24 November 2008

Matius 11:28-30: THE COMPASSION OF CHRIST

Ringkasan Khotbah : 10 September 2006

The Compassion of Christ
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 11: 28-30



Puji Tuhan, hari ini kita masuk pada bagian akhir yang sekaligus menjadi inti dari Injil Matius 11. Melalui Injil Matius, Tuhan membukakan bagaimana kita sebagai warga Kerajaan Sorga berespon dengan benar pada Kristus Raja yang mempunyai posisi paradoks, Tuhan yang adil (Mat. 11:20-24) sekaligus Tuhan yang lemah lembut dan rendah hati (Mat. 11:28-30). Pernyataan Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa Ia lemah lembut dan rendah hati ini sangat tidak disuka oleh dunia sebab kalau pernyataan ini benar itu seperti sebuah cermin yang ada di depan kita yang membukakan pada kita tentang siapa kita yang sesungguhnya. Di sisi lain, orang langsung berpikir negatif tentang Kristus dan mengatai Dia sombong. Manusia berdosa yang egois tidak suka ketika dibukakan tentang kebenaran sejati, manusia berdosa lebih suka kalau ia dibukakan tentang berbagai hal yang berkenaan dengan nafsu dan keinginan ambisinya. Di tengah-tengah dunia yang rusak moral ini, kita akan kesulitan untuk menemukan orang seperti Tuhan Yesus yang lemah lembut, rendah hati dan mengasihi manusia, hal ini disebabkan karena:
Pertama, lemah lembut dan rendah hati identik dengan kekalahan dan kelemahan dan biasanya orang yang lemah selalu ditindas. Sadarkah kita kalau hari ini dunia pendidikan melatih anak-anak kita untuk tidak menjadi lemah lembut dan rendah hati? Sebaliknya, anak selalu dipacu untuk menang dan berkompetisi karena kemenangan menunjukkan kekuatan. Jiwa lemah lembut dan rendah hati bertentangan dengan jiwa manusia berdosa yang egois dan humanis maka tidaklah heran kalau semua ucapan “berbahagia... “ yang tertulis dalam Matius 5 dan Lukas 6 tidak disuka oleh manusia.
Kedua, lemah lembut dan rendah hati identik dengan kegagalan. Dosa bersifat destruktif akibatnya ketika orang dipaksakan untuk hidup lemah lembut dan rendah hati maka itu berubah menjadi pukulan negatif yang memutar balik dirinya dan berakibat kehancuran. Lemah lembut dan rendah hati hanya dapat dilakukan jika ada kekuatan internal lain yang menguatkan dan menopang dia. Seharusnya, orang yang sangat pandai lebih mudah untuk menjadi rendah hati tetapi sayang, keunggulan yang ada pada dirinya justru menjadikannya sombong. Seorang Kristen dimungkinkan untuk menjadi lemah lembut dan rendah karena kita mempunyai Kristus yang telah melahirbarukan dan itu menjadi kekuatan kita; kuasa Kristus menguasai kita.
Ketiga, di dunia tidak ada ukuran standar yang tepat untuk mengukur karakter akibatnya orang menjadi under estimated atau over estimated. Kedua penilaian ini salah. Seharusnya manusia bisa mengukur dirinya dengan tepat, tidak lebih atau tidak kurang namun manusia kehilangan standar mutlak yang dijadikan sebagai standarisasi untuk mengukur diri. Untuk mengukur suatu panjang maka digunakan standar ukuran panjang, seperti meter, inci, feet barulah kita dapat mengatakan apakah suatu benda itu lebih panjang ataukah lebih pendek. Pertanyaanya sekarang adalah standarisasi apa yang kita pakai untuk mengukur karakter dan hidup seseorang? Bagaimana seorang dapat dikatakan lemah lembut dan rendah hati? Di dunia tidak ada satupun standar yang dapat dipakai untuk mengukur karakter manusia, dunia hanya melihat secara relatif, dunia tidak tahu ukuran yang pas akibatnya orang mengalami kesulitan untuk menjalankannya. Maka tidaklah heran kalau kemudian dunia menanggapi negatif pernyataan Kristus; dunia menganggap Kristus sombong. Dunia tidak pernah memahami bahwa pernyataan Kristus bukanlah kesombongan tapi justru menyatakan kemurnian motivasi Kristus.
Untuk memahami dan mengerti makna dari pernyataan Kristus: “Aku lemah lembut dan rendah hati“ maka kita harus memperhatikan konteks secara keseluruhan. Konteks Injil Matius adalah Kristus sebagai Raja dimana otoritas tertinggi ada di tangan-Nya; Dia adalah Juruselamat, Dia adalah Mesias. Kemesiasan Kristus ini bukan dikatakan tetapi dibuktikan dengan kuasa yang ditandai dengan enam hal, yakni: 1) orang buta melihat, 2) orang lumpuh berjalan, 3) orang kusta tahir, 4) orang tuli mendengar, 5) orang mati dibangkitkan, 6) orang miskin mendapatkan kabar baik. Pada bagian lain, Tuhan Yesus menunjukkan kuasa-Nya yang besar, Ia “menentukan nasib“ dari suatu kota (Mat. 11:20-24). Orang yang mendengar dan melihat kuasa Kristus ini seharusnya menjadi takut dan gentar karena Kristus adalah Raja di atas segala raja, Dia memegang otoritas tertinggi dan Dia penentu atas sejarah di alam semesta ini. Namun Kristus mengontraskan kuasa yang dimiliki dengan mengatakan, “Aku lemah lembut dan rendah hati.“ Janganlah kita melihat Kristus dari satu sisi saja, yakni dari sudut manusia, kita akan gagal mengerti jiwa dan karakter Kristus yang sesungguhnya. Maka tidaklah heran kalau muncul kesimpulan bahwa Tuhan itu kejam. Melihat Allah hanya dari sudut manusia, tidak pernah mau mengerti dari sudut Allah maka kesimpulan yang didapat pasti salah. Untuk mengenal suatu barang, kita dapat membongkar dan mengacak-acak isi barang tersebut namun berbeda halnya, kalau mengenal karakter manusia maka kita tidak dapat melihat dari tampilan luarnya saja, kita akan mudah terkecoh sebab yang kita hadapi bukanlah suatu pribadi.
Pertama, Untuk mengenal suatu pribadi adalah tidak sah kalau kita hanya mengambil data sepihak saja, yakni dari sudut pandang luar lalu kita menarik kesimpulan. Data haruslah kita dapatkan melalui revelation, orang tersebut harus membukakan dirinya sendiri, orang tersebut membuktikan apa yang dia kerjakan barulah kita dapat mengenal dan menyimpulkan; dengan demikian obyek berubah menjadi subyek; si obyek yang memberitakan informasi pada kita maka kita yang subyek berubah menjadi obyek. Relasi interpersonal bila dibatasi dengan saya-subyek dan orang lain – obyek maka kita tidak akan pernah mendapatkan pengenalan yang benar dan tepat. Dunia psikologi sangat memahami hal ini, untuk mengenal suatu pribadi bukan dengan membedah isi kepala orang tersebut tapi kita harus menjadi obyek dan orang tersebut sebagai subyek; dengarkan apa yang menjadi keluhannya maka itu menjadi informasi bagi kita untuk kita dapat mengenal dia lebih dalam.
Merupakan kesalahan fatal apabila dalam suatu konseling, kita menyerap semua informasi dan menganggapnya sebagai kebenaran. Hati-hati, informasi tersebut bersifat subyektif, segala sesuatu yang diceritakan dari sudut pandang dia dan yang diceritakan pastilah sesuatu yang menyenangkan dan menguntungkan dia saja, apa yang menjadi kesalahan orang lain itulah yang diceritakan. Berita yang dikemukakan tidak obyektif lagi tetapi telah mengalami: 1) pencemaran atau distorsi, 2) pergeseran motivasi, 3) beritanya tidak asli, ada penambahan atau pengurangan. Rasa curiga dan tidak percaya merupakan salah satu penyebab komunikasi tidak berjalan baik. Komunikasi akan terjalin dengan baik apabila ada ketulusan dan kejujuran di dalamnya namun di tengah dunia berdosa, hal itu sulit didapat.
Di tengah dunia berdosa yang kejam kalau Tuhan berkata, “Aku lemah lembut dan rendah hati maka kalimat itu bagaikan air yang turun di kala teriknya panas mentari. Apalagi kita hidup diantara manusia yang mementingkan diri bahkan orang tidak lagi peduli meski demi untuk mendapatkan keuntungan, ia harus mengorbankan orang lain. Konsep utilitarian telah mengakar dalam hidup manusia modern, hal ini nampak jelas ketika orang menawarkan berbagai macam produk dan jasa maka orang tidak akan langsung berterus terang kalau sesungguhnya, ia yang diuntungkan sebaliknya ia akan berkata hendak membantu kita. Pertanyaannya, sesungguhnya dia yang membantu kita atau kita yang membantu dia ataukah sama-sama saling bantu? Tepatnya adalah sama-sama saling membantu dan yang lebih tepat lagi sesungguhnya kita yang paling banyak membantu sebab jika terjadi sesuatu hal yang tidak mengenakkan, kita yang dikorbankan terlebih dahulu, “sebelum dimakan, kita harus memakan terlebih dahulu.“
Inilah wajah dan kondisi dunia berdosa yang kejam dan keras. Puji Tuhan, di tengah kondisi dunia kacau ini, Allah yang berkuasa menawarkan kelemahlembutan dan kerendahan hati. Kristus, Raja yang berdaulat bukanlah diktator yang sewenang-wenang, Dia bukanlah Allah yang menghancurkan, Dia tidak pendendam. Allah yang kita sembah adalah Allah yang kasih, lemah lembut dan rendah hati. Dan hal itu telah terbukti, hal ini termanifestasi dalam diri Kristus, Dia dari sorga mulia rela datang ke dunia untuk manusia berdosa. Manusia sulit mengerti arti pengorbanan Kristus, Allah pemilik alam semesta datang ke dunia. Kalau Allah Sang Pencipta turun berinkarnasi menjadi ciptaan maka itu merupakan penurunan posisi yang sangat dahsyat. Cobalah kalau kita yang turun posisi menjadi seorang pengemis hanya satu kali 24 jam saja, maukah dan relakah anda? Penurunan posisi ini sesungguhnya tidaklah sebanding dengan Kristus sebab dalam hal ini, manusia adalah ciptaan tetap menjadi ciptaan tetapi dengan derajat rendah, bandingkan dengan Kristus, Dia adalah Pencipta turun menjadi ciptaan. Orang yang bisa turun posisi sedemikian rupa maka mudah sekali baginya untuk menjadi rendah hati dan lemah lembut karena ia sudah pernah merasakan semua penderitaan dan kesusahan. Karena kasih, Tuhan datang ke dunia, Dia rela berkorban demi manusia berdosa. Kristus rela meninggalkan sorga mulia dan mengambil rupa seorang hamba itulah bukti kasih Tuhan. Pertanyaannya sekarang adalah maukah kita datang pada-Nya dan mendapatkan kelegaan sejati? Seberapa jauhkah anda mau mengerti dan memahami kasih Allah?
Kedua, Kristus bukan sekedar Penguasa yang memerintah tetapi Dia turun dan hidup bersama-sama dengan kita, Dia juga pernah merasakan seluruh pergumulan dan beban hidup kita. Inilah yang disebut dengan compassion. Kristus telah menjadi teladan sejati bagi manusia maka hal Ini sekaligus menjadi kekuatan kita. Tentulah kita akan merasa lega kalau kita mempunyai seorang yang mengerti segala kesulitan dan bukan hanya sekedar mengerti secara teori saja. Tidak! Dia pernah mengalami semua kesusahan dan penderitaan yang kita rasakan saat ini. Demikian pula halnya dengan mereka yang pernah merasakan berkemenangan di dalam Tuhan, hal itu akan menjadi kekuatan untuk menolong orang lain yang menderita. Pdt. Amin Tjung bertahun-tahun berjuang melawan kanker namun dia tidak pernah merasa putus asa dan Tuhan pakai beliau menjadi berkat bagi banyak orang yang mengalami penderitaan yang sama.
Penderitaan manusia tidaklah sebanding dengan penderitaan Kristus; penderitaan Kristus jauh lebih dahsyat. Penderitaan manusia sebagai akibat dari dosa yang kita perbuat namun kalau Kristus menderita itu bukan karena Dia berdosa. Tidak! Kristus tidak berdosa! Kristus menderita karena Dia mengasihi manusia yang bersalah dan untuk itu Dia harus mengalami penderitaan. Kalau kita memahami penderitaan Kristus maka itu harusnya menyadarkan kita betapa kita ini adalah manusia berdosa, manusia lemah yang rentan tetapi Tuhan mau selamatkan, Tuhan memanggil kita untuk datang kepada-Nya dan mendapat kelegaan maka itu harusnya menjadikan kita lebih mengasihi Tuhan, menjadikan Dia sebagai pusat hidup kita. Hidup di dunia ini hanya sementara, pertanyaannya adalah apa yang kita cari di dunia? Betapa indah hidup kita kalau kita berada dalam pelukan orang yang sangat mengasihi kita, orang yang peduli dan hanya memikirkan yang terbaik untuk kita. Betapa bahagia hidup kita kalau kita berada dalam lindungan orang yang mempunyai kekuatan dan ketika berada dalam bahaya, dia maju menolong dan kita pun berkemenangan. Semua itu hanya ada dalam Kristus. Allah kita bukanlah Allah yang kejam; Allah Kristen adalah Allah yang ingin kebenaran sejati, keadilan dan kesucian itu dinyatakan di tengah dunia berdosa dan di sisi lain, Dia adalah Allah yang rendah hati dan lemah lembut; Allah yang mengerti setiap pergumulan kita.
Ketiga, Kristus bukan hanya sekedar mengerti setiap pergumulan kita tetapi Dia memberikan jalan keluar untuk kita. Orang berpendapat bahwa untuk menjadi seorang konselor yang baik cukup dengan menjadi pendengar yang baik saja. Di dunia ini kita sulit mendapatkan orang yang mengerti dan mengasihi kita maka ketika ada seorang yang mau mengerti dan memahami kita sepertinya kita mendapat kelegaan. Kristus tidak hanya sekedar memberi kelegaan, Dia juga memberikan jalan keluar – Dia memasang kuk yang baru untuk kita, Dia memegang kendali atas hidup kita maka kita akan merasakan sukacita ketika hidup berjalan dalam pimpinan-Nya. Menjadi warga Kerajaan Sorga tidak cukup hanya berhenti dalam kepasifan dimana kita hanya melampiaskan semua kesusahan dan kita menjadi lega kemudian kita melangkah sendiri dan ternyata kita mendapat kesusahan maka kita pun mulai mencari seorang konselor, begitu seterusnya. Tidak! Dunia tidak dapat memberikan solusi, dunia hanya menjadi tempat pelampiasan kebebalan, pelampiasan ketidakadilan, pelampiasan penderitaan.
Kekristenan tidak pasif, mengikut Kristus bukan hanya sekedar mendapatkan Kristus yang mencintai dan mengasihi kita. Tidak! Tuhan mengajak kita untuk bangkit dan mendapat kekuatan baru; Tuhan memberikan kuk dan Dia yang memegang kendali atas hidup kita. Dunia tidak akan pernah merubah menjadi baik, dunia semakin menuju pada kehancuran maka kita yang harus berubah dan ingat, perubahan yang terjadi atas kita itu bukan karena kemampuan kita tetapi Tuhan yang memampukan kita untuk berubah. Kuk yang baru, yaitu kuk yang dari Tuhan itu yang merubahkan hidup kita. Adalah tugas setiap anak Tuhan yang telah diubahkan untuk menjadi saksi bagi-Nya, menjadi terang bagi dunia yang gelap. Kuasa mengubahkan ini tidak dapat dibangun dengan kekuatan kita sendiri tetapi hanya kuasa Kristuslah yang memampukan kita.
Di tengah dunia ini sulit melepaskan antara pemerintahan dengan kekuasaan. Kristus memimpin tidak memakai otorisasi tetapi Dia memimpin dengan kelemahlembutan dan rendah hati. Pertanyaannya relakah kita dipimpin Tuhan? Hanya di dalam Kristus kita mendapatkan kelegaan; hanya di dalam Kristus kita mendapatkan kemenangan. Dunia ini sangat kejam, banyak penderitaan dan kekerasan terjadi, kelaparan terjadi dimana-mana; hidup makin hari makin susah akibatnya, di tengah situasi seperti ini banyak orang yang panik, orang tidak tahu harus bersandar dan berpegang pada siapa. Puji Tuhan, di tengah kondisi yang demikian ini Kristus datang kepada kita dan tangan-Nya yang terbuka menyambut kita: “Marilah kepada-Ku kamu yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepada-Mu“ dan Dia juga memberikan jalan keluar bagaimana kita menghadapi gejolak dunia tanpa kita hanyut di dalamnya karena Tuhan memegang pimpinan atas hidup kita. Di dunia masih banyak orang yang terombang-ambing, tidak mempunyai sandaran hidup, tugas kita untuk mewartakan pada mereka bahwa masih ada Seorang yang mengasihi kita yang akan memimpin setiap langkah hidup kita dan Dia adalah Kristus. Kristus mengasihi manusia berdosa tetapi Dia sangat membenci dosa, Dia tidak berkompromi dengan dosa. Jangan pernah mengeluh ketika kita mengalami kesulitan karena mungkin Tuhan membiarkan kita melewati penderitaan supaya kita dapat merasakan kemenangan dari Kristus, bagaimana Dia menolong dan menopang hidup kita. Biarlah kita dipakai menjadi saksi yang memancarkan terang-Nya di tengah dunia gelap. Amin

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: