10 May 2009

Roma 15:4-7: KESATUAN JEMAAT-1: Dasar

Seri Eksposisi Surat Roma:
Menjadi Berkat Bagi Sesama-3


KESATUAN JEMAAT-1: Dasar

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 15:4-7



Setelah menjelaskan bahwa sesama jemaat harus saling menguatkan, maka Paulus menjabarkan ide dasarnya yaitu kerukunan antar jemaat. Jemaat yang saling menguatkan harus dilatarbelakangi dengan kerukunan antar jemaat. Jemaat yang tidak rukun satu sama lain tidak mungkin menghasilkan sikap saling menguatkan, karena jemaat tersebut tidak saling mengenal satu sama lain. Di zaman postmodern, ide kerukunan juga ditekankan, tetapi apakah ide kerukunan ala Alkitab sama dengan ide kerukunan ala postmodern? MUTLAK BERBEDA! Di mana letak perbedaannya? Dalam keempat ayat yang akan kita bahas ini, kita akan mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kerukunan antar sesama jemaat yang Alkitab ajarkan.


Kerukunan antar jemaat dimulai dengan presuposisi bahwa kita bersama berpegang pada pengharapan yang sama di dalam Kristus. Hal ini diajarkan Paulus di ayat 4, “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci.” Pernyataan “segala sesuatu yang ditulis dahulu” di dalam New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible ditafsirkan sebagai kitab Perjanjian Lama yang dituliskan di bawah providensia/pemeliharaan Allah bermanfaat bagi orang Kristen sebagai dasar pendirian Perjanjian Baru (hlm. 1836). Kemudian, NIV Spirit of the Reformation Study Bible memberikan ayat referensi Roma 4:23, 24 sebagai dasar mengerti Roma 15:4 ini. Roma 4:23, 24, “Kata-kata ini, yaitu "hal ini diperhitungkan kepadanya," tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati,” Secara konteks, Roma 4 berbicara mengenai iman Abraham. Karena Abraham dibenarkan karena imannya, maka itu juga berlaku bagi kita sebagai umat pilihan yang percaya kepada Allah yang telah membenarkan kita melalui penebusan Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Hal inilah yang dimaksudkan Paulus di ayat 4 bahwa apa yang telah dituliskan dahulu (PL) bermanfaat untuk mengajar kita sekaligus mengarahkan kita kepada penggenapannya di dalam Perjanjian Baru. Tidak hanya berhenti di sini saja, Paulus juga mengajar bahwa dari situ, kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Teks Yunani dan NIV menerjemahkan bahwa melalui ketekunan/ketabahan dan penghiburan (NIV: encouragement/dorongan), kita mempunyai pengharapan. Dengan kata lain, ketekunan dan penghiburan/dorongan dari PL membawa kita terus menuju kepada pengharapan yang kita miliki. Pengharapan inilah yang membawa kita kepada Kristus sebagai satu-satunya sumber pengharapan yang sejati. Satu pengharapan di dalam Kristus mengakibatkan sesama umat Tuhan memiliki kerukunan sejati. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memiliki satu pengharapan sejati yaitu di dalam Kristus di dalam gereja Tuhan?
Ketekunan dan penghiburan bukan hanya dari Kitab Suci, Paulus menjelaskan di ayat 5, “Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus,” Di ayat ini, Paulus tidak hanya mengajar bahwa Kitab Suci memberi ketekunan dan penghiburan kepada kita, tetapi Allah sendirilah yang sebenarnya memberi kita ketekunan dan penghiburan (NIV menerjemahkan, “May the God who gives endurance and encouragement...”) King James Version (KJV) menerjemahkannya dengan mengaitkan Allah sebagai Ketekunan dan Penghiburan (“Now the God of patience and consolation”) Terjemahan teks Yunani sama dengan terjemahan KJV di atas. Meskipun terdapat sedikit perbedaan pernyataan di ayat 5a, maksud utama Paulus tentu tidak berbeda, yaitu hanya Allah saja yang mampu memberikan ketekunan/ketabahan dan penghiburan/dorongan kepada umat-Nya. Di kala umat-Nya mengalami masalah, Allah adalah Allah yang setia yang tekun dan mendorong (memberi kekuatan kepada) umat-Nya, sehingga mereka mengalami kemenangan demi kemenangan di dalam Kristus. Ketika Allah memberi kemenangan kepada kita di dalam setiap masalah, itu bukan karena kehebatan kita, tetapi karena anugerah Allah. Meskipun Allah tidak memberikan kemenangan kepada kita salah satunya berupa jalan keluar, Ia pasti memberikan kemenangan kepada kita melalui cara lain yang tidak pernah kita pikirkan. Lalu, apakah berarti Allah yang adalah Ketekunan dan Penghiburan itu hanya dimiliki oleh orang Kristen secara individual? TIDAK. Paulus menambahkan penjelasannya yaitu bahwa Allah yang adalah Ketekunan dan Penghiburan itulah yang juga mengaruniakan kerukunan kepada kita, sesuai kehendak Kristus Yesus. NIV menerjemahkan, “...give you a spirit of unity among yourselves as you follow Christ Jesus.” (=...memberikan kepada kita roh kesatuan di antara kamu karena/sambil kamu mengikut Kristus Yesus.) KJV menerjemahkan, “...grant you to be likeminded one toward another according to Christ Jesus:” (=...memberikan kepada kita pikiran yang sama satu sama lain menurut Kristus Yesus:) Teks Yunani menerjemahkannya, “...semoga memberikan kepadamu yang sama untuk mempunyai pikiran (satu dengan yang lain) menurut Kristus Yesus,” (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 873) Dengan kata lain, Allah yang adalah Ketekunan dan Penghiburan bukan menjadi jaminan bagi keegoisan orang Kristen di dalam memecahkan masalahnya sendiri, tetapi sebagai jaminan agar sesama umat Tuhan hidup rukun. Hidup rukun dalam terjemahan LAI ini diterjemahkan sebagai hidup bersatu/roh persatuan (NIV), sehati sepikir (KJV), pikiran yang sama (terjemahan dari teks Yunani). Dengan kata lain, kerukunan antar jemaat ditandai dengan semangat persatuan di dalam tubuh Kristus yang ditandai dengan sehati sepikir dan semuanya itu harus menurut Kristus Yesus. Jadi, ada dasar dari persatuan yaitu ketekunan dan pengharapan/dorongan dari Allah ditambah tujuan dan fokus dari persatuan yaitu Tuhan Yesus Kristus. Persatuan yang tidak memenuhi kedua unsur ini bukanlah persatuan yang Alkitab inginkan. Dengan kata lain, semangat oikumene ala postmodern di tengah-tengah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bukan semangat persatuan yang Alkitab inginkan, karena semangat ini tidak berfokus kepada Kristus. Gereja-gereja yang mengakui finalitas Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat bisa disamakan dengan gereja-gereja yang mengakui relativitas karya Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat, lalu katanya ini persatuan? TIDAK! Ini persatuan fenomenal yang tidak pernah dikehendaki Tuhan. Ingatlah, gelap dan terang MUTLAK TIDAK bisa bersatu! Jangan pernah mempersatukan gereja yang beres dengan gereja yang tidak beres! Itu jelas menyalahi unsur fokus dari persatuan yaitu Kristus Yesus. Yang benar adalah sesama umat pilihan Tuhan bersatu padu di dalam iman yang beres kepada dan di dalam Kristus saling bersatu dan menguatkan. Di situlah kerukunan dan kesatuan sejati dibangun di atas dasar dan fokus yang benar. Sudahkah kita membangun kesatuan di atas dasar dan fokus yang benar?


Lalu, apa wujud dari persatuan di dalam Kristus itu? Paulus menjabarkannya di dalam dua ayat, yaitu ayat 6 dan aplikasi praktisnya di ayat 7. Di ayat 6, Paulus mengajarkan, “sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus.” Dengan lebih tajam lagi, Paulus mengajar bahwa inti persatuan bukan kompromiisme tetapi kemuliaan Allah. Di poin ini, ia membedakan persatuan dari perspektif Alkitab dengan perspektif dunia. Alkitab mengajarkan bahwa persatuan dibangun dan sangat memperhatikan unsur kebenaran hakiki (Truth) di dalam dan di atasnya, yaitu Allah dan kemuliaan-Nya. Allah dimuliakan ketika umat pilihan-Nya bersatu bersama-sama di dalam iman yang beres di dalam dan kepada Kristus menggenapkan tugas panggilan-Nya, yaitu memperluas dan memberitakan Kerajaan-Nya di muka bumi ini. Umat pilihan-Nya berasal dari semua denominasi gereja, yang terpenting adalah sungguh-sungguh beriman kepada Kristus. Sedangkan dunia mengajarkan persatuan dengan menitikberatkan pada dosa dan kehendak manusia. Matthew Henry di dalam Matthew Henry’s Commmentary on the Whole Bible menjelaskan persatuan versi dunia ini sama seperti persatuan yang dibangun manusia berdosa ketika membangun Menara Babel (Kej. 11:6) dan persatuan ini disebut oleh Matthew Henry sebagai persatuan yang melawan Kristus. Apa semboyan utama persatuan ala duniawi (meskipun di“baptis” dalam nama “yesus”)? Matthew Henry menuturkannya, “Let Christ Jesus be the centre of your unity. Agree in the truth, not in any error.” (=Biarlah Kristus Yesus menjadi pusat dari kesatuan kita. Setuju di dalam kebenaran, tidak setuju di dalam segala kesalahan.) Di balik semboyan ini, meskipun setuju kepada/di dalam kebenaran, sebenarnya bukan kebenaran hakiki yang dimaksud, tetapi kebenaran yang cocok dengan dirinya. Dari mana saya tahu? Karena kalimat selanjutnya berbunyi, “not in any error.” Berarti yang penting berpusat kepada Kristus, ajaran apa pun yang sama (berpusat kepada Kristus) marilah kita setujui, sedangkan yang tidak sama tidak perlu kita setujui bahkan tidak perlu kita pedulikan. Hal ini ada sedikit unsur yang benar, yaitu hal-hal sekunder tidak perlu kita perdebatkan (bdk. Rm. 14), tetapi di sisi lain, hal ini bisa berbahaya. Logika ini sangat tidak masuk akal. Sebuah iman yang sungguh-sungguh berpusat kepada Kristus, doktrin-doktrin yang dibangunnya pasti berasal dari Kristus, oleh Kristus, dan bagi Kristus (Rm. 11:36). Dengan kata lain, dari awal sampai akhir sebuah doktrin dari iman ini pasti bersumber kepada Kristus. Sehingga, adalah hal yang mustahil jika ada suatu iman yang katanya mengaku berpusat kepada Kristus, tetapi doktrin keselamatannya sangat antroposentris (berpusat pada manusia). Dengan demikian, bisakah gereja-gereja yang orthodoks yang mengakui finalitas karya Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat bisa bersatu dengan gereja-gereja “liberal” yang secara implisit menolak finalitas Kristus? Jika bisa, persatuan ini di titik pertama telah menyalahi hakikat persatuan yang utama yaitu kemuliaan Allah, karena persatuan ini telah merusak kemuliaan Allah.

Bukan hanya berfokus kepada kemuliaan Allah saja, persatuan juga ditandai dengan kesehatian umat Tuhan. Hal ini ditandai dengan penggunaan pernyataan, “dengan satu hati dan satu suara...” di ayat 6 ini. Ketika umat Tuhan sehati sepikir bersatu memuliakan Allah, di saat itulah terjadi persatuan sejati. Sayang, umat Tuhan dewasa ini sangat terpecah. Mereka lebih mementingkan golongan gereja dan doktrin sendiri lalu menghina doktrin lain sebagai “tidak ada ‘roh kudus’.” Mereka tidak lagi berpusat kepada Kristus dan Kebenaran-Nya, tetapi pada denominasi. Akibatnya, tidak usah heran, beberapa golongan Kristen termasuk gereja dan lembaga pendidikan “Kristen” telah memblacklist kegiatan penginjilan yang diselenggarakan oleh lembaga tertentu yang beres dengan alasan takut, gerejanya dicuri oleh lembaga ini. Memang terdengar aneh, sebuah sekolah “Kristen” menolak kegiatan penginjilan, sedangkan banyak sekolah negeri mendukung kegiatan penginjilan. Berarti, yang lebih beres itu sekolah “Kristen” atau sekolah negeri? Bertobatlah hai sekolah-sekolah “Kristen” yang berani melarang penginjilan! Sudah saatnya orang Kristen bangun dari tidur. Bangun dari keberpihakan pada lembaga atau denominasi gerejanya masing-masing. Bangun dari ketiduran akan filsafat-filsafat dunia yang berdosa yang mengarahkan orang-orang Kristen kepada humanisme atheis! Bangun dan berdirilah tegak, bersatu padu, sehati sepikir, dan bersama-sama memuliakan Allah dengan menggenapkan kehendak-Nya! Bangun untuk mempersiapkan diri dengan belajar Alkitab baik-baik dan memberitakan Injil demi memperluas Kerajaan-Nya! Jangan ditipu oleh setan yang memakai beberapa sekolah “Kristen” menolak penginjilan! Lawanlah iblis dan matikan siasatnya! Berjuang dan bersatulah menegakkan dan menggenapkan kehendak-Nya sesuai dengan firman-Nya.


Lalu, bagaimana aplikasi praktis ayat 6? Di ayat 7, ia menjelaskan, “Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah.” Wujud dari kita sehati sepikir memuliakan Allah adalah dengan kita menerima satu sama lain demi kemuliaan-Nya. Kita menerima satu sama lain itu seperti Kristus telah menerima kita. Berarti, sebagaimana Kristus telah menerima kita saat kita masih berdosa, maka kita pun harus berlaku hal yang sama, menerima umat Tuhan yang lain untuk bersama-sama bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah dan memuliakan-Nya. Kadang kala kita terlalu egois. Ketika kita mengetahui bahwa ada orang Kristen dari gereja lain yang ekstrem, kita langsung masa bodoh dan menghina mereka. Seharusnya kita tidak perlu demikian. Kita harus membimbing mereka yang dari gereja yang kurang bertanggungjawab agar mereka bisa bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah dengan bertanggungjawab sesuai firman-Nya. Kita bisa mengajak mereka bersama-sama bertumbuh di dalam firman Tuhan, lalu kita bersama-sama pula memuliakan Allah. Lagi-lagi, Paulus menekankan fokus dari tindakan ini adalah kemuliaan Allah. Allah dimuliakan ketika kita memiliki satu hati, visi, pikiran, misi, tujuan, dan gerak dengan umat Tuhan lain. Sudahkah kita memiliki satu hati, visi, pikiran, misi, tujuan, dan gerak yang hanya berpusat kepada Allah dan demi kemuliaan-Nya?


Setelah kita merenungkan empat ayat di atas, apa yang menjadi respons kita? Apakah kita masih egois mementingkan organisasi/denominasi/lembaga kita sendiri? Biarlah kita tidak lagi bersikap dan berpikir demikian. Biarlah Roh Kudus membakar hati kita agar kita memiliki semangat yang berkobar-kobar memuliakan Kristus bersama-sama umat Tuhan dari gereja lain. Amin. Soli Deo Gloria...

No comments: