24 April 2011

RELIGIUS VS ROHANI: Bagaimana Menjadi Seorang Kristen yang Takut akan Tuhan? (Denny Teguh Sutandio)

RELIGIUS VS ROHANI:
Bagaimana Menjadi Seorang Kristen yang Takut akan Tuhan?


oleh: Denny Teguh Sutandio




Kita hidup di zaman yang menekankan perasaan lebih daripada rasio, sehingga kebenaran diukur dari subjektivitas masing-masing pribadi dan HAMPIR menyangkali kebenaran objektif. Tidak heran, makin banyak manusia yang cuek terhadap makna hidupnya, tidak terkecuali banyak orang Kristen. Namun di antara banyak orang Kristen yang cuek terhadap makna hidup apalagi imannya, ada sekelompok orang Kristen yang terkesan tidak demikian. Mereka tidak suka dugem (=dunia gemerlap), merokok, apalagi melakukan tindak asusila lainnya, sebaliknya mereka bahkan mungkin sekali seorang yang aktif mengikuti kebaktian (dan acara rohani lain) di gereja, bahkan rajin mencatat khotbah di dalam persekutuan pemuda di gerejanya. Tidak hanya itu, setiap malam, mereka juga aktif saat teduh dan mendengarkan lagu-lagu rohani (di mana dulu mereka tidak suka mendengarkan lagu rohani). Secara kasat mata, mereka tampak seolah-olah mereka berbeda dengan orang-orang dunia, namun pertanyaan lebih lanjut, apakah dari fenomena-fenomena demikian dapat dikatakan orang-orang tersebut adalah orang Kristen sejati yang memiliki kerohanian yang beres atau orang Kristen yang takut akan Tuhan? Fakta membuktikan TIDAK. Beberapa orang Kristen yang menunjukkan fenomena-fenomena seperti rajin mengikuti kebaktian, saat teduh, aktif mencatat khotbah, berdoa, mendengarkan lagu-lagu rohani, menulis artikel rohani baik di blog, dll, bahkan belajar theologi sekalipun TIDAK menunjukkan bahwa orang tersebut adalah seorang Kristen yang benar-benar takut akan Tuhan atau seorang yang rohani, tetapi itu semua hanya menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kehidupan religius yang baik.


Sejujurnya, seorang Kristen yang religius TIDAK membuktikan bahwa dia benar-benar takut akan Tuhan atau memiliki kerohanian yang beres. Tidak usah heran, makin seorang Kristen menunjukkan fenomena-fenomena religius, dirinya makin tidak beres. Coba bergaullah dengan orang-orang “Kristen” model ini dan periksalah kehidupan rohani dan kehidupan sehari-harinya. Meskipun tidak semua, kebanyakan orang “Kristen” religius hanya mau tampak religius, namun dalam dirinya belum ada pertobatan sungguh-sungguh, apalagi dilahirbarukan. Jangan heran, karena belum bertobat, maka diri dan prinsip hidupnya sendiri adalah kebenaran. Jangan kaget bergaul dengan orang ini, ia akan anti dengan teguran dari orang lain karena baginya, teguran orang lain terkesan mengatur dirinya! Jika ada orang Kristen yang keras kepala, namun terkesan religius, itu sama sekali TIDAK membuktikan dirinya benar-benar telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus, mengapa? Karena setan dan anak buahnya pun dapat meniru tindakan religius demikian! Ada orang Kristen religius yang aktif mencatat khotbah di persekutuan pemuda di suatu gereja dan tentunya sudah pernah mendengar bahwa uang itu bukan segala-galanya, namun dalam prinsip hidupnya, ia tetap saja mencari pasangan yang “mapan” alias tajir, kalau bisa tidak akan habis hartanya, supaya hasratnya yang suka shopping dipenuhi oleh si pasangan.


Lalu, apakah berarti, kegiatan religius itu salah semua? Oh, tentu saja tidak, namun yang saya soroti adalah kegiatan religius tanpa hasrat kuat yang takut akan Tuhan. Di mata Tuhan, kegiatan religius tanpa iman dan takut akan Tuhan TIDAK berarti apa-apa! Alkitab mencatat, Allah sangat membenci perayaan religius bangsa Israel, karena mereka melakukannya tidak dengan hati yang takut akan-Nya. Tuhan berfirman di Yesaya 29:13, “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,” (dikutip oleh Tuhan Yesus di Mat. 15:8-9) Dengan kata lain, di mata Tuhan, yang terpenting adalah hati yang dipersembahkan kepada-Nya dengan tulus dan murni, seperti yang pernah diucapkan oleh Dr. John Calvin, salah seorang reformator Protestan besar setelah Dr. Martin Luther. Mengapa? Karena mengutip perkataan Pdt. Yohan Candawasa, S.Th., agama Kristen bukan agama performa (kelihatan luar), tetapi agama HATI! Artinya, Kekristenan sangat menekankan HATI sebagai intinya, BUKAN pada performa religius dengan menjalankan syariat-syariat tertentu. Orang Kristen yang telah menyerahkan hatinya kepada Tuhan adalah seorang yang berkomitmen untuk mengaitkan segala sesuatu dengan Tuhan. Itu yang saya sebut sebagai orang Kristen rohani.


Apa saja yang menjadi ciri orang Kristen yang rohani dan sungguh-sungguh takut akan Tuhan?
Pertama, rindu akan Allah (Mzm. 63). Karena hatinya telah diserahkan kepada Allah, maka di dalam proses pengudusan, seorang Kristen rohani akan memiliki hasrat akan Allah. Seperti kerinduan Daud akan Allah di Mazmur 63, maka orang Kristen ini akan rindu akan Allah dengan terus mengingat akan kasih setia-Nya dan kedahsyatan kuasa-Nya. Ia akan menyadari bahwa tanpa Allah, hidupnya tak berarti seperti tanah yang kering dan tandus (Mzm. 63:2). Selain itu, di dalam hidupnya, ia terus mengaitkan dan memusatkan hidupnya pada Allah dan kehendak-Nya saja (Rm. 11:36), sehingga tidak ada satu inci kehebatan manusia yang dibanggakannya! Hal ini berbeda dengan orang “Kristen” yang religius di mana ia akan terus-menerus (eksplisit maupun implisit) menganggap bahwa diri dan prinsip diri adalah kebenaran dan orang lain (khusus pasangannya) harus percaya pada dia! Terus terang, bagi saya, jangan percaya pada orang “Kristen” religius model ini, karena tatkala kita percaya pada orang ini sebagai kebenaran, di saat itu, kita sedang berdosa, karena telah menjadikan manusia berdosa (bukan Allah) sebagai sumber kebenaran!

Kedua, merindukan firman-Nya dengan mendengar, menerima, merenungkan, dan menaati firman-Nya (Mzm. 1:1-2; 119; Mat. 13:1-23; Yak. 1:21-25). Seorang yang sungguh-sungguh rindu akan Allah tentu juga seorang yang rindu akan firman-Nya. Seorang yang merindukan firman-Nya adalah seorang yang pertama-tama suka mendengar firman-Nya. Jangan percaya dengan orang Kristen yang berkata bahwa ia mencintai Yesus apalagi yang mengklaim “melayani Tuhan”, tetapi ketika disuruh mendengarkan khotbah yang benar-benar menyampaikan firman Tuhan, ia malah tidur! Orang “Kristen” yang di titik pertama tidak menghargai firman Tuhan adalah orang “Kristen” yang tidak beres!
Tidak cukup hanya mendengar firman, tetapi juga harus menerima firman itu dengan rendah hati (bdk. Yak. 1:21). Menerima firman berarti menerima pengajaran firman Tuhan tanpa banyak pertanyaan dan juga harus menerima firman entah itu yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan diri! Sayang, beberapa orang Kristen yang tampak rajin mencatat khotbah dari mimbar yang dikutip dari Alkitab bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan adalah orang “Kristen” yang sama yang tetap gemar shopping untuk membeli barang-barang yang sudah dimilikinya! Firman Tuhan yang didengarnya diibaratkan masuk melalui telinga kiri dan keluar lagi melalui telinga kiri alias tidak nyangkut sama sekali.
Tidak hanya menerima, orang Kristen juga harus mengertinya dengan merenungkan firman-Nya (Mzm. 1:1-2). Merenungkan firman berbicara mengenai kerohanian seseorang yang langsung merefleksikan firman itu ke dalam hidupnya sehari-hari. Ia bukan seorang yang gemar memakai ayat Alkitab untuk menyerang orang lain atau menunjukkannya kepada orang lain yang bersalah kepada dia, tetapi ia langsung mengaitkan setiap firman dengan dirinya sendiri, karena ia menyadari bahwa firman Tuhan yang dibacanya merupakan cara Tuhan mengoreksi hidupnya. Ia berkata seperti pemazmur, “Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku.” (Mzm. 119:24; bdk. ay. 34)
Seorang yang mengerti dengan merenungkan firman-Nya mengakibatkan ia berkomitmen untuk menjalankan firman Tuhan dengan taat mutlak pada kehendak dan rencana-Nya (Yak. 1:22-25). Ketika firman Tuhan mengajar bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan (1Tim. 6:10), maka seorang anak Tuhan sejati menerima firman itu, merenungkannya, dan berkomitmen untuk menjalankannya dengan cara berusaha mengikis kebiasaan lamanya untuk shopping, berhenti dari menetapkan standar bahwa pasangannya harus seorang yang “mapan” alias tajir (khusus cewek), bekerja tidak terlalu keras sampai mengorbankan keluarga (bagi cowok), dll. Memang tidak mudah menjalankan firman Tuhan, namun tidak mudah bukan berarti tidak mungkin menjalankan firman. Kita bisa menjalankan firman karena Roh Kudus yang memimpin kita menjalankan firman. Oleh karena itu, ketika kita lemah dan sulit menjalankan firman, mintalah Roh Kudus memimpin kita. Biarlah kita berdoa seperti pemazmur, “Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya. Condongkanlah hatiku kepada peringatan-peringatan-Mu, dan jangan kepada laba.” (Mzm. 119:35-36) Doa yang dinaikkan dengan suatu hasrat yang mendalam merupakan suatu komitmen anak Tuhan sejati untuk berusaha menjalankan firman Tuhan, meskipun itu sulit! Allah melihat komitmen hati kita untuk terus berproses di dalam pengudusan yang Roh-Nya kerjakan di dalam kita, bukan hanya hasil akhirnya!
Seorang yang menjalankan firman-Nya mengakibatkan ia berbuah sesuai dengan kehendak-Nya (Mat. 13:23). Buah itu sama dengan menjadi berkat bagi orang lain di sekitarnya di mana melalui buah itu, banyak orang memuji Kristus dan mungkin sekali menjadi orang Kristen entah itu melalui penginjilan secara verbal/perkataan maupun melalui tindakan (mengasihi, mengampuni, dll). Dan ketika ia berbuah, ia juga menyadari bahwa hasilnya bukan karena kehebatannya sendiri, tetapi karena anugerah Allah saja (bdk. Flp. 2:12-13)

Ketiga, melayani-Nya. Seorang anak Tuhan yang rindu akan Allah dan firman-Nya mengakibatkan ia rajin melayani-Nya di mana pun Tuhan menyuruhnya untuk melayani-Nya entah itu di gereja, dll. Teladanilah Rasul Paulus. Ia bukan saja seorang Yahudi yang mengerti Taurat sekaligus filsafat Yunani dan juga memiliki pengalaman rohani bersama Tuhan, ia juga seorang yang rajin melayani Tuhan dengan berapi-api (Rm. 12:11). Makin saya mempelajari beberapa surat-surat Paulus di dalam Perjanjian Baru, saya makin kagum dengan sosok Paulus yang adalah seorang: theolog, penginjil, sekaligus gembala (mengutip perkataan Pdt. Dr. Stephen Tong), dan saya menambahkan: hamba Tuhan yang benar-benar berjiwa pelayan/hamba. Dengan kata lain, seharusnya, orang Kristen yang melayani Tuhan harus didahului oleh seorang yang sungguh-sungguh merindukan Allah dan firman-Nya, bukan dibalik apalagi dipisahkan dengan berprinsip: melayani Tuhan tidak berkaitan dengan belajar firman, dll. Namun fakta hari ini, seorang “Kristen” yang katanya “melayani Tuhan” adalah orang yang bukan hanya tidak mengerti apa-apa tentang firman Tuhan, ia ternyata malas membaca Alkitab! Mengenaskan, bukan? Lalu, apa motivasi dia melayani Tuhan? Sebenarnya sambil melayani Tuhan, orang ini sambil menghina Tuhan, karena ia hanya mau seolah-olah “membantu” Allah, padahal Allah TIDAK perlu dibantu!


Aktivitas-aktivitas religius tentu tidak salah, yang salah adalah inti di baliknya. Jangan salah mengerti. Seorang Kristen yang rohani adalah orang yang hatinya diserahkan kepada Tuhan dan tentunya mengakibatkan ia melakukan tindakan-tindakan rohani, seperti: berdoa, membaca Alkitab, saat teduh, dan melayani Tuhan dalam berbagai bidang, namun itu dilakukannya sebagai respons atas anugerah-Nya. Tuhan tidak melihat aktivitas-aktivitas religius yang kita pertontonkan di hadapan orang banyak, IA melihat hati Anda, hati saya, dan hati kita semuanya ketika melakukannya. Biarlah renungan singkat ini boleh menyadarkan kita untuk memiliki hati yang murni di hadapan-Nya sambil tetap merindukan-Nya, firman-Nya, dan juga melayani-Nya dengan rendah hati! Ingatlah: jangan merebut kemuliaan Tuhan! Amin. Soli DEO Gloria.

No comments: