BEBASKAN BARABAS dan SALIBKAN DIA!
oleh : Denny Teguh Sutandio
Nats : Matius 27:11-26 (17)
“Karena mereka sudah berkumpul di sana, Pilatus berkata kepada mereka: "Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?"”
Matius 27:11-26 merupakan suatu perikop di mana Tuhan Yesus berada di hadapan Pontius Pilatus. Kalau kita membandingkannya dengan Injil Lukas 23:1-5,13-25, maka bagian perikop ini adalah bagian ketiga pengadilan Kristus setelah Ia diadili oleh Pilatus untuk pertama kalinya dan Herodes. Perikop ini (Matius 27:11-26) dimulai dari pertanyaan Pilatus kepada Kristus yang menanyakan tentang apakah Kristus adalah Raja orang Yahudi. Pertanyaan ini dijawab “ya” oleh Tuhan Yesus. Sebaliknya, di ayat 12, Matius mencatat bahwa jawaban ini tidak diberikan-Nya kepada para imam kepala dan tua-tua ketika mereka menanyakan hal serupa. Kemudian, di ayat 13-14, Pilatus menanyakan sesuatu, tetapi Kristus tidak menjawab, sehingga Pilatus heran. Kalau kita membandingkannya dengan Lukas 13:13-25 yang dikhususkan untuk menuliskan peristiwa tentang Kristus yang detail (Lukas 1:1-4), khususnya mulai ayat 13-16, Pilatus sudah menyatakan bahwa dia dan Herodes tidak menjumpai kesalahan apapun di dalam diri Kristus, sehingga ia ingin melepaskannya. Kalau kita kembali pada Matius 27:17, Pilatus bertanya, “Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?” Apa sebenarnya makna di balik pernyataan Pilatus ini ? Pertanyaan ini mengandung dua presuposisi dasar dari Pilatus. Di satu sisi, Pilatus ingin melepaskan Kristus karena dua alasan, pertama, ia tak menjumpai kesalahan apapun di dalam diri Kristus ; kedua, istrinya memperingatkannya agar tidak mengurusi masalah ini karena istrinya tidak bisa tidur (Matius 27:19). Di sisi lain, motivasi Pilatus yang utama bukan ingin melepaskan Kristus, tetapi untuk menarik hari orang Yahudi (Markus 15:10,15), sehingga nantinya ia menyetujui massa untuk menyalibkan Kristus. Bagi saya, di balik pernyataan ini, terkadung satu prinsip penting yaitu pilihan itu penting. Di dunia ini, ketika kita memilih sesuatu, kita tidak pernah diajar untuk mempertanggungjawabkan. Tetapi di dalam keKristenan, apapun yang kita pilih, atau apapun yang kita pikirkan, kerjakan, dan katakan harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Secara spesifik, ketika kita memilih hal yang salah, pilihan kita akan berakibat fatal. Seperti Pilatus menawarkan Barabas (terjemahan KJV, ISV, ESV dan bahasa Yunani tidak menambahkan kata “Yesus”) atau Yesus, setan mencobai manusia dengan dua tawaran yaitu mengikuti dirinya (setan) atau mengikuti Kristus. Ketika kita memilih salah, seluruh hidup kita pun menjadi tidak bermakna.
Lalu, bagaimana orang banyak atau massa menjawab pilihan Pilatus itu ? Seperti yang telah saya jelaskan di atas bahwa pilihan itu penting, maka massa yang berkumpul pada saat itu setelah dipengaruhi oleh para imam kepala (Markus 15:11) berteriak untuk melepaskan Barabas bagi mereka dan menyalibkan Kristus (bandingkan Lukas 23:18 ; Yohanes 18:40). Lukas 23:19 menjelaskan bahwa Barabas adalah seorang penjahat yang terlibat di dalam dua kesalahan besar, yaitu pemberontakan dan pembunuhan. Meskipun seorang penjahat, bagi massa yang dipengaruhi oleh para “rohaniwan” pada saat itu, Barabas itu lebih “berharga” dan “penting” daripada Kristus. Bagaimana dengan kita ? Pdt. Thomy J. Matakupan pernah menuturkan bahwa ketika kita kembali kepada masa itu dan semua memori kita tentang Kristus dihapus, apakah benar kita termasuk salah satu murid-Nya yang melayani-Nya atau mungkin bahkan kita termasuk salah satu orang yang mengatakan, “Salibkan Dia!” Pilihan massa pada waktu itu menentukan nilai hidup yang mereka pegang. Mereka lebih memilih seorang penjahat yang brengsek ketimbang harus memilih Kristus yang ternyata tidak dapat memuaskan nafsu mereka yang menyesatkan (yaitu menjadikan Kristus sebagai raja yang bertahta di Israel mengalahkan Romawi). Seringkali, kita sebagai manusia juga demikian. Kita tidak ada bedanya dengan binatang yang gemar memuaskan nafsunya dan menolak kebenaran. Bagi kita, harta, kekayaan, posisi, pangkat, uang, dll yang menjadi “tuhan” di dalam hidup kita. Bahkan orang “Kristen” sekalipun rela menukar Kristus dengan hal-hal yang remeh hanya untuk memuaskan keinginan nafsu mereka yang menyesatkan, misalnya menjual “Kristus” dengan menjadi penganut agama lain atau/dan men“tuhan”kan filsafat atheistik (misalnya humanisme, materialisme, dualisme, dll). Mengapa ? Karena seperti anggapan para ahli Taurat di zaman Kristus, Kristus hanya dimengerti sebagai sinterklas, dokter, pemberi berkat, dll dan ternyata Ia bukan seperti itu sehingga Ia tidak memuaskan keinginan mereka. Ketika Allah tidak menuruti keinginan kita, kita seringkali marah bahkan kita mungkin sampai berteriak seperti massa pada waktu itu, “Salibkan Dia!” Sudah sepatutnya kah kita berlaku demikian ? TIDAK ! Ketika kita memberontak terhadap Kristus, hidup kita bukan tambah baik, malahan tambah buruk, bejat dan rusak serta hidup kita semakin tak berpengharapan.
Oleh karena itu, hari ini, ketika kita merenungkan bagian ini, sudahkah kita menyadari arti pengorbanan Kristus bagi manusia berdosa ? Kristus yang tidak berdosa dan 100% suci rela mengorbankan diri-Nya sendiri untuk mati menebus dosa manusia yang seharusnya mati akibat dosa. Ketika kita menyadari arti pengorbanan Kristus, biarkanlah Roh Kudus bekerja di dalam hati kita sehingga hidup kita hanya menTuhankan Kristus saja dan membuang semua filsafat atheis duniawi yang mencoba mengcengkeram hidup kita. Ketika kita menTuhankan Kristus, Ia sendiri menjamin bahwa hidup kita pasti berkelimpahan (Yohanes 10:10b). Berkelimpahan di sini TIDAK berarti kaya, makmur, dll, tetapi hidup yang memiliki kelimpahan makna dan pengharapan di dalam Kristus yang telah memberikan harapan baru bagi kita, seperti syair lagu rohani mengatakan, “Sebab Dia hidup, ada hari esok. Sebab Dia hidup, ku tak gentar, karena ku tahu Dia pegang hari esok. Hidup jadi, berarti sebab Dia hidup.”
No comments:
Post a Comment