Fokus Iman-7
Iman yang Berkemenangan-2
oleh : Denny Teguh Sutandio
Nats : Roma 4:23-25.
Setelah Paulus menjelaskan tentang pengharapan iman ketika masalah datang dengan mengambil contoh Abraham, maka Paulus mulai mengimplikasikannya di dalam kehidupan keKristenan pada ayat 23-25.
Pada ayat 23-24a, Paulus mengatakan, “Kata-kata ini, yaitu "hal ini diperhitungkan kepadanya," tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis juga untuk kita;” Apa yang Abraham miliki yaitu dibenarkan Allah melalui iman, maka kita sebagai keturunannya pun juga memiliki berkat yang sama yaitu dibenarkan Allah melalui iman. Oleh karena itu, Paulus berani mengungkapkan bahwa kata-kata yang ditujukan kepada Abraham bukan hanya berlaku untuk Abraham saja, tetapi juga untuk kita sebagai keturunannya. Ketika kita menyadari hal ini, seharusnya kita tidak berbangga diri atau membanggakan diri atas kehebatan kita karena kita beriman, tetapi kita seharusnya bersyukur, karena sebagaimana Abraham dapat beriman melalui anugerah Allah, maka kita pun beriman melalui anugerah Allah. Mengapa ? Karena kalau kita meninjau kembali sejarah Abraham ketika dipanggil, Abraham pada waktu itu bernama Abram adalah seorang yang hidup di lingkungan penyembah berhala, dan Allah memanggil Abram (Abraham) dan keluarganya untuk keluar dari Urkasdim, tempat kelahirannya menuju ke tanah yang Allah janjikan. Kalau anugerah Allah tidak memberikan iman kepada Abram (Abraham), mana mungkin Abraham tiba-tiba mempercayai Allah Yahweh yang sebelumnya tak pernah ia kenal sedikitpun di antara lingkungannya ? Kepada Allah Yahweh, Abraham bersyukur kalau Ia yang Mahakuasa dan berdaulat mau menghampiri Abraham yang berdosa dan tinggal di lingkungan penyembah berhala untuk menyelamatkannya dan membawanya ke tanah yang Ia janjikan. Demikian juga dengan kita, kita seharusnya bersyukur, karena Allah yang Berdaulat mau memilih kita dari beribu orang yang menganggap diri “baik”, membawa kita menuju kepada terang-Nya di dalam Kristus dan akhirnya menyempurnakan kita kelak di akhir zaman. Ini adalah suatu anugerah yang begitu besar yang tidak bisa dibandingkan dengan berbagai karunia supranatural lainnya.
Kembali, apa dasar kita dapat memiliki iman dan dibenarkan oleh Allah seperti Abraham ? Pada ayat 24b-25, Paulus menjawabnya, “sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.” Di sini, jelas sekali, Paulus memaparkan bahwa Allah membenarkan kita atau mengimputasikan kebenaran kepada kita karena :
Pertama, kita percaya kepada Dia, yaitu Allah. Proposisi awal yang Paulus tekankan di sini adalah iman kepada/di dalam Allah. Apakah ini berarti iman kita mempengaruhi kita nantinya dibenarkan oleh Allah ? Jawabannya : YA dan TIDAK. Ya, ketika kita mengerti arti kata iman adalah anugerah Allah bagi umat pilihan-Nya. Sehingga, menurut buku Pengakuan Iman Westminster yang ditulis oleh Rev. G. I. Williamson, di dalam ordo salutis (urutan keselamatan) yang dipegang oleh theologia Reformed, setelah Allah memilih beberapa orang untuk diselamatkan, mengaruniakan Kristus, melahirbarukan umat pilihan-Nya, maka Allah memberikan iman dan pertobatan sehingga mereka yang dipilih dan sudah beriman dapat dibenarkan di hadapan Allah. (Williamson, 2006, pp. 135-136) Apakah ini adalah inisiatif manusia ? TIDAK. Karena ketika kita dapat beriman, itu pun adalah 100% inisiatif Allah yang menganugerahkan iman kepada umat pilihan-Nya. Jawabannya, “TIDAK”, ketika kita memahami arti kata “iman” bukan sebagai anugerah Allah, tetapi inisiatif manusia (dan ini adalah pengajaran yang tidak bertanggungjawab).
Kedua, kita percaya di dalam kebangkitan Kristus. Mengapa Paulus lebih dahulu menyebut kebangkitan ketimbang kematian Kristus ? Apakah urutannya terbalik ? TIDAK. Dengan disebutnya kebangkitan Kristus dahulu, Paulus ingin memaparkan bahwa kebangkitan Kristus adalah kunci kemenangan umat-Nya yang mengakibatkan mereka dapat dibenarkan oleh Allah (ayat 25b). Kembali, bukan hanya percaya kepada Allah, kita dapat dibenarkan oleh-Nya, karena kita juga percaya di dalam kebangkitan Kristus atau Allah yang membangkitkan Kristus dari antara orang mati. Apakah frase “Allah yang telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati” berarti Kristus tidak berkuasa apa-apa yang membuktikan Kristus bukan Allah (seperti yang diajarkan oleh penganut Unitarianisme yang mempercayai ketunggalan Allah) ? TIDAK. Di dalam Alkitab, Kristus sendiri pernah mengatakan, “Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea.” (Matius 26:32) Di kubur Tuhan Yesus, para malaikat pun juga memberitahu para wanita, “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.” (Matius 28:6) Hal serupa diungkapkan di dalam Yohanes 20:9 ; 21:14 ; Kisah 10:41 ; 26:23 ; Roma 6:9 ; 8:34 ; Kolose 1:18 ; 1 Tesalonika 4:14 ; 2 Timotius 2:8 ; Wahyu 1:5. Semua nats ini menunjukkan bahwa Kristus sendiri bangkit dari kematian-Nya. Ini membuktikan bahwa Kristus adalah Allah yang berkuasa memberikan dan mengambil nyawa-Nya kembali (Yohanes 10:17-18). Kalau Kristus bukan Allah seperti anggapan gila dari para penganut Unitarianisme, maka dijamin mereka tidak bisa menafsirkan nats-nats Alkitab di atas yang jelas-jelas mengajarkan bahwa Kristus bangkit (dan tidak dibangkitkan) ! Lalu, apa artinya “Allah yang telah membangkitkan Kristus” ? Albert Barnes dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible mengatakan, “The main or leading truths that God has made known to us are, that he has given his Son to die; that he has raised him up; and that through him he is ready to pardon. To put confidence in these truths is to believe now. Doing this, we believe in the same God that Abraham did; we evince the same spirit; and thus show that we are the friends of the same God, and may be treated in the same manner.” (=Kebenaran utama atau pasti yang Allah telah buat yang berlaku bagi kita adalah, bahwa Dia telah memberikan Anak-Nya untuk mati ; bahwa Dia telah membangkitkan-Nya ; dan bahwa melalui-Nya, Allah siap untuk mengampuni. Untuk meletakkan kepercayaan di dalam kebenaran-kebenaran ini adalah untuk percaya sekarang. Dengan melakukan ini, kita percaya di dalam Allah yang sama seperti yang dipercayai Abraham ; kita menuju kepada roh yang sama ; dan demikian menunjukkan bahwa kita adalah sahabat-sahabat dari Allah yang sama, dan dapat diperlakukan dengan cara yang sama.) Dengan kata lain, frase “Allah yang telah membangkitkan Kristus” tidak berarti Kristus tak berkuasa apa-apa, tetapi frase ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan Allah yang kita sembah dengan Allah Abraham yang bertindak, setia, jujur, dan dapat diandalkan. Kesamaan Allah BUKAN berarti Allah itu esa/satu pribadi saja seperti yang didengungkan oleh para penganut Unitarianisme atau social “gospel”, tetapi kesamaan Allah di sini berarti Allah yang sama yang menyatakan diri-Nya dan membenarkan kita di hadapan-Nya. Kalau pada zaman Abraham, Abraham dibenarkan oleh Allah melalui imannya kepada Allah, maka di zaman sekarang, kita sebagai keturunan Abraham dibenarkan oleh-Nya melalui iman di dalam Kristus. Di sini, ada lompatan iman yang melampaui iman Abraham, mengapa ? Karena iman di dalam Kristus adalah respon terhadap wahyu khusus Allah di dalam Kristus (yang menyatakan diri Allah secara jelas, meskipun tidak 100% sempurna) dan ini adalah sesuatu yang melampaui wahyu Allah yang diterima oleh Abraham. Puji Tuhan ! Iman kita jauh melampaui iman Abraham, karena kita beriman di dalam Kristus yang telah bangkit dan menang atas kuasa dosa, iblis dan maut.
Ketiga, kita percaya di dalam kematian dan kebangkitan-Nya demi kita (ayat 25). Pada ayat 25 ini, Paulus lebih teliti menjelaskan bahwa kita dapat dibenarkan oleh-Nya karena kita percaya bukan hanya pada Kristus, tetapi pada Kristus yang telah mati demi pelanggaran kita. Kata “pelanggaran” diterjemahkan dalam bahasa Inggris (King James Version), offenses, yang dalam bahasa Yunaninya paraptōma berarti a side slip (lapse or deviation) (=penyelewengan atau deviasi/penyimpangan). Dengan kata lain, Kristus telah mati untuk menebus kita dan meluruskan jalan kita yang telah menyeleweng dari Allah. Paulus mengajarkan hal ini di dalam Roma 5:10, “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” Selain bersifat mendamaikan (reconciliate), penebusan Kristus juga bersifat meluruskan kita dari penyelewengan kita kepada Allah, sehingga kita yang dulunya selalu melawan Allah, sekarang setia dan taat kepada Allah dan firman-Nya. Dengan kata lain, kematian-Nya di kayu salib membuat kita sadar tentang arti hidup, pengorbanan, kasih dan kesetiaan serta ketaatan. Hal ini ditegaskan oleh Paulus di dalam 2 Korintus 1:10, “Dari kematian yang begitu ngeri Ia telah dan akan menyelamatkan kami: kepada-Nya kami menaruh pengharapan kami, bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi,” Konteks 2 Korintus 1:10 adalah ketika Paulus menanggung beban berat seolah-olah ia dijatuhi hukuman mati (ayat 8-9). Kematian-Nya berdampak kepada kehidupan Paulus di mana ia tetap berharap kepada-Nya yang telah ikut merasakan penderitaan manusia (Ibrani 4:15) dan akan menyelamatkan Paulus lagi. Selanjutnya di dalam 2 Korintus 4:10, Paulus berani mengatakan, “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.”, karena ia beriman di dalam Kristus yang telah menjadi teladan bagi Paulus (lihat ayat 11-12).
Bukan hanya kematian-Nya, kebangkitan-Nya juga menjadi dasar pembenaran kita di hadapan Allah. Kalau Kristus hanya mati dan tidak bangkit, maka kita tetap di dalam dosa kita, tetapi puji Tuhan, Kristus bangkit membuktikan pengharapan keselamatan kita tidak gagal dan kita menjadi umat yang dibenarkan di hadapan Allah karena Allah telah mengimputasikan kesempurnaan karya penebusan dan kebenaran Kristus di dalam hidup kita.
Sungguh suatu anugerah yang begitu besar yang telah Allah anugerahkan bagi umat pilihan, lalu, bagaimana respon kita ? Iman yang berkemenangan yang telah kita peroleh seharusnya kita responi dengan suatu ucapan syukur melalui tindakan kita yang setia, jujur dan taat melakukan apa yang diinginkan dan diperintahkan-Nya. Sudahkah kita mau melakukannya ? Kiranya Tuhan Yesus memberkati. Soli Deo Gloria. Amin.
No comments:
Post a Comment