04 August 2008

Matius 10:28-31: CHRISTIANITY AND PERSECUTION: The Providence-2

Ringkasan Khotbah: 26 Maret 2006

Christianity & Persecution: The Providence 2
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 10:28-31



Pendahuluan
Sejak awal Tuhan Yesus telah membukakan bahwa setiap orang yang mau menjadi murid-Nya, yaitu ia harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikut Aku, hal ini berarti banyak tantangan dan penderitaan yang harus dihadapi maka gambaran domba di tengah serigala yang diberikan oleh Kristus itu sangatlah tepat. Adalah wajar kalau dunia membenci anak Tuhan sejati sebab dunia telah terlebih dahulu membenci Kristus, Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya (Yoh. 1:12). Perhatikan, Firman Tuhan tidak pernah mengajarkan kalau anak Tuhan akan selalu hidup nyaman dan bahagia. Tidak! Jadi, jangan tertipu dengan ajaran sesat yang sengaja diajarkan demi untuk suatu tujuan pribadi yang sekular, hedonis, dan humanis materialis. Perhatikan, Tuhan tidak pernah menjanjikan hidup nikmat ataupun kesuksesan, Tuhan janjikan pimpinan dan penyertaan bagi anak Tuhan yang sejati.

Sangatlah mengenaskan, gereja seharusnya menjadi manifestasi Kerajaan Sorga di dunia tapi kini, mulai berkompromi dengan ajaran dunia yang humanis materialis. Ironis, gereja tidak menyenangkan hati Tuhan tetapi gereja justru takut kalau tidak dapat menyenangkan hati manusia. Di tengah situasi dan kondisi yang kacau ini Tuhan menegaskan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka (Mat. 10:28). Betapa indah dan bahagia hidup kita kalau kita mempunyai rasa takut akan Tuhan dalam segala aspek kita selalu ingin menyenangkan hati Tuhan. Takut akan Tuhan menjadi landasan providensia Allah. Providensia Allah adalah Allah yang sejati akan menyertai, memimpin dan menjaga umat-Nya yang sejati. Kalau burung pipit yang harganya sangat murah Tuhan pelihara apalagi manusia yang adalah umat Allah, tentu Tuhan akan menjaga bahkan di tengah tantangan dan bahaya Dia tetap menjaga dan melihara anak-Nya.
I. Allah adalah satu-satunya sandaran absolut.
Perasaan takut yang Tuhan tanamkan dalam diri setiap manusia seharusnya menyadarkan manusia bahwa manusia adalah makhluk relatif. Perasaan takut ini muncul ketika orang merasakan tidak ada keseimbangan. Seorang yang berbadan dan berotot besar tidak akan takut pada anak kecil umur dua tahun yang mencoba menantang dia. Lain halnya kalau ada orang lain yang mempunyai badan lebih besar mencoba menantangnya maka saat itulah rasa takut itu akan muncul. Ketakutan ini merupakan ketakutan yang relatif. Di saat perasaan takut itu muncul, barulah orang menyadari kalau dirinya membutuhkan sesuatu yang dapat disandari. Sandaran itu dapat berupa kekuatan fisik, kekayaan, kedudukan dan lain-lain namun semua sandaran itu sifatnya relatif belaka. Dapatlah dibayangkan bagaimana jadinya hidup manusia yang relatif tapi menyandarkan hidupnya pada sandaran relatif. Setiap orang pasti mempunyai sandaran atau lebih tepatnya ia harus mencari sandaran sebab tanpa sandaran, orang akan terus berada dalam ketakutan.

Manusia sadar kalau sesungguhnya ia butuh sandaran tetapi orang tidak tahu kepada sandaran manakah yang sifatnya absolut yang layak untuk dijadikan sandaran. Jangan pernah berpikir kalau kita menyandarkan hidup kita pada dunia, hidup kita akan bahagia. Tidak! Iblis memang akan mengabulkan semua permintaan kita tapi ingat, semua pemberian itu tidak gratis. Selama kita masih berguna maka iblis akan memberikan apa saja yang kita minta tapi setelah kita tidak berguna lagi maka kita akan dibuang, habis manis sepah dibuang. Hanya bersandar pada Allah yang berdaulat, Allah yang absolut, kita akan mendapatkan sukacita sejati. Allah berdaulat menata seluruh alam semesta mulai dari titik alfa hingga titik omega; tidak ada satu pun rencana Allah dalam alam semesta ini yang dapat digagalkan oleh manusia. Bayangkan, seandainya Allah yang menjadi sandaran itu seperti “allah“ yang ada dalam konsep manusia – “allah“ bereaksi tergantung dari aksi manusia sedangkan keinginan manusia selalu berubah-ubah maka “allah“ pasti akan mengalami kesulitan akibatnya seluruh alam semesta tidak dapat tertata dengan baik. Teologi Reformed menegaskan Allah di dalam kedaulatan-Nya memilih manusia untuk diselamatkan. Manusia tidak suka dengan Allah yang berdaulat, manusia juga ingin berdaulat sehingga muncul konsep bahwa segala sesuatu yang akan terjadi barulah terjadi apabila manusia beriman atau percaya. Jadi, segala sesuatu ditentukan oleh imannya dan kalau yang diimani tersebut ternyata tidak terjadi maka kesalahan ada pada imannya, yaitu kurang beriman. Pertanyaannya sekarang adalah siapakah manusia sehingga berani mengatur Tuhan? Lalu kalau “allah“ dapat diatur manusia masih layakkah “dia“ dijadikan sandaran? Biarlah kita mengevaluasi diri, kepada siapakah kita menyandarkan hidup kita? Iman sejati harus kembali pada Allah sejati. Ingat, Allah sejati tidak dapat dipermainkan manusia dan manusia yang berani bermain-main dengan Allah sejati maka ia sendiri yang akan hancur karena itu, bertobatlah. Anak Tuhan yang sejati tidak boleh takut pada semua oknum yang ada di dunia tetapi takutlah kepada Dia yang dapat membunuh baik tubuh sekaligus jiwa di dalam neraka. Kita telah mempunyai Allah sejati, Allah yang mutlak sehingga kita tidak memerlukan lagi “allah“ lain sebagai cadangan. Celakanya, hari ini masih banyak orang Kristen yang meragukan reliability Tuhan sehingga orang mencari “allah cadangan“ maka itu merupakan suatu pelecehan. Betapa bodohnya manusia kalau masih meragukan reliability Tuhan.

II. Allah adalah satu-satunya jaminan pasti.
Allah adalah Allah yang mutlak karena itu, Dia layak menjadi sandaran. Pertanyaannya sekarang adalah kenapa dan atas dasar apa sehingga Dia mau menjadi sandaran dan membela manusia? Kalau kita datang pada seorang yang kuat untuk dijadikan sebagai backing tentulah kita ingin adanya suatu jaminan kuat yang memastikan kita bahwa dia akan membela ketika kita dalam kesulitan. Pertanyaannya adalah apa yang bisa menjamin si bodyguard dapat tetap setia pada kita? Bagaimana jika suatu saat dia berbalik melawan kita, bukankah tidak ada jaminan yang pasti? Puji Tuhan, kita mempunyai Allah yang sejati, Dia tidak akan meninggalkan kita. Tuhan Allah mencipta kita, Dia pemilik kita maka wajarlah kalau Dia menjaga kita. Namun hal itu bukanlah dasar providensia Allah sebab manusia dapat memberontak.

Allah yang memelihara hidup kita adalah Allah yang kuat, Allah yang berdaulat, Allah yang absolut maka yang menjadi pertanyaan adalah siapakah kita sehingga Allah mau memelihara kita? Melalui Rasul Paulus, rahasia Ilahi itu dibukakan: Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri tetapi menyerahkan-Nya untuk kita maka bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita? Sama halnya kalau si bodyguard tadi mau menyerahkan anaknya pada kita untuk dijadikan sebagai jaminan bahwa dia akan tetap setia dan menjagai kita maka kita pasti tidak akan merasa kuatir kalau-kalau dia akan berkhianat, bukan? Tapi di dunia ini, manusia mana yang mau menyerahkan anaknya untuk dijadikan sebagai jaminan? Dalam segala hal, dunia selalu membutuhkan jaminan untuk memastikan segala sesuatu terjadi, entah jaminan dalam bentuk uang, perkataan, surat perjanjian, dan masih banyak lagi bentuk jaminan lain tetapi di antara semua jaminan itu tidak ada jaminan yang berbentuk nyawa. Kita telah mendapatkan garansi terbesar, yaitu Allah yang sejati itu telah memberikan nyawa Anak-Nya pada kita (Rm. 8:31-32); kasih-Nya yang besar telah dibuktikan dengan menyerahkan anak-Nya.

Seluruh karya Kristus mulai dari inkarnasi sampai kebangkitan-Nya merupakan jaminan bagi kita. Allah menyertai kita mulai dari inkarnasi sampai kebangkitan Kristus. Ketika Tuhan Yesus hendak dilahirkan, malaikat datang memberitahukan kabar sukacita ini pada Maria maka itu menjadi gambaran Allah menyertai dan ketika Tuhan Yesus hendak naik ke Sorga, Ia memberikan perintah terakhir yang menjadi amanat agung bagi kita dan Tuhan tetap beserta kita (Mat. 28:19-20). Allah beserta kita ada dalam konteks Kristus hadir ke tengah dunia from the empty womb to the empty tomb maka ini menjadi jaminan Allah beserta kita. Barangsiapa percaya dalam Kristus maka ia diselamatkan. Allah rela menggunakan segala kedaulatan-Nya untuk memelihara kita karena kita adalah umat pilihan-Nya.

III. Allah memberikan providensia eksklusif pada umat-Nya.
Jika Allah di pihak kita, siapakah lawan kita? (Rm. 8:31), ini berarti Tuhan tidak membela semua manusia, Tuhan hanya berpihak pada umat-Nya. Pertanyaannya sekarang adalah apakah kita ada di pihak Allah? Benarkah Allah di pihak kita? Yang menjadi penentu apakah Allah di pihak kita atau kita di pihak Allah adalah Allah bukan manusia. Kalau kita yang merasa di pihak Allah itu belumlah sah sebab bisa saja itu hanya perasaan relatif. Hanya Allah yang absolutlah yang berhak menentukan bahwa kita berada di pihak-Nya. Semua itu barulah sah ketika Dia berkata, “Engkau ada dipihak-Ku“ maka itu menjadi kekuatan bagi kita. Allah yang sejati memberikan providensia pada umat-Nya yang sejati. Kalau kita adalah umat-Nya maka Allah akan beserta kita dan Tuhan menuntut kita untuk taat bukan mempertahankan hak. Alkitab tidak pernah mengajarkan pada kita untuk kita mempertahankan hak asasi sebaliknya Tuhan mengajarkan pada kita untuk taat dan mengorbankan diri. Yang menjadi pertanyaan adalah ketika manusia tidak mempertahankan hak, apakah itu berarti kita boleh dipermainkan? Tidak! Pembalasan itu menjadi hak Tuhan, Tuhanlah yang akan menjadi pembela kita. Inilah prinsip providensia Allah. Orang yang berada dalam providensia Allah adalah orang yang bersandar pada Allah maka saat itulah Tuhan akan memimpin dan percayalah, pimpinan Tuhan ini tidak akan sia-sia. Kalaupun kita harus berkorban maka pengorbanan itu tidak akan sia-sia karena Tuhan akan turut bekerja dalam setiap langkah kita. Jikalau Tuhan ada di pihak kita maka siapakah yang berani melawan kita?

Alkitab menegaskan bahwa Tuhan akan memelihara dan menjaga setiap anak-anak-Nya yang bersandar pada-Nya. Perhatikan, Tuhan menjaga bukan berarti anak Tuhan tidak akan mengalami kesulitan; kita mungkin akan mengalami penderitaan, aniaya bahkan mati tetapi ingat, dalam semua aspek itu Tuhan tetap menjaga artinya setiap hal yang terjadi berkait dengan rencana Tuhan. Teladan yang terbaik adalah Ayub, dia hidup menderita, Tuhan tahu sampai dimana batas kemampuannya maka pada titik kritis Tuhan mengambil alih. Iblis tidak akan dapat menghancurkan anak Tuhan yang sejati. Iblis tahu akan hal ini sehingga satu-satunya cara untuk menghancurkan Kekristenan adalah menjatuhkan orang Kristen palsu yang notabene adalah anak iblis dimana Kekristenan juga yang terkena dampaknya. Hati-hati, janganlah kita merasa senang kalau kita dibela oleh iblis sebab suatu hari nanti ketika kita tidak diperlukan lagi maka kita akan dikorbankan.

Sesungguhnya, dunia tahu dan dapat membedakan mana Kristen sejati dan mana Kristen palsu. Orang Kristen palsu pasti akan menjadi sasaran iblis. Sedangkan orang kristen sejati, kuasa iblis tidak akan dapat menganggu dan menghancurkannya justru kuasa kegelapan itu berbalik menghantam dan menghancurkan dirinya sendiri. Kuasa iblis tidak akan dapat menghancurkan anak Tuhan sejati karena providensia Allah itu selalu beserta. Namun hati-hati, kalau dengan cara vulgar iblis tidak berhasil maka ia akan terus mencari cara untuk menghancurkan anak Tuhan. Dalam sebuah KKR di sebuah kota di Jatim, seorang dukun dengan kuasa kegelapan mencoba menghancurkan Pdt. Stephen Tong namun kuasa kegelapan justru menghantam dirinya dan ia jatuh terpental dan terluka hingga 3 hari lamanya. Dalam hal ini, bukan Pdt. Stephen Tong yang hebat, bahkan ia sendiri tidak tahu ada orang dengan kuasa kegelapan hendak menghancurkannya namun satu hal yang pasti, Tuhanlah yang menjaganya dengan menjauhkannya dari kuasa-kuasa kegelapan. Sesungguhnya orang yang bermain-main dengan kuasa kegelapan itu tahu bahwa melawan anak Tuhan yang sejati tidak akan dapat berhasil dan justru akan mendatangkan celaka bagi dirinya sendiri.

Setiap penderitaan yang kita alami itu tidak lepas dari rencana Tuhan yang indah. Penderitaan yang kita alami itu bernilai kekekalan. Tuhan ubahkan setiap penderitaan kita menjadi kemuliaan bagi-Nya. Seorang aktor Taiwan tampan baru saja menikah namun belum genap setahun pernikahan mereka ternyata diketahui ia menderita sakit kanker dan penyakit itu menggerogoti ketampanannya. Wajah yang tampan berubah menjadi sangat menyeramkan tetapi dalam penderitaannya, ia tetap beriman dan bersandar pada Tuhan. Iman percayanya membawa orang percaya kepada Kristus, ia menjadi kesaksian yang hidup. Kesaksian iman yang indah ini difilmkan dengan judul “Love Never Fails“ dan menjadi berkat. Banyak kesaksian-kesaksian serupa yang hari ini telah menjadi berkat. Tuhan tidak membiarkan penderitaan yang kita alami itu menjadi sia-sia. Berbeda halnya dengan penderitaan yang dialami oleh dunia, semua tidak bernilai kekekalan. Tuhan ubahkan penderitaan menjadi sesuatu yang bermakna kekekalan dan menjadi berkat bagi banyak orang. Inilah bedanya antara seorang anak Tuhan yang sejati dan anak Tuhan yang palsu. Pertanyaannya sekarang adalah kita berada di pihak mana? Biarlah kita pakai sisa hidup kita untuk hal-hal yang bermakna kekekalan dan segala kemuliaan hanya bagi Dia. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: