06 December 2009

Bagian 1

IMAN KRISTEN VS LEBAY-ISME:
Perspektif Kristen Menyoroti Sesuatu yang Berlebih-lebihan


oleh: Denny Teguh Sutandio



I. PENDAHULUAN DAN PRESUPOSISI
A. Konsep Sekular Mengenai Manusia
Siapa sih manusia? Dunia kita memiliki berbagai konsep tentang siapakah manusia:
1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Tuhan
Di abad modern, asal-usul manusia diperdebatkan. Banyak saintis atheis ber“iman” bahwa manusia itu ada melalui teori evolusi dari kera. Lambat laun, kemajuan zaman membuktikan bahwa teori itu salah. Charles Darwin sendiri, sebagai pencetus teori evolusi, menjelang kematiannya menyadari kesalahannya, namun itu sudah terlambat. Maka di era sesudah zaman modern ini, manusia hampir bisa dipastikan tidak lagi memercayai teori evolusi, namun kembali kepada teori penciptaan. Semua orang dari berbagai agama meyakini bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan. Selain itu, mereka juga meyakini bahwa manusia diciptakan Tuhan secara unik yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya, seperti binatang dan tumbuhan. Oleh karena itulah, manusia disebut sebagai makhluk religius, karena di dalam diri manusia sudah ada bibit Tuhan di dalamnya. Sehingga tidak heran kita melihat kucing tidak bisa berdoa, melainkan manusia yang berdoa.

2. Manusia adalah Makhluk Sosial
Selain sebagai makhluk religius, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia harus bersosialisasi dengan sesama. Mereka pada umumnya tidak mau hidup sendiri, karena mereka membutuhkan orang lain di dalam hidupnya. Di dalam hidup kita, kita menjumpai realitas ini. Seorang anak kecil tidak mungkin bisa melakukan segala sesuatu jika tidak dibantu oleh orangtuanya. Namun sayang, manusia berdosa sering kali menyalahgunakan konsep ini ke dalam dua konsep ekstrem yang tidak bertanggungjawab:
a. Tidak lagi membutuhkan bantuan orang lain ketika seseorang beranjak dewasa
Ketika masih kecil, orang biasanya mengandalkan bantuan orang lain, khususnya orangtua. Mengapa? Karena orang tersebut masih KECIL yang tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, ketika orang tersebut beranjak dewasa, sering kali mereka MERASA tidak lagi membutuhkan bantuan orang lain. Saya menyoroti hal ini dari dua sisi. Dari sisi pertama, hal ini tentu baik. Tidak mungkin seorang dewasa masih membutuhkan bantuan orangtuanya untuk mengganti pakaiannya atau membuatkan susu untuknya. Itu jelas tidak masuk akal. Namun, di sisi lain, karena keberdosaan manusia, maka manusia dewasa sudah merasa mampu berbuat segala sesuatu dan cenderung hampir membuang orang lain yang mau membantunya. Mengapa bisa demikian? Karena mungkin sekali dia trauma dan curiga dengan bantuan orang lain yang belum tentu bertanggungjawab. Hal ini bisa dimaklumi, tetapi tidak boleh diekstremkan. Memang benar bahwa ada orang yang membantu orang lain kadangkala tidak 100% bermotivasi membantu, namun bermotivasi lain yang jahat. Tetapi tidak bisa dibenarkan jika karena alasan ini, maka seseorang membuang semua bantuan orang lain. Itu sama dengan mengeneralisasi segala sesuatu. Hal ini termasuk salah satu lebay-isme yang akan saya bahas di Bagian II. Kembali, orang yang terlalu curiga dan melihat keburukan orang lain biasanya hampir tidak pernah melihat keburukan diri sendiri, yang lebih parah, bukannya tidak mau melihat keburukan diri, malahan menyanjung diri sendiri yang tidak seperti orang lain yang jahat. Inilah dunia kita yang benar-benar mengerikan.
Bukan hanya membuang bantuan orang lain, pendapat orang lain pun dibuangnya. Orang ini bisa mengajari orang lain bahwa semua saran itu ditampung, yang baik diambil, yang buruk dibuang. Namun sayangnya orang yang sama yang mengajari orang lain adalah orang yang tidak mau menerima saran dari orang lain, khususnya saran yang tidak sesuai dengan konsep berpikirnya. Bagi orang ini, konsepnya sendiri yang paling hebat, pandai, dan bijaksana. Meskipun ada beberapa hal yang mungkin benar (ada beberapa konsepnya yang cukup bijaksana), tetapi kesombongannya (baik yang diakui/disadarinya atau tidak) mengakibatkan orang lain akan mencibir dia. Sejujurnya, saya sangat muak dengan orang seperti ini.

b. Membutuhkan bantuan dan membantu orang lain untuk mencari keuntungan bagi dirinya.
Ekstrem kedua adalah ada kecenderungan orang dewasa mungkin membutuhkan bantuan orang lain, namun sayangnya motivasi membutuhkan bantuan itu adalah motivasi jahat, yaitu ingin mencari keuntungan bagi dirinya. Biasanya konsep ini berlaku di banyak perusahaan yang sudah diracuni oleh filsafat materialisme dan humanisme atheis. Biasanya di perusahaan tersebut, bos-bos membutuhkan bantuan dari orang lain khususnya karyawan untuk memajukan perusahaannya. Meskipun hal ini tidak selalu salah, namun sering kali motivasi ini diekstremkan. Dengan bertujuan memajukan perusahaannya, maka tidak jarang bos-bos menekan para karyawannya. Kesejahteraan karyawan ditekan dan hampir dihilangkan, sementara bos-bos hidup dengan enak dan bermewah-mewah. Yang lebih parah lagi, kalau bos “Kristen” yang melakukan hal tersebut.
Bukan hanya membutuhkan bantuan orang lain yang bermotivasi jahat, orang membantu orang lain pun tidak menutup kemungkinan bermotivasi jahat. Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. pernah mengajar hal ini dan memberikan contoh di dalam dunia realitas, yaitu tentang salesman. Meskipun tidak semua saleman bermotivasi jahat, namun banyak salesman bermotivasi tidak beres. Beliau mencontohkan, kalau di mal atau plaza, para salesman bank atau air minum jenis tertentu mempromosikan, maka isi promosinya selalu baik-baik. Misalnya, “kami mau membantu bapak”, “ini untuk kesehatan bapak”, dll. Tetapi benarkah semua isi promosi tersebut bermotivasi baik? Pdt. Sutjipto berkata TIDAK, mengapa? Karena yang mereka inginkan bukan mau membantu kita, tetapi ingin membantu si penjual dan perusahaan di tempat si penjual bekerja. Di balik kata-kata “kami mau membantu bapak”, sebenarnya terkandung makna, “kami mau membantu bapak sejauh/asalkan bapak membantu kami.” Empat kata di belakang yang saya garis bawahi di atas tidak disebutkan, mengapa? Karena justru itulah yang merupakan realitas asli si salesman.




B. Konsep Alkitab Mengenai Manusia
Jika konsep dunia hanya mengerti manusia secara umum, maka Kekristenan jauh lebih mengerti konsep manusia dengan lebih limpah. Selain diciptakan oleh Tuhan, Alkitab mengajar satu prinsip penting tentang manusia yaitu manusia adalah dari Allah, oleh Allah, dan untuk Allah. Artinya:
1. Manusia: dari Allah
Pertama, manusia adalah dari Allah. Artinya, manusia itu diciptakan oleh Allah. Apakah cukup konsep ini? TIDAK. Manusia itu dari Allah, bukan sekadar manusia diciptakan oleh Allah, namun juga keseluruhan hidupnya adalah dari Allah. Nafasnya dari Allah, tubuhnya dari Allah, kepandaian dan kebijaksanaannya dari Allah, dll. Karena segala sesuatu di dalam diri manusia adalah milik Allah, maka sesungguhnya TIDAK ada satu manusia pun yang boleh membanggakan diri atas apa pun yang dimilikinya. Di dalam prinsip theologi Reformasi dan Reformed, konsep ini disebut Sola Gratia (hanya oleh anugerah Allah). Meskipun konteks prinsip theologi ini berlaku untuk doktrin keselamatan, namun konsep ini sebenarnya juga berlaku bagi seluruh aspek kehidupan Kristen. Inilah bedanya theologi yang berpusat kepada Allah vs “theologi” yang berpusat kepada manusia (meskipun seolah-olah kelihatannya berpusat kepada Allah). Perbedaan ini bukan sekadar perbedaan konsep doktrinal, namun juga memengaruhi perbedaan gaya hidup dan kehidupan sehari-hari. Orang yang beriman beres yang memusatkan hidupnya hanya kepada Allah akan terus-menerus menyadari bahwa apa pun di dalam diri dan hidupnya adalah dari Allah, anugerah Allah, sehingga ia tidak akan berani memegahkan dirinya sendiri atau bahkan menyanjung diri sendiri lebih hebat dari orang lain. Jika ia melayani Tuhan bahkan secara penuh waktu baik sebagai penginjil, pendeta, dll, ia terus menyadari bahwa pelayanan yang dilakukannya adalah dari Allah, hanya oleh anugerah-Nya saja. Hal ini mengakibatkan kita makin rendah hati hidup dan melayani-Nya. Perhatikan bagaimana Alkitab mengajar hal ini dengan begitu jelas melalui teladan hidup seorang rasul Kristus yang paling tersohor, yaitu Rasul Paulus. Paulus adalah seorang rasul Kristus yang sangat brilian, namun rendah hati. Orang seperti ini makin jarang kita jumpai di abad postmodern. Biasanya kita menjumpai orang yang rendah hati namun bodoh atau orang yang sangat brilian namun sombongnya bukan main atau yang lebih parah lagi sudah bodoh, sombong pula, heheheJ. Kembali, ketika kita melihat pengajaran Paulus di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, kita akan makin merasakan kerendahan hati yang dia tunjukkan di dalam hidup dan pelayanan-Nya. Semuanya itu bisa dilakukannya karena Paulus menyadari bahwa segala sesuatu baik hidup dan pelayanannya adalah anugerah Allah. Maka dapat disimpulkan bahwa: konsep anugerah di dalam doktrin keselamatan yang Paulus tekankan memengaruhi konsep anugerah di dalam kehidupannya sehari-hari dan terakhir memengaruhi kerendahan hati yang dimilikinya. Mari kita telusuri pengajaran dan kehidupan Paulus ini.
Di dalam Roma 3:23-24, dengan jelas Paulus mengajar, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Di ayat 24 ini, Paulus TIDAK mengatakan, “dan oleh kasih karunia dan perbuatan baik telah dibenarkan dengan cuma-cuma…” Jika Paulus mengatakan bahwa kita dibenarkan melalui anugerah dan perbuatan baik, maka ia tidak konsisten, karena ia menyebutkan “dengan cuma-cuma.” Pernyataan “dengan cuma-cuma” (King James Version, International Standard Version, Revised Version, Modern King James Version, dan beberapa terjemahan Inggris lainnya menerjemahkannya: freely) menyatakan bahwa tidak ada sesuatu di dalam diri manusia yang bisa berkenan di hadapan Allah sehingga Allah membenarkan manusia. Tetapi puji Tuhan, Paulus adalah rasul Kristus yang konsisten, maka ia mengatakan bahwa kita dibenarkan dari dosa-dosa kita oleh anugerah Allah dengan cuma-cuma. Jadi, meskipun tidak ada tambahan kata “saja” atau “hanya” di ayat 24 ini, artinya tetap sama, yaitu kita dibenarkan oleh Allah oleh anugerah Allah (bukan melalui perbuatan baik atau ditambah perbuatan baik). Mengapa bisa sama? Karena ada pernyataan terakhir di ayat 24, “dengan cuma-cuma.”
Konsep anugerah di dalam doktrin keselamatan yang Paulus ajarkan memengaruhi konsep anugerah di dalam kehidupan sehari-harinya. Di dalam Roma 7:1-25, kita membaca penjelasan Paulus secara panjang lebar kaitan antara hukum (Taurat) dengan dosa yang membelenggu kehidupan Paulus dan manusia. Dengan adanya hukum tidak menjamin manusia tidak berdosa, bahkan mungkin sekali bisa mengakibatkan manusia lebih sering berdosa. Mengapa demikian? Karena hukum diberikan bukan untuk menjamin manusia tidak berdosa, namun sebagai standar moral tentang apa yang baik dan jahat. Ringkasan semua pergumulan ini diungkapkan Paulus di ayat 24-25, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.”
Dan terakhir, semua konsep anugerah ini mengakibatkan Paulus makin rendah hati di dalam hidup dan pelayanannya. Dengan kata lain, ia bermegah hanya di dalam Tuhan. Konsep bermegah di dalam Tuhan ini saja ditekankan 2x oleh Paulus di dalam surat Korintus. Di dalam 1 Korintus 1:31 (bdk. 2Kor. 10:17), Paulus mengutip Yeremia 9:24, “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” Sebenarnya di dalam Yeremia 9:23-24, Tuhan berfirman, “Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN."” Di dalam dua ayat ini, Tuhan membawa kita untuk melihat tiga kehebatan manusia yang sering manusia banggakan lalu dikontraskan dengan kedahsyatan Allah. Tiga kehebatan manusia itu adalah: kebijaksanaan, kekuatan, dan kekayaan. Ketiga kehebatan manusia itu dianggap sampah oleh Tuhan, karena Allah adalah Allah yang jauh melebihi ketiga kehebatan tersebut (bdk. 1Kor. 1).
Sedangkan orang (bahkan tidak menutup kemungkinan banyak orang “Kristen” di dalamnya) yang memusatkan hidupnya pada filsafat manusia berdosa selalu memiliki konsep berpikir, gaya hidup, dan pola hidup duniawi. Jangan heran, biasanya orang ini selalu menampilkan kehebatan diri karena melebihi orang lain. Kalau pun orang lain tidak mau mengakui kelebihannya, ia akan menonjolkan dan menyanjung diri. Sebenarnya orang ini sangat mengasihankan dan perlu dirawat di rumah sakit karena mungkin orang ini mengidap penyakit narsis yang susah disembuhkan, heheheJ
Bagaimana dengan kita sendiri? Kita telah mempelajari teladan hidup Paulus yang rendah hati karena dipengaruhi oleh konsep anugerah dalam keselamatan dan kehidupan sehari-hari. Apa yang menjadi respons kita? Apakah kita terlalu banyak mengamini konsep anugerah di dalam doktrin keselamatan yang telah kita pelajari baik dari buku maupun kuliah theologi, namun tidak lagi mengamini dan mengaplikasikan konsep anugerah itu di dalam kehidupan kita sehari-hari? Yang paling menakutkan adalah orang Kristen bahkan hamba Tuhan yang sudah kuliah theologi bahkan bergelar theologi, kemudian tidak lagi rendah hati karena merasa sudah tahu banyak theologi.

2. Manusia: oleh Allah
Setelah menyadari bahwa hidup umat Tuhan adalah anugerah Allah, maka orang Kristen harus menyadari juga bahwa hidupnya itu oleh Allah. Berarti segala sesuatu di dalam hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan ada di dalam kontrol Allah yang berdaulat. Kontrol Allah yang berdaulat ini TIDAK mengakibatkan manusia menjadi robot. Kontrol Allah yang berdaulat tetap mengizinkan bahkan menuntut tanggung jawab manusia jika manusia tidak taat kepada-Nya. Kontrol Allah yang berdaulat juga menuntun kita untuk TIDAK berfokus pada kehendak kita, tetapi lebih kepada Allah dan kehendak-Nya yang berbeda dari kehendak kita. Hal ini membuat kita pun tidak sombong dan terus berpaut kepada-Nya, karena segala hal yang kita pikirkan, katakan, dan perbuat yang tidak kita duga sebelumnya dan yang memuliakan-Nya adalah hasil karya Allah yang berdaulat. Mari kita simak contoh nyatanya di dalam Alkitab. Setelah menjelaskan bahwa kita harus bermegah di dalam Tuhan (1Kor. 1:31), Paulus langsung mengimplikasikan contohnya melalui apa yang ia perbuat di dalam 1 Korintus 2:1-5, “Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.” Paulus menyadari bahwa segala perkataan dan tindakannya adalah murni Allah yang berkarya.
Bukan hanya perkataan dan tindakan, di dalam pelayanan pun, Paulus mengalami cara kerja Allah yang di luar dugaannya. Perhatikan kisahnya di dalam Kisah Para Rasul 16:5-10, “Demikianlah jemaat-jemaat diteguhkan dalam iman dan makin lama makin bertambah besar jumlahnya. Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka. Setelah melintasi Misia, mereka sampai di Troas. Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya, katanya: “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” Setelah Paulus melihat penglihatan itu, segeralah kami mencari kesempatan untuk berangkat ke Makedonia, karena dari penglihatan itu kami menarik kesimpulan, bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana.” Di dalam 5 ayat ini, ada dua kali dikatakan bahwa Roh Kudus (atau Roh Yesus) mencegah atau tidak mengizinkan mereka (Paulus dan Silas). Berarti, kehendak Paulus dan Silas yang ingin memberitakan Injil di daerah Asia dilarang oleh Roh Kudus. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah bertanya, mengapa Roh Kudus melarang/mencegah orang memberitakan Injil. Dari jawaban beliau, saya menangkap satu kesimpulan bahwa alasannya adalah karena Roh Kudus jauh lebih mengerti ketimbang apa yang manusia mengerti. Mengutip Pdt. Dr. Stephen Tong, Roh Kudus mengetahui bahwa jika Petrus yang diutus ke daerah Eropa, maka ia tidak akan bisa berkhotbah dan berdebat dengan orang-orang di sana, karena Petrus bukan orang yang menguasai filsafat Yunani, sedangkan Paulus adalah rasul Kristus yang menguasai filsafat Yunani, sehingga ia bisa berdebat dan beradu argumen di dalam penginjilan kepada orang-orang Yunani di Atena (Kis. 17:16-34).
Bagaimana dengan kita? Masihkah hidup kita difokuskan hanya bagi diri sendiri, meskipun kita mengklaim diri “Kristen” bahkan aktivis gereja? Orang Kristen yang beres selain menyadari bahwa hidupnya dari Allah, ia harus menyadari bahwa hidupnya oleh Allah. Artinya, ia harus merelakan hidupnya terus diproses oleh Allah untuk menggenapkan kehendak-Nya. Merelakan hidup diproses-Nya membutuhkan suatu kerelaan hati dan kesiapan hati melihat cara kerja Allah yang jauh melampaui cara kerja manusia. Cara kerja manusia biasanya selalu statis, namun tidak demikian dengan cara kerja Allah. Cara kerja Allah meskipun didasarkan pada rencana kekal-Nya, Ia bekerja dengan cara dinamis bagi umat-Nya. Hubungan Allah dengan umat-Nya tidak didasarkan pada hubungan statis, namun dinamis. Ini bukan hanya konsep saja, saya sendiri mengalami apa yang dikerjakan Allah benar-benar mencengangkan bagi saya dan di luar pikiran saya. Kadang Ia mendadak mencerahkan saya beberapa prinsip dan membentuk saya. Itu semua di luar kendali saya. Tetapi JANGAN pakai alasan ini, lalu menerapkan semuanya secara tidak bertanggungjawab di dalam struktur organisasi. Ada hamba Tuhan yang suka mengutip perkataan Pdt. Dr. Stephen Tong tentang “dinamis”, lalu menerapkannya di dalam struktur organisasi, akibatnya, hampir tidak ada bedanya antara dinamis dengan tidak ada rencana atau bahkan lupa. Gereja memang tidak boleh memutlakkan struktur organisasi lebih daripada pentingnya Firman, tetapi tidak berarti struktur organisasi bisa seenaknya sendiri dipermainkan (apalagi dengan rasionalisasi: “dinamis”). Seorang rekan saya yang adalah pendeta yang bertheologi Reformed dari Gereja Bethel Tabernakel mengeluh kepada saya bahwa ia sangat sulit mengundang hamba Tuhan dari gereja tertentu yang berdenominasi Reformed karena ia pernah mengundang hamba Tuhan tertentu dari gereja tersebut namun mendadak hamba Tuhan itu menelpon rekan saya ini untuk membatalkannya. Ada juga hamba Tuhan di gereja yang berdenominasi Reformed tersebut yang mengaku kepada saya bahwa ia pernah diundang berkhotbah di sebuah kampus Kristen terkenal di Surabaya dan ia menyanggupinya. Undangan itu sudah dia terima cukup lama, namun mendadak karena urusan organisasi gereja yang mengharuskan ia mengutamakan pelayanan di gereja di tempat dia melayani, maka undangan berkhotbah di kampus Kristen tersebut terpaksa dibatalkan. Dalam hal ini, saya TIDAK menyalahkan si hamba Tuhan, tetapi menyalahkan struktur organisasi yang tidak beres dan egois! Apakah ini yang dinamakan dinamis? Atau sebenarnya tidak ada rencana atau bahkan mungkin lupa? Saya ngeri melihat beberapa orang Kristen bahkan Reformed (bahkan ada juga hamba Tuhan dan anak majelis/pengerja gereja) yang sembarangan memakai istilah agung demi keuntungannya sendiri (baik disengaja maupun tidak disengaja). Belajarlah untuk tidak mengkambinghitamkan istilah-istilah agung di dalam rohani, seperti: bergumul, dinamis, dll untuk menutupi ketidakbertanggungjawaban dan nafsu diri yang berdosa! Jika lupa, katakan lupa, jangan pakai alasan “dinamis.” Kalau memang itu hasrat diri yang berdosa yang ingin cari pasangan hidup yang beda agama, bicaralah terus terang dan jujur, jangan pakai istilah “lagi bergumul.” Yang seperti itu tidak perlu bergumul, karena jelas-jelas melawan Alkitab! Bergumul adalah tindakan seseorang yang sudah tahu kebenaran dan siap berisiko di dalam kebenaran itu, tetapi masih ingin berjuang melawan nafsu diri yang berdosa yang terus merayunya. Nah kalau di dalam diri orang tertentu tidak mau berjuang melawan nafsu diri yang berdosa, malahan ingin masuk ke dalamnya (dengan alasan cocok), ya, tidak usah pakai istilah “bergumul” lah, itu benar-benar memalukan dan menjijikkan! Orang Kristen khususnya yang mengklaim diri Reformed, belajarlah mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang dikatakannya, jangan meniru orang-orang postmodern yang seenaknya sendiri mempergunakan perkataan tanpa mengerti arti di balik perkataan itu.

3. Manusia: untuk Allah
Manusia yang hidupnya difokuskan pada rencana dan kehendak-Nya, maka secara otomatis, hidupnya hanya difokuskan untuk memuliakan-Nya. Ini adalah tujuan akhir manusia Kristen yang normal. Mengutip perkataan Pdt. Erastus Sabdono, D.Th. di dalam judul artikelnya di website GBI Rehobot: Manusia yang Normal bagi Allah, maka manusia Kristen bisa disebut normal tatkala mereka hidup bagi Allah, bukan bagi diri sendiri. Jangan berani mengklaim diri Kristen apalagi Reformed, kalau hidupnya masih untuk diri sendiri. Bagaimana memiliki kehidupan yang diperuntukkan untuk kemuliaan Allah?
a) Menyadari Status Kita
Hidup yang memuliakan-Nya didasarkan pada kesadaran kita bahwa siapakah kita sebenarnya di hadapan-Nya. Alkitab mengajarkan bahwa kita adalah manusia yang dicipta segambar dan serupa dengan-Nya, namun manusia ini telah berdosa dan rusak total, sehingga tidak ada jalan lain bagi manusia untuk diselamatkan. Allah dalam kedaulatan dan keadilan-Nya seharusnya menghukum semua manusia akibat dosa, namun karena kasih-Nya, Ia rela mengasihi manusia yang telah dipilih-Nya untuk diselamatkan-Nya dengan mengutus Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dosa-dosa manusia pilihan-Nya, sehingga mereka dibenarkan di hadapan Allah dan memperoleh keselamatan kekal. Setelah diselamatkan oleh penebusan Kristus, Roh Kudus diutus untuk mengefektifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati umat pilihan-Nya agar mereka bertobat dan menjadi percaya. Karya keselamatan inilah yang mengakibatkan kita bukan lagi berada di dalam status kegelapan (anak setan), melainkan menjadi anak-anak terang yang dipilih Allah sebelum dunia dijadikan. Karya keselamatan ini pula yang mengakibatkan kita terus berusaha hidup untuk Allah saja sebagai respons ucapan syukur kita atas anugerah-Nya.

b) Berkomitmen Menyerahkan Seluruh Hidup Kita bagi Kemuliaan-Nya
Setelah menyadari status kita, langkah kita selanjutnya adalah kita berkomitmen menyerahkan seluruh hidup kita bagi kemuliaan-Nya. Berarti, kita bukan hanya menyadari status kita dan terlena di dalamnya, namun kita bangkit dan terus berusaha hidup bagi kemuliaan-Nya dengan menyerahkan seluruh hidup kita dipakai bagi kemuliaan-Nya. Dengan demikian, Allah lah yang berdaulat menguasai hidup kita sehari-hari melalui firman-Nya, Alkitab dan pimpinan Roh Kudus. Pdt. Thomy J. Matakupan, M.Div. di dalam salah satu kuliahnya tentang Surat Ibrani di Sekolah Theologi Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika pernah berujar bahwa orang Kristen paling mudah memercayai Allah sebagai Pencipta, namun sangat sulit memercayai Allah sebagai Pemelihara. Mengapa? Karena penciptaan Allah tidak ada kaitannya dengan hidup sehari-hari, namun pemeliharaan Allah sangat berkaitan secara langsung dengan hidup sehari-hari. Ketika pemeliharaan Allah sangat berkaitan secara langsung dengan hidup kita sehari-hari, maka kita menjadi pribadi yang benar-benar egois. Keegoisan kita ditandai dengan tindakan kita marah jika Tuhan menguasai hidup kita. Mungkin kita tidak berani secara eksplisit mengatakannya, karena kita sungkan mengakuinya. Namun sadar atau tidak sadar, iblis terus merayu kita untuk tidak lagi mengizinkan Allah berdaulat atas hidup kita dan kita pun dengan mudahnya terpengaruh oleh bujuk rayu iblis tersebut. Mengapa bisa demikian? Karena kita percaya bahwa hidup kita diatur oleh kita sendiri. Hal tersebut tidak akan terjadi jika pertama-tama kita menyadari status kita (bdk. poin a di atas). Namun sayangnya, kita yang tidak mengakui pemeliharaan Allah adalah orang Kristen yang sebenarnya tidak menyadari statusnya atau mungkin sekali orang “Kristen” palsu yang sedang menyamar sebagai pengikut Kristus di dalam gereja. Berwaspadalah!

c) Berusaha Mematikan Kehendak dan Kemuliaan Diri demi Kemuliaan-Nya
Setelah kita berkomitmen menyerahkan hidup kita bagi kemuliaan-Nya, maka langkah selanjutnya adalah kita berusaha mematikan kehendak dan kemuliaan diri demi kemuliaan-Nya. Mematikan kehendak dan kemuliaan diri tidak berarti kita menghilangkan kehendak kita sama sekali, sehingga kita tidak memiliki kehendak. Jangan dibodohi oleh agama Timur. Jika ada orang yang mengatakan bahwa ia tidak memiliki kehendak apa pun, di titik pertama, orang tersebut secara tidak sadar sedang memiliki kehendak untuk mengatakan bahwa ia tidak memiliki kehendak apa pun. Suatu kontradiksi pemikiran yang lucu dan memalukan! Mematikan kehendak dan kemuliaan diri identik dengan menyangkal diri. Pdt. Dr. Stephen Tong dengan tepat sekali mendefinisikan menyangkal diri sebagai tindakan mencintai apa yang Tuhan cintai dan membenci apa yang Tuhan benci. Ketika kita telah dan terus-menerus berkomitmen menyerahkan hidup kita bagi kemuliaan-Nya, maka secara otomatis, hati kita terus dibakar oleh api Roh Kudus untuk makin mencintai apa yang Tuhan cintai dan membenci apa yang Tuhan benci. Di saat itu pulalah, dengan bantuan Roh Kudus, kita terus-menerus mampu mematikan kehendak kita yang melawan-Nya dan juga mematikan kemuliaan diri kita agar kemuliaan dan kehendak-Nya sajalah yang diutamakan. Mematikan kehendak dan kemuliaan diri memang tidak mudah. Mengapa? Karena dunia kita sedang meracuni kita dengan ide berpikir positif dan pengembangan diri yang selalu berorientasi pada kehebatan manusia. Oleh karena itu, Roh Kudus terus membimbing kita untuk bisa mematikan kehendak dan kemuliaan diri melalui firman Allah (Alkitab) dan pimpinan-Nya setiap hari dalam hidup kita. Yang menjadi tugas kita selanjutnya adalah peka terhadap pimpinan Roh Kudus dan rajin membaca Alkitab. Itulah cara bagaimana kita terus berusaha mematikan kehendak dan kemuliaan diri.

No comments: