(Mengerti Makna Menjadi Alat di Tangan Allah yang Berdaulat)
oleh : Denny Teguh Sutandio
“Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”
(Lukas 17:10)
Kali ini kita akan merenungkan makna Alkitab tentang menjadi alat di tangan Tuhan. Mengapa tema ini begitu signifikan untuk dibahas ? Jawabannya adalah karena di abad postmodern yang juga dipengaruhi oleh filsafat Gerakan Zaman Baru, banyak orang sedang berusaha membanggakan diri dengan mengatakan bahwa diri mereka adalah “allah”. Dan herannya, banyak orang “Kristen” juga terjebak di dalam racun ini, sehingga tidak heran ketika banyak pemimpin gerakan Karismatik yang liar mengajarkan bahwa apa yang kau minta pasti kau dapat (name it and claim it), lalu banyak orang “Kristen” tergiur dan terjebak oleh bujuk rayu iblis itu. Presuposisi di balik filsafat ini adalah mereka ingin agar “Allah” direndahkan dan manusia ditinggikan. Dan perlu diketahui bahwa Alkitab menyebutnya sebagai DOSA, karena dosa juga bisa berarti melawan kehendak Allah. DOSA inilah yang pertama kali dilakukan oleh manusia pertama, khususnya Hawa yang berusaha melawan kehendak Allah dengan menaati iblis yang sebenarnya tidak patut ditaati. Tetapi apakah mereka sadar akan DOSA ? TIDAK. Mereka melarikan diri dari realita keberdosaan mereka dengan menyembunyikan diri ketika Allah mencari mereka (Kejadian 3:9-10). Konsep ALAT dan HAMBA dari Sumber Hidup, yaitu Allah telah dirusak oleh manusia pertama dengan ketidaktaatan mereka, sehingga timbullah kerancuan dan kebingungan antara konsep alat (a means) dan Sumber (The Source) di dalam diri manusia. Tidak heran, manusia berlomba-lomba meng“allah”kan diri mereka. Tetapi, benarkah mereka mampu menjadi “allah” seperti ide manusia pertama ? TIDAK. Mengapa ? Pdt. Dr. Stephen Tong memberikan tiga kelemahan yang ada di dalam diri manusia :
Pertama, manusia itu ciptaan (created). Kalau manusia itu dicipta, berarti ada Penciptanya, yaitu Allah. Di antara ciptaan dan Pencipta terdapat perbedaan kualitas (Pdt. Dr. Stephen Tong menyebutnya qualitative difference)। Kualitas apa yang berbeda ? Kualitas natur dan sifat. Allah adalah Pribadi yang Berdaulat, maka manusia bukanlah pribadi yang berdaulat, tetapi tunduk kepada Pribadi yang Berdaulat atau Allah itu. Ketika ciptaan yang seharusnya tunduk kepada Pribadi yang Berdaulat tetapi enggan tunduk bahkan memberontak terhadap Allah, apakah berarti manusia itu tambah baik ? TIDAK. Sejarah membuktikan bahwa semakin manusia melawan Allah, hidup mereka bukan tambah baik, tetapi tambah tidak karuan. Ketika manusia mulai mengilahkan rasio/pikiran di zaman rasionalisme, hasilnya adalah Perang Dunia 1 dan 2. Lalu, ketika manusia mulai menggantinya dengan mengilahkan perasaan dan kerelatifan di zaman postmodernisme, hasilnya tetap buruk, yaitu adanya banjir, tanah longsor, bencana lumpur LAPINDO di Porong, kasus poligami dari salah seorang tokoh masyarakat Indonesia terkenal, dll. Semua ini membuktikan bahwa semakin manusia membanggakan diri dan ingin menjadi “allah”, justru membuktikan bahwa manusia itu rapuh dan bodoh.
Kedua, manusia itu terbatas (limited)। Selain dicipta, manusia juga terbatas. Keterbatasan manusia berarti : pertama, manusia BUKAN Allah yang Mahatahu, tetapi mereka adalah makhluk yang hanya mengetahui sebagian dari pengetahuan yang Allah miliki. Ini mengakibatkan mereka seharusnya tidak menjadi sombong ketika mengetahui sesuatu. Tetapi justru mereka yang mengetahui sesuatu harus bersyukur kepada Allah yang telah menyatakan diri-Nya untuk diketahui oleh manusia (meskipun belum sempurna). Kedua, keterbatasan manusia berbicara mengenai kesementaraan manusia yang hidup di dunia yang fana ini. Banyak orang berkata bahwa hidup itu sementara atau kita hidup seperti tetamu/musafir di dunia ini. Hal ini benar, karena hidup kita terbatas dan harus kembali kepada Pencipta kita.
Ketiga, manusia itu berdosa/terpolusi oleh dosa (polluted). Selain terbatas, manusia itu jatuh ke dalam dosa. Poin inilah yang dibenci oleh manusia sejak zaman modern sampai postmodern. Manusia berdosa adalah suatu realita yang sangat melemahkan bagi mereka. Sehingga ajaran ini pelan-pelan disingkirkan dan digantikan oleh ide bahwa manusia itu hebat (ide overman atau Übermensch dari F. Nietzsche). Tetapi apakah ide ini membuat manusia makin baik ? TIDAK. Justru ketika manusia merasa diri hebat membuktikan bahwa mereka tidak hebat, karena mereka itu telah terpolusi oleh dosa. Terpolusi oleh dosa berarti seluruh keberadaan kita rusak dan cemar total, seperti orang yang tenggelam di dalam lautan yang dalam yang sangat memerlukan pertolongan orang lain. Ini juga berarti, semua hasil paradigma dan worldview manusia adalah berdosa dan otomatis paradigma itu pasti berkontradiksi dengan dirinya sendiri (Pdt. Dr. Stephen Tong menyebutnya self-defeating contradictory).
Setelah kita mengerti tiga realitas kelemahan manusia, marilah kita sebagai anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh Kristus mengerti tentang bagaimana seharusnya kita hidup di hadapan-Nya yaitu menjadi alat dan hamba -Nya sehingga hidup kita menjadi berarti.
Pertama, kita adalah alat-Nya (a means)। Menjadi alat-Nya berarti kita dipakai oleh Allah sekehendak hati-Nya menurut kehendak dan waktu-Nya yang berdaulat. Nabi Yesaya mengutarakan maksud ini di dalam Yesaya 6:8, “Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"” Yesaya mengetahui bahwa dirinya tidak layak apalagi dirinya tinggal di antara bangsa yang jijik di mata-Nya (ayat 5), tetapi ketika Allah mengampuni dosanya, ia sadar bahwa tindakan-Nya begitu besar dan penuh anugerah, sehingga ini menyadarkan dirinya bahwa ia harus menjadi alat-Nya bagi bangsa di sekitarnya. Ketika Yesaya berkata, “Ini aku, utuslah aku!”, ia ingin agar Allah memakainya sebagai alat-Nya di antara bangsanya. Seruan ini bisa muncul setelah Allah mengampuni dosanya. Bagaimana dengan kita ? Kita yang adalah umat pilihan-Nya yang sudah lebih banyak menerima anugerah Allah di dalam penebusan Kristus dan pengudusan oleh Roh Kudus seharusnya dapat lebih memiliki komitmen di hadapan Allah untuk menjadi alat-Nya yang dipakai-Nya untuk melayani-Nya. Komitmen ini dapat kita miliki karena kita sudah menikmati anugerah penebusan dan pengampunan dosa melalui pengimputasian kebenaran Kristus di dalam diri kita. Menjadi alat-Nya dapat juga berarti bahwa kita dipanggil menjadi nabi-Nya yang menjalankan fungsi kenabian. Di dalam theologia Reformed, kita percaya bahwa jabatan nabi dan rasul sudah tidak ada lagi, karena Alkitab sudah sempurna dan lengkap diwahyukan dari Allah kepada kita, tetapi kita tetap percaya bahwa di zaman sekarang masih ada fungsi kenabian, di mana nabi berfungsi menyuarakan berita Kebenaran Firman Allah di antara bangsa/manusia. Kita adalah para utusan-Nya di dalam Kristus yang harus memberitakan suara kenabian yang berisi peneguran dosa, pertobatan dan jalan kehidupan bagi manusia di sekeliling kita.
Kedua, kita adalah hamba-Nya (His servant)। Kata Yunani untuk hamba adalah doulos (=budak). Dengan kata lain, kita adalah para budak-Nya. Budak adalah jabatan rendah di dalam dunia kita. Budak itu tidak dibayar dan tidak memiliki hak apapun, tetapi harus taat mutlak kepada tuannya. Bagaimana dengan kita sebagai budak Kristus ? Sama, kita juga adalah budak Kristus yang tidak dibayar. Artinya, kita bukan berbuat baik agar nantinya diperkenan-Nya atau masuk “surga”, tetapi kita berbuat baik sebagai respon karena kita telah diselamatkan di dalam Kristus. Sebagai budak-Nya, kita juga tidak memiliki hak apapun. Banyak orang dunia (termasuk orang “Kristen”) yang diracuni oleh filsafat dunia terus menyuarakan hak asasi manusia (HAM) dan lupa bahkan sengaja menghilangkan kewajiban asasi. Mereka meminta kenaikan gaji sebagai hak yang harus mereka peroleh tetapi mereka sendiri malas bekerja, sering bolos dengan alasan orangtua atau teman atau keluarga sakit, dll. Tidak heran, itulah filsafat dan paradigma manusia yang rusak total dan layak binasa. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen ? Orang Kristen sejati (apalagi para hamba/budak-Nya) sebenarnya tidak perlu ribut mempersoalkan hak yang seharusnya didapat (what should I get from), apalagi memakai tameng Allah untuk “menagih” hak yang seharusnya kita dapat. Misalnya, banyak para pemimpin gereja Karismatik yang liar mengajarkan kepada para jemaatnya supaya mereka mengklaim “Allah” untuk memenuhi kebutuhan mereka, karena itulah yang harus mereka dapatkan sebagai “anak-anak Allah”. Ajaran ini sangat melawan Alkitab ! Alkitab mengajarkan bahwa apapun yang kita minta TIDAK tentu dikabulkan oleh Allah, karena kehendak-Nya jauh berbeda dari kehendak kita (Yesaya 55:8). Yang seharusnya dilakukan oleh orang Kristen adalah berkomitmen untuk taat dan setia kepada perintah-Nya (what should I do for), seperti yang Tuhan Yesus ajarkan sendiri kepada hamba-hamba-Nya, “kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (Lukas 17:10) Ingatlah satu prinsip : menjadi budak-Nya, bukan terus meminta hak, tetapi terus meminta dan melakukan kewajiban dari Allah yang harus dilakukan ! Ketika kita telah selesai menyelesaikan kewajiban yang harus kita lakukan, maka Tuhan Yesus sendiri bersabda, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21) Penghargaan yang pantas dari Allah pasti diberikan kepada para hamba-Nya yang taat dan setia, tetapi jangan menjadikan penghargaan ini sebagai pemotivasi/alat yang memotivasi kita berbuat baik !
Ketiga, melayani untuk memuliakan-Nya. Sebagai alat dan hamba-Nya, kita hanya bekerja dan melayani untuk memuliakan Allah. Seringkali ketika kita menjadi alat-Nya untuk mewartakan kasih Kristus atau membagikan traktat/brosur/dll, kita seringkali menyombongkan diri bahwa tanpa melalui kita, orang lain tidak dapat diselamatkan atau dapat menghadiri kebaktian melalui brosur yang kita bagikan/sebarkan. Mari kita belajar seperti yang dikatakan Tuhan Yesus sendiri, “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna;...” (Lukas 17:10). Pengajaran ini hendak menegaskan dan menyadarkan kita bahwa ketika kita telah selesai menunaikan kewajiban kita, JANGANlah kita membanggakan diri bahwa kita telah usai, tetapi kita harus membanggakan dan memuliakan Allah “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Filipi 2:13) Kalau kita diutus-Nya menjadi saksi-Nya di dalam lingkungan tertentu, sadarlah bahwa Allah ingin kita menjadi saksi-Nya sekaligus hamba-Nya yang taat mutlak lalu kita harus bersyukur dan terus-menerus memuliakan nama-Nya. Jangan sekali-kali kita mencuri kemuliaan Tuhan demi keuntungan dan kehebatan kita, karena itu bisa berakibat fatal. Belajarlah di setiap langkah hidup yang kita jalani, kita terus-menerus bersyukur dan terus melayani untuk memuliakan-Nya selama-lamanya, karena segala puji, hormat dan kemuliaan hanya bagi Allah (Roma 11:36 ; Soli Deo Gloria). Meskipun dunia (psikologi dan bisnis manajemen yang rusak) seringkali mengajarkan bahwa kita dapat hidup ketika semua orang berada di bawah kita (atau kita menjadi tuan), tetapi Alkitab dengan sangat tegas mengatakan yang sebaliknya bahwa ketika kita menjadi alat dan hamba-Nya untuk memuliakan-Nya (BUKAN menjadi tuan), maka di saat itulah kita mengerti makna hidup sejati, seperti teladan Paulus yang adalah hamba/budak Allah dengan berani berseru ketika di dalam penderitaan, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” (2 Timotius 1:12). Hamba/budak Allah sejati beriman bahwa Allah juga adalah Allah yang memelihara kehidupan umat pilihan-Nya sampai akhir sehingga mereka tidak dapat kehilangan keselamatan !
Setelah merenungkan tema ini, sadarkah kita bahwa kita sebenarnya adalah hamba-hamba-Nya yang tidak berguna ? Ketika kita menerima realita ini, berarti kita tahu posisi dan status kita, dan selanjutnya kita tidak lagi menghiraukan mati hidupnya atau untung ruginya kita, tetapi hanya mau menggenapkan kehendak Allah di atas bumi ini, seperti kata Paulus, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” (Filipi 1:21-22a) Sola Gratia. Soli Deo Gloria. Solus Christus.
2 comments:
Ilah Calvinis penipu dan barbar dan sadis krn mengajarkan kesesatan bahwa: 1)manusia berdosa tidak bisa percaya Yesus; 2) kesesatan yaitu ilah calvinis menentukan sebagian org masuk neraka; 3) ilah calvinis melahirkan kembali org yg tidak percaya dng irresistible grace; dan 4) Yesus hanya mati untuk orang2 yg dipilih ilah calvinis itu untuk diberi lahir baru dan diberi iman. Sisanya ditentukan untuk dijerumuskan ke neraka untuk dinikmatinya.
John Calvin menyesatkan dengan ajaran palsu yg tidak diajarkan Alkitab, bhw ilahnya mendekrit dan mengatur supaya Adam berdosa: ". . . whence does it happen that Adam's fall irremediably involved so many peoples, together with their infant offspring, in eternal death unless because it so pleased God? . . . The decree is dreadful indeed, I confess. Yet no one can deny that God foreknew what end man was to have before he created him, and consequently foreknew because HE SO ORDAINED BY HIS DECREE . . . God not only foresaw the fall of the first man, and in him the ruin of his descendants, but also METED IT OUT IN ACCORDANCE WITH HIS OWN DECISION. (Institutes of the Christian Religion, III, 23, 7).
Calvin mengajarkan tentang illah barbar yg menikmati rancangan untuk mencelakakan orang banyak: "Those therefore whom God passes by he reprobates, and that for no other cause but because he is pleased to exclude them..." (Institutes, III, xxiii, 1)
Ilah Calvin punya kesenangan untuk menyiksa orang banyak: "...the divine will... is itself, and justly ought to be, the cause of all that exists ... God, whose pleasure it is to inflict punishment ... no other cause can be adduced... than the secret counsel of God..." (Institutes III, xxiii, 4)
Ilah Calvin mencipta banyak orang untuk binasa: "Paul teaches us that the ruin of the wicked is not only foreseen by the Lord, but also ordained by his counsel and his will... not only the destruction of the wicked is foreknown, but that the wicked themselves have been created for this very end -- that they may perish" (Commentaries Romans 9:18)
R.C. Sproul menganggap Allah kelihatan tidak mengasihi sebagian orang: "If some people are not elected unto salvation than it would seem that God is not at all that loving to them. Further, it seems that it would have been more loving of God not to have allowed them to be born. That may indeed be the case." (Chosen by God, 32)
Firman Allah berkata lain dr calvinis TULIP: "Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!" (Yes 55:6).Dan "Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (Ibr 11:6). Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga dikaruniakanNya AnakNya yg tunggal itu supaya barangsiapa yg percaya kepadaNya memperoleh hidup yg kekal (Yh 3:16).
Para calvinis mengorbankan ajaran firman yg jelas untuk mengimani ajaran Calvin ttg ilah yg sadis dan barbar.
Memang, Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bhw menjadi org Reformed adalah org pilihan. Kalau bukan org pilihan, pasti org "Kristen" itu selalu kritik sini kritik sana, dan sebenarnya membuktikan bhw org "Kristen" itu hanya tahu sedikit, ttp berani omong besar. Ya, dasar manusia berdosa, masa mau mengakui dosa manusia ?
Barangsiapa yg menolak kedaulatan Allah, sebenarnya bukan menolak Reformed/Calvinis, ttp menolak supremasi Allah dan tentunya Wahyu-Nya, Alkitab. Coba renungkan komentar2 Anda lagi, apakah itu menunjukkan citra diri Kristen yg :
jujur, bertanggungjawab, bermutu, adil, setia dan mengasihi Allah dan Kebenaran-Nya, Alkitab ?
Saya pikir : TIDAK ! Anda sangat teramat menghakimi Calvinis tanpa mengerti esensinya.
Sori, saya harus mengatakan satu kalimat yang sangat keras : ANDA BELUM LAYAK MENGKRITIK AJARAN2 CALVINIS, BAIK DARI R. C. SPROUL, MAUPUN JOHN CALVIN. Anda bukan lulusan theologia bahkan bergelar Doktor, bukan ??!! Saya pikir, Anda juga belum pernah sekolah theologia, dan membaca buku2 Calvinis semuanya bukan ?
Mengapa Jonathan Edwards dari gereja Kongregasional tetap bertheologia Reformed/Calvinis ? Mengapa juga George Whitefield yg Methodist tetap bertheologia Calvinis ? Mengapa pula :
1. Rev. Dr. John R. W. Stott, seorg pendeta Anglikan bertheologia Calvinis ?
2. Prof. Dr. Gordon D. Fee, seorang Pendeta Gereja Pentakosta (Assembly of God) bertheologia Calvinis ?
3. Charles H. Spurgeon seorang pengkhotbah gereja Baptis yg dijuluki "Prince of Preachers" bertheologia Calvinis ?
Jawaban utk semuanya ini adalah : KARENA MEREKA MEMPELAJARI THEOLOGIA DAN ALKITAB DENGAN BERTANGGUNGJAWAB DAN KETAT.
Org yg berani kritik Reformed/Calvinis, berarti org itu belum benar2 belajar theologia dan Alkitab !
Calvinis MEMANG BISA SALAH, ttp bukan karena bisa salah, lalu tidak perlu dipelajari. Alkitab memang menjadi satu2nya batu penguji, dan theologia Reformed/Calvinis adalah satu2nya theologia yg MENDEKATI Alkitab (theologia Calvinis TIDAK pernah mengklaim diri identik dgn Alkitab)!
Ceklah di dalam sejarah, mengutip Pdt. Dr. Stephen Tong, negara2 mana yg benar2 menjalankan demokrasi ? Negara2 yg dipengaruhi oleh keKristenan, khususnya Reformed/Calvinis/Lutheran. Negara2 Jerman bisa menghasilkan Mercedez Benz, Swiss menghasilkan arloji Rolex, dll, ttp negara2 yg TIDAK dipengaruhi keKristenan khususnya Protestantisme (Lutheran dan Calvinis), apa yg dapat mereka hasilkan ? Ambil contoh, Indonesia bisa produksi barang apa ? Bisa sich, produksi teroris dan korupsi yg tdk pernah habis !!!! Apalagi di Arab, Irak, Iran, dll, yg doyan "main tembak2an" saja ! Bisa apa mereka ??!!
Semoga komentar saya yg sangat keras menyadarkan Anda...GBU...
Post a Comment