04 August 2008

Roma 9:30-33: "ISRAEL" SEJATI ATAU PALSU-6: Siapakah Umat Pilihan Allah Sejati?-1

Seri Eksposisi Surat Roma:
Doktrin Predestinasi-6


“Israel” Sejati atau Palsu-6:
Siapakah Umat Pilihan Allah Sejati?-1


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 9:30-33



Setelah mempelajari tentang problematika predestinasi bagian kedua di ayat 22 s/d 29, kita akan mengerti tentang siapakah umat pilihan Allah sejati di ayat 30 s/d 33.

Setelah menjelaskan bahwa umat pilihan Allah bukanlah semua bangsa Israel, tetapi beberapa orang (sisa) dari bangsa Israel (ayat 27) dan juga ada orang-orang yang dari bangsa bukan Israel/Yahudi yang juga termasuk kaum pilihan Allah, maka Paulus menyimpulkan pengajarannya di ayat 30, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman.” Pernyataan “Jika demikian” menunjukkan adanya akibat dari ayat sebelumnya. King James Version (KJV) menerjemahkannya, “What shall we say then?” (=Apa yang akan kita katakan kemudian ?) Di ayat sebelumnya, kita telah mempelajari bahwa umat pilihan Allah bukanlah seluruh bangsa Israel, tetapi sisa-sisa orang Israel dan beberapa orang dari non-Israel. Konsep ini sebenarnya sudah dibukakan sejak zaman Perjanjian Lama, tetapi sayangnya banyak ahli Taurat dan orang Farisi menutupinya lalu mengajarkan bahwa semua bangsa Israel adalah umat pilihan Allah yang harus memelihara Taurat. Mereka dengan bangganya berdoa di pasar dan tempat ramai dengan kalimat yang menyatakan diri sebagai kaum pilihan Allah (dan bukan orang kafir), dll. Padahal arogansi mereka sebenarnya sia-sia saja, karena fakta menunjukkan bahwa tidak semua orang Israel benar-benar Israel atau kaum pilihan Allah. Ditambah ada beberapa orang dari bangsa lain/non-Yahudi juga termasuk kaum pilihan Allah. Hal ini yang diajarkan Paulus di ayat 30 bahwa bangsa-bangsa lain (bangsa-bangsa non-Yahudi/Gentiles) yang tidak mengejar kebenaran (status yang dibenarkan), telah beroleh status tersebut, yaitu status dibenarkan melalui iman. Ada tiga proposisi yang akan kita renungkan di dalam ayat ini.

Pertama, bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran. Di dalam Alkitab terjemahan Inggris, bangsa-bangsa lain diterjemahkan Gentiles yang berarti orang kafir/bangsa non-Yahudi. Mengapa ada perbedaan ini? Karena Israel menganggap bahwa bangsa mereka saja yang dipilih Allah, sedangkan sisanya kafir karena tidak dipilih Allah. Akibatnya, status ini tidak membuat mereka bersyukur, malahan menghina bangsa lain yang kafir sebagai bangsa najis yang tidak dipilih Allah. Bangsa-bangsa non-Yahudi ini memang tidak memiliki Taurat seperti Yahudi, sehingga mereka tidak mengejar kebenaran. Kata kebenaran di sini dalam bahasa Yunaninya dikaiosunē yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris: righteousness atau kebenaran keadilan. Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear (2003) menafsirkan “kebenaran” ini sebagai status yang dibenarkan (hlm. 852). Artinya, bangsa-bangsa non-Yahudi tidak mengejar status yang dibenarkan. Ini memang benar di mata orang Yahudi, karena di mata mereka, bangsa non-Yahudi tidak memiliki Taurat, maka mereka tidak bisa mengejar status yang dibenarkan. Di satu sisi, hal ini memang benar, tetapi di sisi lain, tidak. Mengapa? Karena selain Taurat sebagai penyataan khusus Allah kepada Israel, bangsa-bangsa non-Yahudi juga memiliki Taurat yang ditanamkan di dalam hati mereka dan alam semesta ciptaan-Nya sebagai penyataan umum Allah bagi semua orang (Roma 1:19-20). Meskipun demikian, penyataan khusus Allah tetap diperlukan.

Kedua, bangsa-bangsa non-Yahudi telah beroleh status kebenaran. Meskipun mereka tidak mengejar status yang dibenarkan (karena tidak memiliki Taurat), ternyata Allah berdaulat mutlak dan mengasihi mereka, sehingga mereka pun telah beroleh status kebenaran tersebut. Perbedaan waktu di dalam kedua kata kerja antara “mengejar” dan “memperoleh” ini sangat unik. Di dalam struktur waktu, kata “mengejar” menggunakan bentuk present, sedangkan kata “memperoleh” menggunakan bentuk aorist. Beberapa terjemahan Inggris juga membedakan kedua kata kerja ini dengan struktur waktu yang berbeda. English Standard Version (ESV) menerjemahkan, “That Gentiles who did not pursue righteousness have attained it,…” King James Version (KJV) hampir sama menerjemahkan, “That the Gentiles, which followed not after righteousness, have attained to righteousness,…” New King James Version (NKJV) juga menerjemahkan, “That Gentiles, who did not pursue righteousness, have attained to righteousness,” Terjemahan Indonesia pun juga membedakan kedua kata kerja ini dengan keterangan waktu yang berbeda, di mana di dalam Alkitab LAI, ditambahkan kata “telah” pada pernyataan “telah beroleh status kebenaran”. Ini berarti status dibenarkan (justified) oleh Allah didapatkan jauh sebelum mereka mengejar status dibenarkan tersebut. Ini adalah kedaulatan dan anugerah Allah yang jauh melampaui respon manusia. Dengan kata lain, kita dibenarkan melalui anugerah Allah yang mendahului respon manusia. Ketika kita sudah dibenarkan melalui anugerah Allah, sudah seharusnya kita bersyukur atas anugerah-Nya yang begitu agung ini.

Ketiga, bangsa-bangsa non-Yahudi dibenarkan melalui iman. Bukan hanya melalui anugerah Allah, bangsa-bangsa non-Yahudi yang dipilih Allah dibenarkan melalui iman. Kata “karena” di dalam pernyataan “kebenaran karena iman” seharusnya diterjemahkan melalui/oleh iman. International Standard Version (ISV) menerjemahkannya, “Gentiles, who were not pursuing righteousness, have attained righteousness, a righteousness that comes through faith.” English Standard Version (ESV) menerjemahkannya, “That Gentiles who did not pursue righteousness have attained it, that is, a righteousness that is by faith;” Semuanya ini menunjukkan bahwa umat pilihan Allah dibenarkan melalui anugerah Allah yang memberikan iman kepada umat-Nya. Jadi, iman bukan penyebab Allah membenarkan seseorang, tetapi iman adalah sarana/media/cara yang dianugerahkan Allah agar seseorang dibenarkan oleh Allah. Dengan kata lain, adalah SALAH ketika Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkan, “...Bangsa-bangsa lain yang bukan Yahudi tidak berusaha supaya hubungan mereka dengan Allah menjadi baik kembali. Tetapi karena mereka percaya, maka Allah membuat hubungan mereka dengan Dia menjadi baik kembali.” Ingatlah, iman tidak mengakibatkan Allah membenarkan seseorang, tetapi iman merupakan akibat atau media/cara di mana Allah membenarkan seseorang. Iman itu sendiri merupakan anugerah Allah. Lalu, mengapa di dalam ayat ini dikatakan bahwa bangsa-bangsa non-Yahudi dibenarkan melalui iman? Dibenarkan melalui iman di dalam ayat ini berarti bangsa-bangsa non-Yahudi dibenarkan melalui iman yang bersandar kepada/di dalam Allah yang telah menyatakan diri-Nya secara khusus kepada mereka. Dengan kata lain, mereka dibenarkan melalui iman bukan dibenarkan melalui iman sebagai sesuatu yang aktif tanpa anugerah Allah, tetapi kita dibenarkan melalui iman yang bersandar mutlak pada anugerah Allah. Anugerah Allah menjadi dasar/sumber kita dapat memiliki iman yang melaluinya kita dapat dibenarkan oleh-Nya. Hal ini juga berlaku bagi kita. Kita adalah orang Indonesia yang tentu adalah orang-orang non-Yahudi. Tetapi puji Tuhan, beberapa dari kita yang bukan orang Yahudi telah dipilih Allah menjadi umat-Nya melalui penyataan diri-Nya secara khusus di dalam Kristus dan Alkitab, sehingga melalui Roh Kudus yang menggenapkan karya keselamatan Kristus di dalam hati kita, kita dibenarkan oleh Allah melalui anugerah Allah di dalam iman kepada Kristus.

Kalau bangsa-bangsa non-Yahudi dibenarkan melalui iman, maka sebaliknya di ayat 31, Paulus menjelaskan, “Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu.” Kedua ayat kesimpulan pendek dari Paulus ini memutarbalikkan semua paradigma dari banyak orang Israel pada waktu itu. Dulu, Israel berpikir bahwa merekalah yang termasuk umat pilihan Allah yang dibenarkan Allah karena mereka memiliki Taurat, sedangkan orang-orang di luar Israel adalah bangsa kafir yang tidak mungkin dibenarkan Allah. Tetapi Paulus memutarbalikkan paradigma ini dengan mengatakan bahwa justru beberapa orang dari bangsa-bangsa non-Yahudi yang dianggap “kafir” oleh orang-orang Yahudi sebenarnya telah dibenarkan oleh Allah melalui iman, sebaliknya hanya sisa orang dari seluruh bangsa Israel (bukan semua orang Israel) yang dibenarkan oleh Allah. Justru banyak orang Israel yang merasa sudah memiliki Taurat dan dibenarkan Allah, malahan merekalah yang sesungguhnya tidak sampai kepada hukum yang membenarkan dari Allah. Pernyataan “hukum yang akan mendatangkan kebenaran” berarti hukum kebenaran (KJV: the law of righteousness). Secara spesifik, kata “hukum” di sini dalam bahasa Yunani diterjemahkan sebagai hukum Musa (konteksnya adalah Israel). Lalu, kata “sampai” dalam struktur waktu Yunani memakai bentuk aorist. Dengan kata lain, meskipun di dalam perjalanan hidupnya Israel mengejar hukum kebenaran, sebenarnya dari dulu/kekekalan, beberapa dari mereka telah ditetapkan-Nya untuk tidak sampai/tiba pada hukum tersebut. Bagaimana dengan kita ? Seringkali kita sebagai orang Kristen menghina mereka yang bukan Kristen sebagai orang yang layak binasa. Memang benar bahwa di luar Kristus, mutlak tidak ada jalan keselamatan. Tetapi tidak berarti argumen ini mengakibatkan kita menghina mereka yang belum percaya kepada Kristus. Mungkin sekali beberapa orang non-Kristen saat ini telah dipilih Allah sebelum dunia dijadikan untuk menjadi umat-Nya, dan menunggu waktu-Nya, orang-orang ini lama-kelamaan pasti akan menjadi Kristen. Oleh karena itu, sebagai orang Kristen sejati, kita tidak perlu menghina mereka sebagai orang kafir, dll, tetapi kita harus menjadi pewarta Kabar Baik (Injil). Ingatlah, kita mungkin dipakai-Nya menjadi saluran berkat dan terang bagi beberapa orang dari non-Kristen yang telah dipilih Allah. Kita dipersiapkan-Nya untuk menuntun beberapa umat pilihan Allah yang sementara ini belum Kristen agar mereka nantinya menjadi pengikut Kristus yang taat dan setia. Bersediakah kita dipakai-Nya untuk kemuliaan-Nya ? Sebaliknya, kita yang terus merasa diri sudah mendapatkan wahyu khusus Allah di dalam Alkitab, kita malahan yang tidak sampai pada pengertian total akan Alkitab. Mengapa demikian ? Karena sebenarnya kita bukan umat pilihan Allah, tetapi anak-anak setan yang sementara masih indekos di dalam gereja (mengutip pernyataan Pdt. Dr. Stephen Tong). Memang hampir tipis perbedaan antara orang Kristen sejati (anak-anak Tuhan) dengan orang “Kristen” palsu (anak-anak setan). Secara fenomena, mungkin keduanya juga rajin beribadah, suka belajar theologia, “melayani ‘Tuhan’”, dll, tetapi yang membedakannya adalah motivasi dan hati. Motivasi dan hati seorang Kristen sejati adalah murni untuk melayani Tuhan dan rendah hati, sedangkan motivasi dan hati seorang “Kristen” palsu adalah untuk kepuasan dan kebanggaan diri. Biarlah kita mengintrospeksi diri kita ketika kita sedang melayani Tuhan.

Mengapa Israel tidak sampai kepada hukum yang membenarkan tersebut ? Paulus menjelaskannya di ayat 32, “... Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan,” Ini adalah ayat kunci kita mengerti ayat 31, yaitu Israel (sudah) tidak sampai kepada hukum kebenaran tersebut karena mereka mengejarnya berdasarkan/melalui perbuatan, BUKAN berdasarkan/melalui iman. Kata “karena” dalam bahasa Yunani adalah ek atau ex yang berarti from (dari), dll. Beberapa terjemahan Inggris menerjemahkannya secara berbeda. American Standard Version (ASV), Geneva Bible, King James Version (KJV) dan New King James Version (NKJV) menerjemahkannya dengan kata by (oleh). Di sisi lain, English Standard Version (ESV) menerjemahkan, “Because they did not pursue it by faith, but as if it were based on works.” dan ISV menerjemahkannya, “Because they did not pursue it on the basis of faith, but as if it were based on works.” Dari perbedaan terjemahan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa bangsa Israel tidak bisa sampai pada hukum kebenaran karena mereka mengejar kebenaran berdasarkan perbuatan mereka, bukan melalui iman. Kata “perbuatan” ditambahkan oleh Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear (2003) dengan: perbuatan-perbuatan (yang dituntut Taurat) (p. 852) Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan itu lah yang mendorong mereka terus mengejar hukum kebenaran. Mengapa demikian ? Karena mereka berpikir bahwa dengan melakukan seluruh hukum Taurat, mereka akan dibenarkan. Dari mana mereka berpikir demikian ? Apakah dari Abraham, dll ? TIDAK. Justru Abraham dipanggil oleh Allah BUKAN karena ia telah berbuat baik, melainkan justru ia dipanggil oleh-Nya di dalam suatu kondisi di mana lingkungan sekitarnya adalah para penyembah berhala. Allah memanggil Abraham murni karena kedaulatan dan anugerah-Nya. Juga kepada Abraham, Allah membenarkannya melalui iman, BUKAN melalui perbuatan baik. Inilah kekonsistenan pengajaran Alkitab dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru, dengan satu esensi utama yaitu manusia dibenarkan dan diselamatkan melalui anugerah Allah di dalam iman. Jika ada orang Katolik yang mengajarkan bahwa kita dibenarkan melalui iman + perbuatan baik (dengan dalih mengutip Yakobus 2:14-26 plus “tradisi rasuli”), maka ajaran itu jelas salah. Mengapa? Karena sejak Perjanjian Lama, Alkitab melaporkan kepada kita bahwa Abram pernah berbuat dosa dengan tidak mengakui Sarai sebagai istrinya kepada Firaun (Kejadian 12:10-20). Uniknya dosa ini dilakukan setelah Allah memanggilnya (Kejadian 12:1-9). Kalau benar manusia dibenarkan melalui iman + perbuatan baik, maka Allah tidak jadi memberkati Abram, padahal tidak ada satu pun catatan Alkitab yang mengatakan bahwa setelah Abram berdosa demikian (Kej. 12:10-20), maka Allah mengurungkan niat-Nya untuk memberkati Abram seperti yang telah dijanjikan-Nya (Kejadian 12:2-3). Dosa kedua Abraham yaitu tidak mempercayai janji Allah. Hal ini ditunjukkanya dengan menyodorkan Ismael saja yang menerima berkat perjanjian Allah (Kejadian 17:18), karena pada waktu itu Abraham belum dikaruniai oleh Allah seorang anak dari rahim Sara, padahal Ia telah berjanji sebelumnya bahwa Abraham akan diberkati dengan keturunan yang banyak (Kejadian 17:6-8). Kembali, jika manusia dibenarkan melalui iman + perbuatan baik, maka “seharusnya” Alkitab mencatat bahwa pada saat itu, Allah langsung memutuskan ikatan perjanjian-Nya dengan Abraham “hanya” gara-gara Abraham meragukan janji-Nya dengan menyodorkan Ismael untuk menerima berkat perjanjian. Tetapi, sayangnya Alkitab TIDAK pernah mengajar hal demikian. Sayangnya Katolik sampai hari ini TIDAK bisa membuktikan ajaran mereka (yang diklaim berasal dari “tradisi rasuli”) bahwa manusia dibenarkan melalui iman + perbuatan baik, tetapi mati-matian menekankan ajaran yang katanya dari “tradisi rasuli” tetapi melawan konsep Alkitab dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru. Inikah yang disebut “tradisi rasuli”? Apakah para rasul Kristus tidak menyadari pengajaran penting ini seperti mayoritas orang Katolik ? Ataukah sebenarnya mayoritas orang Katolik dengan sengaja memutarbalikkan berita Injil dengan menitikberatkan pembenaran melalui perbuatan baik (dalihnya: iman + perbuatan baik)? Inilah kegagalan presuposisi manusia berdosa yang juga sama-sama menggunakan dalih dan argumentasi “rohani”, yaitu “tradisi rasuli”, tetapi sayangnya sama sekali TIDAK memahami kekonsistenan PL dan PB sebagai satu benang merah yang saling terkait di dalam Alkitab.

Bukan hanya mereka mengejar hukum kebenaran melalui perbuatan saja, mereka pun tersandung pada batu sandungan. Batu sandungan bisa diterjemahkan batu yang membuat mereka jatuh tersandung (Sutanto, 2003, p. 852). King James Version (KJV) menerjemahkannya stumblingstone. Kata ini dalam bahasa Yunani proskommatos. Kata ini berasal dari dua kata Yunani yaitu proskomma yang berarti a stub, that is, (figuratively) occasion of apostasy (sesuatu yang membuat tersandung, yaitu, secara figuratif berarti waktu/alasan pemurtadan) dan lithos yang berarti stone (batu). Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan bahwa batu sandungan ini adalah Perkataan Injil (the word of Gospel) atau lebih tepatnya (salib) Kristus sendiri yang oleh Paulus dikatakan, “untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan” (1 Korintus 1:23). Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan ayat 33, di mana Paulus mengatakan, “seperti ada tertulis: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."” Ayat ini diambil dari Yesaya 28:16 yang berbunyi, “sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!” Ayat ini ditujukan kepada para pemimpin Yerusalem (baca dari ayat 7) yang tidak mau mendengarkan Firman Tuhan. Beberapa penafsir yang saya baca tafsirannya hampir sama menunjuk kedua batu ini sebagai batu pembangun bangunan yang mengarah kepada Kristus. Batu ini ada dua, yaitu batu penguji dan batu penjuru yang mahal. Batu penguji dalam KJV diterjemahkan a tried stone. Batu ini menurut Albert Barnes dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible menunjuk kepada suatu bahan logam (metals) yang diuji dengan api untuk menguji kualitasnya. Barnes mengutip hal ini dari: Ayub 23:10 ; Mazmur 66:10; Yeremia 9:6 (LAI: Yer. 9:7); dan Zakharia 13:9. Hal ini penting supaya bangunan yang akan dibangun dari batu tidak hancur di titik dasar. Batu penguji/yang diuji ini, menurut Matthew Henry dalam tafsirannya Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible menunjuk kepada para nabi di PL yang membangun dasar kebenaran. Lalu, batu ini disusul dengan batu penjuru yang mahal. KJV menerjemahkannya a precious corner stone. Kembali, Barnes menafsirkan bahwa batu ini adalah batu yang sangat kuat/kokoh untuk menahan sudut bangunan. Batu ini juga menunjuk kepada Kristus. Di dalam Kisah Para Rasul 4:11, Rasul Petrus yang penuh Roh mengatakan, “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan--yaitu kamu sendiri--, namun ia telah menjadi batu penjuru.” “Batu penjuru” di dalam ayat ini berarti kepala dari penjuru/ujung (the head of the corner) yang menunjukkan bahwa Kristus adalah Sumber/Kepala segala sesuatu. Di dalam Efesus 2:19-20, Rasul Paulus mengatakan hal serupa, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.” “Batu penjuru” di dalam ayat ini dalam KJV diterjemahkan the chief corner stone. Dengan kata lain, kedua batu ini menunjuk kepada Kristus sebagai dasar yang telah diuji untuk suatu bangunan sekaligus sebagai dasar bangunan yang kokoh dan tak tergoyahkan. Kedua batu inilah yang mengakibatkan Allah berfirman bahwa barangsiapa yang percaya, tidak akan gelisah. Mengapa Allah berkata bahwa barangsiapa yang percaya kepada kedua batu ini tidak akan gelisah ? Kedua batu ini memiliki makna dan mengarah kepada Kristus (bukan sekedar batu biasa), sehingga barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak akan gelisah (ayat 33: tidak akan dipermalukan ; bandingkan: Roma 10:11; 1 Petrus 2:6). Kristus itulah yang menjadi batu sandungan bagi bangsa Israel yang terus mengagungkan perbuatan sebagai syarat diselamatkan. Dengan kata lain, bangsa Israel tidak sampai kepada hukum Kebenaran, selain karena mereka mengejarnya melalui perbuatan, mereka tidak mengarah kepada Kristus di dalam iman, sehingga mereka kehilangan arah dan makna hidup sejati. Bagaimana dengan kita? Sebagai kaum pilihan Allah, kita seharusnya berfokus kepada iman dan bersumber hanya kepada Kristus yang adalah batu teruji dan batu penjuru yang mahal/berharga. Kristus itulah yang menjadi Sumber Hidup kita yang kepadanya hidup kita terkait mutlak. Ketika kita berfokus kepada iman dan bersumber hanya kepada Kristus, hidup kita pasti akan memiliki makna sejati meskipun harus melewati berbagai pergumulan dan penderitaan. Sudahkah kita menjadikan Kristus sebagai Tuhan dan Raja dalam hidup kita? Sudahkah kita menjadikan Kristus sebagai Batu Teruji dan Batu Penjuru yang Berharga di dalam hidup kita? Itulah tandanya kita adalah umat pilihan Allah sejati.

Melalui perenungan keempat ayat ini, kita seharusnya disadarkan bahwa umat pilihan Allah sejati hidup hanya melalui anugerah Allah di dalam iman kepada Kristus. Iman ini yang mengarahkan dan menuntun hidup kita terus berjalan dan setia kepada-Nya meski harus menderita aniaya. Sudahkah kita hidup oleh iman kepada/di dalam Kristus saja ? Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: