Penulis berulang-ulang mengatakan bahwa kalau Kitab Suci menyebut Yesus sebagai Anak Allah, itu bukan sungguh-sungguh, tetapi cuma metafor belaka, dan tujuannya hanya untuk menunjukkan kesatuan Allah dengan Yesus.
* hal 22: "Disini jelas Yesus bukan Anak Allah dalam arti biologis, karena Allah memang tidak mempunyai anak. Jadi sebutan gelar Yesus sebagai Anak Allah bersifat metaforis, yaitu untuk menunjukkan kebersatuanNya dengan TUHAN Allah"
* hal yang sama ia katakan dalam hal 109, dan hal 123-124.
Saya berpendapat bahwa gelar/istilah 'Anak Allah' itu menunjukkan bahwa Yesus mempunyai hakekat yang sama dengan Allah (Bdk. Yoh 5:18 Yoh 10:30,33 Yoh 19:7). Tetapi saya juga percaya bahwa kalau Kitab Suci menggunakan istilah 'Anak', 'memperanakkan', 'Bapa' dsb, itu tentu ada maksudnya. Karena itu saya percaya pada doktrin yang disebut 'The Eternal Generation of the Son' yang menyatakan bahwa Allah Bapa betul-betul memperanakkan Allah Anak secara kekal. Tetapi karena sukarnya doktrin ini, saya tak merasa perlu untuk menjelaskannya secara panjang lebar disini.
1 comment:
Sdr. Budi Asali dan Deny,
Tampaknya anda berdua sangat bersemangat untuk mengupas buku TAA. Saya telah berulangkali membaca buku TAA. Tetapi sudut pandang kita ternyata sangat berbeda. Sudut pandang anda berdua lebih dipenuhi oleh perasaan benci, antipati dan negatif. Hasilnya jelas ulasan dan tulisan anda yang sangat provokatif, mendiskreditkan penulis dan pemikirannya. Padahal saya tidak memiliki kesan dan kesimpulan seperti anda. Sebaliknya saya makin menghormati penulis buku TAA, yaitu Pdt. Yohanes Bambang Mulyono. Beliau memiliki pemikiran teologis yang cukup terbuka, kritis dan tidak doktrinal seperti anda berdua.
Justru saya punya kesan yang semakin simpatik dengan pak Yohanes Bambang di tengah-tengah sikap anda yang sangat tidak simpatik, cenderung menghakimi orang dan merasa diri paling benar. Seharusnya anda berdua perlu dipertanyakan kelayakan anda menjadi seorang pendeta dan orang Kristen. Maaf pak Budi, pendeta macam apa anda itu? Sama sekali anda tidak mencerminkan pola pikir dan pola sikap seorang pengikut Kristus. Ujung-ujungnya hanya satu, yaitu anda merasa diri paling benar dan paling segalanya. Padahal anda dengan sikap anda telah membongkar jati-diri yang asli, yaitu pribadi yang perlu dipertanyakan integritasnya.
Salam
Odes
Post a Comment