11 February 2010

Eksposisi 1 Korintus 3:10-15 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 3:10-15

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 3:10-15



Dalam bagian ini Paulus mengganti metafora yang dia pakai sebelumnya. Kalau di ayat 5-9 dia menggambarkan jemaat sebagai sebuah ladang, kali ini dia menggambarkannya sebagai bangunan. Transisi ini sebenarnya sudah diindikasikan di ayat 9c “kamu [adalah] bangunan Allah”. Inti pembahasan dalam dua metafora itu juga berbeda: ayat 5-9 lebih menekankan perbedaan dan kesamaan para pemimpin rohani serta kepemilikan Allah atas jemaat maupun para pemimpinnya, ayat 10-15 lebih menyoroti bagaimana cara jemaat dibangun.

Alur berpikir Paulus dalam bagian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Paulus adalah ahli bangunan yang cakap yang telah meletakkan pondasi (ay. 10a)
Paulus memberikan nasehat kepada mereka yang meneruskan pembangunan (ay. 10b-15)
Pondasi yang diletakkan harus Yesus Kristus (ay. 11)
Bahan yang dipakai untuk membangun harus tahan lama (ay. 12-15)


Paulus adalah ahli bangunan yang cakap yang telah meletakkan pondasi (ay. 10a)
Jika jemaat Korintus diibaratkan sebagai sebuah bangunan, maka Paulus adalah seorangarchitekton (istilah modern “arsitek” berasal dari kata Yunani ini). Kata architekton secara etimologis terdiri dari dua kata: arche = “pemimpin” dan tekton = “tukang kayu”. Penggunaan kata ini dalam naskah-naskah kuno menunjukkan bahwa seorang architektonbertanggung-jawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan bangunan (bukan sekadar perancang saja). Dalam berbagai versi Inggris (KJV/RSV/NASB) kata ini dengan tepat diterjemahkan “master-builder”. Terjemahan NIV “builder” kurang jelas menyatakan makna di balik kata ini.

Sebagai architekton rohani Paulus menjelaskan bagaimana cara dia bekerja. Pertama-tama dia menerangkan bahwa sesuai dengan karunia (charis) Allah dia telah meletakkan pondasi jemaat Korintus. Walaupun kata charis bisa merujuk pada banyak hal (keselamatan, pemberian tertentu, perkenanan, dsb), tetapi dalam konteks ini charis merujuk pada karunia khusus yang berguna dalam pelayanan. Arti ini sama dengan arti charis di pasal 1:4-5 yang merujuk pada beberapa karunia rohani tertentu. Charis yang dimaksud Paulus di pasal 3:10a adalah karunia khusus sebagai peletak dasar (perintis jemaat). Karunia ini merupakan kehormatan khusus dari Allah bagi Paulus (Rm. 15:20). Dalam kaitan dengan jemaat Korintus, Paulus memang sebagai perintis (Kis. 18). Dengan demikian dia dapat dianggap sebagai bapa rohani (4:15-16) dan mereka adalah buah pelayanan dia (9:1-2).

Selanjutnya Paulus menerangkan bahwa dia adalah seorang architekton yang cakap (LAI:TB). Terjemahan “cakap” di ayat ini tidak sesuai dengan kata Yunani yang dipakai. Kata sophos seharusnya diterjemahkan “berhikmat” (KJV/NASB), bukan “cakap/terampil” (NIV/RSV/LAI:TB). Sophos di sini jelas masih berkaitan erat dengan diskusi seputar “hikmat” (sophia) di 1:18-2:16. Dengan menyebut dirinya sebagai architekton yang berhikmat, Paulus sedang mengontraskan dirinya dengan orang-orang di Korintus yang menganggap diri mereka “berhikmat”.


Paulus memberikan nasehat kepada mereka yang meneruskan pembangunan (ay. 10b-15)
Setelah menyatakan diri sebagai architekton yang meletakkan pondasi sesuai karunia Allah dan penuh dengan hikmat, Paulus lalu memberikan nasehat kepada tiap orang yang membangun di atas pondasi yang dia telah dirikan. Bentuk present tense yang dipakai untuk kata kerja “memperhatikan” dan “membangun” di ayat 10b menyiratkan bahwa jemaat Korintus perlu terus-menerus dibangun dan terus-menerus diperhatikan. Pondasi saja tidak cukup. Jemaat perlu terus dibangun dengan baik.

Kepada siapakah nasehat Paulus di ayat 10b-15 diberikan? Walaupun nasehat ini dapat diaplikasikan dalam segala situasi, tetapi Paulus tampaknya lebih menujukannya pada para pemimpin jemaat Korintus pada saat surat ini ditulis. Dia tidak menujukannya pada Apolos atau Petrus. Beberapa argumen yang mendukung hal ini antara lain: (1) tidak ada nama Apolos yang muncul dalam bagian ini; (2) bentuk present tense “membangun” di ayat 10b mengarah pada orang yang masih membangun pada saat surat ini ditulis; (3) jika ditujukan pada Apolos, maka nasehat ini menjadi mubazir karena Apolos sudah tidak ada di kota Korintus [16:12]; (4) nuansa negatif [teguran] di bagian ini, terutama ayat 16-17, tidak sesuai dengan sikap Paulus yang positif terhadap Apolos.

Pondasi yang diletakkan harus Yesus Kristus (ay. 11)
Nasehat pertama berhubungan dengan masalah pondasi. Ini merupakan penjelasan terhadap apa yang sudah disampaikan di ayat 10a (Paulus telah meletakkan dasar). Pembahasan seputar pondasi menyiratkan adanya usaha-usaha dari para pemimpin jemaat Korintus untuk membangun ulang seluruh bangunan rohani di Korintus. Mereka inginmerombak pondasi yang ada dan menggantinya dengan dasar yang lain.
Terhadap upaya ini Paulus dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada pondasi lain selain Yesus Kristus. Dalam teks asli ungkapan “dasar lain” diletakkan di awal kalimat untuk penegasan: benar-benar tidak ada pondasi lain! Hikmat duniawi yang diagungkan oleh jemaat Korintus tidak dapat menggantikan pondasi yang sudah diletakkan Paulus.
Pondasi satu-satunya adalah apa yang memang sudah ada (ton keimenon). Bentuk present participle keimenon menyiratkan apa yang sekarang sudah ada dan akan terus ada pada tempatnya, yaitu Yesus Kristus. Pertanyaannya, Yesus Kristus yang seperti apa? Bukankah sebagian orang memberitakan Yesus tetapi bukan Yesus yang benar (2Kor. 11:4)? Bukankah yang lainnya juga memberitakan “injil yang lain” (Gal. 1:6-7)? Yesus Kristus yang dimaksud Paulus adalah Dia yang disalibkan. 1 Korintus 2:2 “aku memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan”. Bagi jemaat Korintus hal ini adalah kebodohan (1:23), tetapi bagi kita hal ini justru sebagai hikmat dan kuasa Allah (1:24).

Bahan yang dipakai untuk membangun harus tahan lama (ay. 12-15)
Pondasi yang baik saja tidak cukup. Pondasi ini harus terus-menerus dibangun (ay. 10b). Bagaimanapun, kita tidak boleh sembarangan dalam membangun. Salah satu aspek pembangunan yang ditekankan Paulus di sini adalah jenis bahan yang dipakai. Kita harus memperhatikan durabilitas (ketahanan) dari bahan yang dipakai. Enam bahan yang disebutkan Paulus di ayat 12 mewakili dua jenis bahan: yang tahan lama (emas, perak dan batu mulia) dan tidak tahan lama (kayu, rumput kering dan jerami). Kita tidak perlu mencoba menafsirkan arti dari masing-masing bahan ini. Kita juga tidak perlu menghubungkan tiga bahan pertama dengan bangunan bait Allah, sedangkan yang sisanya dengan rumah pribadi, walaupun rujukan tentang jemaat sebagai bait Allah ada di ayat 16-17. Inti dari metafora ini terletak pada durabilitas bahan yang dipakai (apakah tahan ujian atau tidak).

Durabilitas bahan ini berkaitan dengan kualitas pondasi yang ada. Hikmat Allah yang dinyatakan melalui salib merupakan sesuatu yang permanen. Hikmat ini sudah direncanakan sejak kekekalan dan dirancang untuk kemuliaan kita kelak (2:7). Dengan kata lain, hikmat ini dari kekal sampai kekal. Hal ini jelas berbeda dengan hikmat duniawi yang ditekankan jemaat Korintus. Hikmat duniawi sedang dan pasti akan lenyap (1:19-20; 2:6). Pondasi yang kokoh membutuhkan bahan bangunan yang tahan lama.

Alasan lain mengapa bahan yang dipakai harus tahan lama adalah karena setiap bangunan pasti akan mengalami ujian. Waktu (ay. 13 “sekali kelak”) akan menunjukkan apakah suatu bangunan terdiri dari bahan yang baik atau buruk. Waktu ini secara khusus merujuk pada Hari Tuhan (1:8; 3:5; bdk. 1Tes. 5:2, 4; 2Tes. 2:2; 1Kor. 5:5), yaitu hari ketika Tuhan Yesus akan datang kembali dan menghakimi semua orang. Jadi, sekalipun ide tentang penyataan sesuatu (kata dasar phaneroo = “menyatakan”) dalam surat Korintus dapat memiliki makna futuris (4:5; 13:13; 2Kor. 5:10) maupun kekinian (11:19; 14:25), tetapi konteks 1 Korintus 3:10-15 menunjuk pada arti yang pertama.

Dengan menyinggung tentang Hari Tuhan Paulus secara tidak langsung juga menegur sikap jemaat Korintus yang menghakimi pelayanannya. Penghakiman seperti ini tidak valid, karena Hakim yang sesungguhnya adalah Tuhan sendiri. Di pasal 4:3-5 Paulus menegaskan hal ini secara eksplisit dan melarang jemaat Korintus menghakimi sebelum waktunya.

Paulus selanjutnya menjelaskan bahwa pengujian ini menggunakan media “api” (ay. 13). Dalam Alkitab, api dapat menyimbolkan penyucian, penghakiman maupun pengujian. Makna yang terkahir inilah yang ada dalam pikiran Paulus. Ada kemungkinan dia sedang mengingatkan jemaat Korintus tentang peristiwa historis kehancuran kota Korintus pada tahun 146 SM oleh tentara Roma. Peristiwa ini memberi pelajaran berharga tentang bagaimana sebuah bangunan seharusnya didirikan: hanya bangunan yang memakai bahan yang baik yang dapat bertahan dari kehancuran total.

Dalam pengujian ini akan ada dua hasil yang berbeda: yang tahan uji (ay. 14) dan yang tidak tahan uji (ay. 15). Kata “tahan uji” di ayat 14 secara hurufiah berarti “tetap bertahan” (KJV “abide”; NASB “remains”; NIV/RSV “survives”), Bagi yang pekerjaannya bertahan dalam pengujian, maka pembangunnya akan mendapat upah. Pemberian upah tidak berarti meniadakan unsur anugerah. Tuhan memang memberi upah kepada seseorang seturut perbuatannya, tetapi kemampuan orang itu untuk melakukan sesuatu tetap berasal dari Tuhan. Paulus sendiri mengakui bahwa kemampuannya meletakkan pondasi adalah “sesuai dengan kasih karunia yang diberikan Allah” (ay. 10a; bdk. 1:4-5; 3:10; 12:1-11). Allah tetap berhak mendapat kemuliaan dari semua yang kita lakukan, karena Dialah yang mengerjakan kemauan dan kemampuan bagi kita (Flp. 2:13). Bagi Dialah segala kemuliaan (Rm. 11:36)!

Dalam bagian ini Paulus tidak menjelaskan upah apa yang akan diterima oleh pekerja yang baik. Di pasal 4:5b dia baru menjelaskan bahwa upah ini berupa “puji-pujian dari Allah”. Upah ini sekilas tampak kurang berarti dalam konteks modern yang sangat materialistis. Bagaimanapun, jika kita menyadari bahwa kitalah yang seharusnya memberi pujian kepada Allah (bukan Allah yang memuji kita), maka kita dapat memahami betapa istimewanya momen ketika Allah memuji kita dan berkata, “hai hamba yang baik” (Mat. 25:21, 23; Luk. 19:17). Kita juga bisa menghargai upah ini jika kita mengingat bahwa Tuhan tidak harus memberi kita sesuat atas apa yang telah kita lakukan bagi Dia, karena kita hanyalah hamba yang melakukan apa yang harus kita lakukan (Luk. 17:10).

Kemungkinan hasil kedua dalam pengujian adalah kehancuran bangunan (ay. 15). Kita tidak mengetahui dengan pasti apa bentuk konkrit dari “pekerjaannya terbakar” (ay. 15a). Paulus mungkin memikirkan akibat kekinian dalam bentuk hilangnya kesaksian maupun eksistensi dari jemaat Korintus (bdk. ay. 17). Perpecahan yang terjadi dalam jemaat berpotensi membuat gereja tidak dapat memberi teladan hidup kepada masyarakat. Perpecahan bahkan berpotensi menghancurkan eksistensi gereja. Akibat futuris yang dipikirkan Paulus mungkin adalah “kejutan besar di akhir zaman”. Sebagian orang yang tampaknya “Kristen” dan “berhikmat” ternyata kelak justru tidak akan diselamatkan karena mereka memang sebenarnya tidak pernah percaya pada injil yang sejati. Mereka hanya percaya pada injil palsu dan dengan demikian mereka akan terkutuk (Gal. 1:8-9). Fenomena ini akan kita temui di penghakiman terakhir nanti (bdk. Mat. 7:22-23; 25:41-46).

Pekerjaan yang terbakar jelas menyebabkan para pekerjanya menderita kerugian (zomiothesetai, ay. 15b; bdk. 2Kor. 7:9; Flp. 3:8). Jika Paulus memang memikirkan surat kontrak kuno tentang pembangunan rumah, maka kerugian ini dapat berupa “kehilangan bayaran” atau bahkan “menanggung kerugian yang terjadi”. Sesuai konteks ayat 15, kemungkinan pertama tampaknya lebih masuk akal.

Sekalipun pekerjaannya terbakar dan dia mengalami kerugian, tetapi pekerja tersebut tetap akan diselamatkan (ay. 15c). Penambahan kata “sendiri” (autos) did epan kata “ia” mengindikasikan penekanan: pekerjanya tetap selamat! Hanya saja, keselamatan ini seperti orang lolos dari kebakaran. Gambaran yang paling pas untuk hal ini adalah “seperti puntung yang ditarik dari kebakaran” (Am. 4:11). Setiap orang yang sudah menerima Roh Kudus (2:12) dan berada “di dalam Kristus” (3:1), orang itu pasti akan diselamatkan, namun jika dia tidak bekerja dengan baik untuk Tuhan maka dia tidak akan mendapatkan upah di sorga nanti. #




Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 11 Mei 2008

No comments: