsa-bangsa lain. Itu namanya TAAT. Mengapa sering kali pelayanan kita tidak dilakukan dengan sukacita? Karena kita berpikir bahwa kita melayani Tuhan itu adalah suatu tugas berat. Padahal, ketika kita yang adalah anak-anak Tuhan yang telah ditebus Kristus, diperkenan oleh Tuhan untuk melayani-Nya adalah suatu hak istimewa yang besar sekali yang tidak bisa didapatkan oleh orang-orang di luar umat pilihan. Kedua, kita tidak bersukacita ketika melayani karena kita tidak TAAT. Di dalam pelayanan, kita melayani bukan dengan jiwa hamba, tetapi dengan jiwa majikan yang suka memerintah orang-orang untuk melayani kita. Ketika kita melakukan hal itu, kita bukan melayani, tetapi dilayani. Pelayanan tanpa ketaatan adalah suatu kesia-siaan. Apakah cukup taat saja? TIDAK. Ketaatan harus disertai dengan kerelaan penuh dan berkaitan dengan kepada siapa kita taat dan rela. Ketika kita “taat” kepada Mamon (dewa uang), kita rela menyerahkan hidup kita kepadanya. Objek ketaatan mengakibatkan sikap hati kita. Umat pilihan adalah orang yang seharusnya taat dan rela hanya kepada kehendak Allah. Paulus adalah salah satu contoh yang harus kita teladani tentang taat kepada kehendak Allah. Apa itu kehendak Allah yang harus kita taati? Yaitu memberitakan Injil (Mat. 28:19-20). Kalau Paulus bisa taat kepada kehendak Allah, bagaimana dengan kita? Beranikah kita dengan sepenuh hati taat dan rela kepada kehendak-Nya?

Kedua, sukacita pelayanannya di dalam Kristus ditunjukkan melalui ketaatannya menjadi saksi Kristus melalui perkataan dan perbuatan. Berarti bukan penginjilan saja yang harus diperhatikan, tetapi sikap hidup kita. Penginjilan yang Paulus ajarkan meliputi dua hal: penginjilan verbal (perkataan) dan penginjilan non-verbal (perbuatan). Dengan kata lain, penginjilan bukan menjadi penginjilan yang timpang, tetapi penginjilan yang terintegrasi. Apa yang menyebabkan Paulus bisa mengintegrasikan dua konsep tersebut? Kuncinya adalah kerendahan hati. Paulus adalah seorang rasul Kristus yang luar biasa cerdas, namun kecerdasannya tidak mengakibatkan dia menjadi sombong, tetapi rendah hati. Ia rela menyamakan dirinya sebagai orang berdosa, bahkan lebih berdosa dari mereka (1Tim. 1:15-16). Kerendahan hatinya mengakibatkan ia mampu memadukan penginjilan melalui perkataan dan perbuatan. Bagaimana dengan kita? Beberapa orang Kristen dan hamba Tuhan yang sudah banyak belajar theologi melalui literatur mengakibatkan beberapa dari mereka menjadi sombong, karena merasa diri sudah pintar beradu argumen theologi. Mereka menjadi kebal terhadap kritikan, meskipun di atas mimbar berbicara tentang teachable (dapat diajar). Mereka memakai segudang argumentasi untuk menutupi kesalahannya, misalnya dengan mengatakan bahwa kalau mau mengkritik, si pengkritik harus melakukannya dahulu. Sudah saatnya orang Kristen bertobat dari kesombongan ini! Seberapa rendah hatikah kita sebagai anak-anak-Nya di dalam melayani-Nya? Ketika kita belajar rendah hati, di saat yang sama kita menjadi saksi Kristus yang mampu mengintegrasikan penginjilan perkataan dan perbuatan. Tuhan tidak mau kita terpecah di dalam penginjilan yang terlalu mementingkan salah satu aspek.

Ketiga, sukacita pelayanannya di dalam Kristus ditunjukkan melalui kuasa Roh Kudus. Kita bisa bersukacita di dalam pelayanan karena ada kuasa Roh Kudus. Kuasa Roh Kudus memampukan kita terus bersukacita di dalam pelayanan, meskipun harus mengalami penderitaan. Kuasa itu ditunjukkan melalui tanda-tanda mukjizat (ay. 19a) maupun pemberitaan Firman. Kuasa Roh Kudus jangan dibatasi oleh gejala-gejala supranatural. Kuasa Roh Kudus adalah kuasa yang dikerjakan Allah Roh Kudus seturut firman-Nya di dalam Alkitab, karena Roh Kudus diutus untuk memuliakan Kristus (Yoh. 15:26; 16:14). Roh Kudus bisa bekerja melalui mukjizat dan bisa juga bekerja tanpa melalui mukjizat yang dapat dilihat mata. Roh Kudus yang tidak bekerja melalui mukjizat nyata (kasat mata) adalah Roh Kudus yang memberikan kekuatan kepada setiap hamba-Nya di dalam melayani Tuhan. Kekuatan itu tidak bisa dilihat secara kasat mata seperti misalnya melihat orang buta melihat, orang tuli mendengar, dll, tetapi kekuatan itu sangat penting bagi seorang pelayan-Nya, karena tanpa kekuatan dari-Nya, mereka tidak akan mampu menunaikan tugas pelayanan-Nya. Hamba-Nya yang setia, Pdt. Dr. Stephen Tong adalah salah satu saksi mata seorang hamba Tuhan yang dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus. Jika ada yang mengatakan Pdt. Stephen Tong tidak ada ‘roh kudus’ hanya karena beliau tidak dapat membuat orang tumbang, maka saya menantang si pemfitnah itu, dengan kuasa mana beliau bisa berkhotbah dan memberitakan Injil di dunia dengan jadwal yang begitu padat? Jika tanpa kuasa Roh Kudus yang terus memberi kekuatan dan kesehatan fisik maupun mental, maka beliau tidak bisa melayani Tuhan dengan begitu bersemangat meskipun jadwal pelayanannya yang begitu padat. Sudahkah kita mengalami kuasa Roh Kudus di dalam pelayanan yang kita kerjakan? Kita bisa mengalami kuasa Roh Kudus tersebut tatkala kita dengan taat dan rela menunaikan tugas pelayanan kita kepada-Nya. Percayalah, tatkala kita melayani Tuhan sungguh-sungguh, Roh-Nya yang kudus akan mendampingi kita dan memberi kita kekuatan.


Tiga wujud sukacita pelayanannya di dalam Kristus tersebut mengakibatkan Paulus tidak merasa capek walau harus pergi ke tempat yang jauh sekalipun. Ini dikatakannya di ayat 19b, “Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem sampai ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus.” Ia telah rela pergi dari Yerusalem ke tempat yang jauh, mengapa? Demi uang? TIDAK! Demi Injil. Dr. John Calvin yang terus berkhotbah setiap pagi kepada jemaatnya tanpa mengenal lelah, mengapa? Karena Injil. Pdt. Dr. Stephen Tong rela pergi meninggalkan Tiongkok sebagai negara kelahirannya, merantau ke Indonesia, berkhotbah dan memberitakan Injil ke Amerika, Meksiko, Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, Thailand, dll, mengapa? Karena uang? TIDAK! Karena Injil! Para misionaris dan hamba Tuhan sejati dengan ketaatan penuh dan melalui kuasa Roh Kudus mampu menunaikan tugas pelayanan-Nya, hanya karena satu: Injil Kristus. Karena Injil, mereka berani membayar harga, diri, dan uang. Karena Injil, mereka rela membayar harga ditinggal suami/istri/keluarganya dan dicap “kafir.” Karena Injil, mereka berani membayar harga dimusuhi oleh tetangga dan rekannya. Ya, karena Injil. Sungguh suatu kontradiksi dengan orang “Kristen” di zaman sekarang ini. Di zaman ini, kita sangat sulit menemukan seorang yang rela berkorban demi Injil. Yang ada justru sebaliknya, banyak orang “Kristen” bahkan “pemimpin gereja” memanipulasi Injil demi kepentingannya sendiri. Karena uang, beberapa pemimpin gereja rela memberitakan “injil” kemakmuran untuk menarik keuntungan sebesar-besarnya. Karena terlalu memerhatikan kondisi lingkungan sekitar, beberapa pemimpin gereja mulai menolak pemberitaan Injil secara verbal dan menggantinya dengan pelayanan sosial saja. Karena terlalu memerhatikan agama-agama lain, sang pemimpin gereja “berani” berkhotbah di atas mimbar bahwa di luar Kristus masih ada jalan keselamatan. Semua dilakukan untuk memuaskan keinginan pribadi, baik: uang, harga diri, dan lingkungan sekitar. Sungguh berbeda dengan para misionaris dan pelayan Tuhan yang setia yang rela mengorbankan diri sendiri agar Injil Kristus diberitakan. Bagaimana dengan kita? Masihkah kita sebagai anak-anak-Nya selalu mengecewakan-Nya? Masihkah kita sebagai anak-anak-Nya memanipulasi Injil Kristus demi kepentingan kita sendiri? Sudah saatnya orang Kristen dan pemimpin gereja BERTOBAT dari dosa-dosa mereka yang menghina dan memanipulasi Injil!


Hari ini, jika Roh Kudus menegur Anda melalui perenungan kita saat ini, bukalah hati dan pikiran Anda, biarkan Ia mengoreksi dan memimpin jalan hidup dan pelayanan kita agar apa pun yang kita kerjakan sungguh-sungguh memuliakan Tuhan. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: