02 May 2008

Bab 6: TULIP

Bab 6
TULIP




Setelah kita mengerti doktrin utama Reformed tentang kedaulatan Allah, otoritas Alkitab, dan anugerah Allah, ketiga konsep pertama ini akan menggiring kita lebih memahami poin keempat keunikan theologi Reformed yang diajarkan oleh Dr. John Calvin yaitu: Total Depravity (Kerusakan Total Manusia), Unconditional Election (Pemilihan yang Tidak Bersyarat), Limited Atonement (Penebusan Terbatas), Irresistible Grace (Anugerah yang Tidak Dapat Ditolak), dan Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus). Mari kita mempelajari satu per satu kelima poin Calvinisme yang sering disingkat TULIP ini.

1. Total Depravity (Kerusakan Total Manusia)
Apa arti kerusakan total manusia? Kerusakan total tidak berarti manusia benar-benar jahat dan kejam sehingga tidak ada aspek yang agak baik. Ingatlah, Alkitab mengajar bahwa Allah telah memberi wahyu umum-Nya kepada semua manusia dalam bentuk hati nurani dan alam, sehingga mereka tidak dapat berdalih (Ams. 20:27; Rm. 1:19-20). Dengan adanya hati nurani yang merupakan benih agama yang ditanamkan Allah di dalam setiap manusia, sebagai responnya, manusia masih mampu berbuat “baik” (melalui etika moral, agama, dll) meskipun perbuatan “baik” ini tidak dilakukannya dengan motivasi dan tujuan yang baik yaitu memuliakan Allah. Kerusakan total manusia berarti dua hal. Rev. Prof. Edwin H. Palmer, Th.D., D.D. memaparkan dua konsep kerusakan total ini, yaitu dari sisi positif, berarti selalu dan semata-mata berbuat dosa, dan dari sisi negatif, ketidakmampuan total.
[1] Dari sisi positif, kerusakan total manusia berarti selalu dan semata-mata berbuat dosa. Artinya, tidak ada kecenderungan lain di dalam diri manusia, selain berbuat dosa. Augustinus menyebut kondisi ini sebagai non-posse non-peccare (tidak mungkin tidak berdosa). Mari kita telusuri bagian Alkitab tentang hal ini. Dari Kitab Kejadian 3, kita sudah mendapati realita ini, yaitu manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa berdosa secara positif yaitu murni ingin berbuat dosa. Perhatikan Kejadian 3:6, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.” Setelah dibujuk oleh iblis, Hawa termakan oleh bujukan itu dengan memandang “keindahan” buah pengetahuan yang baik dan jahat itu, lalu kemudian ia memakannya, ia tidak sadar bahwa pada saat itulah ia jatuh ke dalam dosa. Kejadian 6:5 juga berkata hal serupa, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,” Begitu juga dengan Yeremia 17:9, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” Di Perjanjian Baru, kita mendapati hal serupa. Di Roma 3:10, Paulus mengajar, “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.” Lalu di ayat selanjutnya (11 s/d 18), ia memaparkan kecenderungan perbuatan jahat manusia.

Di sisi negatif, kerusakan total berarti tidak adanya kemampuan total. Artinya, manusia tidak mampu lagi berbuat sesuatu yang menyenangkan Allah. Mengapa manusia tidak mampu? Ada beberapa alasan. Pertama, manusia tidak mampu berbuat baik (dan benar) karena manusia tidak mau mengetahui kebaikan (dan standarnya: kebenaran). Kata “tidak mau” menunjukkan bahwa dari asalnya, karena dosa, manusia memang benar-benar enggan mengetahui kebaikan dan kebenaran. Rasul Paulus menjelaskan konsep ini di dalam 2 Timotius 4:3-4, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.” Manusia berdosa memiliki kecenderungan untuk tidak mau lagi mengetahui apa yang baik dan benar, tetapi justru ingin mengetahui apa yang menyenangkan (mengenakkan telinga). Di era pragmatisme di zaman postmodern, apa yang telah dikatakan Paulus telah menjadi kenyataan. Dunia kita tidak mau Kristus dan Kebenaran, tetapi menginginkan sesuatu yang mistik, “akademis”, dll, sehingga novel-novel seperti The Da Vinci Code (fiksi tetapi mengaku fakta juga???) begitu laris di dunia, bahkan filmnya diputar secara serentak di dunia (termasuk Indonesia). Di Indonesia, film ini diputar dalam jangka waktu yang agak lama. Bagaimana dengan film The Passion of the Christ di Indonesia? Ternyata film yang benar-benar berpusat pada Kristus ini diputar di Indonesia dalam jangka waktu lebih pendek dari pemutaran film The Da Vinci Code, bahkan menurut berita, di beberapa negara, film The Passion of the Christ dilarang diputar, tetapi herannya mengapa film The Da Vinci Code diputar serentak, dan hampir tidak ada negara yang melarang pemutaran filmnya? Inilah bukti dunia tidak mau mengetahui kebenaran, tetapi maunya sesuatu yang menyenangkan. Selain tidak mau mengetahui kebenaran, kedua, manusia tidak mampu berbuat baik, karena mereka tidak mau tunduk kepada Kebaikan dan Kebenaran itu. Akibat dari tidak mau mengetahui Kebenaran, maka manusia otomatis tidak mau tunduk kepada Kebaikan/Kebenaran. Kita bisa menjumpainya di dalam pengalaman penginjilan. Ketika kita menginjili beberapa orang yang diinjili itu (yang menolak) secara umum mengatakan bahwa semua agama itu sama, bahkan ada yang tidak menganggap Injil yang kita beritakan. Yang lebih ekstrim lagi, Kekristenan dihina, diancam, gereja-gereja dibakar, Kristus dilecehkan dengan berbagai alasan “akademis”, misalnya kawin dengan Maria, tidak bangkit, dll. Semua itu menunjukkan bahwa manusia sebenarnya tidak mau tunduk kepada Kebenaran, tetapi memberontak kepada Kebenaran. Sayang, semakin mereka memberontak kepada Kebenaran, mereka bukan semakin hebat, tetapi mereka semakin kelihatan bodoh. Ketika membicarakan tentang Bertrand Russell dan Irasionalitas Rasionalisme di dalam Persekutuan dan Pembinaan Pemuda GRII Andhika, Surabaya tanggal 22 April 2008, Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. memberikan satu ilustrasi bagus. Beliau memaparkan bahwa manusia yang mau melawan Kristus itu seperti benda lunak mau melawan benda keras (misalnya, kapas mau melawan besi/baja), akhirnya, semakin orang itu melawan Kristus, mereka semakin kalah dan tidak bisa apa-apa. Itulah gambaran dunia yang katanya semakin “pintar”, tetapi realitanya bodoh.


2. Unconditional Election (Pemilihan yang Tidak Bersyarat)
Karena semua manusia sudah rusak total, maka jalan keluar dari dosa yaitu keselamatan. Keselamatan itu datang dari pihak Allah (anugerah Allah) yang dimulai dari Allah yang telah memilih beberapa manusia untuk diselamatkan dan pemilihan itu tidak bersyarat. Mari kita telusuri pengajaran Alkitab mengenai bagian ini.

Dengan jelas sekali, Tuhan Yesus berfirman di dalam Yohanes 6:37, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” Dengan kata lain, orang bisa datang kepada Kristus setelah orang-orang itu ditarik oleh Bapa. Berarti, tetap ada orang-orang tertentu yang dipilih Bapa untuk dibawa kepada Kristus.

Kedua, Tuhan Yesus juga mengatakan di dalam Yohanes 15:16, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” Di titik pertama, Tuhan Yesus sudah mengajarkan bahwa bukan manusia yang memilih Tuhan, tetapi Tuhan yang memilih manusia. Ini berarti pemilihan berada di tangan Allah, bukan di tangan manusia. Dengan kata lain, semua doktrin yang mengajarkan bahwa Tuhan menyelamatkan semua orang dan tidak pernah memilih orang-orang tertentu sudah diruntuhkan oleh pengajaran Tuhan Yesus sendiri.

Di Kisah Para Rasul 13:48, atas ilham Roh, dr. Lukas menulis, “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.” Perkataan ini terjadi setelah Paulus memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi di Antiokhia di Psidia (baca: ayat 16 dan 44). Orang-orang yang telah dipilih Allah akhirnya meresponi firman yang diberitakan Paulus dan Barnabas (baca: ayat 48), sedangkan yang tidak dipilih, malahan menolak dan geram kepada pemberitaan (dan para pemberita) Injil (baca ayat 45).

Di Efesus 1:4-6, dengan lebih jelas dan gamblang, Paulus mengajarkan, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.” Ada empat hal yang mau kita soroti pada bagian ini. Pertama, Paulus mengajarkan bahwa di dalam Kristus, Allah telah memilih kita. Berarti, proses keselamatan akhirnya menuju kepada Kristus. Allah Bapa merencanakan keselamatan, Allah Anak (yaitu Tuhan Yesus) menggenapi keselamatan, dan Allah Roh Kudus yang menyempurnakan karya keselamatan Kristus itu dengan mengefektifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati setiap umat pilihan yang telah dipilih Allah Bapa. Kedua, Allah telah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia dijadikan. Berarti, Allah memilih manusia jauh sebelum manusia berdosa. Ini juga berarti bahwa Allah yang memilih manusia bukan karena manusia yang ingin diselamatkan, tetapi pemilihan mutlak terjadi dari pihak Allah yang berinisiatif aktif. Ketiga, Allah telah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia dijadikan supaya kita kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya. Artinya, kita dipilih Bapa di dalam Kristus supaya kita memancarkan terang Kristus di hadapan Bapa (bdk. Rm. 12:1-2; Ef. 2:10). Dan terakhir, Allah yang telah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia dijadikan terjadi karena kasih karunia Allah saja. Perhatikan ayat 6 di dalam Ef. 1 ini. Ketika Allah telah menentukan kita di dalam Kristus, itu terjadi karena anugerah-Nya, sehingga anugerah-Nya itulah yang harus dipuji selama-lamanya, bukan karena kehebatan diri kita yang memilih Tuhan. Di sini, proposisi Arminian yang mengajarkan bahwa manusia yang memilih Tuhan dan Ia baru memilih manusia setelah Ia melihat iman manusia yang dipilih-Nya itu sudah digagalkan di bagian ini. Allah memilih beberapa orang bukan atas dasar perbuatan baik manusia, tetapi murni karena anugerah dan kedaulatan Allah (bdk. Ef. 2:8-9; Rm. 8:29-30).

Lalu, apa signifikansi doktrin ini? Pemilihan tanpa syarat memberikan beberapa signifikansi penting, yaitu:
Pertama, bersyukur. Tidak ada respon yang paling penting selain kita terus-menerus bersyukur atas anugerah-Nya yang begitu agung yang telah diberikan-Nya bagi kita yang berdosa. Kalau Allah memilih manusia berdasarkan kebaikan manusia, maka manusia bisa berbangga karenanya, tetapi Alkitab TIDAK mengajar demikian. Alkitab mengajar bahwa Allah memilih manusia TIDAK melihat jasa baik manusia, tetapi murni anugerah dan kedaulatan Allah. Justru karena inilah, kita makin bersyukur bukan hanya karena Ia telah memilih kita, tetapi juga Ia telah memilih kita tanpa melihat diri kita yang kotor dan najis ini. Dengan kata lain, Ia menerima kita apa adanya. Itulah penghiburan umat Tuhan yang tak terkira.

Kedua, bersaksi dan berbuat benar. Kita tidak cukup hanya bersyukur, kita harus menyaksikan cinta kasih Tuhan yang begitu agung ini kepada semua orang tanpa kecuali melalui penginjilan dan perbuatan kita yang memuliakan Tuhan sebagai seorang yang telah dipilih Allah. Kita bisa melakukan hal ini pun merupakan anugerah Allah melalui pekerjaan Roh Kudus. Dengan kata lain, di dalam pemilihan Allah, mengutip perkataan Ev. Mercy G. P. Matakupan, S.Th., Ia menerima kita apa adanya, tetapi Ia tidak membiarkan kita apa adanya. Artinya, Ia menerima kita dalam kondisi apa adanya, tidak melihat jasa baik kita, tetapi Ia tidak selamanya membiarkan kita terus di dalam kondisi rusak (apa adanya), melainkan Ia akan memampukan kita berbuat baik demi kemuliaan-Nya.


3. Limited Atonement (Penebusan Terbatas)
Kata “terbatas” tidak berarti secara kualitas/kemampuan.
[2] Penebusan terbatas berarti penebusan yang cakupannya terbatas hanya pada umat pilihan-Nya. Arminianisme memercayai bahwa Kristus menebus dosa semua umat manusia bahkan mereka yang telah ditentukan untuk binasa. Mereka mengutip ayat-ayat Alkitab yang hanya membicarakan tentang doktrin mereka, misalnya: Yoh. 4:42; 2Kor. 5:14; Tit. 2:11; 1Yoh. 2:2; dll. Benarkah ajaran mereka? Kelihatannya benar, jika ayat-ayat tersebut dicomot dan tidak memperhatikan bagian Alkitab lain. Tetapi jika kita mengerti totalitas Alkitab khususnya Perjanjian Baru, kita akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang cakupan penebusan Kristus. Mari kita akan menganalisanya satu per satu.
Tuhan Yesus sendiri di dalam Yohanes 6:37-38 berfirman, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” Kedua ayat ini berada di dalam konteks ketika orang banyak sedang mengerumuni Tuhan Yesus untuk minta roti lagi (baca: ayat 25). Lalu Ia memberikan pengajaran yang sangat sulit diterima untuk mendidik sekaligus menguji motivasi mereka dalam mengikut-Nya. Akibatnya, setelah pengajaran sulit itu disampaikan, ternyata banyak dari mereka yang mengundurkan diri (ay. 60-66). Nah, kedua ayat ini menjadi ayat yang menjelaskan dan membedakan mutlak mana umat Tuhan sejati dan mana yang palsu. Mari kita analisa. Kata “semua” di ayat 37 tidak harus diterjemahkan semua, karena kata Yunaninya: pas bisa diterjemahkan “setiap” atau “seluruh”. Lalu, di dalam struktur bahasa Yunani, “diberikan” di dalam ayat 37 menggunakan bentuk aktif dan present. Begitu juga dengan terjemahan Inggris. English Standard Version (ESV) menerjemahkan, “All that the Father gives me will come to me, and whoever comes to me I will never cast out.” (=Semua yang Bapa berikan kepada-Ku akan datang kepada-Ku, ...) Lalu, “akan datang” di dalam struktur bahasa Yunani menggunakan bentuk akan datang (future). Dengan kata lain, ayat ini berarti semua yang telah ditentukan Allah Bapa menjadi umat-Nya diberikan kepada Kristus untuk ditebus (baca ayat 37 dan 38 secara integratif). Di pasal yang sama, di ayat 44, kembali Tuhan Yesus mengulang pengajaran-Nya, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” Kata “jikalau” seharusnya diterjemahkan kecuali. Dengan kata lain, tidak mungkin seorang bisa datang kepada Kristus, kecuali orang itu ditarik oleh Bapa untuk datang kepada Kristus.

Kembali, Tuhan Yesus pula mengajarkan konsep penebusan terbatas yaitu Ia mati bagi domba-domba-Nya. Istilah “domba” dan “Gembala” diajarkan-Nya sendiri di dalam Yohanes 10. Mari kita telusuri. Pada ayat 11, Tuhan Yesus berfirman, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;” Ia menyatakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik (the good shepherd), bukannya gembala murahan/upahan (kontrasnya, baca ayat 12). Apa bedanya? Seorang gembala domba adalah penjaga domba yang sungguh-sungguh menjaga dan memelihara domba serta berani melawan binatang apa pun yang berani mengganggu domba gembalaannya. Sedangkan upahan mungkin kelihatan menjaga domba, tetapi sebenarnya tidak, karena ketika ada bahaya mengancam, ia lari duluan dan meninggalkan domba-dombanya (ay. 12-13). Tuhan Yesus tidak seperti upahan itu, tetapi Ia adalah Gembala yang Baik (bukan hanya sekadar gembala). Gembala yang Baik itu bukan hanya mengasihi domba-domba-Nya, tetapi juga rela mati bagi domba-domba-Nya. Lalu, bagaimana dengan ayat 16 yang mengajarkan bahwa ada domba lain dari kandang lain, dan domba-domba itu juga dituntun-Nya. Apa arti domba dari kandang lain ini? Kita harus mengerti konteks total ketika Kristus mengajar hal ini. Ia mengajar dan mengidentikkan domba-domba-Nya ini sebagai umat pilihan-Nya, Israel rohani. Ketika ada domba lain dari kandang lain, itu menunjuk pada umat pilihan-Nya juga tetapi dari orang-orang non-Israel. Beberapa orang menafsirkan itu sebagai orang kafir (Gentiles). Dengan kata lain, ketika Tuhan Yesus menuntun domba-domba dari kandang lain, itu berarti Ia juga menyelamatkan banyak orang non-Yahudi, karena mereka juga termasuk umat pilihan-Nya. Tetapi hal ini tidak berarti, Ia menyelamatkan semua orang tanpa kecuali, bahkan orang-orang yang telah ditentukan untuk binasa (kaum reprobat). TIDAK! Tidak ada indikasi apa pun dalam ilustrasi Tuhan Yesus ini dan jangan berani menafsirkan apa yang tidak dibicarakan oleh Alkitab.

Hal tentang domba juga diajarkan Paulus dengan menggunakan kata “jemaat”. Mari kita membaca Efesus 5:25-27, “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.” Untuk mengajarkan pola hubungan suami dan istri di dalam keluarga Kristen yang bertanggung jawab, maka Paulus memakai ilustrasi Kristus dan jemaat. Di sini, Paulus mengajarkan bahwa Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya (mati disalib) untuk menebus mereka. Kata “jemaat” dalam bagian ini dalam bahasa Yunani ekklēsia, diterjemahkan: gereja (church). Di titik ini, Arminianisme tidak bisa berkutik, karena Paulus TIDAK mengajar bahwa Kristus mati untuk semua orang, tetapi dikatakan bahwa Ia mati bagi jemaat (gereja) karena Ia mengasihi mereka. Jemaat/gereja ini meliputi semua orang pilihan-Nya dari berbagai bangsa, suku, status, dan kebudayaan.

Lalu, bagaimana dengan anggapan-anggapan kaum Arminian yang mengutip ayat-ayat yang seolah-olah kelihatannya penebusan bersifat universal? Mari kita teliti bersama.

Yohanes 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Ayat ini tidak asing lagi di telinga orang Kristen, tetapi yang asing adalah penafsirannya. Biasanya, banyak orang Kristen menafsirkan bahwa Kristus menebus semua manusia tanpa kecuali dengan menafsirkan “dunia” menunjuk kepada semua orang. Benarkah? Mari kita analisa. Ayat 16 diawali dengan suatu tesis bahwa karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini. Inilah yang membuktikan anugerah dan kasih Allah bagi umat-Nya dan dasar bagi penebusan Kristus. Lalu, disusul dengan pernyataan, “sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,” Penebusan Kristus didasarkan pada kasih Allah. Kemudian, penebusan Kristus ini tidak berhenti, tetapi berdampak, yaitu supaya setiap orang yang percaya kepada Kristus tidak binasa, melainkan beroleh hidup kekal. Dengan kata lain, dunia yang dimaksudkan sebagai objek kasih Allah, bukan dunia secara universal, tetapi terbatas hanya kepada mereka yang percaya kepada-Nya. Ada theolog yang menafsirkan bahwa penebusan Kristus itu berlaku universal, tetapi efektif bagi umat pilihan-Nya lalu mengutip ayat ini. Ajaran ini jelas kurang dapat dipertanggungjawabkan. Mengapa? Karena kalau orang ini menafsirkan bahwa penebusan Kristus berlaku universal, tetapi efektif bagi umat-Nya, pertanyaannya adalah buat apa Kristus menebus kalau di titik pertama, Ia mengetahui penebusan-Nya bisa berlaku universal, tetapi efektif hanya pada umat pilihan? Theologi Reformed mengajar bahwa meskipun penebusan Kristus bisa berlaku untuk semua orang (kemampuan penebusan Kristus itu dahsyat), tetapi kenyataannya hanya berlaku pada umat pilihan-Nya saja (cakupan penebusan Kristus itu terbatas/tertentu). Tidak ada pemisahan antara “berlaku” dan “efektif”. Memisahkan dua hal ini berarti memisahkan kedaulatan Allah di dalam penebusan Kristus yang telah ditetapkan-Nya dari semula!

Paulus di dalam 1Tim. 2:6 mengajarkan bahwa Kristus, “yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan.” Apakah kata “semua” mutlak harus diterjemahkan semua? Tidak. Kembali, kata Yunani yang dipergunakan untuk “semua” di bagian ini adalah pas yang bisa diterjemahkan “setiap”. Dr. Edwin H. Palmer memberikan satu contoh ilustrasi yang menggambarkan bahwa tidak selalu kata “semua” harus diterjemahkan “semua” secara mutlak. Beliau memberi contoh, yaitu di surat kabar diberitakan bahwa ada sebuah kapal tenggelam, tetapi semua orang dapat diselamatkan.
[3] Dari contoh ini, apakah “semua orang” harus diterjemahkan “semua” secara mutlak yang berarti semua orang di dunia? Jelas TIDAK. Semua orang di sini di dalam konteks menunjuk pada semua orang di dalam kapal. Begitu juga di dalam penggunaan kata “semua” di dalam Alkitab, tidak boleh diterjemahkan “semua” secara mutlak.

Masih banyak ayat yang bisa kita teliti bersama, tetapi kita akan mengakhirinya dan langsung mempelajari signifikansi dari doktrin penebusan terbatas ini. Doktrin Penebusan Terbatas memberi beberapa signifikansi penting, yaitu:
Pertama, keselamatan itu personal, bukan borongan. Ketika Kristus telah menebus beberapa orang (termasuk kita), itu merupakan anugerah Allah bagi setiap individu yang dipilih-Nya. Dan individu yang dipilih-Nya harus meresponi apa yang telah dikerjakan-Nya melalui iman. Iman bukan kehebatan manusia yang bisa memilih Tuhan. Iman yang tetap merupakan anugerah Allah adalah respon aktif (sekaligus pasif) yang menerima anugerah penebusan Kristus. Inilah yang saya maksudkan dengan keselamatan personal. Tidak ada istilah borongan di dalam Kekristenan. Maksudnya, orang yang menjadi umat pilihan-Nya bukan karena ia mau dan ikut-ikutan dengan teman Kristen lain. Ingatlah, orang Kristen sejati (umat pilihan-Nya) bukan orang yang lahir dari keluarga Kristen atau sudah dibaptis bahkan pemimpin gereja. Orang Kristen sejati adalah orang-orang yang telah dipilih Allah Bapa, dikuduskan oleh Roh Kudus supaya taat kepada Kristus dan menerima percikan darah-Nya (definisi Pdt. Dr. Stephen Tong yang didapat dari 1Ptr. 1:2) Sungguh luar biasa definisi 1Ptr. 1:2 tentang siapa orang Kristen sejati, yaitu mereka yang: telah dipilih oleh Allah Bapa, lalu dikuduskan oleh Roh Kudus (dilahirbarukan oleh Roh Kudus) supaya bisa percaya dan taat kepada Kristus serta menerima percikan darah-Nya. Di sini, orang Kristen adalah orang yang telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus untuk percaya dan taat kepada Kristus. Jadi, kelahiran baru mendahului pertobatan (bdk. 1Kor. 12:3b). Tetapi kelahiran baru yang dikerjakan Roh Kudus tidak berhenti, melainkan harus diteruskan melalui perbuatan kita sehari-hari sebagai wujud ucapan syukur kita atas anugerah-Nya yang telah menebus kita dari dosa. Roh Kudus yang telah melahirbarukan kita sehingga kita bisa bertobat, Ia jugalah yang akan menuntun jalan hidup kita selangkah demi selangkah (tanpa mengorbankan tanggung jawab manusia pribadi) sehingga kita bisa memuliakan Allah melalui kehidupan kita sehari-hari.

Kedua, pemberitaan Injil. Sering kali banyak theolog non-Reformed menuduh Reformed yaitu karena mengajarkan Penebusan Terbatas, maka orang Reformed tidak lagi mau memberitakan Injil. Itu memang kesalahan dari para penganut “Reformed” yang tidak sungguh-sungguh mengerti Reformed (yang pasti Injili). Pdt. Dr. Stephen Tong sering menyebut banyak gereja mengaku atau memasang plang Reformed, tetapi theologinya tidak Reformed, itu sebenarnya bukan Reformed, tetapi De-formed atau bahkan no-formed. Mengapa beliau sampai mengatakan hal ini? Karena beliau mengamati banyak gereja dan pendeta Reformed mendapat pendidikan akademis dari luar negeri tetapi sayang tidak memiliki semangat penginjilan. Beliau sempat menantang bahwa banyak gereja Protestan arus utama yang dipengaruhi Calvinisme tetapi tidak satu pun menghasilkan penginjil dengan kuasa Roh Kudus. Hal ini berbeda dari sejarah tokoh-tokoh Puritan yang bertheologi Reformed, sekaligus berhati murni. Salah satunya adalah Rev. Jonathan Edwards, seorang theolog Reformed lulusan Yale University yang memiliki hati yang berkobar-kobar memberitakan Injil. Sejarah mencatat kebangunan rohani yang dipimpin Rev. Jonathan Edwards sebagai The Great Awakening (Kebangunan Besar). Selain Edwards, Rev. Charles Haddon Spurgeon, theolog dan pendeta Reformed dari gereja Baptis juga seorang pengabar Injil dan pengkhotbah yang berapi-api, sampai beliau dijuluki Pangeran Pengkhotbah (Prince of Preachers). Sayang, di zaman postmodern yang kacau ini, sangat jarang (bukan berarti tidak ada) kita bisa menjumpai pendeta yang bertheologi Reformed sekaligus berhati penginjilan. Oleh karena itu, Pdt. Dr. Stephen Tong mendirikan Gerakan Reformed Injili. Theologi Reformed itu baik, tetapi sejarah membuktikan banyak gereja yang mengaku bertheologi “Reformed” sudah tidak lagi memegang Injil sejati dan memberitakan Injil, karena mungkin diterpa arus postmodern. Tidak usah heran, banyak jemaat dari gereja Protestan arus utama yang mengaku diri bertheologi “Reformed” masih pergi ke dukun, percaya takhayul, dll. Itu semua membuktikan, gereja hanya sibuk mengurusi hal-hal internal, tetapi lupa mengurusi hal yang lebih penting, yaitu hal-hal eksternal, bersaksi bagi Kristus. Gereja terlalu sibuk mementingkan organisasi, tetapi melupakan misi. Sungguh amat mengasihankan. Saat ini, ketika kita sudah belajar banyak theologi Reformed khusus tentang Penebusan Terbatas, biarlah hati kita semakin dikobarkan untuk memberitakan Injil dengan hikmat dan kuasa Roh Kudus. Doktrin Predestinasi tidak pernah menyurutkan api penginjilan, karena doktrin ini justru memberikan kekuatan pendorong pemberitaan Injil. Jika Allah telah menentukan beberapa orang untuk dipilih dan ditebus oleh Kristus, maka kita tinggal menuai hasilnya melalui pemberitaan Injil. Dan lagi, ketika Allah telah menentukan umat pilihan-Nya, kita tidak perlu terlalu ngotot memaksakan Injil di dalam penginjilan, seperti yang dilakukan oleh beberapa misionaris Injili yang dangkal. Ketika orang yang kita injili tidak mau menerima Injil, kita tidak perlu memaksa, biarlah kita tinggalkan orang itu, karena mungkin sekali orang itu bukan umat pilihan-Nya, atau mungkin juga bukan kita yang diutus-Nya memberitakan Injil pada orang itu (mungkin rekan atau sahabat kita yang diutus-Nya menginjili orang itu). Semua aktivitas penginjilan yang kita kerjakan adalah bertujuan untuk memuliakan Allah, bukan untuk menambah jumlah anggota jemaat atau orang Kristen. Ingatlah motivasi dan tujuan ini!


4. Irresistible Grace (Anugerah yang Tidak Dapat Ditolak)
Pertama-tama, kita perlu mengerti arti anugerah. Anugerah adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang tidak layak menerima. Misalnya, seorang penjahat yang luar biasa biadabnya kemudian menerima pengampunan dari pengadilan, itu adalah anugerah. Mengerti anugerah harus disandingkan dengan mengerti dosa dan kerusakan total manusia. Memisahkan dua hal penting ini mengakibatkan munculnya bidat-bidat di sepanjang sejarah gereja. Bidat-bidat itu adalah: Pertama, Pelagianisme (lawan Augustinianisme) yang mengajarkan bahwa manusia itu tidak berdosa sejak lahir, melainkan manusia lahir dengan kebaikan sempurna. Ajaran ini ditolak dengan tegas di Sinode Karthage pada tahun 418, Konsili Efesus pada tahun 431, dan Sinode Orange pada tahun 529.
[4] Bidat kedua, Semi-Pelagianisme (Arminianisme) sebagai jalan tengah antara Calvinisme dan Pelagianisme (model Postmodern yang suka “berdamai”). Istilah Semi-Pelagianisme dimunculkan oleh Luis Molina pada tahun 1590 dan 1600 (http://en.wikipedia.org/wiki/Semi-Pelagianism). Bidat ini mengajarkan bahwa manusia memiliki kebaikan di tingkat tertentu, selebihnya mereka hanya bisa beriman melalui anugerah Allah. Tetapi iman yang diberikan Allah ini bisa ditolak. Dengan kata lain, anugerah Allah bisa ditolak, karena itu terserah pada kehendak bebas manusia. Dr. Palmer memberikan istilah “kerja sama” untuk doktrin ini. Artinya, di dalam keselamatan, Allah memberikan anugerah kepada manusia, dan manusia harus menerimanya dengan iman, jika tidak, maka keselamatan itu tidak bisa diperoleh manusia. Benarkah ajaran ini? Jika “benar”, maka di dalam keselamatan manusia, unsur jasa baik manusia (dengan dalih “iman”) tetap diperhitungkan, padahal berkali-kali Alkitab menegaskan bahwa di dalam keselamatan manusia, tidak ada unsur jasa baik yang diperhitungkan, semuanya murni anugerah Allah! Hal ini jelas bertentangan dengan inti pengajaran Alkitab. Bukan hanya itu saja, doktrin ini sangat berbahaya, yaitu mengajarkan bahwa Allah “kewalahan” kalau manusia tidak meresponi anugerah-Nya melalui iman. Jika manusia tidak menerima anugerah Allah melalui iman, maka Allah tidak mau menyelamatkan (istilah kerennya: Allah “ngambek”). Bukankah doktrin ini sangat berbahaya dan merendahkan otoritas keMahakuasaan Allah yang Berdaulat?

Lalu, apa yang Alkitab ajarkan? Kembali, mengerti anugerah Allah yang tidak dapat ditolak harus didasari dari mengerti akan kerusakan total manusia akibat dosa. Di atas, kita telah merenungkan dan mempelajari makna Kerusakan Total manusia berdosa yang merusak seluruh keberadaan manusia, dari rasio, emosi, kehendak, dll, sehingga motivasi kita dalam berbuat baik tidak lagi murni untuk memuliakan Tuhan. Bayangkan kerusakan total manusia itu seperti yang sudah saya ilustrasikan di atas, yaitu seperti seorang penjahat kelas kakap dan sangat biadab yang akan dihukum mati. Lalu, orang yang paling biadab ini tiba-tiba mendapat pengampunan, yaitu tidak jadi dihukum mati, kira-kira sebagai orang normal, apa yang dilakukan oleh orang ini? Menolak? Tentu tidak. Justru, menerima, bahkan mungkin orang ini akan berlutut bersyukur kepada orang yang telah membebaskannya dari hukuman mati. Tidak tahu lagi, kalau orang yang akan dihukum mati ini adalah orang yang kurang waras (atau gila), sehingga ia tidak mau menerima anugerah itu. Begitu juga dengan umat pilihan-Nya. Kepada mereka diberikan anugerah Allah yang menyelamatkan, dan tentu mereka pasti menerima anugerah itu dengan penuh rasa syukur, karena mereka telah dimerdekakan dari dunia kegelapan dan dibawa kepada Terang Allah. Respon mereka ini pun adalah anugerah Allah. Mari kita telusuri apa yang Alkitab ajarkan tentang anugerah yang tidak dapat ditolak.

Seperti yang telah kita bahas di atas, ayat Alkitab pertama yang mengajar bahwa anugerah Roh Kudus tidak dapat ditolak adalah perumpamaan Tuhan Yesus sebagai Gembala Domba yang baik di dalam Injil Yohanes 10. Di ayat 16, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa domba-domba lain yang dari kandang lain dituntun-Nya. Ayat ini TIDAK berkata bahwa domba-domba lain yang mau ikut dituntun-Nya, tetapi ayat ini mengatakan bahwa domba-domba lain dituntun-Nya juga. Apakah ini paksaan? TIDAK. Ini terjadi karena anugerah. Bayangkan, Tuhan Yesus menyamakan kita (umat pilihan-Nya) seperti domba-domba yang suka menurut dan mengenal siapa Gembalanya. Kalau kita disamakan seperti domba, mengapa kita maunya seperti buaya atau binatang lain yang mau berjalan sendiri tanpa pemimpin/gembala? Ini kegagalan manusia berdosa yang terus menganggap diri “pintar”.

Rasul Paulus menjelaskan kronologis dari pemilihan sampai pemuliaan anak-anak Allah secara rinci dan teliti di dalam Roma 8:29-30, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Pada kedua ayat ini, tidak ada satu pun indikasi bahwa orang yang telah dipilih Allah tiba-tiba menolak anugerah Allah itu lalu binasa. Justru kedua ayat ini menunjukkan kronologis teliti yang Paulus paparkan dari pemilihan, penentuan Allah, pemanggilan, pembenaran, sampai pemuliaan mereka yang telah dipilih-Nya. Tidak ada pemisahan di antara proses ini.

Apa signifikansi doktrin anugerah yang tidak dapat ditolak?
Anugerah Allah yang tidak dapat ditolak membawa kita pada keagungan karya Allah. Justru setelah kita memahami bahwa anugerah Allah tidak dapat ditolak, kita baru menyadari bahwa karya Allah begitu agung sehingga Ia rela menyelamatkan beberapa orang dari manusia dari jurang dosa yang gelap dan membawa mereka kepada Terang Allah yang ajaib. Kalau keselamatan manusia diletakkan pada kehendak bebas manusia, lalu manusia bisa menerima atau menolak anugerah Allah, percayalah, hampir bisa dipastikan manusia berdosa banyak (atau hampir semua) memilih untuk menolak anugerah Allah, karena dosa manusia telah mencengkeram hidup mereka sehingga mereka menolak Kebenaran. Akibatnya, dosa semakin bertambah, dan Allah “kewalahan”. Tetapi puji Tuhan, Alkitab mengajarkan bahwa manusia diselamatkan mutlak dan murni atas inisiatif anugerah Allah. Mungkin seolah-olah bagi kita, anugerah Allah “memaksa” kita sehingga kita menerima Kristus, padahal kita “tidak mau”, tetapi ketika kita makin lama makin melihat “paksaan” Allah ini, kita mendapati begitu agungnya karya Allah yang Mahabesar ini sehingga kita tidak henti-hentinya mengucap syukur atas anugerah Allah yang mahadahsyat ini. Ucapan syukur atas anugerah Allah yang tidak dapat ditolak ini harus diteruskan juga kepada orang-orang lain dengan memberitakan Injil kepada mereka, sehingga kita membawa mereka juga bersama-sama mengalami dan melihat kedahsyatan anugerah Allah di luar rasio manusia yang terbatas.


5. Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus)
Beberapa theolog menjelaskan arti lain dari konsep ini, yaitu ketekunan Allah bagi orang-orang kudus. Orang-orang kudus di sini berarti umat pilihan-Nya (yang percaya kepada Kristus dengan sungguh-sungguh). Dr. Palmer menjelaskan arti sederhana konsep ini sebagai “sekali diselamatkan selamanya diselamatkan.”
[5] Artinya, semua umat pilihan yang telah diselamatkan, otomatis tidak akan pernah mungkin bisa hilang keselamatannya. Konsep ini baru bisa dimengerti setelah kita mengerti ketekunan dan kesetiaan Allah. Di dalam Alkitab, kita mempelajari banyak konsep tentang Allah yang Setia. Bahkan Paulus di Roma 3:3-4 berani menantang jemaat Roma, “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi."” Mereka di sini menunjuk kepada orang Yahudi. Meskipun orang Yahudi banyak yang tidak setia, Allah tetap setia pada janji-Nya menyelamatkan umat pilihan-Nya (termasuk beberapa orang Yahudi).[6] Kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajarkan, “Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.” (1Kor. 1:8-9) Jika di Roma 3:3, Paulus menggunakan kata Yunani pistis, maka di 1Kor. 1:9, Paulus menggunakan kata pistos, yang keduanya memiliki akar kata Yunani peithō yang bisa diterjemahkan keyakinan, persetujuan, jaminan, dll. Dengan kata lain, Allah yang setia adalah Allah yang bisa dipercayai dan dijamin (trustworthy). Allah yang bisa diandalkan ini adalah Allah yang juga bisa diandalkan di dalam hal keselamatan. Ia yang telah memulai keselamatan, Ia pulalah yang akan menggenapinya. Oleh sebab itu, mari kita akan menelusuri apa yang Alkitab ajarkan tentang hal ini sehingga kita makin lama makin mengerti apa yang Alkitab ajarkan tentang kesetiaan Allah.

Tuhan Yesus di dalam Injil Yohanes 6:39 berfirman dengan jelas, “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.” Kata “hilang” dapat diterjemahkan binasa. Dengan kata lain, semua umat pilihan yang telah dibawa oleh Allah Bapa kepada Kristus tidak mungkin binasa, melainkan mereka akan dibangkitkan oleh Kristus pada akhir zaman (bdk. Yoh. 3:16b). Inilah jaminan keselamatan kekal Allah bagi umat-Nya.

Selanjutnya, Tuhan Yesus pula di dalam Yohanes 10:27-29 berfirman, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.” Ketiga ayat ini berada di dalam konteks pembahasan Tuhan Yesus tentang Gembala dan domba. Domba mendengarkan suara gembalanya, demikian juga umat pilihan-Nya mendengar suara Kristus sebagai Gembala mereka. Antara Gembala dan domba, saling mengenal, sehingga mereka tidak mungkin tertipu. Sebagai wujud kasih Gembala kepada domba, Ia mau menyerahkan hidup-Nya bagi domba-domba itu (baca ayat 11) dan kemudian, Ia memberikan hidup kekal kepada domba-dombanya itu. Apakah hidup kekal itu? Hidup yang tidak bisa binasa (Yoh. 3:16b). Wujudnya adalah domba-domba-Nya tidak akan bisa direbut dari tangan Kristus dan Bapa. Lebih tegas lagi dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri di ayat 29 bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berkuasa dari Bapa yang telah memberikan umat pilihan-Nya kepada Kristus. Dengan kata lain, hanya Allah Trinitas yang berkuasa mutlak atas keselamatan umat-Nya, dan iblis pun tidak bisa merebut umat pilihan-Nya itu. Itulah jaminan keselamatan kekal umat pilihan-Nya. Jika Arminian yang mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan-Nya bisa hilang itu benar, maka patutkah Kristus di ayat 29 mengatakan bahwa Bapa-Nya lebih besar dari siapapun?

Sebagai jaminan bahwa keselamatan kita tidak akan pernah hilang, maka Roh Kudus diutus untuk menjadi saksi. Rasul Paulus mengajarkan hal ini di dalam Efesus 1:13-14, “Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu--di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.” Roh Kudus adalah jaminan (bisa diterjemahan stempel sah) bagi umat-Nya bahwa mereka tidak akan binasa. Mengapa? Karena Roh Kudus itu yang menjamin kita memperoleh seluruhnya, yaitu penyempurnaan penebusan yang menjadikan kita milik Allah (baca ayat 14). Sungguh sangat jelas, Roh Kudus menjadi saksi dan jaminan bagi kita bahwa kita benar-benar anak-anak Allah dan tidak akan pernah ditinggalkan sendirian (Rm. 8:16, 28).

Para theolog Arminian menyanggah pandangan ini dengan dua argumentasi, yaitu: pertama, doktrin ini tidak “cocok” dengan fakta bahwa ada banyak orang Kristen yang akhirnya murtad, lalu kedua, doktrin ini mengakibatkan orang Kristen hidup seenaknya sendiri. Bagaimana tanggapan Reformed?
Pertama, kalau ada orang Kristen yang murtad, kita perlu klarifikasikan makna Kristen itu sendiri pada diri orang itu. Apa arti Kristen? Kristen berarti pengikut Kristus (atau bisa diterjemahkan “Kristus-kristus kecil” yang menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Untuk menjadi saksi Kristus, hidup orang Kristen sejati harus berpusat kepada Kristus dan firman Allah (Alkitab). Hidup yang berpusat kepada Kristus dan Alkitab adalah hidup yang menTuhankan Kristus dan memuliakan-Nya SAJA. Benarkah orang Kristen sejati tiba-tiba bisa murtad? Dari definisi yang sudah saya paparkan secara jelas ini, kita dapat menjawab dengan pasti, bahwa orang Kristen SEJATI tidak pernah akan mungkin bisa murtad, mengapa? Karena keselamatannya adalah anugerah Allah dan Roh Kudus sendiri yang menjamin kepastian keselamatannya. Kedua, yang bisa murtad lagi tentu BUKAN orang Kristen sejati, tetapi orang yang memakai aksesoris dan mengklaim diri “Kristen”. Bedakan antara aksesoris Kristen dengan iman Kristen. Aksesoris Kristen adalah tempelan-tempelan “Kristen” yang dipakai oleh orang yang sebenarnya tidak pernah beriman Kristen. Contoh, setiap Minggu, rajin ke gereja, ikut Persekutuan Doa, Pendalaman Alkitab, berpuasa, dll, mereka hanya mengenakan aksesoris “Kristen”, tetapi benarkah hatinya berpusat dan tunduk mutlak kepada Kristus? TIDAK! Kalau disuruh belajar Alkitab, ia pasti mau, tetapi kalau disuruh mengubah karakter dan motivasinya, ia belum tentu mau. Saya agak takut dengan banyak orang yang mengaku diri Reformed, studi theologi Reformed di luar negeri, tetapi hidup rohaninya kering, yang dipentingkan debat sini sana (bukan berarti tidak perlu debat), tetapi tidak pernah mengalami anugerah Allah di dalam hidupnya. Otaknya penuh dengan berbagai teori yang dipelajari, tetapi hatinya kering, tidak ada semangat lagi melayani, bahkan ke gereja pun menjadi rutinitas. Tidak heran juga, bahkan seorang pemimpin gereja dari gereja yang mengaku bertheologi “Calvinis” tiba-tiba bisa menulis satu artikel yang membuktikan Kristus tidak bangkit, meskipun kemudian setelah ditegur oleh gerejanya, ia “bertobat” secara akademis.

Kedua, benarkah orang Kristen sejati yang telah diselamatkan hidupnya bisa seenaknya sendiri? Tidak mungkin. Mungkin untuk beberapa saat, iya, tetapi kalau untuk selama-lamanya, tidak. Mengapa? Sekali lagi, karena Roh Kudus yang menjamin kepastian keselamatan umat pilihan-Nya dengan cara memimpin, menegur, dan mengarahkan langkah hidup mereka supaya mereka makin memuliakan Allah (progressive sanctification/pengudusan terus-menerus). Orang Kristen yang hidup seenaknya sendiri jelas bukan orang Kristen sejati, tetapi, seperti yang sudah saya kemukakan di atas, adalah orang yang memakai aksesoris “Kristen” tanpa mengerti arti Kristen sesungguhnya. Terlalu banyak model orang “Kristen” palsu seperti ini di dalam gereja. Marilah kita masing-masing mengintrospeksi diri.

Apa signifikansi doktrin ketekunan orang kudus ini?
Pertama, kedaulatan Allah melebihi semua keterbatasan manusia. Dengan melihat apa yang Alkitab paparkan dengan sangat jelas tentang keselamatan umat pilihan yang tidak mungkin binasa, kita semakin mengerti bahwa Allah adalah Allah yang Berdaulat yang melebihi semua keterbatasan manusia, sehingga ketika umat-Nya di satu saat mengalami penurunan spiritualitas atau hidup tidak beres di saat tertentu, Roh Kudus aktif mengingatkan mereka melalui Firman Tuhan (Alkitab) atau khotbah yang disampaikan oleh pendeta yang bertangggungjawab atau melalui buku-buku rohani yang bermutu. Roh Kudus memakai banyak cara untuk membuat hati kita dimurnikan kembali untuk memuliakan dan menikmati Allah selama-lamanya (bdk. Katekismus Singkat Westminster Pasal 1).

Kedua, realita pembeda. Doktrin ini mengantarkan kita untuk lebih teliti dan tajam lagi membedakan mana orang Kristen sejati dengan orang yang katanya “Kristen” (saya menyebutnya: pseudo-Christian/Kristen palsu). Bedanya adalah orang Kristen sejati dari titik awal sampai penghabisannya tidak akan pernah murtad lagi. Meskipun di kala tertentu sempat murtad, Allah yang berdaulat akan “memukul” dia untuk kembali kepada Kristus. Salah satu contoh artis Indonesia yang menggambarkan realita ini adalah Nafa Urbach. Menurut berita, Nafa Urbach dari kecil adalah Kristen, kemudian ikut neneknya (kalau tidak salah), maka ia menjadi Islam, lalu kira-kira 1-2 tahun lalu, ia “dipukul” Tuhan sehingga ia menjadi Kristen lagi. Sedangkan, orang yang mengaku diri “Kristen” dijamin akan murtad selama-lamanya. Saya belum bisa memastikan contoh praktis di Indonesia, karena mereka yang murtad juga belum meninggal. Yang saya tahu, mereka yang mengaku diri “Kristen” kemudian murtad kebanyakan dari Gereja Katolik, meskipun ada juga dari gereja-gereja Protestan arus utama, sebut saja: Dian Sastrowardoyo (dari Gereja Katolik menjadi Islam), Dewi Lestari dan Marcell Siahaan (suami istri yang dulunya Protestan akhirnya menjadi Buddhis), dll. Mereka yang murtad justru membuktikan iman seperti apa yang mereka miliki. Benarkah mereka beriman sungguh-sungguh kepada Kristus? Atau sebaliknya, mereka sebenarnya “beriman” kepada diri meskipun mengaku di depan umum sebagai “Kristen”? Oleh karena itu, jangan sembarangan mempergunakan nama Kristen (apalagi anak Tuhan) kepada diri atau pun orang Kristen lain, jika kita sendiri (atau orang-orang Kristen lain) belum (layak) mencerminkan hakekat anak Tuhan sejati. Tidak semua orang yang mengaku diri “Kristen” adalah anak Tuhan. Oleh karena itu, marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah kita benar-benar menunjukkan bahwa kita adalah anak Tuhan sejati dengan beriman hanya kepada Kristus?

[1] Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme, terj. Elsye (Surabaya: Momentum, 2005), hlm. 8-9.
[2] Ibid., hlm. 57.
[3] Ibid., hlm. 73.
[4] Ibid., hlm. 84.
[5] Ibid., hlm. 99.
[6] Saya sudah membahas bagian ini di dalam Seri Eksposisi Surat Roma 3:1-8.

1 comment:

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)