18 January 2009

Resensi Buku-62: MENAPAKI HARI BERSAMA ALLAH (Pdt. Yohan Candawasa, S.Th.)

...Dapatkan segera...
Buku
MENAPAKI HARI BERSAMA ALLAH

oleh: Pdt. Yohan Candawasa, S.Th.

Penerbit: Pionir Jaya dan Unveilin GLORY, Bandung, 2006





Deskripsi singkat dari Denny Teguh Sutandio:
Waktu adalah anugerah yang Tuhan berikan kepada manusia. Khususnya sebagai anak-anak Tuhan, kita bukan hanya mengerti waktu adalah anugerah Tuhan, kita diperintahkan untuk menebus waktu kita demi kemuliaan-Nya (terjemahan Inggris dari Ef. 5:16). Menebus waktu itu bisa kita lakukan dengan mempergunakan setiap waktu kita untuk memuliakan Tuhan setiap hari. Mempergunakan setiap waktu untuk memuliakan Tuhan itu bisa dilakukan dengan berjalan bersama Allah di dalam setiap hari yang Tuhan beri. Lalu, bagaimana kita bisa berjalan bersama Allah di dalam setiap hari tersebut? Di dalam bukunya Menapaki Hari Bersama Allah, hamba-Nya, Pdt. Yohan Candawasa memaparkan prinsip-prinsip bagaimana kita bisa menjalani hari demi hari bersama dan di dalam Allah untuk menggenapi kehendak-Nya.

Buku ini dimulai dengan Bab 1 yang membentuk ulang paradigma Kristen kita tentang hidup. Di dalam bab ini, Pdt. Yohan Candawasa memaparkan bahwa hidup itu dilihat bukan dari awalnya, tetapi dari akhirnya, karena itu yang mencerminkan keaslian kita. Hal itu ditandai dengan obituari yang akan kita tuliskan kelak. Lalu, mungkin di dalam hidup yang kita jalani, kita menemukan banyak rintangan. Bagaimana mengatasinya? Di dalam Bab 2, dengan menguraikan Mazmur 73, Pdt. Yohan menguraikan alasan kita sering kali enggan menerima rintangan hidup, yaitu kita menyangka bahwa kita bisa barter dengan Allah. Kalau kita baik dan melayani Tuhan, maka Ia pasti tidak akan memberikan kecelakaan kepada kita. Agama timbal balik ini bukan Kekristenan, karena Kekristenan mengenal konsep anugerah. Anugerah ini memimpin hidup umat Tuhan untuk mengerti bahwa meskipun seolah-olah Allah itu tidak adil dengan membiarkan orang fasik itu hidup sukses, tetapi sesungguhnya kesuksesan orang fasik itu mengarah kepada kebinasaan. Sebaliknya, meskipun anak Tuhan mengalami penderitaan, tetapi Ia memberi kekuatan kepada kita, sehingga kita pasti mengalami kemenangan karena kemenangan Kristus. Kemudian, di Bab 3, beliau menguraikan lebih dalam lagi makna penderitaan di dalam perspektif Ilahi, di dalam tema, Kala Allah Tak Terpahami. Setelah memahami penderitaan, pembaca digiring untuk mulai masuk ke dalam setiap hari bersama Allah. Melalui Bab 4, Menapaki Hari Bersama Allah, Pdt. Yohan menguraikan melalui kisah Yusuf di dalam Kejadian 50:15-21, bahwa ketika kita menapaki hari bersama Allah, hendaknya orang Kristen tidak perlu menyesal akan masa lalu (“Kalau saja...”) dan tidak perlu kuatir akan masa depan (“Bagaimana kalau...”), sebaliknya kita harus: melihat ke atas (yaitu iman dan pengharapan) ketika menapaki hari-hari bersama Allah dan mengurus/bertanggung jawab atas apa yang Tuhan percayakan kepada kita hari ini.

Setelah kita mengerti bagaimana menapaki hari bersama Allah, kita digiring untuk mengerti tentang problematika hidup orang percaya. Hal ini dimulai di Bab 5, “Anda Meminta Allah Memberi”, di mana Pdt. Yohan memaparkan bahwa ketika kita meminta sesuatu, Allah memberikan sesuai dengan kehendak-Nya yang terbaik, sehingga jangan pernah memaksa Allah di dalam permintaan kita. Selain tentang permintaan, kita digiring ke dalam tema membayar harga. Di dalam Bab 6, Jika Allah Meminta, kita diingatkan bahwa bukan hanya kita yang terus meminta seperti pengemis, Tuhan pun bisa meminta kita. Apa tujuannya? Agar fokus hidup kita bukan pada pemberian Allah saja, tetapi kepada pribadi Allah, sehingga meskipun Allah meminta sesuatu dari kita, kita tidak akan kecewa. Beliau mengajarkan prinsip penting, “Penting sekali untuk hidup dua arah bersama Tuhan: melepas untuk menangkap, menggenggam untuk melepas; kosong untuk diisi, isi untuk dikosongkan; dari tiada kita mendapatkan, dan mendapatkan untuk memberi.” (hlm. 135) Setelah diajar mengenai Allah meminta sesuatu dari kita, kita dibawa masuk lebih dalam lagi oleh Pdt. Yohan Candawasa untuk bersyukur senantiasa. Dasar dari bersyukur adalah segala sesuatu yang kita miliki dan kerjakan berasal dari Allah. Setelah bersyukur, Pdt. Yohan memaparkan empat dampak dari bersyukur, yaitu: mengingatkan kita akan Pemberi (Allah) dan bukan hanya pemberiaan saja, melibatkan si Pemberi itu di dalam pemberian yang diberikan-Nya itu sehingga kita mampu mempertanggungjawabkan pemberiaan itu sesuai aturan main dari si Pemberi, menghindarkan kita dari banyak dosa: perzinahan, pencarian rezeki haram, iri hati, dan ketamakan, dan terakhir, membawa sukacita dalam hidup. Setelah bersyukur, kita diingatkan kembali di Bab 8, Akulah Kebangkitan dan Hidup, tentang kuasa Kristus yang memberikan hidup kekal dan kebangkitan kepada kita secara rohani, sehingga hidup yang kita jalani bukan hidup rutinitas, tetapi hidup yang berkelimpahan (Yoh. 10:10b). Mengapa? Karena kita telah, sedang, dan akan mencicipi taste of heaven (suasana sorga) di dalam hidup yang berjalan bersama Allah.

Melalui buku ini, kita disadarkan kembali tentang menapaki setiap hari kita bersama dan dari sudut pandang Allah, sehingga hidup kita memiliki makna sejati. Maukah kita berkomitmen menjalani hidup kita bersama dan dari sudut pandang Allah saja? Biarlah buku ini memberkati dan menguatkan kita untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia berdosa ini.




Kata Pengantar dari Para Pembaca lain:
Kumpulan khotbah Pdt. Yohan Candawasa, S.Th. ini lahir dari kepekaan terhadap kebutuhan umat Kristen untuk menemukan jawab di tengah kompleksnya realitas pergumulan iman orang percaya dengan Allahnya. Bagi Pdt. Yohan Candawasa, sisi-sisi gelap dan tak terduga dari kehidupan manusia tidak menutup kehadiran Allah dan karya keselamatan-Nya. Bahkan sering kali aspek kehidupan tersebut menjadi konteks kehadiran kasih karunia-Nya yang tak terhingga. Saya percaya kumpulan khotbah ini akan memperkaya iman setiap orang Kristen yang secara sungguh-sungguh merindukan kehidupan rohani yang lebih diperkenan Allah.
Pdt. Yakub B. Susabda, Ph.D.
Rektor Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII), Jakarta

Pdt. Yohan Candawasa mampu mengintegrasikan dua unsur penting dalam berkhotbah, yakni unsur Alkitabiah dan unsur praktis. Khotbah-khotbahnya didasarkan pada prinsip-prinsip Alkitabiah yang ketat, tetapi tidaklah menjadikan khotbah-khotbahnya hanya berbau akademis. Khotbah-khotbahnya adalah khotbah-khotbah yang praktis, tetapi khotbah-khotbahnya tidak sampai terjebak hanya untuk menyenangkan telinga para pendengarnya semata. Dalam membicarakan hal-hal yang praktis, Pdt. Yohan tetap mengajak kita untuk berefleksi dan berpikir sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Saya mendapat banyak berkat melalui mendengar dan membaca khotbah-khotbahnya.
Pdt. Yohanes Adrie Hartopo, Ph.D.
Rektor Sekolah Tinggi Theologi Amanat Agung (STTAA), Jakarta

Membaca buku ini, selain membuka wawasan iman kita, sekaligus juga membuktikan bahwa penulis merupakan salah satu dari sedikit hamba Tuhan yang berkarunia dalam memimpin pikiran orang percaya di tengah pergumulan imannya melalui pengupasan dan penguraian firman Tuhan yang begitu mendalam, namun dengan cara penyampaian yang sederhana dan mudah dicerna.
Pdt. Jusak Wijaja
Pimpinan Radio Pelita Kasih (RPK)

Pdt. Yohan Candawasa adalah seorang hamba Tuhan yang setia, intelektual, bersemangat besar, dan mampu mengintegrasikan prinsip-prinsip kebenaran firman Allah dalam relevansi hidup manusia setiap hari.
Dr. James T. Riady
Pengusaha, salah satu pendiri Universitas Pelita Harapan (UPH), dan sedang mengambil studi theologi program gelar Master of Arts in Christian Ministry (M.A.C.M.) di STTRII Jakarta





Profil Pdt. Yohan Candawasa:
Pdt. Yohan Candawasa, S.Th. dilahirkan pada tanggal 11 Maret 1960. Selulus SMA, beliau melanjutkan studi di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang, sebagai jawaban atas panggilan Tuhan baginya.
Beliau mendalami studi Biblika dan Eklesiologi yang kemudian dituangkan dalam skripsinya.
Kerinduannya untuk membina jemaat Tuhan dinyatakan selama pelayanan di Gereja Kristen Abdiel Elyon, Surabaya (1985-1987) dan juga Gereja Kristen Immanuel Bandung (1988-1996). Selama pelayanan tersebut, beliau berkesempatan mengunjungi RRC dalam rangka perjalanan misi. Dalam kunjungan tersebut, beliau memperoleh beban pelayanan dari Tuhan untuk menggumuli penginjilan di RRC.
Beliau menikah dengan Stephanie, dan telah dikaruniai seorang putra bernama Yeiel Candawasa.
Tahun 1996-1997 beliau melayani sebagai Gembala Sidang di Mimbar Reformed Injili di Taipei. Kemudia tahun 1998-1999 beliau melayani di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Granada, Jakarta.
Mulai tahun 2000 beliau melayani di CCM (Care for China Ministry). Selain itu, beliau juga mengajar di Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) Jakarta.

No comments: