Ayat 18, “Tetapi mungkin ada orang berkata, ‘Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan’, aku akan menjawab dia, ‘Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.’” (Yunani : All έreί tiV su pίstin έceiv, kάgώ έrga έgώ deixón moi thn pίstin sou cwrίV tώu έrgwn, kάgώ pίstin = “Tetapi/Lalu akan berkata ada orang, Engkau iman mempunyai, tetapi aku perbuatan-perbuatan mempunyai ; buktikanlah kepadaku imanmu tanpa perbuatan-perbuatan, dan aku kepadamu akan menjelaskan dari perbuatan-perbuatanku (itu) iman.”). Terjemahan bebas, “Jika ada orang yang berkata, ‘Kau punya iman dan aku punya perbuatan maka aku akan menjelaskan kepadamu imanku yang sejati melalui perbuatan-perbuatanku. Meskipun dia (kamu) menjelaskan imanmu kepadaku tanpa perbuatan, aku tidak akan percaya.” Yakobus menggunakan kata “kamu” dan “aku” untuk menunjukkan pertentangan di mana “kamu” bisa berarti orang-orang percaya yang salah (false believer) seperti yang diungkapkan pada ayat 14-17 dan kata “aku” hendak menunjukkan diri Yakobus. Pada Alkitab Interlinear (bahasa Yunani), lebih tepat menggunakan sebuah pernyataan untuk menunjukkan ada pertentangan yaitu dengan kata “tetapi”, “Engkau iman mempunyai, tetapi aku perbuatan-perbuatan mempunyai ;” (atau “Engkau mempunyai iman, tetapi aku mempunyai perbuatan-perbuatan”). Kata “mempunyai” tidak terdapat pada Alkitab LAI, tetapi sebenarnya kata ini cukup penting, karena kata ini hendak menunjukkan suatu kontras/perbedaan yang cukup signifikan antara orang (orang-orang percaya yang salah/false believer) yang bangga hanya mempunyai iman (tanpa perbuatan) dan Yakobus yang mempunyai iman dan sekaligus ada buah dari iman itu, yaitu perbuatan-perbuatan. Di sini puncak pertentangan yang Yakobus paparkan di dalam suratnya, di mana ketika ada orang Kristen yang mengaku diri beriman, tetapi tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan, Yakobus dengan berani menentang dan menantang mereka. Dalam hal ini, Alkitab LAI memberikan satu pernyataan tambahan yaitu, “aku akan menjawab dia,”, yang berarti Yakobus ingin menyelesaikan pertentangan ini dengan satu jalan keluar yang cukup menantang. Jawaban yang Yakobus berikan bukanlah jawaban yang kompromi di mana orang yang mempunyai dan tidak mempunyai perbuatan tidak memberikan efek/dampak apa-apa, tetapi ia memberikan satu jawaban tegas dengan dua kali penguraian. Pertama, “‘Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan,” (bahasa Yunani : “buktikanlah kepadaku imanmu tanpa perbuatan-perbuatan,”). Yakobus pertama kali menantang orang-orang percaya yang salah tersebut tetapi berani menyombongkan diri bahwa mereka itu benar (hanya mengandalkan iman), dengan cara menyuruh mereka untuk menunjukkan (Yunani : membuktikan) imannya kepada Yakobus tanpa perbuatan-perbuatan. Dengan kata lain, Yakobus ingin melihat sebuah bukti nyata dan bukan hanya sekedar isapan jempol belaka, karena terlalu banyak orang Kristen di zaman Yakobus hanya berdusta ketika mereka mengaku diri Kristen, buktinya mereka masih mendiskriminasi orang, dll (Yakobus 2:1-4). Cara pertama yang Yakobus lakukan untuk menantang orang ini sungguh tepat, di mana Yakobus ingin segera melihat bukti dari iman bukan sekedar ucapan di mulut. Bukankah kita juga seringkali mengaku diri orang percaya bahkan mengasihi Tuhan Yesus, tetapi perbuatan, perkataan dan seluruh hidup kita sama sekali tidak membuktikan bahwa kita seorang yang percaya ? Kita mengaku diri percaya, tetapi esensi kepercayaan/iman kita itu tidak bisa diuji ketika ada penderitaan, cobaan dan tantangan yang berat, bahkan kita dengan berani undur dan meninggalkan Tuhan ketika Allah menguji iman kita. Yakobus ingin menegur kemunafikan kita melalui penguraian pertama ini. Bagi Yakobus, iman bukan sekedar sesuatu yang samar-samar, tetapi iman itu adalah iman yang hidup dan menyelamatkan (living and saving faith). Kedua, “dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.’” (bahasa Yunani : “dan aku kepadamu akan menjelaskan dari perbuatan-perbuatanku (itu) iman.”). Setelah menegur orang percaya yang salah ini, Yakobus langsung menantang mereka dengan pernyataan Yakobus yang dengan berani menjelaskan kepada mereka iman Yakobus dari perbuatan-perbuatannya. Bagi Yakobus, seorang yang mengaku diri Kristen adalah seorang yang bukan hanya memiliki iman yang baik, tetapi juga harus memiliki perbuatan-perbuatan (yang dapat dilihat oleh orang lain dengan jelas) yang menjelaskan sebuah iman yang tak bisa dilihat oleh orang lain dengan jelas. Ibarat, di suatu ruangan yang gelap, tanpa cahaya, mendadak ada seorang yang masuk ke ruangan tersebut dan orang ini tiba-tiba tersandung oleh sebuah benda, lalu orang ini bingung benda apakah itu, kemudian dia mengambil sebuah senter (atau lilin atau menyalakan lampu ruangan tersebut) untuk menerangi ruangan tersebut dan pada akhirnya, orang ini tahu bahwa itulah pot bunga yang diletakkan di tengah-tengah ruangan tersebut. Dari perumpamaan ini, pot bunga memang berada di ruangan itu baik sebelum dan setelah ruangan itu ada cahaya, tetapi pot bunga itu menjadi jelas dan dapat dilihat oleh orang lain ketika ada orang yang menerangi atau memberikan terang di dalam ruangan itu. Demikian juga dengan halnya dengan iman yang tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan, maka iman itu seperti pot bunga yang terus-menerus di dalam kondisi yang tidak dapat dilihat. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di Sorga.” (Matius 5:16). Perhatikanlah, Tuhan Yesus menasehatkan para murid-Nya dalam salah satu bagian di dalam Khotbah Di Bukit agar mereka menjadi terang dunia (selain menjadi garam dunia) yang menerangi/menjadi terang di sekeliling manusia yang hidup dalam dosa, untuk apa hal ini dilakukan ? Kembali, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa mereka berlaku seperti itu bukan supaya mereka dihormati oleh banyak orang, tetapi agar mereka yang melihat perbuatanmu yang baik dapat memuliakan Bapamu yang di Sorga. Ketika kita melakukan perbuatan-perbuatan baik sebagai buah dari iman kita yang sejati, pada saat itulah, kita sedang menyaksikan cinta kasih dan nama Tuhan Allah kita di tengah-tengah orang dunia serta sekaligus kita juga bisa sambil memberitakan Injil Kristus kepada mereka.
Ayat 19, “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja ? Itu baik ! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” (Yunani : su pisteueiV oti eίV έstin ó θeóV, kalώV poieίV kaί tά daimónia pisteuousin kaί frίssousin = “Engkau percaya bahwa hanya satu adalah Allah, dengan tepat engkau bertindak ; juga roh-roh jahat percaya dan bergemetar (karena takut).”). Terjemahan bebas, “Memang tepat jika engkau mempercayai hanya ada satu Allah, tetapi jangan salah, iblis-iblis pun juga mempercayainya dan mereka gemetar ketakutan karenanya.” Pada ayat ini, Yakobus ingin melanjutkan pembahasannya mengenai orang percaya yang salah di atas (pada ayat 14-18) yang berani mengatakan bahwa mereka mempunyai iman, tetapi tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik di mana ketika mereka mengklaim bahwa mereka beriman kepada Allah, Yakobus langsung mengatakan bahwa bukan hanya mereka saja yang percaya bahwa hanya ada satu Allah, iblis pun melakukan hal yang sama yaitu percaya bahwa Allah itu hanya satu dan mereka gemetar ketakutan. Yakobus tidak berarti hendak mengatakan bahwa kita tidak perlu percaya kepada Allah yang Satu (perhatikan kata, “Itu Baik !” atau bahasa Yunani menerjemahkannya, “dengan tepat engkau bertindak”), tetapi Yakobus ingin membenahi konsep iman orang-orang percaya yang salah ini dengan membandingkannya dengan sikap iblis yang juga sama-sama percaya bahwa Allah itu hanya Satu. Bagi Yakobus, ketika orang Kristen mengklaim bahwa mereka percaya bahwa Allah itu hanya Satu tetapi tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan baik, apa bedanya mereka (orang-orang percaya yang salah) dengan iblis-iblis yang bertindak sama dan mereka semua ketakutan (gemetar ketakutan) ? Jangan dikira iblis itu tidak percaya bahwa Allah itu hanya Satu. Justru, iblis mempopulerkan hal itu bukan untuk mengagungkan nama-Nya, tetapi untuk menipu manusia, karena pada dasarnya iblis pun takut ketika mendengar nama Allah disebut. Di dalam kitab Injil Lukas 4:41 ; 8:28 disebutkan iblis pun ketika mendengar dan berhadapan dengan Tuhan Yesus pun, mau tidak mau mereka harus mengakui bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Allah dan Ia berkuasa mutlak atas dunia ini bahkan atas setan-setan, tetapi pengakuan mereka bukan dengan tulus, tetapi dengan perasaan gemetar ketakutan. Sekedar perenungan, kalau setan-setan ketika berhadapan dengan Tuhan Yesus, mereka langsung sujud menyembah, takut dan mengakui bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Allah, bagaimana dengan orang-orang yang sampai sekarang tidak mengakui Tuhan Yesus adalah Allah, apakah orang-orang ini lebih baik atau lebih parah daripada si setan, Bapa Segala Pendusta ?! Jadi, dengan jelas, Yakobus memaparkan suatu realita di mana setan-setan yang percaya bahwa hanya ada Satu Allah, bukan benar-benar percaya 100% bahwa hanya ada Satu Allah, karena mereka itu terpaksa dan dengan perasaan gemetar mereka mempercayainya. Apakah itu juga terjadi pada orang-orang Kristen yang telah Ia pilih sebelum dunia dijadikan ? Tidak. Bagi Yakobus, kita sebagai anak-anak-Nya seharusnya mempercayai bahwa hanya ada Satu Allah bukan dengan perasaan gemetar seperti sikap si setan, tetapi dengan sikap bersyukur dan bersukacita. Ketika kita sedang melakukan hukum-hukum Tuhan, jangan mengatakan bahwa hukum-hukum tersebut memberatkan, karena ada dua pernyataan yang mau Alkitab ajarkan mengenai hukum-hukum Tuhan. Pertama, hukum-hukum Tuhan itu hukum yang memerdekakan orang (Yakobus 2:12b) yang berarti hukum-hukum Tuhan itu tidak membelenggu kebebasan manusia. Justru, orang-orang dunia merasa bebas ketika mereka tidak menaati hukum-hukum Tuhan, karena bagi mereka, hukum-hukum Tuhan itu memberatkan dan membatasi kebebasannya. Justru salah, ketika orang-orang dunia mulai tidak menghiraukan hukum-hukum Tuhan, justru di situ titik kehancuran mereka yang membuat hidup mereka tidak lagi bebas. Ambil contoh, seorang pengendara sepeda motor atau mobil paling jengkel ketika ada lampu setopan/lalu lintas (traffic light), karena baginya, itu mengganggu kebebasannya berkendara, tetapi bisakah kita membayangkan jika andaikata tidak ada traffic light, lalu kendaraan lalu lalang dan akan mengakibatkan kemacetan dan mungkin sekali bisa berakibat kecelakaan, yang justru sama sekali tidak bebas ? Kedua, di dalam 1 Yohanes 5:3b, Yohanes ingin mengajarkan bahwa perintah-perintah-Nya itu tidak berat. Mengapa perintah-perintah-Nya itu tidak berat ? Pada ayat 4 dan 5, Yohanes menjelaskan bahwa orang-orang percaya (umat pilihan-Nya) atau semua yang lahir dari Allah mengalahkan dunia oleh iman kita bahwa Yesus adalah Anak Allah. Pada ayat 2, Yohanes langsung menggabungkan antara orang yang mengasihi Allah dengan orang yang melakukan perintah-perintah-Nya. Kalau kita menyangka bahwa perintah-perintah-Nya adalah perintah-perintah yang berat, itu tandanya kita belum dapat dikatakan mengasihi Allah, karena kita masih menyangka perintah-perintah-Nya itu memberatkan, kuno dan mengikat kebebasan kita. Orang-orang Kristen harus memiliki paradigma yang paradoks dengan dunia di mana justru di dalam hukum-hukum Allah yang memerdekakan manusia, di situlah terdapat kemerdekaan sejati di dalam Kristus. Jadi, kita percaya bahwa hanya ada Satu Allah, disertai dengan suatu perbuatan untuk mau dengan rela hati menaati perintah-perintah-Nya.
Ayat 20, “Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong ?” (Yunani : qeleiς de gnvnai, ώ anqrwpe kene, oti h pistiς cwriς twn ergwn apgh estin = “engkau ingin lalu mengetahui, oh manusia bodoh, bahwa iman tanpa perbuatan-perbuatannya yang tidak berguna adalah ?”). Terjemahan bebas, “Hai manusia bodoh, ketahuilah bahwa iman yang tidak menghasilkan perbuatan itu tidak ada gunanya.” Pada ayat ini, Yakobus dengan keras menegur orang percaya yang salah di atas sebagai orang bodoh atau bebal karena mereka menyangka bahwa mereka hanya cukup mengandalkan iman tanpa perlu mempunyai perbuatan, padahal si setan pun juga sama-sama memiliki kepercayaan bahwa hanya ada Satu Allah juga, tetapi mereka tidak dapat berbuat baik. Ayat ini merupakan teguran dan serangan langsung dari Yakobus kepada orang-orang percaya yang salah itu dengan satu kesimpulan kedua (yang pertama, ada pada ayat 17) bahwa iman tanpa perbuatan-perbuatannya adalah tidak berguna. Perhatikan, Alkitab bahasa Yunani lebih tepat menambahkan kata “-nya” pada kata “perbuatan-perbuatan” untuk menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan itu berasal dari iman. Yakobus dengan jeli melihat bahwa perbuatan-perbuatan sejati hanya berasal dari sebuah iman yang sejati kepada Allah yang sejati dengan cara yang sejati pula. Sedangkan perbuatan-perbuatan yang palsu berasal dari iman yang palsu kepada ilah yang palsu dengan cara yang palsu pula. Dalam hal ini, sebagai orang Kristen, kita harus menjelaskan perbedaan (Pdt. Dr. Stephen Tong menyebutnya sebagai : perbedaan kualitas/qualitative difference) antara perbuatan-perbuatan yang lahir dari iman sejati dengan yang lahir dari iman yang palsu kepada ilah-ilah palsu yang disembah oleh agama-agama non-Kristen tetapi dianggap sebagai “Allah”. Yakobus tidak menghilangkan fungsi iman ketika membahas ayat ini, tetapi ia justru mempertegaskan sebuah kontras antara iman yang sejati dan palsu dari sudut perbuatan yang bisa dilihat secara kasat mata, tetapi intinya tetap iman, karena tanpa iman tak mungkin seseorang dibenarkan di hadapan Allah. Hal ini diajarkan pula oleh Paulus dengan tegas pada Roma 3:31 sebagai kesimpulan pengajarannya dalam pasal 3 bahwa ketika anak-anak Tuhan dibenarkan karena (melalui) iman, tidak berarti mereka membatalkan hukum Taurat, tetapi sebaliknya, mereka meneguhkan hukum Taurat. Roma 7:12 pun, Paulus dengan tegas mengajarkan bahwa hukum Taurat itu kudus dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik. Paulus sama sekali tidak menentang hukum Taurat, tetapi ia menentang bahwa manusia dibenarkan karena melakukan hukum Taurat tersebut. Pada perikop Roma 7, Paulus ingin menjelaskan bahwa tidak ada yang salah pada hukum Taurat, karena hukum Taurat itu berasal dari Allah, tetapi manusia yang dalam keadaan natur berdosa tak mungkin bisa melakukan hukum-hukum Allah dengan sempurna. Oleh karena itu, Paulus menyebutnya bahwa oleh hukum Taurat, ia mengenal dosa (Roma 7:7). Bagi Paulus, yang menjadikan dirinya berdosa adalah ketidakmampuan dirinya melakukan seluruh hukum Taurat dan sama sekali ia bukan menghina bahwa hukum Taurat itu dosa. Di sini, dengan jelas Paulus ingin mengajarkan satu prinsip bahwa memang manusia pilihan-Nya dibenarkan hanya melalui iman kepada Tuhan Yesus dan bukan berarti kita terus diam saja, kita pun harus melakukan apapun yang Allah telah perintahkan (hukum-hukum-Nya) sebagai bukti bahwa kita beriman dan mengasihi-Nya. Jadi, Paulus dan Yakobus tidaklah bertentangan dalam mengajarkan hubungan iman dan perbuatan. Sudahkah kita dengan rela hati dan taat menaati apa pun yang telah Allah perintahkan sebagai bukti dari iman kita ? Sudahkah kita menjadi terang bagi dunia sekeliling kita ?
Ayat 21, “Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah ?” (Yunani : Abraam o pathr hmwn ouk ex ergwn edikaiwqh anenegkaς 'Isaak ton uion autou epi to qusiasthrion = “Abraham bapak leluhur kita bukankah karena perbuatan-perbuatan dibenarkan ketika menyembahkan Ishak anaknya di atas mazbah ?”). Terjemahan bebas, “Ingatlah, bukankah Abraham bapak leluhur kita dibenarkan karena ia mematuhi Allah yang menyuruhnya untuk mempersembahkan anaknya Ishak di atas mezbah sebagai korban bagi-Nya ?” Yakobus mulai menjelaskan ayat 20 dengan contoh pertama dengan kalimat retoris (yang menghendaki jawaban “Ya, Abraham dibenarkan”) mengenai cerita Abraham yang dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah. Cerita ini diambil dari Kejadian 22:1-14. Cerita ini diawali dengan pemanggilan Allah kepada Abraham dan pemberian perintah agar Abraham mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal itu, sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan dikatakan Allah kepadanya (Kejadian 22:2). Lalu, Abraham mengiyakan perintah Allah ini dan ia mulai berangkat dan menunaikan perintah-Nya (mulai ayat 3-10). Tetapi Allah dari Surga melihat kesungguhan Abraham untuk takut akan Tuhan, maka Ia memberikan perintah lagi kepada Abraham untuk tidak membunuh Ishak, karena Abraham benar-benar takut akan Tuhan dan tidak segan-segan menyerahkan Ishak kepada-Nya (Kejadian 22:12). Ketika Yakobus 2:21 mengatakan bahwa Abraham dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, Musa melalui kitab Kejadian 22:15-19 (ayat 16-18), langsuung menyambung ceritanya dengan janji-janji dan berkat-berkat Allah kepada Abraham yang membuktikan bahwa Abraham dibenarkan oleh Allah karena perbuatan-perbuatannya. Melalui ayat ini, Yakobus ingin mencontohkan Abraham yang perbuatannya dibenarkan karena sikapnya yang melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan bukan hanya diucapkan saja. Ini harus dilakukan oleh orang Kristen, jangan mengaku diri Kristen, tetapi sikapnya tidak karuan. Ayat ini tidak berarti kita dibenarkan melalui perbuatan ! Jika dilihat konteks Abraham, maka Abraham benar-benar taat perintah-Nya bukan sekedar diucapkan saja yaitu mempersembahkan Ishak sebagai korban bagi-Nya. Di sini Yakobus secara tidak langsung mengajak pembaca untuk mengerti mana yang penting dan terutama di dalam hidup kita, apakah untuk Tuhan atau untuk dunia ? Yakobus mengingatkan pembaca kembali secara tidak langsung akan adanya penyangkalan diri di dalam mengikut Kristus (Matius 16:24). Iman yang benar kepada Allah yang benar pasti akan mengerti resiko dan tanggung jawab yang diemban dalam mengikut Allah yang sejati. Seperti contoh, Abraham, ketika ia disuruh Tuhan untuk meninggalkan tanah leluhurnya, Urkasdim, Abraham taat dan melakukannya. Ia bukannya berkata, “Ya, Tuhan, aku berangkat”, dan dia tidak melakukannya, tetapi ia berkata (menyanggupi perintah-Nya) dan melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Ia menjalankan perintah-Nya dengan pengertian iman yang benar kepada Allah yang benar bahwa Allah yang memanggilnya adalah Allah yang mempedulikan dan memelihara hidupnya. Sudahkah kita sendiri sungguh-sungguh beriman akan providensia (pemeliharaan) Allah di dalam hdup kita ? Ataukah kita masih mempercayai diri lebih dari mempercayai Allah yang sejati ? Inilah maksud mengapa Yakobus mengatakan bahwa perbuatan Abraham ini dibenarkan oleh Allah yaitu Abraham memiliki iman yang benar kepada Allah yang benar dan ia menjalankan iman itu dengan mengetahui resiko dan tanggung jawabnya.
Ayat 22, “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.” (Yunani : blέpeiV óti ή pίstiς sunhrgei toίς ergoiv autou kaί ek tώn ergwn ή pίstiς eteleiώθh, = “Engkau sadar bahwa iman turut bekerja dengan perbuatan-perbuatannya, dan oleh (itu) perbuatan-perbuatan iman disempurnakan/dijadikan nyata,”). Terjemahan bebas, “Sadarlah bahwa iman turut bekerja sama dengan perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatannya, iman menjadi sempurna/nyata.” Kembali, Yakobus mengingatkan para pembaca Kristen bahwa dari contoh kasus pertama mengenai Abraham, kita dapat belajar satu prinsip bahwa iman itu bekerja sama dengan perbuatan-perbuatannya dan oleh perbuatan-perbuatannya itu iman menjadi nyata/sempurna/disempurnakan. Bagi Yakobus, iman tidak mungkin bisa dipisahkan dengan perbuatan-perbuatan, karena seseorang yang mengaku diri beriman kepada Allah, ia harus menjalankan perintah-perintah-Nya dan otomatis perbuatan-perbuatannya mencerminkan bahwa seseorang itu beriman kepada Allah atau bukan. Iman memang merupakan anugerah Allah (sola gratia) yang diberikan hanya kepada umat pilihan-Nya (iman pasif) dan iman itu tidak hanya pasif, tetapi juga aktif, di mana Allah bekerja di dalamnya untuk menyempurnakan iman itu melalui tindakan aktif manusia pilihan-Nya seturut dengan kehendak-Nya. Kembali, Alkitab bahasa Yunani menambahkan kata “-nya” pada kata pertama dari “perbuatan-perbuatan” yang menunjukkan bahwa iman itu bekerja sama dengan buah dari iman itu yaitu perbuatan-perbuatan. Itulah yang Pdt. Sutjipto Subeno sebut sebagai esensi pasti melahirkan fenomena. Esensi (iman) sejati pasti menghasilkan fenomena (perbuatan-perbuatan yang nampak mata). Jika esensi (iman)nya beres dan benar, pasti menghasilkan fenomena (perbuatan-perbuatan) yang benar, tetapi jika esensinya salah, maka pasti perbuatan-perbuatan/fenomenanya pasti palsu. Melihat perbedaan kedua hal ini, lihatlah dari ketahanan dan kekekalan perbuatan-perbuatan/fenomena tersebut, apakah perbuatan yang dikerjakan oleh seseorang yang beriman itu tahan lama atau hanya sebentar saja. Mengapa ? Karena ayat ini selanjutnya memberikan penegasan bahwa oleh perbuatan-perbuatan, iman itu disempurnakan/dijadikan nyata. Kata “disempurnakan” berarti ada proses waktu yang tak mungkin berhenti sesaat, karena itu dikerjakan oleh pihak Allah. Kalau kita bisa berbuat baik, itu pun adalah anugerah Allah, tetapi bukan berarti kalau semua itu anugerah Allah, kita menganggur. Kalau kita menyadari bahwa perbuatan baik kita pun adalah anugerah Allah, maka seharusnya kita sadar bahwa kita harus mempertanggungjawabkannya dengan baik, bukan malahan mengobral anugerah Allah itu lalu dengan alasan “amal” memberikan uang milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita hanya untuk membantu orang-orang yang kekurangan (kembali ke ayat 16) atau kita malah menjadi sombong karena kita sudah berbuat baik. Berapa banyak orang Kristen hari-hari sudah berbuat baik lalu menyombongkan diri bahwa dirinya sudah berbuat baik. Seorang yang berbuat baik lalu menyombongkan diri bahwa dia sudah berbuat baik, secara tidak sadar, dia sendiri bukan seorang yang berbuat baik, tetapi sangat jahat. Seorang Kristen (anak Tuhan) yang berbuat baik sejujurnya tidak mau dikatakan atau dilihat sebagai orang baik, karena sadar bahwa dirinya bisa berbuat baik itu pun adalah anugerah Allah yang dipercayakan kepadanya. Tetapi jika ada orang “Kristen” berani membandingkan orang lain dengan dirinya yang selalu “baik” dan “berbuat baik”, itu bukan tanda orang Kristen sejati ! Ingatlah, ketika kita ingin sekali berbuat baik, jangan belajar pada orang-orang dunia (termasuk orang “Kristen” palsu) yang menganggap diri “lebih baik” dari orang lain, tetapi belajarlah dari Alkitab karena hanya Alkitab memberikan standar perbuatan baik yang Allah kehendaki dan inginkan yang sama sekali berbeda total dengan prinsip-prinsip dunia. Alkitab dalam 1 Yohanes 3:11-18 (khusus ayat 18) mendukung pengajaran Yakobus mengenai bagaimana kasih Allah itu diterapkan dengan benar bukan hanya melalui perkataan atau dengan lidah saja, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Di dalam 1 Yohanes 4:10, Rasul Yohanes langsung memberikan penegasan bahwa poin/inti kasih bukan manusia yang dengan sendirinya bisa mengasihi Allah, tetapi justru Allah lah yang berinisiatif mengasihi manusia dengan cara mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Ayat ini disusul dengan ayat 11, di mana kalau Allah saja mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Ayat 16, kembali, Rasul Yohanes memberikan penegasan yang kedua yaitu Allah itu adalah kasih (God is love). Allah itu bukan sekedar Mahakasih (sifat/atribut Allah), tetapi Ia adalah Kasih itu sendiri, artinya Allah adalah Sumber Kasih Sejati dan barangsiapa yang berada di dalam (sumber) Kasih itu, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia (1 Yohanes 4:16). Dan pada 1 Yoh. 4:19, kembali, untuk yang ketiga kalinya, Rasul Yohanes memberikan penegasan bahwa kita ini bisa mengasihi bukan karena kemampuan atau kehebatan kita, tetapi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Hal ini ia jelaskan pada ayat selanjutnya (ayat 20), mengenai sikap-sikap orang Kristen yang tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak kelihatan, kalau mereka tidak mengasihi sesamanya yang kelihatan dan ditutup dengan satu pengajaran yang indah pada ayat 21 yaitu, “Dan perintah ini kita terima dari Dia : Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” Kata “harus” pada ayat ini menunjukkan sebuah kemutlakan/kewajiban dari anak-anak Tuhan yang telah menerima kasih Allah di dalam hidupnya untuk menyalurkan kasih Allah itu kepada sesamanya. Perlu diingat kembali, kalau kita berbuat baik, meskipun itu juga adalah anugerah Allah yang dipercayakan kepada kita, biarlah semua perbuatan baik kita dikembalikan hanya bagi kemuliaan Tuhan Allah saja {Soli DEO Gloria}(Matius 5:16 ; Roma 11:36). Ingatlah, kita tak berhak menerima pujian dari orang lain ketika kita sedang berbuat baik, karena sejujurnya kita memiliki natur berdosa dan telah rusak total. Meskipun keadaan kita sudah rusak total, kita masih bisa berbuat “baik”, tetapi bukan seperti yang Allah kehendaki, melainkan seperti yang diri kita kehendaki. Nah, hanya melalui anugerah Allah yang mewahyukan diri-Nya secara khusus (wahyu khusus), kita bisa dibenarkan dan dikuduskan untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya yang Tunggal, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Proses pengudusan (sanctification) ini adalah sebuah proses yang berlangsung terus-menerus dan seperti yang Yakobus katakan proses ini menuju kepada kesempurnaan. Puji Tuhan, kita memiliki Allah Trinitas yang mengerjakan seluruh karya penebusan dari rencana keselamatan yang Allah Bapa tetapkan, kemudian Allah Anak yang menggenapi rencana keselamatan ini dan terakhir, Roh Kudus menyempurnakan karya penebusan Kristus dengan panggilan efektif kepada orang-orang yang telah dipilih oleh Bapa sebelum dunia dijadikan.
1 comment:
The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)
Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).
Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.
Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.
1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)
A. Otoritas
I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22
Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.
YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.
Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :
Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.
Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.
Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.
Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.
Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.
II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.
Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.
Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.
Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.
Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).
Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.
B. Tradisi
III. 2 Tesalonika 2:15
2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.
2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.
2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn
Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.
Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.
Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).
Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.
Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).
Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.
Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.
C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.
Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.
Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.
Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).
Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.
Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.
D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23
Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.
Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.
Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.
Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.
Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.
Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).
Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).
Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6
E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".
Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.
Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").
Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).
Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".
Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).
Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).
Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).
VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.
Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).
Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.
Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.
Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”
Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.
Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.
F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15
Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.
Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.
Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.
Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).
Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.
Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.
G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.
Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church
Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.
Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.
Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.
Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.
Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.
H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.
Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?
Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik
Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.
Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).
Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.
Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.
Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).
Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".
Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)
Post a Comment