02 May 2008

Bab 8: Akhir Zaman: Aspek Sudah dan Belum

Bab 8
Akhir Zaman: Aspek Sudah dan Belum




Keunikan theologi Reformed keenam adalah tentang akhir zaman. Sebelum kita membahas tentang aliran-aliran theologi tentang akhir zaman, kita akan merenungkan dua hal penting, yaitu presuposisi tentang akhir zaman, dan tentang kedatangan Kristus.
8.1. Presuposisi Mengerti Akhir Zaman
Mengenai presuposisi dalam mengerti akhir zaman, kita harus mengerti ketegangan antara sudah (already) dan belum (not yet) di dalam theologia Paulus (paradoks). Ketegangan antara yang sudah dan belum dapat dimengerti secara berkesinambungan dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru. Artinya, kedatangan Kristus yang pertama telah dinubuatkan di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama dan telah direalisasikan dengan inkarnasi Kristus lalu kedatangan Kristus ini terus berlanjut sampai akhirnya Ia akan datang kembali kedua kalinya sebagai suatu kesinambungan sejarah Allah (History is His story). Selain itu, ketegangan antara yang sudah dan belum dapat dipahami di dalam hal keselamatan, yaitu, kita harus mengerti bahwa kita secara status sudah dikuduskan tetapi secara kondisi belum dikuduskan, karena kita menunggu pengudusan yang sempurna pada waktu akhir zaman. Di dalam hal keselamatan pula, kita harus mengerti bahwa secara status kita sudah diselamatkan karena Kristus telah menebus kita, tetapi di sisi lain, kita belum diselamatkan karena kita masih mengharapkan penyempurnaan (consummation) penebusan itu di dalam kekekalan.

Kegagalan dari tidak mengertinya konsep ketegangan antara sudah dan belum ini yaitu :
* Gagal melihat kekonsistenan dan kesinambungan sejarah Allah di dalam dunia menurut rencana-Nya yang berdaulat. Artinya, mereka yang menolak adanya ketegangan antara sudah dan belum ini juga sebenarnya sedang menolak konsep kesinambungan sejarah Allah dan tentunya juga menolak Allah sendiri yang Berdaulat, kekal, berencana.
* Mengabaikan apa yang Alkitab ajarkan tentang penginjilan (Matius 28:19-20) yang oleh beberapa kalangan “Kristen” liberal menganggapnya hanya berlaku pada saat itu oleh para murid-Nya saja dan tidak bagi kita yang hidup di zaman sekarang.
* Terlalu mementingkan kepentingan-kepentingan sekarang (materialisme, misalnya mengeruk uang untuk memenuhi kebutuhan sekarang) dan melupakan hal-hal di masa yang akan datang (yang bernilai kekekalan). Hal ini dianut oleh para “theolog” kemakmuran pada mayoritas gereja Karismatik/Pentakosta yang mengajarkan bahwa barangsiapa yang mengikut “Kristus” pasti kaya, sukses, sehat, tidak berpenyakit, bahkan tidak pernah digigit nyamuk. Hal ini akan berimplikasi baik eksplisit maupun implisit di dalam pandangan Akhir Zaman mereka: Dispensasionalisme (lihat penjelasannya di bawah).

Sedangkan, signifikansi mempercayai doktrin ketegangan antara sudah dan belum adalah :
* Kita dapat belajar dari sejarah kebenaran karena semua kebenaran adalah kebenaran Allah (all truth is God’s truth). Setiap sejarah kebenaran yang Allah izinkan terjadi tetap harus diuji berdasarkan Alkitab untuk selanjutnya kita pelajari. Contoh, kita dapat belajar etika dari filsafat Kong Fu-Tze tetapi tetap harus dihakimi dan diuji berdasarkan Alkitab.
* Kita harus dapat mengembangkan apa yang Alkitab ajarkan ke dalam bidang-bidang kehidupan, misalnya politik, ekonomi, filsafat, pengetahuan, seni, dll (mandat budaya) untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan, karena semuanya itu diciptakan dari Allah, oleh Allah dan bagi Allah (Roma 11:36).
* Kita memiliki pengharapan yang kuat dan pasti di akhir zaman bahwa kita akan bersama-Nya selama-lamanya meskipun di dalam dunia harus menderita aniaya. Contoh, meskipun Paulus dipenjara dan mengalami masalah di dalam pelayanannya, ia tetap percaya bahwa ia pasti bersama-Nya di Surga pada saat kedatangan-Nya yang kedua.


8.2. Zaman Akhir dan Akhir Zaman Serta Tanda-tandanya
Setelah mengerti tentang ketegangan antara sudah dan belum, marilah kita mengerti kedua istilah, yaitu antara zaman akhir dan akhir zaman. Zaman akhir adalah zaman yang berlangsung antara kedatangan Kristus pertama dan kedua. Dengan kata lain, kita yang hidup di zaman postmodern ini sedang hidup di zaman akhir. Lalu, akhir zaman berarti suatu momen di mana Kristus datang kedua kalinya. Mengenai akhir zaman, Kristus dan Alkitab sendiri menjelaskan prinsip dari tanda-tanda zaman yang akan terjadi, yaitu :
* Tanda-tanda zaman menunjuk kepada apa yang Allah telah kerjakan di masa lampau, selain menunjuk kepada masa depan.
Tanda-tanda zaman (Matius 16:3) menunjuk kepada kemenangan Kristus yang mengakibatkan suatu perubahan yang penuh makna dalam sejarah. Ini membuktikan bahwa Allah terus-menerus bekerja di dalam sejarah (bukti providensia-Nya), menggenapi janji-Nya, dan membawa sejarah kepada penyempurnaan akhir penebusan-Nya (consumation).

* Tanda-tanda zaman menunjuk kepada akhir sejarah, khususnya kepada kedatangan Kristus yang kedua.
Tanda-tanda ini tidak menunjuk kepada waktu yang tepat tentang kedatangan Kristus yang kedua, tetapi menunjukkan bahwa tanda-tanda zaman itu merujuk ke masa depan berdasarkan apa yang Allah telah lakukan di masa lampau.

* Tanda-tanda zaman menyatakan kontinuitas pertentangan antara Kerajaan Allah dan kuasa Iblis dalam sejarah.
Melalui Perumpamaan Tuhan Yesus tentang Lalang di antara Gandum yang akan dituai pada akhir zaman sementara sebelumnya mereka tumbuh bersama-sama, kita akan terus (berarti suatu proses) menjumpai pertentangan antara kuasa Allah dan iblis di sepanjang sejarah dunia. Di sinilah, tanda-tanda zaman akan terus menjadi saksi bagi pertentangan tersebut. Kuasa Allah yang sedang bekerja di dalam dunia ditandai dengan pemberitaan Injil kepada bangsa-bangsa, sedangkan bertumbuhnya kemurtadan, kedurhakaan, dan peperangan menandakan kuasa iblis dalam dunia. Dengan kata lain, pertentangan yang terus berlanjut ini menandakan dua hal, yaitu adanya kesabaran dan murka Allah sekaligus Kristus sebagai Juruselamat bagi anak-anak-Nya dan Hakim bagi mereka yang menolak-Nya.

Lalu, apa signifikansi mempelajari tanda-tanda zaman ini bagi orang Kristen dan sikap kita selanjutnya ?
* Tanda-tanda zaman menuntut keputusan.
Melalui tanda-tanda zaman, Allah terus memanggil manusia untuk percaya kepada Anak-Nya dan diselamatkan sesuai kehendak dan waktu-Nya. Hal ini tentu telah direncanakan oleh-Nya sebelum dunia dijadikan, bukan menunggu setelah Ia menciptakan manusia. Oleh karena itu, mereka yang tidak dipilih-Nya tidak memperhatikan (dan mengerti) tanda-tanda zaman, karena mereka tidak mendapatkan anugerah khusus, dan secara otomatis, mereka pun sedang menumpuk penghakiman bagi dirinya. Sedangkan, bagi mereka yang telah dipilih menjadi anak-anak-Nya (umat pilihan-Nya), meskipun mereka harus melihat tanda-tanda zaman yang menyesakkan dan mengerikan, mereka tetap percaya bahwa Allah mengontrol semua kejahatan dan pada akhirnya, Kristus pasti menang mengalahkan segala kuasa kejahatan dan kemenangan-Nya menjadi jaminan bagi kemenangan anak-anak-Nya juga.

* Tanda-tanda zaman menuntut ketekunan dalam berjaga-jaga.
Bukan hanya berharap akan kemenangan yang diraih, anak-anak Tuhan pun harus berjaga-jaga dan tekun menunaikan apa yang Allah telah percayakan kepada mereka (Matius 24:42).
Apa yang bisa mereka kerjakan? Pertama, hidup bertanggungjawab dan suci. Dengan hidup bertanggungjawab, mereka bukan sembarangan mempergunakan hidup, melainkan benar-benar mempertanggungjawabkan hidup yang telah dikaruniakan-Nya misalnya dengan mempelajari Firman-Nya, memberitakan Injil, mengasihi sesama dengan kasih Allah yang bertanggungjawab, dll. Dengan hidup suci (Roma 13:11-13), mereka tidak sembarangan hidup di dalam dunia yang berdosa ini, tetapi mereka tetap dapat hidup suci dan mengendalikan diri dari berbagai macam kesenangan dunia yang hedonis dan materialis. Kesucian merupakan kriteria agar anak-anak-Nya bisa bertemu dengan Allah di Surga. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa dalam menantikan kedatangan Kristus yang kedua, anak-anak Tuhan harus suci, seperti seorang pengantin wanita yang bersiap-siap (dan tentunya tidak bermain layang-layang dahulu atau bermain kelereng, dll) menunggu pengantin pria.

Kedua, rela menyangkal diri bagi-Nya. Di dalam berjaga-jaga, kita bukan hanya pasif menerima kenyataan bahwa kita pasti menderita demi mengikut-Nya, tetapi kita dituntut untuk aktif mengabarkan Berita Injil, meskipun penderitaan demi penderitaan yang pasti kita tanggung. Itulah harga yang harus dibayar sebagai pengikut Kristus. Mengapa harus memberitakan Injil ? Karena tanpa pemberitaan Injil, dunia kita bakal hancur. Apakah dengan pemberitaan Injil, dunia kita pasti tambah baik ? TIDAK. Pemberitaan Injil hanya menolong manusia sedikit lebih baik dari keburukan dunia. Jangan mengharapkan dunia semakin tambah baik, karena Alkitab menubuatkan bahwa dunia pasti rusak dan jahat (Efesus 5:16), tetapi dengan pemberitaan Injil, Allah yang Berdaulat akan bekerja memanggil sekelompok umat pilihan-Nya keluar dari kegelapan dunia menuju ke terang-Nya yang ajaib sehingga mereka yang telah dipanggil ini juga dapat mempengaruhi dunia sekitarnya lagi. Di sini, ada kontinuitas di dalam pemberitaan Injil. Kita memberitakan Injil agar beberapa anak Tuhan yang Ia cerahkan dapat bertobat dan kembali kepada-Nya, lalu orang-orang yang kita injili ini juga bisa mempengaruhi dunia sekitarnya bagi kemuliaan-Nya. Apakah menjadi saksi cukup dengan memberitakan Injil? TIDAK. Menjadi saksi, kita juga harus mengerjakan mandat budaya, yaitu berusaha dengan sekuat tenaga memengaruhi dunia dengan prinsip-prinsip Alkitab.


8.3. Cara Kedatangan Kristus Kedua Kalinya
Setelah kita peka terhadap tanda-tanda zaman, maka kita harus mengerti dengan cara bagaimana Kristus akan datang kedua kalinya. Untuk itu, dari pengajaran Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman, saya memperoleh pengertian tentang cara kedatangan Kristus yang kedua kalinya, sebagai berikut
* Pribadi: Kristus sendiri akan kembali secara pribadi (Kisah 1:11 ; 3:19-21 ; Filipi 3:20 ; Kolose 3:4)
* Kasatmata (visible): kalau kedatangan Kristus yang pertama bersifat kasatmata atau dapat dilihat, maka secara otomatis kedatangan Kristus yang kedua juga bersifat kasatmata/dapat dilihat (Wahyu 1:7).
* Penuh kemuliaan: kalau pada kedatangan Kristus yang pertama, Kristus hadir dengan penuh penderitaan (Yesaya 53:2-3 ; Filipi 2:7-8), sedangkan pada kedatangan Kristus yang kedua, Ia akan datang dalam kemuliaan (Matius 24:30 ; 1 Tesalonika 4:16 ; 2 Tesalonika 1:10 ; Kolose 3:4 ; Wahyu 19:16).
[1]


8.4. Pandangan-pandangan Mengenai Akhir Zaman dan Tinjauan Theologis
Terakhir, kita akan membahas aliran-aliran theologi tentang akhir zaman. Di dalam theologi, kita mengenal adanya empat doktrin utama mengenai Akhir Zaman, yaitu Amilenialisme, Postmilenialisme, Premilenialisme (historis), dan Premilenialisme dispensasi (Dispensasionalisme). Dispensasionalisme ini nantinya dikembangkan di beberapa sekolah theologi di Indonesia (seperti: Sekolah Tinggi Theologi Injili Indonesia—STII) maupun di Amerika (Dallas Theological Seminary, dll). Perbedaan pandangan akhir zaman ini bersumber dari perbedaan tafsiran mengenai Wahyu 20 tentang Kerajaan 1000 Tahun. Apa yang diajarkan oleh masing-masing aliran ini?

1. Amilenialisme.
Amilenialisme adalah paham akhir zaman yang melihat Kerajaan 1000 tahun hanyalah simbol dan bukan dimengerti secara harafiah. Pandangan ini mengajarkan bahwa Kerajaan 1000 tahun itu adalah zaman di mana kita hidup sampai Kristus datang kedua kalinya. Zaman di Kerajaan 1000 tahun ini hadir, di situ pula Kerajaan Allah dinyatakan melalui gereja secara kelihatan dan anak-anak Tuhan (gereja yang tidak kelihatan) (Matius 12:28) bukan berbentuk teritorial/pemerintahan politis seperti impian para murid-Nya dahulu. Di dalam kerajaan ini, iblis masih bisa melawan, tetapi ketahuilah bahwa pengharapan anak-anak Tuhan tidak pernah luntur karena adanya serangan itu, karena Kristus pasti mengalahkan iblis secara sempurna ketika Ia datang kedua kalinya. Pada saat Kristus datang, tidak ada kematian, tidak ada air mata, tidak ada kertakan gigi, karena semua manusia pilihan-Nya diberikan tubuh baru untuk mendiami langit dan bumi yang baru. Doktrin ini juga mengerti Wahyu 20 bukan sebagai dua waktu yang berbeda, tetapi satu waktu yang sama dengan dua tindakan berbeda, mengangkat umat pilihan untuk menikmati Kerajaan Surga dan sekaligus mengangkat umat yang binasa untuk dihukum kekal. Secara ringkas, doktrin ini bisa digambarkan dalam urutan, yakni: milenium (kerajaan 1000 tahun terjadi antara kedatangan Kristus pertama dengan kedatangan Kristus kedua—saat ini) à tanda-tanda menjelang kedatangan Kristus à kedatangan Kristus kedua kalinya. Doktrin ini dianut oleh cukup banyak theolog Reformed, seperti Dr. Anthony A. Hoekema, Dr. Jay E. Adams, Dr. Herman N. Ridderbos, Dr. Geerhadus Vos, Dr. Louis Berkhof, Dr. Osward T. Allis, Dr. Abraham Kuyper, Dr. Herman Bavinck, dll.

2. Postmilenialisme.
Postmilenialisme adalah pandangan akhir zaman yang menafsirkan (Wahyu 20) bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya terjadi setelah atau post- Kerajaan 1000 tahun. Meskipun beberapa penganut postmilenialisme memegang pandangan milenium dalam arti harafiah yaitu 1000 tahun, kebanyakan para postmilenialis melihat seribu tahun lebih sebagai sebuah istilah figuratif untuk periode waktu yang lama (mirip dengan pandangan Amilenialisme). Postmilenialisme juga mengajar bahwa kekuatan setan akan secara berangsur-angsur dikalahkan oleh perluasan Kerajaan Allah di sepanjang sejarah sampai kedatangan Kristus yang kedua. Kepercayaan bahwa kebaikan ini akan berangsur-angsur menang mengalahkan kejahatan memimpin para pendukung akan postmilenialisme untuk menjuluki diri mereka "optimillennialists” sebagai lawan dari "pessimillennial” dari para
Premilennialis and Amilennialis. Postmillenialisme dibagi menjadi dua, yaitu Revivalist Postmilennialism (juga Pietistic Postmillennialism) dan Reconstructionist Postmillennialism. Postmillenialisme Revivalis (Revivalist Postmillennialism) tidak melibatkan pandangan kehidupan sosial-politik seperti cara yang dilakukan oleh Postmillenialisme Rekonstruksionis (Reconstructionist Postmillennialism). Revivalist Postmillennialism melihat bahwa orang-orang Kristen seharusnya mengubah masyarakat dari bawah ke atas (hati dan pikiran manusia) lebih baik daripada dari atas ke bawah (institusi masyarakat politis dan sah) seperti di dalam Reconstructionist Postmillennialism. (http://en.wikipedia.org/wiki/Postmillenialism) Para theolog penganut paham ini di antaranya: Dr. Loraine Boettner, Dr. B. B. Warfield, J. Marcellus Kik, Norman Shepherd. Untuk melihat lebih jelas pandangan seorang postmilenialis, mari kita membaca pandangan Dr. Loraine Boettner (theolog Reformed dan penganut postmileanilisme) yang dikutip oleh Dr. Anthony A. Hoekema,
Kami mendefinisikan postmilenialisme sebagai pandangan tentang hal-hal akhir zaman, yang mempercayai bahwa Kerajaan Allah sekarang ini sedang terus diperluas melalui pemberitaan Injil dan pekerjaan Roh Kudus di dalam hati orang-orang, sehingga seluruh dunia pada akhirnya akan dikristenkan, dan setelah itu Kristus akan kembali di penutupan masa penuh kebenaran dan damai yang panjang, yang disebut sebagai “Millenium.”...
[2]

Apa kesalahan dalam pandangan ini?
Kesalahan utama dalam ajaran ini terletak pada optimisme fatal seorang postmilenialis akan dunia yang semakin baik. Boettner mengatakan, “seluruh dunia pada akhirnya akan dikristenkan, dan setelah itu Kristus akan kembali di penutupan masa penuh kebenaran dan damai yang panjang”. Alkitab dengan jelas mengajar bahwa dunia bukan semakin baik, tetapi semakin jahat (2Tim. 3:1, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.”) Dunia yang katanya semakin maju, mengutip pernyataan Pdt. Sutjipto Subeno, sebenarnya hanya satu sisi yang semakin maju, yaitu teknologi, selebihnya, iman, moralitas, etika, kerja, dll, semakin menurun. Dengan mengetahui bahwa dunia akan semakin rusak, maka janganlah kita berpegang pada hal-hal dunia yang bersifat fana ini, tetapi berpeganglah dan berimanlah pada Allah dan firman-Nya karena Allah dan firman-Nya itu kekal adanya. Rasul Yohanes menulis di dalam 1 Yohanes 2:17, “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” Rasul Petrus menambahkan penjelasan ini, “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal. Sebab: "Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur, tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya." Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu.” (1Ptr. 1:23-25)

Kesalahan kedua, yaitu menolak prinsip predestinasi. Dr. Boettner sebenarnya adalah theolog Reformed yang memercayai predestinasi Allah di dalam keselamatan, tetapi entah mengapa ketika mengajarkan tentang akhir zaman, beliau mengajarkan hal yang bertentangan dengan predestinasi yang diajarkannya sendiri. Perhatikan pernyataannya, “seluruh dunia pada akhirnya akan dikristenkan,” Kalau seluruh dunia dikristenkan, berarti tidak lagi prinsip pemilihan Allah (dan otomatis, penolakan Allah kepada beberapa orang sisanya). Prinsip inilah yang mengakibatkan banyak gereja yang mengklaim diri bertradisi Reformed, tetapi malas memberitakan Injil. Mengapa? Karena jika seluruh dunia dikristenkan, untuk apa lagi menginjili?

3. Premilenialisme historis.
Menurut Premilenialisme, kedatangan Kristus yang kedua kali terjadi sebelum milenium. Sebelum kedatangan Kristus kedua ini akan terjadi penginjilan kepada bangsa-bangsa, masa kesusahan, murtad atau pemberontakan yang hebat, dan munculnya pribadi antikristus. Gereja harus melewati kesusahan besar ini. Lalu, kedatangan Kristus yang kedua tidak terjadi dalam dua tahap, tetapi satu tahap (seperti pandangan Amilenialisme). Ketika Kristus datang kedua kalinya itu, orang percaya yang telah mati akan dibangkitkan, dan orang percaya yang masih hidup akan diubahkan dan dimuliakan, baru setelah itu mereka diangkat bersama-sama bertemu dengan Kristus di awan-awan. Setelah itu, mereka akan mendampingi Kristus di bumi. Di saat Kristus datang kedua kalinya, antikristus akan dibinasakan, akan terjadi pertobatan besar khususnya dari sejumlah besar orang Yahudi. Lalu, Kristus menegakkan Kerajaan-Nya di bumi ini selama seribu tahun. Yang anehnya, di dalam Kerajaan 1000 tahun ini, dosa dan kematian masih ada, tetapi kejahatan ini dibatasi. Menjelang akhir milenium ini, iblis akan dilepaskan untuk menyesatkan bangsa-bangsa. Tetapi ketika akhir milenium, iblis dikalahkan dan akan terjadi kebangkitan orang-orang fasik dari kematian yang akan diikuti dengan penghakiman. Di saat penghakiman itu, orang yang namanya tercatat di dalam kitab kehidupan akan masuk ke dalam kehidupan kekal, sedangkan orang yang namanya tidak tercatat, mereka akan menjalani penghukuman kekal.
[3] Dengan kata lain, kita bisa meringkas urutannya, yaitu: tanda-tanda sebelum kedatangan Kristus kedua (penginjilan, kesusahan, murtad, dll) à kedatangan Kristus kedua kalinya à milenium (Kerajaan 1000 tahun; masih ada kesusahan, kejahatan, dll sementara, sampai di akhir milenium, semuanya dimusnahkan) à penghakiman. Para tokoh penganut paham ini, di antaranya: George Eldon Ladd, Henry Alford, H. Grattan Guinness, Robert H. Gundry, S. H. Kellogg, D. H. Kromminga, J. Barton Payne, Alexander Reese dan Nathaniel West.

Pandangan ini memiliki kelebihan, yaitu seperti Amilenialisme, pandangan ini mengajar bahwa kedatangan Kristus terjadi hanya dalam satu tahap. Selebihnya, pandangan ini memiliki dua kelemahan, yaitu:
Pertama, kedatangan Kristus: 2,5 kali (mengutip pernyataan Pdt. Thomy J. Matakupan, M.Div.). Menurut pandangan ini, sebelum Kristus datang kedua kalinya, Ia datang di awan-awan menjemput orang percaya untuk nantinya memerintah bersama-Nya di Kerajaan 1000 Tahun. Ajaran seperti ini menjadikan Kristus tidak datang dua kali, tetapi 2,5 kali. Mengapa? Karena sebelum Ia datang kedua kali, Ia pernah turun “setengah”, yaitu di awan-awan tersebut. Hal ini melawan konsep Alkitab secara keseluruhan bahwa Ia datang dua kali (pertama: saat inkarnasi, Ia datang sebagai Juruselamat; kedua: kedatangan Kristus kedua kalinya untuk menjadi Hakim).

Kedua, memercayai bahwa setelah Kristus datang kedua kalinya, baru Kerajaan 1000 tahun didirikan, dan pada waktu itu, kejahatan masih ada, meskipun dibatasi. Di Alkitab, pada saat Kristus datang kedua kalinya, dikatakan tidak ada kesengsaraan, tidak ada air mata, dll. Jika setelah Kristus datang kedua kalinya masih ada dosa dan kematian (meskipun dibatasi), maka sia-sialah Kristus datang kedua kalinya, padahal Alkitab mengajar bahwa kedatangan Kristus kedua kalinya akan memusnahkan semua kejahatan.

4. Dispensasionalisme.
Dispensasionalisme muncul dari lingkungan religius yang gelisah di Inggris dan Irlandia pada tahun 1820an dan berakar dalam gerakan
Plymouth Brethren, khususnya pengajaran-pengajaran dari John Nelson Darby (1800-1882). Gerakan ini menekankan pengajaran dan penafsiran Alkitab berkenaan dengan nubuatan dan kedatangan Kristus kedua. Ajaran baru ini pertama kali tersebar di Amerika melalui konferensi-konferensi nubuatan seperti the Niagara Bible Conferences (1883-1897). Yang terpenting, Dwight L. Moody (1837-1899) setuju dengan garis besar yang luas dari dispensationalisme dan memiliki para pemimpin dispensasionalis lainnya sebagai pembantunya seperti Reuben A. Torrey (1856-1928), James M. Gray (1851-1925), Cyrus I. Scofield (1843-1921), William J. Eerdman (1833-1923), A. C. Dixon (1854-1925), dan A. J. Gordon (1836-1895). Penerbitan the Scofield Reference Bible pada tahun 1909 oleh the Oxford University Press adalah sesuatu dari sebuah prestasi lisan yang inovatif bagi gerakan ini, sejak pertama kalinya, dengan terang-terangan catatan-catatan dispensasionalis ditambahkan pada halaman-halaman isi Alkitab. The Scofield Reference Bible menjadi Alkitab penting yang digunakan oleh para Injili independen dan kaum Fundamentalis selama 60 tahun kemudian. C. I. Scofield memengaruhi Lewis Sperry Chafer (1871-1952) yang mendirikan Dallas Theological Seminary pada tahun 1924, yang telah menjadi pemimpin dispensasionalisme di Amerika. Dispensasionalisme berusaha mendominasi suasana orang-orang Injili di Amerika, khususnya di antara gereja-gereja Alkitab non-denominasi, banyak gereja Baptis, dan mayoritas kelompok Pentakosta dan Karismatik. (http://en.wikipedia.org/wiki/Dispensasionalism) Ajaran ini mirip dengan Premilenialisme historis yang memercayai Kerajaan 1000 tahun terjadi setelah kedatangan Kristus kedua kalinya. Selebihnya, pandangan dispensasionalisme (atau lebih dikenal: Pretribulasionisme) mengajarkan dua pokok penting menurut Dr. Hoekema, yaitu: Pertama, penafsiran secara harfiah nubuat-nubuat Alkitab. Dr. Hoekema mengutip pandangan seorang dispensasionalis bahwa kalau pun Alkitab menggunakan bahasa simbolis, mereka tetap harus menerapkan penafsiran secara harfiah. Kedua, perbedaan yang mendasar dan kekal antara Israel dan gereja. Para dispensasionalis memercayai di sepanjang sejarah, Allah sedang menggenapi dua macam rencana-Nya: yang satu berkaitan dengan bumi (yaitu Israel), dan yang lainnya berkaitan dengan sorga, yaitu Kekristenan.[4]

Mari kita mengerti hal ini satu per satu.
Dispensasionalisme membagi sejarah/pola hubungan Allah dengan manusia ke dalam 7 dispensasi (pembagian waktu). Menurut New Scofield Bible, Dr. Hoekema mengutip 7 dispensasi, tersebut: Tak Berdosa (Innocence), Hati Nurani atau Tanggung Jawab Moral (Conscience or Moral Responsibility), Pemerintahan oleh Manusia (Human Government), Janji (Promise), Hukum (Law), Gereja (Church), dan Kerajaan (Kingdom). Perbedaan dispensasi ini tidak berarti perbedaan cara dalam keselamatan, tetapi hanya sebagai periode waktu di mana manusia diuji dalam hal ketaatannya pada penyingkapan-penyingkapan tertentu dari kehendak Allah.
[5]

Kemudian, dispensasionalisme juga mengajarkan bahwa ketika Kristus datang pertama kali, Ia bermaksud menawarkan Kerajaan-Nya di bumi ini, tetapi karena orang Yahudi menolak, maka Kristus sekarang ini menggantinya dengan gereja. Tujuan gereja adalah untuk memanggil orang percaya khususnya bangsa-bangsa non-Yahudi (termasuk Yahudi) dan hal ini terjadi sampai Kristus datang kembali untuk mengangkat orang-orang percaya.

Bagi dispensasionalisme, kembalinya Kristus terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama, disebut pengangkatan (rapture) yang dapat terjadi setiap saat. Beberapa film akhir zaman yang beredar pada zaman ini menganut paham dispensasionalisme dengan menampilkan adegan pengangkatan tiba-tiba pada beberapa orang di mana saja. Pada masa pengangkatan, Kristus hanya berada di awan-awan. Setelah tahap pertama ini terjadi, barulah muncul tanda-tanda kedatangan Kristus kedua kalinya. Tanda-tanda ini berlangsung selama 7 tahun, yang meliputi kesusahan besar, penghakiman, munculnya antikristus, dan pertobatan sisa-sisa Israel kepada Yesus yang berjumlah 144.000 orang yang telah dimeteraikan dalam Wahyu 7:3-8, dll sementara itu Gereja berada di sorga. Setelah berlangsungnya masa 7 tahun itu, maka Kristus akan turun kembali dalam kemuliaan bersama dengan Gereja-Nya untuk membinasakan para musuh-Nya. Pada waktu itu, bangsa Israel akan dikumpulkan kembali ke Palestina. Sejumlah besar orang Israel yang masih hidup ketika Kristus turun ke bumi akan beriman kepada Kristus dan diselamatkan. Iblis akan diikat dan dilemparkan ke dalam jurang maut dan dimeteraikan selama seribu tahun. Kemudian, orang percaya yang mati pada masa tujuh tahun tribulasi akan dibangkitkan dari kematian. Orang percaya ini tidak masuk ke dalam Kerajaan 1000 tahun, tetapi ke dalam sorga. Setelah itu, barulah terjadi penghakiman atas bangsa-bangsa lain, lalu disusul penghakiman bagi bangsa Israel sendiri. Ketika orang-orang Israel pada masa ini berbalik kepada Tuhan, maka mereka akan masuk ke dalam pemerintahan kerajaan 1000 tahun dan menikmati segala berkat di dalamnya. Setelah semuanya itu, maka dimulailah kerajaan 1000 tahun yang dipimpin oleh Kristus sendiri. Ia duduk di takhta yang berada di Yerusalem dan memerintah atas sebuah kerajaan yang terdiri dari bangsa Yahudi (terutama), dan sebagian dari bangsa-bangsa lain. Dalam hal ini bangsa Israel mendapat hak istimewa di atas bangsa-bangsa lain. Yang anehnya, di masa ini, dispensasionalisme percaya bahwa manusia yang hidup di masa ini adalah manusia dalam kondisi sebagaimana adanya, tetap kawin, memiliki anak, dan bahkan tetap mengalami kematian. Di masa ini, mereka mengalami kemakmuran, produktivitas, dll. Bumi dipenuhi dengan pengenalan akan Allah, ibadah kepada Allah akan berpusat di Bait Allah, Yerusalem. Pada awal kerajaan ini, orang-orang yang tinggal adalah orang yang telah lahir baru. Lambat laun, setelah bertambah melalui anak-anak yang dilahirkan oleh mereka, maka orang-orang terpecah menjadi dua, ada yang bertobat dan menjadi orang percaya sejati, sebaliknya ada yang memberontak. Yang memberontak dikumpulkan untuk menyerang mereka yang percaya. Dan pada akhir masa kerajaan ini, Kristus datang untuk melenyapkan semua iblis dan kroninya. Sesudah masa seribu tahun, orang fasik yang telah mati akan dibangkitkan dan dihakimi di hadapan takhta putih yang mulia, sedangkan orang percaya akan masuk ke dalam kehidupan kekal. Meskipun semua orang percaya yang akan masuk ke dalam kekekalan ini merupakan satu kesatuan, masih tetap ada perbedaan antara orang Yahudi dengan bangsa lain.
[6]

Dari sekian panjang pemaparan ini, kita bisa menyimpulkan urutan pandangan dispensasionalisme:
Keselamatan Allah bagi Israel à inkarnasi Kristus menawarkan Kerajaan Israel jasmaniah à Israel menolak à Kristus memanggil gereja yang terdiri dari orang non-Israel (termasuk Israel) à Gereja-Nya mengalami pengangkatan tiba-tiba à tanda-tanda kedatangan Kristus kedua kalinya (kesusahan besar, antikristus, pertobatan orang Israel, dll) à Kristus datang kedua kalinya à penghakiman bagi orang Israel dan non-Israel (bagi yang bertobat, akan diselamatkan) à Kerajaan 1000 tahun (pemerintahan Kristus di Israel) à kehidupan kekal (masih ada perbedaan Israel dengan non-Israel).

Pandangan ini tetap memiliki kelebihan yaitu tetap memercayai bahwa keselamatan ada di dalam Kristus. Tetapi selebihnya, pandangan ini memiliki banyak kelemahan fatal lebih parah ketimbang pandangan Premilenialisme:

Pertama, penafsiran Alkitab yang harfiah. Kesalahan fatal para dispensasionalis adalah penafsiran Alkitab, khususnya Kitab Wahyu secara harfiah. Di dalam penafsiran Alkitab, kita belajar bahwa di dalam menafsirkan kitab-kitab di dalam Alkitab, kita harus memahami dahulu bentuk (genre) kitab tersebut. Misalnya, ketika kita menafsirkan kitab puitis seperti Mazmur, kita harus menafsirkannya dengan gaya bahasa puitis, bukan dengan pemahaman doktrinal (meskipun tetap mengandung unsur doktrinal). Di lain pihak, jika kita mau menafsirkan Kitab Wahyu, kita harus tahu bahwa Kitab Wahyu adalah kitab yang berisi simbol-simbol yang digunakan oleh Rasul Yohanes kepada jemaat-jemaat yang mengalami penganiayaan hebat. Simbol-simbol itu harus dimengerti di dalam konteks zaman itu, BUKAN dalam konteks zaman sekarang. Misalnya, ketika kita menjumpai bilangan 666 di dalam Wahyu 13:18, kebanyakan para penafsir dispensasionalis dan banyak pemimpin gereja Pentakosta/Karismatik menafsirkannya dengan menunjuk kepada kondisi modern, misalnya Paus sebagai Antikristus lah, negara Tiongkok, Amerika, dll. Itu kesalahan fatal. Alkitab harus pertama-tama dilihat dalam konteks budaya pada saat itu (what it said), baru setelah itu diimplikasikan (what it says), tetapi pengimplikasian itu tidak boleh lepas atau menyeleweng dari konteks yang ada. Ketika kita mau menafsirkan angka 666, kita harus melihat konteksnya, yaitu Antikristus, dan Antikristus itu adalah pribadi yang melawan Kristus. Pada zaman itu, tentu Kaisar Nero adalah pribadi antikristus itu, mungkin di zaman berikutnya menunjuk kepada orang lain, tetapi prinsipnya satu: barangsiapa yang melawan Kristus itu adalah antikristus. Tetapi tetap saja jangan pernah menafsirkan bahwa antikristus yang dimaksud di dalam ayat ini menunjuk kepada pribadi atau negara tertentu di dalam konteks modern. Itu perampasan konteks budaya Alkitab.

Kedua, konsep Kerajaan Allah yang jasmaniah. Para dispensasionalis memiliki kekacauan paradigma tentang konsep Kerajaan Allah dengan mengajarkan bahwa Kerajaan Allah itu bersifat teritorial. Tidak. Alkitab berkali-kali mengajar bahwa kerajaan Allah bukan berbentuk teritorial, tetapi rohani. Di masa inkarnasi, Tuhan Yesus sendiri mengajar, “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.” (Luk. 11:20) Artinya, Kerajaan Allah bukan jasmaniah, tetapi rohaniah. Jika menurut para dispensasionalis, Kerajaan Allah yang ditawarkan Tuhan Yesus itu jasmaniah, maka tentu Kristus datang dengan pasukan kuda yang lengkap, bersenjata, dll, tetapi ketika Ia inkarnasi, tidak ada satu kuasa dunia yang menyertai-Nya. Ini berarti Ia tidak datang untuk mendirikan Kerajaan Allah jasmaniah, tetapi rohaniah. Bukan hanya para dispensasionalis, para rasul pun ketika menyongsong Kristus yang mau naik ke sorga tetap memiliki konsep yang salah tentang Kerajaan Allah dengan bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis. 1:6) Konsep ini dikoreksi oleh Tuhan Yesus dengan jawaban, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kis. 1:7-8) Konsep Kerajaan Allah kembali diajarkan Tuhan Yesus bukan bersifat jasmaniah, tetapi rohaniah yaitu melalui pengabaran Injil.

Ketiga, “Allah” yang plin-plan. Karena memercayai Kerajaan Allah yang jasmaniah yang ditawarkan Tuhan Yesus, tetapi ditolak oleh orang-orang Yahudi, para dispensasionalis mengajarkan bahwa Tuhan Yesus akhirnya “berpindah haluan” dan memanggil gereja-Nya yang terdiri dari orang-orang non-Yahudi (dan Yahudi juga). Di sini, jelas, para dispensasionalis memercayai “Allah” yang plin-plan yang bisa mengganti rencana-Nya yang berdaulat. Pandangan dispensasionalis mirip seperti pandangan penganut Open-Theism. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa Allah itu berdaulat dan tidak ada satu pun rencana-Nya yang gagal. Hal ini dimengerti oleh Ayub di dalam Ayub 42:2, “"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.”

Keempat, orang Kristen yang tidak mengalami penganiayaan. Seorang penganut dispensasionalis dapat dianggap sebagai penganut “theologi” kemakmuran baik eksplisit maupun implisit. Mengapa? Karena para dispensasionalis memercayai bahwa sebelum terjadi masa kesusahan besar, maka orang Kristen diangkat dahulu di dalam masa pengangkatan (rapture). Ajaran ini jelas bertentangan dengan Alkitab, karena Alkitab sendiri mengajarkan bahwa orang Kristen harus memikul salib (Mat. 16:24), dan firman Tuhan sendiri mengingatkan bahwa jika mungkin orang pilihan bisa disesatkan (baca Mat. 24:24, “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”). Ini berarti bahwa semua orang bahkan umat pilihan harus menghadapi kesusahan besar bahkan penyesatan, tetapi bagi umat pilihan-Nya, Allah menjaga mereka, sehingga meskipun masih bisa disesatkan, mereka dipelihara oleh Allah dan dibawa kembali kepada-Nya.

Kelima, kedatangan Kristus terjadi 2,5 kali. Seperti yang telah saya tunjukkan di dalam kelemahan Premilenialisme historis, maka hal yang sama terjadi di dalam Dispensasionalisme yang mengajarkan bahwa ketika Kristus mengangkat umat pilihan, Ia berada di awan-awan. Maka, otomatis, Kristus pada saat ini datang tetapi hanya di awan-awan (setengah kali). Baru setelah itu, Ia datang penuh ke bumi ini. Jika dihitung, maka kedatangan Kristus terjadi 2,5 kali, dan itu melawan konsep keutuhan pengajaran Alkitab yang mengajarkan bahwa Kristus hanya datang dua kali.

Keenam, pertobatan yang terjadi berulang kali. Jika kita mengamati alur pola pikir para dispensasionalis, kita akan mendapati kekacauan pikiran, khususnya berkenaan dengan terjadinya pertobatan berulang kali. Pertobatan pertama terjadi pada Gereja-Nya. Lalu, terjadi pengangkatan. Kemudian, ketika ada tanda-tanda menjelang kedatangan Kristus kedua kalinya, ada pertobatan dari sisa-sisa Israel (pertobatan kedua). Setelah itu, Kristus datang kedua kalinya. Pada saat ini pun, sejumlah besar orang Israel yang masih hidup akan bertobat dan percaya kepada Yesus (pertobatan ketiga). Bagi orang ini, mereka akan masuk ke dalam sorga. Setelah itu ada penghakiman bagi bangsa Yahudi dan non-Yahudi. Setelah dihakimi, mereka yang bertobat, akhirnya mereka masuk dan menikmati berkat di dalam kerajaan 1000 tahun (pertobatan keempat). Di dalam kerajaan 1000 tahun ini, masih ada orang jahat dan percaya. Orang percaya sejati akan masuk ke dalam kekekalan, sedangkan orang jahat akan dihukum selama-lamanya. Dari 4 fase pertobatan yang kita amati ini, kita mendapati fakta bahwa pertobatan menurut kaum dispensasionalis terjadi murni karena kehendak manusia, bukan karena Roh Kudus. Jika pertobatan ini terjadi karena Roh Kudus, maka Roh Kudus tidak akan bekerja pada saat kedatangan Kristus kedua. Mengapa? Karena kedatangan Kristus kedua adalah kedatangan Kristus sebagai Hakim dan bukan sebagai Juruselamat, sehingga Roh Kudus tidak berfungsi di dalam hal keselamatan. Pertobatan yang terjadi murni karena kehendak bebas manusia jelas ditentang oleh Alkitab, karena Alkitab mengajarkan bahwa tanpa Roh Kudus, tidak ada orang yang dapat mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan (bdk. 1Kor. 12:3b).

Dari keempat pandangan ini, kita bisa memilah sendiri pandangan mana yang lebih mendekati Alkitab, meskipun pandangan itu bukan hal yang mutlak. Dari keempat pandangan ini pula, kita belajar satu hal bahwa doktrin akhir zaman tidak bisa dipisahkan dari doktrin lain, seperti doktrin Allah, Alkitab, manusia dan dosa, keselamatan, dan Roh Kudus. Biarlah melalui pembahasan singkat ini, kita semakin mengerti bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya semakin dekat. Meskipun kita tidak mengetahui kapan itu terjadi, tetapi marilah kita mempersiapkan diri dengan menguduskan hidup kita dan bersaksi bagi-Nya di mana pun kita berada.



[1] Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, terj. Kalvin S. Budiman (Surabaya: Momentum, 2004).
[2] Ibid., hlm. 238.
[3] Ibid., hlm. 245-46.
[4] Ibid., hlm. 253.
[5] Ibid., hlm. 254.
[6] Ibid., hlm. 256-260.

1 comment:

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)