11 February 2010

Roma 16:25-27: INJIL ADALAH KEMULIAAN ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-18


INJIL ADALAH KEMULIAAN ALLAH

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:25-27



Setelah memberikan salam kepada rekan-rekan pelayanan Paulus, maka ia menutup seluruh surat Roma ini dengan tiga ayat terakhir yaitu ayat 25 s/d 27. New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa tiga ayat terakhir ini adalah Apostolic Doxology (Doksologi Rasuli). Saya menyebut 3 ayat terakhir ini sebagai penjelasan Paulus tentang Injil yang adalah kemuliaan Allah. Bagian penutup surat Roma ini mengulang kembali penegasan bagian awal surat Roma di pasal 1:16-17 dengan penegasan penting. Jika di pasal 1:16-17, Paulus menjelaskan bahwa Injil adalah kekuatan Allah, maka di tiga ayat terakhir di surat Roma ini, ia menjelaskan bahwa Injil adalah kemuliaan Allah. Di dalam Injil yang adalah kemuliaan Allah terkandung beberapa prinsip:
Pertama, di dalam Injil terkandung makna bahwa Allah menguatkan umat-Nya (ay. 25a). King James Version (KJV) dan New American Standard Bible (NASB) menerjemahkan “menguatkan” sebagai establish. International Standard Version (ISV) menerjemahkannya strengthen (=menguatkan). Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia (2003) menerjemahkannya sebagai menguatkan (hlm. 882). Dunia agama-agama mengajarkan bahwa kemuliaan Tuhan adalah suatu keberadaan di mana Tuhan jauh terpisah dari ciptaan-Nya. Namun, di bagian ini, kita belajar dari bagian ini bahwa kemuliaan Allah diwujudnyatakan melalui tindakan Allah menguatkan umat-Nya. Bagaimana cara Allah menguatkan umat-Nya? Paulus menjelaskannya, “menurut Injil yang kumasyhurkan dan pemberitaan tentang Yesus Kristus,” Di sini, terkandung dua hal di dalam satu inti. Paulus mengajarkan bahwa Allah menguatkan umat-Nya melalui Injil dan pemberitaan Kristus. Intinya adalah Injil dan Injil tersebut berkaitan dengan pemberitaan Kristus. Berarti di dalam Injil itulah, Allah menguatkan umat-Nya. Namun yang menjadi pertanyaan kita selanjutnya, menguatkan umat-Nya dalam hal apa? Allah menguatkan umat-Nya melalui Injil dengan membukakan kepada umat-Nya tentang jalan keluar dari dosa, iblis, dan maut yaitu melalui Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus yang diutus Bapa untuk menebus dosa umat-Nya. Dengan kata lain, Injil berkaitan erat dengan pribadi dan karya Kristus. Injil yang tidak lagi memberitakan Kristus adalah “injil” palsu. Rasul Paulus di dalam Galatia 1:6-9 mengajar jemaat Galatia dan kita juga, “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.” Injil yang tidak memberitakan pribadi dan karya Kristus disebut Paulus sebagai “injil” lain. KJV menerjemahkan “injil” lain sebagai another gospel, sedangkan English Standard Version (ESV) dan International Standard Version (ISV) menerjemahkannya sebagai different gospel (“injil” yang berbeda). Apakah “injil” lain yang Paulus maksudkan? Tentu yang dimaksud Paulus dengan “injil” lain adalah Kristus + sesuatu. Nah, menurut konteks penulisannya, Paulus sedang merujuk kepada Yudaisme yang menambahi Injil dengan mengajar bahwa orang Kristen selain percaya kepada Kristus harus disunat juga. Itulah yang Paulus sebut sebagai “injil” lain. Setiap zaman, Kekristenan diterpa oleh berbagai “injil” lain tersebut. Di era postmodern, “injil” lain muncul dalam 2 versi: “injil” sosial yang menolak penginjilan secara verbal dan memutlakkan penginjilan melalui aksi sosial dan kedua, “injil” kemakmuran yang menekankan bahwa ikut Tuhan pasti kaya, sukses, dll. Kedua versi “injil” ini begitu laris menyedot pangsa pasar, khususnya versi kedua “injil” lain. Mengapa? Karena orang dunia (bahkan tidak sedikit orang “Kristen”) lebih menyukai “injil” lain ketimbang Injil Kristus karena beritanya enak didengar dan itulah yang sedang digandrungi oleh banyak orang “Kristen” postmodern (bdk. 2Tim. 4:3-4). Meskipun kedua versi “injil” lain ini juga memberitakan Kristus, tetapi Kristus yang diberitakan bukanlah Kristus versi Alkitab yang sesungguhnya, namun “Kristus” versi mereka: “Kristus” pemberi belas kasihan yang tidak memedulikan dosa dan pertobatan atau “Kristus” yang hanya bisa memberkati dan memberi kekayaan, namun tidak pernah memberi penderitaan sebagai ujian iman.

Selain enak didengar, kedua versi “injil” lain ini membuktikan satu hal: banyak orang Kristen sudah mulai bosan dengan Injil Kristus sejati. Mereka berpikir bahwa Injil Kristus sejati sudah usang, maka mereka mulai “memperbaharui” Injil supaya lebih “hidup.” Namun, secara tidak sadar, mereka bukan “memperbaharui” Injil, namun menambahi Injil sejati yang bisa meracuni Kekristenan yang sehat. Akibat kreativitas mereka yang tidak bertanggungjawab tersebut, banyak orang Kristen lebih tertarik dengan tambahan-tambahan “injil” tersebut, ketimbang pribadi dan karya Kristus yang begitu agung. Bagaimana dengna kita? Masihkah kita tertarik hanya kepada pribadi dan karya Kristus yang diberitakan oleh Injil? Ataukah kita lebih tertarik dengan tambahan-tambahan “injil” lain yang begitu mempesona? Biarlah kita menguji diri kita masing-masing.


Kedua, Injil adalah penyataan Allah (ay. 25b-26). Selain melalui Injil, Allah menguatkan umat-Nya, maka melalui Injil pula, Allah menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya. Mari kita membaca kembali pernyataan Paulus, “sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan berabad-abad lamanya, tetapi yang sekarang telah dinyatakan dan yang menurut perintah Allah yang abadi, telah diberitakan oleh kitab-kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman--” ESV menerjemahkan, “according to the revelation of the mystery that was kept secret for long ages but has now been disclosed and through the prophetic writings has been made known to all nations, according to the command of the eternal God, to bring about the obedience of faith--” (=menurut penyataan/pewahyuan misteri yang dirahasiakan selama berabad-abad namun telah disingkapkan dan melalui tulisan-tulisan nabi telah diberitakan kepada semua bangsa, menurut perintah dari Allah yang kekal, untuk menghasilkan ketaatan iman) Dari bagian ini, kita belajar bahwa Injil sebenarnya adalah penyingkapan diri Allah kepada umat-Nya yang dahulu dirahasiakan selama berabad-abad melalui tulisan para nabi. Berarti, sebenarnya, melalui tulisan para nabi, Injil sudah ada, namun Allah belum saatnya menyingkapkannya. Mengapa Allah belum mau menyingkapkannya? Karena belum waktunya. Kapan waktunya Allah menyingkapkan semuanya itu? Ketika Allah mengutus Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus, pada saat itulah, diri Allah disingkapkan dengan jelas. Di dalam Galatia 4:4, Rasul Paulus menyatakan hal ini, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Dari sini, kita bisa mendapat pengajaran implisit dari Paulus bahwa Perjanjian Lama harus ditafsirkan menurut Perjanjian Baru, karena Perjanjian Baru yang menerangi Perjanjian Lama (meskipun TIDAK berarti Perjanjian Baru lebih berotoritas daripada Perjanjian Lama). Misalnya tentang Kejadian 3:15. Pada saat ini, kita mengerti bahwa Kejadian 3:15 adalah proto-evangelium atau Injil mula-mula yang menubuatkan kedatangan Kristus (disimbolkan keturunan Hawa) yang menghancurkan kepala si setan (disimbolkan ular). Tafsiran demikian adalah tafsiran Perjanjian Baru terhadap Perjanjian Lama. Demikian juga kitab-kitab para nabi lainnya menubuatkan kedatangan Kristus yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang sudah percaya Kristus dan mempelajari Perjanjian Baru yang berkaitan dengan Perjanjian Lama.

Kepada siapa diri Allah disingkapkan melalui Injil? Terjemahan Indonesia dan Inggris hanya menyatakan bahwa Injil disingkapkan kepada semua bangsa (all nations). Padahal teks Yunaninya menyatakan hal lebih khusus. Kata Yunani yang dipakai adalah ethnos yang menunjuk kepada orang-orang/bangsa-bangsa non-Yahudi atau orang kafir (Gentiles). Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. juga menerjemahkannya sebagai “bangsa-bangsa bukan Yahudi.” (hlm. 882) Mengapa Paulus membatasi hanya kepada bangsa-bangsa non-Yahudi? Pertama, kalau kita membaca kembali Roma 9-11, kita pasti mengerti alasannya, yaitu bahwa Allah ingin mempermalukan orang-orang Yahudi secara fisik dengan memilih beberapa orang non-Yahudi untuk menjadi umat-Nya. Kedua, karena orang-orang non-Yahudi belum mengetahui, mengerti, dan mempelajari Taurat, sehingga mereka perlu dimengertikan. Sedangkan orang-orang Yahudi yang seharusnya mengerti namun mata rohani kebanyakan dari mereka telah dibutakan. Ini menjadi pelajaran tersendiri bagi kita. Kita sering kali dengan mudahnya menghina orang-orang yang belum mendengar Injil sebagai orang yang tidak diselamatkan. Memang benar jika orang belum mendengar Injil pasti orang tersebut tidak dibenarkan. Namun yang menjadi permasalahannya adalah kesombongan kita menghina orang yang belum mendengar Injil itulah yang mengakibatkan kita seolah-olah merasa paling benar sendiri, lalu tidak mau menginjili mereka. Berhati-hatilah terhadap kesombongan kita dan jangan mengira karena kita adalah orang Kristen, kita tentu adalah umat-Nya. Jangan sembarangan menyebut orang Kristen sebagai anak-anak Tuhan, karena Alkitab mengajar kita bahwa TIDAK semua orang yang mengaku Kristus benar-benar disebut anak-anak Allah. Camkan perkataan Tuhan Yesus di dalam Matius 7:21-23, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"” Berarti orang Kristen sejati (=anak-anak Allah) Vs orang “Kristen” palsu (=anak setan yang sedang indekos di gereja) dapat dibedakan dari buahnya yang keluar dari imannya. Hal ini tidak berarti kita lebih mementingkan buah ketimbang esensi. Buah di sini berarti hasil yang memuliakan Tuhan, bukan sekadar buah yang kelihatan mata (fenomena). Buah tersebut adalah melakukan kehendak Bapa dan otomatis itu memuliakan Tuhan.

Apa tujuan Allah menyatakan diri-Nya melalui Injil? Paulus menjawab, “untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman” NIV menerjemahkannya, “believe and obey him” Mayoritas terjemahan Inggris menerjemahkannya: obedience of faith (=ketaatan iman), hanya NIV dan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) enerjemahkannya, “percaya dan taat kepada Allah.” Kata Yunaninya adalah hupakoē yang bisa diterjemahkan ketaatan atau kepatuhan. Jadi yang ditekankan di sini adalah ketaatan kepada Allah, bukan masalah iman, meskipun keduanya saling terkait erat. Mengapa Paulus menyoroti masalah ketaatan dan bukan (hanya) iman? Karena Paulus sendiri percaya bahwa semua bangsa pasti memiliki iman kepada Allah (entah itu asli atau palsu), maka ia perlu menegaskan kembali tentang iman kepada pribadi Allah yang beres dan tentu disertai ketaatan sebagai buah iman. Dengan kata lain, Injil bukan hanya membimbing umat-Nya pada iman yang beres kepada Allah yang beres, namun juga untuk menaati apa yang difirmankan-Nya. Bagaimana dengan kita? Sering kali kita mengamini semua firman Tuhan (meskipun banyak dari kita mengamini firman-Nya yang cocok dengan kita), tetapi benarkah kita menaati apa yang difirmankan-Nya? Ataukah kita hanya mengisi otak kita dengan segudang pengertian firman Tuhan tanpa mau menaatinya? Ketaatan memang bukan proyek singkat, namun sebuah proyek panjang dan dibutuhkan proses. Proses untuk taat itulah yang disebut bergumul. Saya mendefinisikan bergumul sebagai suatu tindakan anak-anak Tuhan yang mengetahui dan mengerti firman Tuhan dan tentu mengetahui risiko di dalamnya, namun terus-menerus berusaha untuk taat kepada firman Tuhan itu. Berarti, ada daya upaya untuk mau berjuang terus-menerus mengalahkan si iblis dan kroni-kroninya dan lebih menaati Tuhan dan firman-Nya. Namun, sayangnya, istilah agung ini sudah dimuati oleh arti-arti yang tidak bertanggungjawab bahkan oleh seorang anak aktivitas gereja. Istilah agung ini menjadi sebuah istilah menjijikkan yang berarti sebuah proses untuk mengiyakan memiliki lawan jenis yang tidak seiman demi kecocokan dengannya, bukan kecocokan dengan Tuhan. Dengan kata lain, “bergumul” menjadi semacam rasionalisasi “rohani” dari manusia berdosa untuk memenuhi nafsunya yang berdosa. Biarlah kita dengan bertanggungjawab dan SADAR mengerti definisi bergumul dan menjalankannya dengan kegentaran di hadapan-Nya, bukan mempermainkan istilah demi kepuasan sendiri.


Ketiga, di dalam Injil, nama Allah senantiasa dipermuliakan selama-lamanya (ay. 27). Di dalam Injil yang adalah kemuliaan Allah, maka tentu saja nama Allah senantiasa dipermuliakan selama-lamanya. NIV menerjemahkan ayat 27, “to the only wise God be glory forever through Jesus Christ! Amen.” (=bagi satu-satunya Allah yang bijaksana segala kemuliaan selama-lamanya melalui Yesus Kristus! Amin.) Di sini, kemuliaan Allah langsung dikaitkan dengan kebijaksanaan-Nya. Berarti, tidak ada satu langkah pun dari Allah yang bodoh atau tidak bijaksana. Itulah kemuliaan-Nya. Hal ini tentu berbeda dengan manusia yang sering kali salah arah bahkan tidak bijaksana. Itulah akibat kemuliaan Allah yang telah dirusak oleh dosa dan sedang diperbaharui oleh Allah melalui penebusan Kristus yang diefektifkan oleh Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya (bdk. Rm. 3:23-24). Kembali, kemuliaan-Nya berkaitan erat dengan kebijaksanaan-Nya dan kebijaksanaan-Nya berkaitan erat dengan Kristus Yesus. Berarti, Tuhan Yesus Kristus adalah Sumber Hikmat Allah. Di dalam 1 Korintus 1:18-31, Rasul Paulus menjabarkan dengan jelas Pribadi Kristus sebagai Sumber Hikmat Allah bagi orang Yahudi yang menghendaki tanda dan orang Yunani yang mencari hikmat. Dan bagian tersebut ditutup dengan dua kesimpulan penting, yaitu: di ayat 25, “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.” dan di ayat 30-31, “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."”

Dari ayat terakhir di Roma 16 ini, kita mendapatkan satu kesimpulan yang terintegrasi, yaitu: di dalam Injil, kemuliaan Allah dinyatakan, di dalam kemuliaan Allah terkandung kebijaksanaan-Nya, dan kebijaksanaan-Nya itu ada di dalam Tuhan Yesus. Dengan kata lain, di dalam Pribadi Kristus terkandung kebijaksanaan sekaligus kemuliaan Allah. Inilah finalitas Kristus yang tidak bisa dibandingkan dengan semua pendiri agama, filsafat, dan kebudayaan siapa pun.


Setelah kita merenungkan tiga ayat terakhir dari Roma 16, apa yang menjadi respons kita terhadap Injil? Menerima atau menolak? Jika kita menerima, bersyukurlah, karena itu bukan hasil usaha kita, namun karena pencerahan dan kelahiran baru yang Roh Kudus kerjakan di dalam hati kita untuk percaya kepada Kristus yang Injil beritakan. Setelah kita menerima Injil tersebut, tugas kita adalah mewartakan Injil itu kepada mereka yang belum percaya sesuai mandat agung Tuhan Yesus sebelum naik ke Sorga (Mat. 28:19). Bagi mereka yang menolak Injil, pertanggungjawabkanlah apa yang Anda putuskan hari ini di hadapan Allah pada akhirnya. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: