19 March 2010

ON TRUE LOVE-1: Kasih dan "Utang" (Pdt. Joshua Lie, Ph.D.--Cand.)

ON TRUE LOVE
Bagian-1: Kasih dan “Utang”

oleh: Pdt. Joshua Lie, M.Phil., Ph.D. (Cand.)



Nats: Matius 18:23-35



Kasih merupakan tema sepanjang kehidupan manusia. Kasih tidak akan luntur menjadi kebajikan yang patut dimiliki oleh manusia. Tanpa kasih tidak akan ada perjalanan kehidupan itu sendiri.

Namun tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa “kasih” sering kali membawa malapetaka. Dengan alasan kasih, seorang pemuda merasa layak membawa anak gadis di bawah umur untuk dinikahinya. Dengan alasan kasih, kita membiarkan keteledoran terjadi. Karena kasih kita bahkan membuat sesama kita menderita.

Bagaimana kita sepatutnya memahami dan mengalami kasih itu? Kasih merupakan berita utama Alkitab. Allah adalah kasih, demikian penegasan rasul Yohanes. Kasih sejati tidak akan pudar. Kini panggilan kita sebagai orang percaya, menunjukkan kasih sejati itu dalam kehidupan kita.

Augustinus, Bapa Gereja yang hidup pada abad ke-4 dalam bukunya “Confession” mengungkapkan kalimat pertanyaan tentang kasih kepada Allah “What I do love when I love God?” Kasih kepada Allah bukanlah suatu yang dapat kita pahami tanpa urusan lainnya. Untuk itu dalam ketiga pembahasan tentang kasih, kita merangkaikannya dengan soal lain sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab.

Tema pertama dalam seri ini adalah kaitan antara kasih dan “utang” (Love and Debt). Alkitab menyatakan kasih bukan suatu yang berdiri sendiri. Kasih tersebar dalam seluruh pengajaran dan kehidupan Tuhan Yesus. Kasih tidak hanya muncul ketika ia disebut. Kasih hadir dalam bentuk yang nyata. Mari kita memahaminya dalam perumpanaan yang disampaikan Tuhan Yesus dalam Matius 18:23-35.

Perumpamaan ini mengungkapkan kenyataan hidup manusia dalam soal utang. Utang merupakan bagian kehidupan manusia. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang tanpa “utang” sama sekali. Kehidupan tanpa utang hanyalah karena kita melupakan, mengabaikan atau tidak pernah kita memperhitungkannya.

Seorang penulis tentang keindahan alam Kanada, Ernst T. Seton mengalami suatu kejadian mengejutkan saat memperingati ulang tahunnya yang ke-21. Ayahnya memberikan kepadanya suatu bundel berkas kepadanya. Berkas-berkas itu adalah semua pengeluaran ayahnya bagi Ernst sejak masa kecilnya. Di dalamnya tersimpan bon-bon rumah sakit sejak Ernst dilahirkan. Kita mungkin jengkel menyaksikan sikap seorang ayah seperti itu kepada anaknya. Namun peristiwa ini mengingatkan kita tidak ada orang yang lahir dan hidup di dunia ini tanpa utang sama sekali!

Alkitab bahkan menegaskan dalam doa Bapa kami sebagaimana diajarkan oleh Tuhan Yesus soal utang. John Wycliffe menggunakan kata “utang” dalam menerjemahkan doa Bapa kami pada tahun 1381. “Forgive us our debts as we forgive our debtors.” Terjemahan ini mengingatkan kita akan kata Aramik yang sama digunakan untuk utang dan dosa.

Adakah kita yang tidak berhutang? Kita dilahirkan dengan keberadaan dosa sebagai warisan. Kita dibesarkan dalam dunia yang berdosa. Utang dan dosa melekat dalam kehidupan kita.
Inilah kisah utang kita:



BABAK PERTAMA
18:23 “Seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya”
Utang suatu hari akan diperhitungkan. Entah itu utang pribadi, keluarga maupun masyarakat. Pada sistim yang mengabaikan kejujuran dan keadilan, suatu saat ketika tiba masa krisis, sistim itu akan diperhitungkan utang-hutangnya. Sistim itu akan rusak dan merusak kehidupan. Seorang anak yang tidak mau belajar jalan, ketika ia beranjak remaja ia akan diperhitungkan hutangnya, yaitu kemalasannya belajar berjalan membuatnya lumpuh. Seorang pelajar dalam kemalasannya tidak mempersiapkan diri untuk ujian, akan diperhitungkan hutangnya dalam kegagalannya.
18:24 “Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta (100 juta dinar).”
Ada utang yang mudah kita bayarkan kalau kita mempunyai pekerjaan yang baik. Ada pula utang lebih sulit dibayarkan kalau itu berkenaan dengan budi. Namun semua kita berada dalam keadaan tidak sanggup membayar utang dosa yang melilit kehidupan kita. Gambaran 100 juta dinar adalah gambaran ketidak berdayaan. Ada kisah seorang mempunyai utang 100 ribu dolar dengan kartu kreditnya padahal ia hanya mempunyai income 55 ribu dolar setahunnya. Ini saja sudah menjadikannya tidak berdaya apalagi dengan nilai 100 juta dinar.18:25 “Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya.”
Maka kisah ini berlangsung kepada konsekuensinya. Utang harus dibayar. Kalau tidak sanggup maka ia akan berserta keluarganya akan menjadi budak selama-lamanya. Bagaimana seharusnya kisah ini berlanjut?

Tamatlah kehidupan hamba itu. Utang membawa maut dan kehancuran. Kisahnya telah berakhir. Namun tidaklah demikian! Mari kita lanjutkan.

18:26 “Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.”
Hamba itu masih berusaha. Ia menyembah. Ia minta waktu dan kesempatan untuk membayar hutangnya. Ia berusaha mengulur waktu meskipun tanpa harapan. Kalaupun ia diberi kesempatan hidup seratus tahun lagi, ia tetap tidak akan sanggup melunaskan hutangnya.


18:27 “Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya”
Surprise! Mengejutkan! Inilah ciri penting perumpamaan Tuhan Yesus! Amazing! Raja itu tergerak hatinya oleh belas kasihan. Hatinya bergetar oleh kemurahan. Hatinya bergejolak oleh kebaikan. Ia menghapuskan utang hamba itu! Inilah gambaran penting akan kasih Tuhan kita Yesus Kristus! Kasih bukan suatu yang abstrak. Kasih membereskan utang! Kasih tidak memperhitungkan utang sebagai hukuman dan perhambaan, tetapi memperhitungkan utang dengan kelunasannya!

Kasih Tuhan adalah kasih yang membebaskan. Kita menerimanya oleh Roh Kudus yang mencurahkan kasih itu (Rm. 5:5). Kasih tanpa pengampunan akan utang-utang kita, bukanlah kasih sejati. Kasih memperhitungkan utang, namun sekaligus kasih berkuasa melunaskannya.Bagaimana dengan kasih kita kepada sesama?




BABAK KEDUA
18:28a “Hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya.”
Hamba ini mempunyai kedudukan yang luar biasa. Sebagai penghutang sekaligus pemberi utang. Inilah gambaran hidup kita, manusia berdosa. Kita berhutang kebenaran, keadilan, kesetiaan, kesucian, kebajikan kepada Tuhan. Namun saat yang sama kita merasa orang lain berhutang yang sama kepada kita!

Bagaimana sikap kita kalau sudah dihapuskan utang kita? Bersyukur, bersorak lalu berbagi kasih itu dengan menghapuskan utang sesama kepada kita. Sayangnya tidak demikian! Perumpamaan ini mengagetkan kita dengan kejutan kedua.
18:28b: “Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu!”
Mengejutkan! Dengan geram, ia bertindak kejam kepada kawannya itu. Ia lebih kejam dari raja yang kepadanya ia berhutang 100 juta dinar. Kawannya berhutang kepadanya 100 dinar. Ah, utang tidak lagi peduli besar kecilnya. Kemarahan bisa terjadi hanya karena uang sedikit. Kita tertegun dengan perbuatan hamba yang pertama ini.

Inilah kejutan manusia yang berdosa. Dunia yang berdosa sanggup pula memberikan kejutan (surprise) dalam kehidupan kita. Namun kejutan itu menjatuhkan kita. Kejutan itu mencengkram hidup kita. Menggoncangkan keadilan dan kebenaran. Ia menyukakan kita seketika namun menjerat kehidupan kita.
18:29 “Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan”
Hamba itu seharusnya ketika mendengar mendengar suara kawannya, mendengar kembali gema suaranya sendiri kepada raja. Ingatan menjadi pendek ketika kasih hambar. Ingatan yang punah membuat telinga kita tertutup akan gema suara kita sendiri.


18:30 “Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya”
Inilah kasih kita kepada sesama. Kasih yang tidak menghapuskan utang. Dari utang menjadi kebencian, dan penjara. Dari dosa kepada dosa. Inilah kejutan manusia berdosa.

Bagaimana kasih kita setelah kita menerima kasih ajaib dari Golgota? Adakah kita yang menyerukan kasih, memiliki kasih yang dari Roh Kudus. Kasih yang menghapuskan utang sehingga kita bisa terus bertumbuh dan menghasilkan buah yang berkenan kepada-Nya?



BABAK KETIGA
Matius 18:31-34
Sikap hamba itu tidak dapat diterima oleh kawan-kawannya. Demikian pula ketika raja sekaligus tuan dari hamba itu mendengar kelakuan hamba itu, menjadi marah dan menarik pengampunan dan pelunasan utang hamba itu. Kisah ini berakhir tragis. Pelunasan utang dibatalkan!
Perumpamaan ini diakhir dengan surprise utama, yaitu “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (18:35)
Suatu kejutan yang dahsyat. Bagaimana mungkin Bapa di sorga tidak bermurah hati mengampuni dan melunaskan segala utang kita.

Inilah kasih yang melunaskan! Kasih Bapa adalah kasih yang melunaskan. Kasih yang kita terima di dalam Tuhan Yesus Kristus adalah kasih yang memungkinkan kita juga melunaskan “utang” orang lain kepada kita!
“Owe no one anything except to love one another, for he who loves another has fulfilled the law” (Rm.ns 13:8)




Sumber:
http://www.wkristenonline.org/index.php?option=com_content&view=article&id=26:kasih-dan-hutang&catid=25:on-true-love&Itemid=39

No comments: