Dalam persoalan tentang dosa, penulis mengatakan bahwa untuk bisa memahami tentang arti dosa, "ada baiknya bila kita juga memperhatikan sumbangan antropologi sosial yang menyelidiki terjadinya kelompok-kelompok sosial. Antropologi sosial pada prinsipnya membedakan dua macam masyarakat (kelompok sosial), yaitu:
a. Strong group-grid
b. Weak group-grid" (hal 45)
Yang saya ingin tanyakan, mengapa untuk mengerti tentang arti dosa, kita perlu 'minta sumbangan' pada ilmu seculer / duniawi? Tidak cukupkah firman Allah yang diberikan kepada kita untuk bisa mengetahui arti dari dosa? Padahal dalam firman Tuhan sudah diberikan definisi bahwa 'dosa ialah pelanggaran hukum Allah' (1Yoh 3:4b).
Juga dalam hal 46, pada waktu menjelaskan tentang Strong group-grid, penulis berkata: "Cara mencegah akibat buruk akibat perbuatan dosa (pelanggaran) adalah dengan melakukan upacara-upacara tertentu untuk memulihkan keseimbangan dan keselarasan. Sebab itu pusat atau tumpuan masyarakat adalah upacara ibadat (dalam arti yang seluas-luasnya). Melalui ibadat itu pihak yang bersalah dikenakan sanksi. Dia harus membayar atau memberikan korban binatang. Corak pemikiran ini dapat kita lihat dalam dunia Perjanjian Lama terutama dalam kitab Imamat. Misalnya dalam kitab Imamat 4:2-3 kita menjumpai berita berikut: 'Apabila seseorang dengan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal yang dilarang Tuhan dan ia memang melakukan salah satu dari padanya, maka jikalau yang berbuat dosa itu imam yang diurapi, sehingga bangsanya turut bersalah; haruslah ia mempersembahkan kepada Tuhan karena dosa yang telah diperbuatnya itu, seekor lembu jantan muda yang tidak bercela sebagai korban penghapus dosa'"
Lalu pada waktu membahas tentang Weak group-grid, yang menekankan motivasi yang benar, ia lalu memberi contoh Yes 1:11,13 (hal 47).
Lalu dalam hal 48 penulis berkata: "Jadi dari uraian tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa pemikiran atau paham dosa dalam Alkitab juga dipengaruhi oleh bentuk-bentuk masyarakat (kelompok sosial), baik yang cenderung pada masyarakat 'strong group-grid' maupun masyarakat 'weak group-grid'"
Dari semua ini terlihat bahwa penulis beranggapan bahwa tradisi dan ajaran tentang persembahan korban dan pengecaman tindakan yang mempunyai motivasi salah, muncul karena jenis kelompok sosial pada jaman itu. Secara implicit itu berarti bahwa penulis menganggap itu semua tidak datang dari Allah, atau mungkin penulis beranggapan bahwa itu datang dari Allah yang menyesuaikan diri dengan bentuk kelompok sosial jaman itu! Lalu bagaimana penulis bisa menjelaskan bahwa pada jaman Adam dan Hawa dalam Kej 3, dimana dunia baru dihuni oleh 2 orang manusia, sehingga tentu belum ada 'strong group-grid' maupun 'weak group grid', ternyata sudah bisa ada dosa dalam bentuk pelanggaran hukum Allah? Dan bagaimana Kain dan Habil bisa memberikan persembahan kepada Tuhan dalam Kej 4?
Semua uraian penulis tentang dosa ini, sekali lagi menunjukkan betapa rendahnya penulis menilai firman Allah!
2 comments:
Sdr. Budi Asali dan Deny,
Tampaknya anda berdua sangat bersemangat untuk mengupas buku TAA. Saya telah berulangkali membaca buku TAA. Tetapi sudut pandang kita ternyata sangat berbeda. Sudut pandang anda berdua lebih dipenuhi oleh perasaan benci, antipati dan negatif. Hasilnya jelas ulasan dan tulisan anda yang sangat provokatif, mendiskreditkan penulis dan pemikirannya. Padahal saya tidak memiliki kesan dan kesimpulan seperti anda. Sebaliknya saya makin menghormati penulis buku TAA, yaitu Pdt. Yohanes Bambang Mulyono. Beliau memiliki pemikiran teologis yang cukup terbuka, kritis dan tidak doktrinal seperti anda berdua.
Justru saya punya kesan yang semakin simpatik dengan pak Yohanes Bambang di tengah-tengah sikap anda yang sangat tidak simpatik, cenderung menghakimi orang dan merasa diri paling benar. Seharusnya anda berdua perlu dipertanyakan kelayakan anda menjadi seorang pendeta dan orang Kristen. Maaf pak Budi, pendeta macam apa anda itu? Sama sekali anda tidak mencerminkan pola pikir dan pola sikap seorang pengikut Kristus. Ujung-ujungnya hanya satu, yaitu anda merasa diri paling benar dan paling segalanya. Padahal anda dengan sikap anda telah membongkar jati-diri yang asli, yaitu pribadi yang perlu dipertanyakan integritasnya.
Salam
Odes
Budi Asali,
Saya kira anda yang perlu bercermin lebih dalam dan obyektif sehingga anda dapat memahami masalah-masalah psikologis anda. Sesungguhnya ungkapan-ungkapan anda menunjukkan hati yang penuh kepahitan dan kebencian. Sikap anda bukan hanya mempertontonkan kepada banyak orang tentang ketidaklayakan anda untuk menjadi seorang pendeta, tetapi juga ketidaklayakan anda sebagai seorang Kristen. Dari tanya jawab anda dengan sdr. Melki, terlihat anda hanya mampu membela diri dan tidak tanggap terhadap maksud sdr. Melki yang ternyata tidak memandang bapak Pdt. Yohanes Bambang secara negatif dengan pemahaman teologis yang telah diutarakan dalam bukunya "Tuhan, Ajarlah Aku". Karena berminat dengan pernyataan-pernyataan provokatif anda, saya telah membaca 4 kali buku TAA, tetapi saya merasa pemikiran dalam buku tersebut biasa saja. Saya anggap itu adalah hak seorang penulis.
Selain itu saya juga sempat menanyakan kepada sinode GKI, ternyata dalam keputusan persidangan sinode GKI buku TAA justru telah ditetapkan sebagai buku yang diakui resmi oleh GKI. Jadi makin bertambah aneh, anda orang luar tetapi merasa memiliki hak campur tangan dengan kehidupan jemaat GKI. Kalau buku TAA sudah menjadi keputusan sinode GKI, perlu dipahami bahwa buku TAA tersebut telah dibahas dalam berbagai lingkup yaitu klasis, sinode wilayah-sinode wilayah dan kemudian pada tingkat sinodal yang lebih luas.
Saya juga menjumpai sikap yang sama dengan anda dalam diri saudara Denny Teguh. Selain itu saya jumpai beberapa orang yang ternyata setipe dengan anda. Jadi memang benar kesimpulan bung Melki, bahwa mereka yang dididik oleh Stephen Tong dan konco-konconya relatif tidak mampu membuat suatu ulasan teologis yang matang dan bijaksana, tetapi hanya mampu menyebarkan doktrin yang gemar menyesatkan pihak lain yang tidak sepaham. Tepatnya Stephen Tong dan konco-konconya memang juga bermasalah secara mental dan spiritualitas. Waktu KKR saya menjumpai ungkapan-ungkapan Stephen Tong yang sangat arogan. Tidak heran, kalau orang-orang Muslim yang mendengar perkataan Stephen Tong menjadi marah dengan mengatakan: "Darahmu menjai halal bagiku". Sayangnya kalau itu terjadi justru dianggap Stephen Tong jadi martir, padahal penyebab utamanya adalah kesombongan rohani yang berlebihan dan bukan karena kesediaan membayar harga sebagai martir karena konsisten dalam kasih dan keadilan.
Jadi saya justru bersyukur, bahwa pernyataan provokatif anda membuat saya membaca buku TAA dan kini saya juga menjumpai tulilsan-tulisan teologis dari bapak Pdt. Yohanes Bambang di: http://www.yohanesbm.com
Salam ya.
Post a Comment