21 February 2008

Yakobus 2:23-26

Ayat 23, “Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: ‘Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.’ Karena itu Abraham disebut: ‘Sahabat Allah.’” (Yunani : kai eplhrwqh h grafh h legousa episteusen de abraam tw yew kai elogisqh autw eiv dikaiosunhn kai filoς qeou eklhqh = sehingga dipenuhi nas Alkitab (yang) berkata, telah percaya lalu Abraham kepada Allah, dan (itu) diperhitungkan kepadanya sebagai status yang dibenarkan sehingga sahabat Allah ia dipanggil.”). Terjemahan bebas, “Jadi, genaplah nas Alkitab yang mengatakan bahwa ketika Abraham percaya kepada Allah, ia dibenarkan secara status di hadapan-Nya dan ia disebut sahabat Allah. Melalui ayat 23, Yakobus tetap mengatakan bahwa Allah memperhitungkan iman (kepercayaan) Abraham (bukan perbuatannya) kepada Allah sebagai status yang dibenarkan. Bagian ini mengutip kitab Kejadian 15:6 yang mengatakan, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Di ayat ini, tidak disebut sama sekali mengenai sebutan Abraham yaitu sebagai “Sahabat Allah”, tetapi jika ditarik kesimpulan, memang benar bahwa Abraham yang dibenarkan oleh Allah dapat dikatakan dan disebut sebagai sahabat Allah. Iman Abraham kepada Allah merupakan suatu iman yang luar biasa, mengapa ? Karena perlu diketahui, Abram dulu tinggal di suatu lingkungan penyembah berhala dan ketika Allah memanggil Abram untuk keluar dari Ur-Kasdim (Kejadian 12), Abram tidak banyak bertanya atau meragukan Allah, tetapi ia menjalankannya. Di sini titik iman Abram yang luar biasa, oleh karena itu ia disebut bapa orang beriman. Tidak hanya itu saja, di pasal 15 kitab Kejadian, ketika Abram meminta keturunan dan Allah mengabulkannya dengan membawa Abram ke luar serta berfirman, “’Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka firman-Nya kepadanya, ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’” (Kejadian 15:5). Menanggapi firman Allah ini, Abram bukannya meragukan Allah atau menganggap Allah itu hanya menipu dia, tetapi ia mempercayai setiap firman Allah, sehingga Alkitab berkata, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Kepercayaan (iman) Abraham adalah respon pertama setelah Allah berfirman dan imannya dilakukan (sebagai bukti/hasil dari imannya yang sejati) sehingga Abraham disebut sahabat Allah. Perhatikan, apa yang terjadi pada kasus Abram, jangan ditafsirkan bahwa kalau manusia tidak beriman dan tidak meminta, maka Allah itu diam saja dan merasa “kasihan”, sehingga perlu ada jasa manusia di dalam rencana Allah. Tidak. Kalau ada anggapan seperti itu, bagaimana Abram bisa meminta kepada Allah, jika Allah tak pernah mencipta Abram, dan bagaimana Abram bisa mempercayai firman Allah, jika Allah tak pernah berfirman kepadanya. Di sini, paradigma kita harus melihat segala sesuatu dari sudut pandang Allah, bukan dari sudut pandang manusia. Kita harus melihat Kedaulatan Allah (The Sovereignty of God) di atas segala-galanya, bukan “kehendak bebas” manusia. Sungguh unik, Yakobus dengan jeli menghubungkan antara kepercayaan Abraham kepada Allah dengan status yang dibenarkan. Hal ini pula yang diyakini oleh setiap anak-anak Tuhan di mana ketika dianugerahkan oleh Allah sebuah iman yang menyelamatkan dan hidup (living and saving faith), di saat itu pula kita mendapat pembenaran (status pembenaran) di mana kita dibenarkan di hadapan Allah Bapa. Jadi, di sini Yakobus mengajar bahwa karena iman saja manusia diselamatkan (sola fide). Hanya melalui iman yang benar kepada Allah yang benar yang merupakan anugerah Allah 100% kepada orang-orang yang telah dipilih-Nya sebelum dunia dijadikan lah, manusia (pilihan-Nya) beroleh status yang dibenarkan oleh Allah. Tanpa ada campur tangan anugerah Allah, manusia yang dalam keadaan/natur berdosa tak mungkin meresponi panggilan Allah melalui iman, karena manusia pada hakekatnya lebih suka melakukan sesuatu yang jahat ketimbang yang baik. Hanya oleh melalui iman sajalah, manusia yang dalam keadaan berdosa boleh dibenarkan di hadapan Allah secara cuma-cuma dan proses pembenaran ini berlangsung sampai selama-lamanya serta proses ini tidak pernah akan hilang (Perseverance of The Saints) karena Allah yang menganugerahkan keselamatan, Ia pulalah yang memelihara keselamatan itu hingga akhirnya, sehingga tak satu kuasa manapun yang bisa merebut keselamatan anak-anak-Nya yang telah Ia pilih sebelum dunia dijadikan. Pada saat kita telah percaya kepada Tuhan Yesus, kita bukan hanya mendapat status dibenarkan oleh Allah, tetapi Kristus menyebut kita sebagai sahabat (Yohanes 15:14-15). Kata “sahabat” yang dijelaskan pada Yohanes 15:13 mempunyai persamaan kata dengan anak-anak-Nya (umat pilihan-Nya), karena di situ Tuhan Yesus sedang berbicara mengenai kasih-Nya yang memberikan nyawa-Nya sendiri kepada mereka. Lalu, ayat ini disambung dengan pernyataan bahwa kamu (di sini menunjukkan para murid-Nya) adalah sahabat-Nya jikalau kamu (mereka) melakukan atau berbuat apa yang Kuperintahkan kepada mereka (Yohanes 15:14). Status dibenarkan lalu disambung dengan status disebut sebagai sahabat, tetapi bukan hanya itu saja, seorang anak Tuhan disebut sahabat jika ia melakukan perintah-Nya. Apakah ini berarti jasa baik manusia diperhitungkan Tuhan baru setelah Tuhan menyebut mereka sebagai sahabat ? Tidak. Jika diperhatikan, pada ayat 9-10, Tuhan Yesus membuka pengajarannya dengan mengatakan, “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu ; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.” Kedua ayat ini merupakan dasar utama ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita harus menuruti perintah-Nya, itu menunjukkan bahwa kita mengasihi Allah, sebagaimana Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita, anak-anak-Nya. Jadi, ketika kita dapat menuruti perintah-perintah-Nya, itu bukan kemampuan kita, itu hanya karena anugerah-Nya yang memampukan kita untuk menaati perintah-Nya. Kalau Allah tidak terlebih dahulu mengasihi manusia yang berdosa, bagaimana bisa manusia mengasihi Allah dengan menaati perintah-Nya ? Pada ayat 15, Tuhan Yesus menegaskan ulang pengajaran-Nya pada ayat 14 dengan membandingkan kata “sahabat” dengan kata “hamba”, di mana ketika seseorang telah percaya kepada Tuhan Yesus, statusnya bukan lagi sebagai hamba, karena hamba tidak mengerti apa yang dilakukan oleh tuannya, tetapi kita disebut sahabat, karena Kristus telah memberitahukan kepada kamu (anak-anak-Nya) segala sesuatu yang telah Ia dengar dari Bapa-Nya. Apakah berarti kita pun mengetahui seluruh rencana Allah dengan sempurna ? Tidak. Kata “telah” di sini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus hanya memberitahukan segala sesuatu yang Ia telah dengar dari Bapa, bukan yang akan Ia dengar atau yang sedang Ia dengar. Mengapa ? Karena hanya Allah Bapa saja yang memiliki kedaulatan penuh atas rencana-Nya dan hanya Ia sajalah yang berdaulat memberitahukan manusia hal-hal yang perlu diberitahu dan menyimpan sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh Allah Bapa sendiri (Ulangan 29:29), misalnya kedatangan Kristus yang kedua kalinya (dalam hal ini, Tuhan Yesus pun tidak tahu). Tidak hanya itu saja, ayat 16, Tuhan Yesus menegaskan kembali bahwa bukan manusia yang memilih Allah, tetapi Allah yang memilih manusia. Ini sangat berkaitan erat dengan status sahabat di mana sahabat ini tentu dipilih oleh Allah, untuk apa ? Ayat ini melanjutkan bahwa ketika Allah memilih manusia, Ia menetapkan mereka untuk pergi dan menghasilkan buah dan buah itu tetap, supaya apa yang mereka minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Ayat ini seringkali ditafsirkan secara sembrono oleh mayoritas-mayoritas gereja Karismatik/Pentakosta di mana kebanyakan mereka mengajarkan bahwa setiap permintaan yang dialaskan dalam nama Tuhan Yesus pasti dikabulkan karena Ia sendiri menjanjikan demikian. Sekali lagi, ayat ini jangan dicomot lepas dari konteksnya. Ayat ini memang berupa janji Kristus yang akan memberikan segala sesuatu yang diminta oleh manusia, tetapi kalau manusia itu sudah melakukan apa yang diperintahkan-Nya yaitu menghasilkan buah. Jadi, istilahnya, perintah dijalankan, baru dapat hasilnya. Sudahkah kita hari ini menyadari ketika kita dipanggil oleh Allah untuk percaya kepada Tuhan Yesus, itu merupakan anugerah yang sangat indah dan agung, karena Ia telah memilih kita dari sekalian banyak orang yang hidup di dunia dan kita dibawa masuk ke dalam Keluarga-Nya, menikmati status pembenaran dan disebut sahabat Allah ? Dengan sangat tepat, Katekismus Singkat Westminster (Westminster Shorter Cathecism) pada pasal 1 menjelaskan bahwa tujuan hidup manusia yaitu untuk memuliakan Allah dan berbahagia di dalam Dia selama-lamanya. Kita bukan hanya memuliakan Allah saja, tetapi juga menikmati-Nya karena kita telah menjadi anak-anak-Nya dan hidup bersama-sama di bawah pimpinan Allah.

Ayat 24, “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman” (Yunani : órate oti έx ergwn dikaioutai άnθrwpoς kaί ouk ek pίstewς mónon = Kamu lihat bahwa karena perbuatan-perbuatan dibenarkan manusia dan tidak karena iman hanya.”). Terjemahan bebas, “Lihatlah bahwa manusia dibenarkan bukan hanya melalui iman saja, tetapi juga melalui perbuatan-perbuatan.” Setelah membahas mengenai Abraham yang secara status dibenarkan karena melakukan apa yang Ia perintahkan, Yakobus menjelaskan dan menyimpulkan bahwa manusia dibenarkan bukan hanya karena iman, tetapi juga karena perbuatan-perbuatannya. Perhatikan kata “bukan hanya karena iman” yang berarti manusia tetap dibenarkan melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus, tetapi kalau iman yang menyelamatkan itu saja yang menjadi pegangan, bagaimana orang lain dapat melihat bahwa diri kita beriman, kalau perbuatan-perbuatan kita sama jahatnya dengan orang-orang dunia ? Di sini, Yakobus ingin menyeimbangkan dan mengintegrasikan iman yang menyelamatkan dan hidup dengan perbuatan-perbuatan sehari-hari yang memuliakan Allah. Kalau ada orang-orang “Kristen” yang dengan sembrono menafsirkan ayat ini lepas dari konteksnya dan membuang kata “bukan hanya” lalu mengatakan, “Jangan teori saja, mana prakteknya ?”, mereka harus menyelidiki terlebih dahulu, apakah benar melalui perbuatan baik manusia dibenarkan ? Ketika ada orang Kristen lainnya mengkritik tindakan kita yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, kita harus tetap menguji teguran/kritikan itu apakah sesuai dengan Alkitab atau tidak, jika sesuai, kita harus dengan rendah hati dan rela menerima teguran itu lalu bertobat dan tidak mengulanginya, tetapi jika tidak sesuai, kita tetap harus sadar diri, jangan malahan membalas kritikannya. Tetapi yang sangat disesalkan, ketika ada orang Kristen menegur saudara seimannya, selalu dikaitkan dengan gerejanya atau doktrinnya, dengan mengatakan, “Orang Reformed kok berkata kotor ?” atau “Orang Kristen kok buang sampah sembarangan ?”, dll, padahal hal itu (status) tidak perlu dikatakan. Orang yang mengatakan hal ini pun kadang-kadang perbuatannya tidak lebih baik dari yang dikritik, tetapi mereka dengan sok tahu dan sombong menegur orang lain. Kalau ada orang Kristen yang berani mengatakan, “Jangan hanya teori saja, mana prakteknya ?” dengan kata lain, dia tidak senang teori, hanya mau prakteknya, padahal yang sedang dia katakan adalah sebuah teori, aneh bukan ?! Perhatikan, kata “bukan hanya karena iman” ini harus ditafsirkan jika seseorang yang beriman kepada Kristus itu masih memiliki kesempatan yang panjang untuk mengaplikasikan atau menghasilkan iman itu dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak ada kesempatan, seperti penjahat di sebelah Tuhan Yesus yang bertobat, apakah dia bisa menghasilkan perbuatan-perbuatan yang lahir dari imannya kepada Kristus ? Tidak, bukan ? Lalu, apakah berarti dia tidak bisa masuk Surga, karena tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan baik ? Juga, tidak ! Kemudian, jika ada orang yang hampir menuju ke kematian, kemudian ia setelah diberitakan Injil oleh anak-anaknya atau saudara atau temannya, tiba-tiba Roh Kudus menggerakkannya untuk percaya kepada Kristus, dan beberapa menit/jam kemudian, ia meninggal dunia, apakah berarti ia tidak masuk Surga, karena tidak berbuat baik ? Tidak, itu pikiran sesat ! Dan perlu diperhatikan, kata “perbuatan” jangan ditafsirkan secara sembrono yaitu amal baik, misalnya banyak memberikan sumbangan kepada orang-orang yang membutuhkan, dll. Kata “perbuatan” harus dikaitkan dengan sikap kepatuhan kepada perintah-Nya, dan itu tidak hanya dalam bentuk memberikan amal, tetapi juga berserah total kepada-Nya, memperbaharui seluruh paradigma kita, membenci dosa, memberitakan Injil, dll. Kalau menaati perintah-Nya hanya dibatasi dengan memberikan sumbangan/amal, lalu pemberitaan Injil, tindakan membenci dosa, memperbaharui seluruh paradigma, dll, itu termasuk apa ? Bukankah itu semua terdapat di dalam Alkitab ? Apakah hal-hal itu tidak disukai karena takut mengganggu privasi orang atau memiliki paradigma bahwa “semua agama itu ‘sama’”, jadi tidak perlu memberitakan Injil ?! Kalau hal ini yang terjadi, percuma saja, orang “Kristen” ini memberikan sumbangan bahkan nyawa dan seluruh hartanya kepada orang miskin, jika dia tidak benar-benar mengerti perintah-Nya yang esensi yaitu mengerti kasih dengan pengertian yang benar. Hari-hari ini, terlalu banyak orang “Kristen” yang tidak bertanggungjawab dengan sembrono menafsirkan kasih dan mengatakan bahwa sebagai seorang hamba Tuhan harus bersikap kasih, bahkan tidak boleh marah-marah, karena itu tanda kurang kasih. Kalau boleh saya katakan, zaman ini, orang “Kristen” memperlakukan hamba-hamba Tuhan seperti banci, yang kompromi dengan semua arus dunia, lemah lembut, panjang sabar, lemah gemulai, lalu hamba Tuhan siapa yang terlalu keras apalagi seperti Pdt. Dr. Stephen Tong, dianggap tidak ada ‘roh kudus’ atau kurang kasih. Ini akibat pembodohan massa yang dilakukan oleh banyak “hamba Tuhan” yang tidak bertanggungjawab, lalu mengatakan bahwa kalau orang Kristen berdosa, yang berdosa itu adalah roh dosa (misalnya, kalau ada orang Kristen yang tidur di kebaktian, itu berarti ada roh ngantuk, jadi yang diusir adalah roh ngantuk). Ajaran-ajaran seperti ini telah merajalela di gereja-gereja Kristen dan anehnya banyak orang Kristen dengan mudahnya ditipu oleh mereka tetapi sampai sekarang tetap saja bodoh dan tidak sadar. Berapa bahaya orang Kristen sekarang, tetapi masih juga tidak sadar ? Pdt. Dr. Stephen Tong menyebut ini sebagai : Krisis Zaman, di mana zaman ini adalah zaman yang tidak mau theologia, menggeser hal-hal yang bermutu dan menggantikannya dengan hal-hal yang remeh. Benarkah kasih itu wujudnya seperti “kasih” yang diajarkan oleh banyak gereja “Kristen” sekarang ? Lalu, apakah perkataan di dalam Wahyu 3:19 yang berkata, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar ; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah !” juga bukan wujud kasih yang Allah inginkan ?! Kalau begitu, ketika Allah “membunuh” orang-orang Israel pada zaman Perjanjian Lama, itu juga berarti bahwa Allah tidak mengasihi mereka ? Demikian juga, ketika Tuhan Yesus menegur orang-orang Farisi di dalam Matius 23 juga termasuk tindakan kurang kasih ? Beranikah kita menghina Tuhan kita sebagai Tuhan yang tidak Mahakasih ? Lalu, bagaimana orang ini menafsirkan Ibrani 12:7-13 ? Inikah ciri hidup orang Kristen yang mengaku diri Kristen dan bahkan “melayani Tuhan” di gereja, tetapi berani menafsirkan sembarangan ayat-ayat Alkitab secara tidak bertanggungjawab ?! Mari kita kembali kepada Alkitab yang mengajarkan bahwa kasih Allah tidak membiarkan anak-anak-Nya hidup di dalam dosa, Ia akan memukul mereka sebagai tanda peringatan, dan kita pun harus taat kepada-Nya. Sikap taat inilah yang oleh Yakobus sebut sebagai “perbuatan” yang lahir dari iman. Kalau orang Kristen yang mengaku diri beriman, tetapi tidak mau ditegur dosanya, lalu berani mengklaim bahwa dia sudah berbuat baik, sangat amat perlu diragukan bahwa dia itu orang Kristen ?! Jangan kira semua orang Kristen itu anak-anak Tuhan ! Pdt. Dr. Stephen Tong mengatakan bahwa masih banyak anak-anak Tuhan yang berkeliaran/indekos di dunia, dan juga terlalu banyak anak-anak setan yang masih indekos di dalam gereja. Kalau kita mengaku diri pengikut Kristus, sudahkah hidup dan hati kita diserahkan hanya bagi Tuhan kita dan sudahkah kita menempatkan-Nya di posisi pertama di dalam hidup kita ?

Ayat 25, “Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain ?” (Yunani : omoiwς de kai 'Raab h pórnh ouk ex ergwn edikaiwqh upodexamenh touς aggέlouv kai etera odw ekbalousa = sama halnya Dan juga Rahab (itu) pelacur bukankah karena perbuatan-perbuatan dibenarkan ketika menyambut (itu) utusan-utusan lalu lain melalui jalan menyuruh (mereka) pergi ?”). Terjemahan bebas, “Dan sama halnya juga dengan Rahab, si pelacur, yang dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya yang telah menyambut para utusan di dalam rumahnya dan menyuruh mereka pergi melalui jalan lain. Pada ayat 25, contoh Rahab ini tidak boleh dijadikan contoh (kedua) keselamatan karena perbuatan baik ! Perhatikan konteks Rahab di dalam Yoshua 2:1-21 dengan jelas ! Konteks ini berbicara di mana Rahab dipakai Allah sebagai sarana untuk menyelamatkan dua orang pengintai Israel. Hal ini didahului dengan sikap dan rasa takut yang dialami Rahab ketika mendengar kedahsyatan kuasa Allah Israel (Yosua 2:9-11). Jadi, tetap konteksnya iman yang dipraktekkan/menghasilkan perbuatan adalah ukuran keselamatan (bukan perbuatan baik tanpa melalui iman). Ayat 25 ini harus dibandingkan Yosua 2:1-24 ; 6:15-25 ; Matius 1:5 ; Ibrani 11:31. Yakobus memberikan contoh kedua dengan menggunakan kalimat retoris di mana Rahab yang pertama kali percaya kepada Allah Israel (Yosua 2:9) {hal ini tidak disebutkan oleh Yakobus dalam Surat Yakobus}, baru ia menyembunyikan kedua orang pengintai Israel dan menurunkan mereka dengan tali melalui jendela, sebab rumahnya itu letaknya pada tembok kota (Yosua 2:15). Setelah apa yang dilakukan oleh Rahab, ia diselamatkan (kata “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya”) dari pemusnahan kota Yerikho (Yosua 6:17).

Menurut Handbook to the Bible halaman 237, Ibrani 11:31 menyebutkan (bahwa karena iman, Rahab dibenarkan) bukan perbuatannya yang tidak bermoral. Rumah Rahab dibangun di atas atau pada tembok kota, dengan atap yang datar untuk dipakai mengeringkan hasil panen. Ketika kita (Yosua 2:1-24), ia sedang mengeringkan batang rami yang nantinya akan dipintal menjadi benang lenan. Memang rumah Rahab lah yang dapat dikunjungi oleh para pengintai itu tanpa menimbulkan kecurigaan sedikitpun ; dan tentu juga merupakan tempat yang baik untuk mendapatkan informasi. Setelah para pengintai Israel memenuhi janji mereka kepadanya (Yosua 6:22 dst), Rahab diterima di tengah-tengah bangsa Israel, kemudian menikah dengan Salmon. Dan melalui Boaz, putranya, (lihat Rut 2-4) ia menjadi nenek moyang Daud, bahkan nenek moyang Yesus sendiri (Matius 1:5).

Di sini, Allah tidak memandang orang tertentu untuk menggenapi karya-Nya, bahkan di dalam Ibrani 11:31, iman Rahablah yang dibenarkan oleh Allah, bukan perbuatannya yang tidak bermoral (pelacur). Ketika Yakobus berkata bahwa Rahab dibenarkan karena perbuatannya, kata “perbuatannya” itu harus diartikan perbuatan yang dihasilkan dari iman kepada Allah Israel yaitu dengan meloloskan kedua orang pengintai Israel. Siapapun bisa dipakai oleh Allah untuk menggenapi rencana-Nya, sekalipun itu adalah seorang pelacur dan bukan anak-anak Tuhan, tetapi perlu diingat, kalau ada orang-orang yang bukan anak-anak-Nya dipakai oleh-Nya tentu itu bukan untuk kebaikan orang itu, melainkan untuk kebaikan anak-anak-Nya (misalnya untuk menegur anak-anak-Nya atau menggenapi rencana Allah di dalam karya penebusan Kristus melalui seorang perempuan sundal yang bernama Rahab di dalam Matius 1:5). Contoh lain, di dalam Perjanjian Lama, Allah mengizinkan dan memakai Firaun untuk menjajah Israel sebagai sarana untuk mendisiplin umat pilihan-Nya untuk nantinya bisa berdiam dan tinggal di Tanah Kanaan. Ketika kita “seolah-olah” lebih miskin, susah, melarat ketimbang orang-orang di luar anak-anak Tuhan, ingatlah, apapun yang terjadi di dalam hidup kita, itu pasti dalam rencana Tuhan. Meskipun keadaan susah sekalipun, seperti kejadian di dalam Kitab Habakuk, ada rencana Tuhan yang sangat indah yang tak mungkin dipahami oleh manusia pada saat itu. Allah di dalam kedaulatan-Nya memakai banyak cara untuk menggenapi rencana-Nya bahkan memakai orang-orang berdosa untuk kemuliaan-Nya juga. Tetapi bukan berarti Rahab tidak dipakai oleh Allah atau dijadikan sarana hanya untuk melepaskan kedua pengintai Israel, karena kitab Ibrani 11:31 mencatat iman Rahab. Kalau ada orang “Kristen” yang selalu menuntut perbuatan baik dengan mengutip sembarangan ayat ini atau mengatakan, “Iman tanpa perbuatan adalah kosong” tanpa melihat konteks, coba tanyakan kepada dia, apakah Rahab juga berarti tidak dibenarkan dan diselamatkan, bukankah perbuatannya tidak bermoral (pelacur/perempuan sundal) ? Bukankah padahal Ibrani 11:31, mencatat iman Rahab dibenarkan oleh Allah. Kalau contoh Abraham dipakai oleh Yakobus untuk mengajarkan bahwa kita dibenarkan melalui iman yang menghasilkan perbuatan yaitu menaati perintah-Nya, pada contoh kedua, yaitu contoh Rahab, Yakobus ingin mengajarkan hubungan antara iman kepada Allah dengan perbuatan yang menggenapi rencana dan kehendak Allah. Ketika kita beriman, iman tidak hanya berhenti pada iman yang statis bahkan mati, tetapi iman itu adalah iman yang hidup (living faith) dan iman itu selalu menghasilkan perbuatan-perbuatan yang menaati perintah-Nya di dalam Alkitab dan juga berhubungan dengan penggenapan karya Allah di dalam dunia ini. Ini pun terjadi karena Allah memimpin kita dan pimpinan Allah ini seharusnya kita pertanggungjawabkan, bukan disia-siakan. Marilah kita belajar melihat segala sesuatu yang terjadi di dunia ini bukan dari sudut pandang manusia tetapi dari sudut pandang kedaulatan Allah yang tidak mungkin berubah dulu, sekarang dan selama-lamanya.

Ayat 26, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” (Yunani : ώsper gάr to sώma cwriς pneumatoς nekrón έstin = seperti Sebab tubuh tanpa roh (Yunani :  ® pneumatos) mati adalah, demikian juga iman tanpa perbuatan-perbuatan mati adalah.”). Terjemahan bebas, “Sebab seperti tubuh itu mati jika tanpa roh, demikian juga halnya dengan iman menjadi iman yang mati jika tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan.Di sini Yakobus menggunakan bentuk kiasan metafora (“Sebab seperti tubuh tanpa ...”), karena kata “tubuh” tak ada hubungannya dengan “iman” dan kata “roh” (=roh/nafas yang menghidupkan®Kejadian 2:7) tak ada hubungannya dengan “perbuatan”, tetapi kedua hal ini menjadi jelas karena adanya sifat yang sama di mana perbuatan menghidupkan iman seperti roh/nafas menghidupkan tubuh. Kata Yunani : Pneuma, “spirit” (=“roh”) membawa ide Perjanjian Lama akan “life-giving breath” (=“kehidupan-memberikan/pemberian nafas”) {רה , rûah}. Sebuah tubuh tanpa nafas adalah mati (cf. Kejadian 6:17 ; 7:15 ; Mazmur 104:29 ; Yohanes 19:30 ; Lukas 23:46). Prinsipnya adalah jelas : sebuah iman (tubuh) yang tidak didukung oleh pekerjaan-pekerjaan (roh) adalah tak bernyawa. Seperti nafas memungkinkan sebuah tubuh untuk hidup, demikian juga pekerjaan-pekerjaan menghasilkan sebuah iman yang hidup. Kesimpulan cocok dengan Matius 5:16 dalam konteks sebuah evaluasi positif akan “perbuatan-perbuatan baik” (“good deeds”) sebagai/seperti penyimpulan/kesimpulan/ringkasan Peraturan Emas/Golden Rule (Matius 7:12) dan “melakukan kehendak Allah” (“doing the will of God”) dalam Matius 7:21-23 ; 12:50) yang ditunjukkan dalam kasih terhadap tetangga seseorang (one’s neighbor), terutama dalam kebutuhannya (Matius 25:31-46). Pada ayat terakhir ini, Yakobus ingin menjelaskan dan menentang prinsip pemikiran dualisme Yunani dari Plato yang mendualismekan antara dunia maya/ide (nomena) yang sempurna dan baik dengan dunia nyata/realita (fenomena) yang tidak sempurna dan jahat. Yakobus ingin mengajarkan bahwa iman dan perbuatan bukan sesuatu yang terpisah seperti pemikiran dualisme Yunani ini, tetapi jauh melampaui pemikiran ini yaitu adanya integrasi yang kokoh antara iman yang hidup dan menyelamatkan dengan buah dari iman itu yaitu perbuatan-perbuatan yang menaati perintah-Nya di dalam Alkitab. Kalau tidak ada iman yang sejati yang berakar kuat di dalam Firman Tuhan (Alkitab), maka mana bisa menghasilkan perbuatan-perbuatan yang beres dan bertumbuh lebat ? Coba bayangkan jika buah dari suatu pohon tidak ada akar yang kuat, maka apakah bisa buah ini terus bertumbuh lebat ? Tidak mungkin, bukan ? Begitu juga, orang “Kristen” yang selalu menuntut perbuatan baik, lihatlah iman dia terlebih dahulu, pasti sama hancurnya dengan kita atau bahkan lebih parah dari kita, karena yang dituntutnya selalu berbuat baik. Kalau mereka ditanya apa profesinya, selalu dengan sok rohani menjawab, “Melayani Tuhan”, tetapi dia sendiri tidak mengerti dengan benar esensi melayani Tuhan. Saya melihat berapa banyak orang “Kristen” dengan sok rohani mengatakan bahwa dia sedang melayani Tuhan, tetapi jika disuruh belajar theologia dan doktrin-doktrin yang sulit, dia menolak, inikah namanya melayani Tuhan ? Tidak, tetapi justru menghina Tuhan, mengapa ? Karena yang dia mau hanya dia yang bekerja melayani Tuhan, sedangkan dia tidak mau mendengarkan Firman-Nya, sama seperti kebanyakan gereja-gereja Karismatik/Pentakosta yang kalau berdoa ngotot, tetapi kalau mendengarkan khotbah atau Firman Tuhan selalu waktunya kurang atau mayoritas jemaat-jemaatnya tidur. Inilah jiwa egois orang “Kristen” yang mengaku diri sedang melayani Tuhan. Ketika Allah mencipta manusia dengan tubuh nyata tetapi tanpa ada hembusan nafas dari-Nya, bisakah manusia itu hidup seperti sekarang ? Manusia itu menjadi makhluk yang hidup jika Allah memberikan nafas ke dalam hidungnya, tetapi tidak berarti yang penting nafas itu lalu tubuh dibuang. Aneh juga, bila ada nafas saja, tetapi tidak ada tubuh, lalu nafas itu mau dihembuskan ke bagian mana dari manusia ? Tubuh tanpa roh adalah tubuh yang mati, karena roh itu yang menghidupkan manusia, demikian juga iman itu merupakan esensi, tetapi jika iman itu tidak menghasilkan perbuatan, maka iman itu sia-sia/percuma saja. Demikian juga, roh tanpa tubuh pun juga sia-sia. Sama halnya jika perbuatan saja yang ditekankan, kita malahan membanggakan perbuatan dan jasa baik manusia serta tidak kembali kepada anugerah Allah yang memberikan iman. Kedua hal ini harus seimbang dan tidak boleh berat sebelah. Iman kita menjadi hidup (sama seperti tubuh kita bisa hidup) ketika menghasilkan perbuatan-perbuatan yang menaati perintah-Nya (sama seperti roh yang Allah berikan ke dalam hidung manusia). Sudahkah hari ini kita menyadari bahwa tanpa iman, tak ada seorang pun yang berkenan di hadapan Allah dan tanpa menghasilkan perbuatan-perbuatan yang berkenan di hadapan-Nya (Roma 12:1-2), maka iman kita sia-sia adanya ? Sudahkah kita berubah oleh pembaharuan akal budi kita dan menyenangi apa yang Allah sukai dan membenci apa yang Allah benci ? Itulah perbuatan baik kita yang sejati yang berakar dari pengenalan kita pribadi terhadap-Nya dan dari Firman-Nya, Alkitab. ─Amin─

1 comment:

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)