Kehidupan Adalah Suatu Penugasan Sementara ??
Pada bab 9 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari keenam dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Pada bab ini, halaman 53-58, ia melanjutkan metafora kehidupan yang ketiga yang katanya dari Alkitab yaitu hidup itu sementara dengan penugasan yang sementara. Oleh karena itu, menurut Warren, dibandingkan dengan kekekalan, hidup ini singkat dan bumi hanya sebagai tempat kediaman sementara. Hal ini benar. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa identitas kita ada di dalam kekekalan dan tanah air kita adalah Surga, sehingga kita akan berhenti memikirkan soal memiliki semuanya di dalam bumi ini. Hal ini juga benar. Selanjutnya, ia juga memaparkan dan mengutip 1 Petrus 2:11, “Saudara-saudaraku, dunia ini bukan rumahmu, karena itu jangan membuat dirimu betah di dalamnya. Jangan menurutkan keinginanmu sendiri dengan mengorbankan nyawamu.” (The Message) lalu mengajarkan, “Allah memperingatkan kita untuk tidak terlalu terikat pada apa yang ada di sekeliling kita karena semua itu bersifat sementara.” (Warren, 2005, p. 55).
Komentar saya :
Saya tidak menyalahkan pandangan ini 100%, tetapi saya melihat tendensi Warren ingin mengajarkan bahwa kita tidak perlu terlalu peduli dengan hal-hal dunia, karena itu fana sifatnya, lalu marilah kita terus memikirkan hal-hal kekekalan. Ini tendensi yang salah. 1 Petrus 2:11 menurut terjemahan King James Version berkata, “Dearly beloved, I beseech you as strangers and pilgrims, abstain from fleshly lusts, which war against the soul;” atau Terjemahan Baru Alkitab Indonesia mengartikannya, “Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.” Kedua terjemahan ini lebih tepat dan mendekati arti aslinya, karena kita diperintahkan oleh Tuhan melalui Rasul Petrus untuk tidak mengikuti keinginan-keinginan daging, mengingat status kita yang sudah dipindahkan dari kegelapan menuju kepada terang-Nya yang ajaib (1 Petrus 2:9-10). Kalau menurut versi The Message, kita tidak boleh betah di dalam dunia ini, saya pikir terjemahan ini kurang tepat, mengapa ? Karena kalau kita tidak boleh betah di dunia ini, apakah berarti kita cepat-cepat segera mengakhiri hidup di dunia saja supaya dapat langsung menuju ke “Surga” ?
Alkitab mengajarkan kewarganegaraan kita memang adalah kewarganegaraan Surga, seperti yang Paulus ajarkan, “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat,…” (Filipi 3:20). Tetapi, Paulus tidak berhenti di sini saja, sebelumnya ia memaparkan konsep paradoks di dalam iman Kristen, “Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu. Dan dalam keyakinan ini tahulah aku: aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman, sehingga kemegahanmu dalam Kristus Yesus makin bertambah karena aku, apabila aku kembali kepada kamu.” Paulus pada bagian ini juga memiliki kerinduan seperti setiap kita untuk hidup bersama Kristus kelak di Surga, tetapi ia juga tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai warga negara dunia yaitu untuk melayani umat pilihan Allah dengan Injil. Sehingga, kita (umat pilihan Allah) dapat membagikan dua status atau warga negara yang kita miliki, yaitu warga negara Surgawi dan warga negara dunia (tepatnya, Indonesia bagi kita yang hidup di Indonesia). Ini adalah konsep paradoks. Secara status, kita yang telah dipilih Allah di dalam Kristus telah menikmati berkat-berkat Surgawi yang akan datang, tetapi apa yang kita nikmati itu belum sempurna dan akan disempurnakan kelak di akhir zaman.
Kemudian, ia memaparkan bahwa karena bumi bukanlah rumah terakhir kita, maka kita sebagai pengikut-pengikut Kristus mengalami kesulitan, penderitaan dan penolakan di dalam dunia ini... Ia juga mengungkapkan, “Untuk menjaga agar kita tidak menjadi terlalu terikat pada dunia, Allah membiarkan kita merasakan cukup banyak kesedihan dan ketidakpuasaan di dalam kehidupan, ...” (Warren, 2005, p.56).
Komentar saya :
Pandangan ini baik dan benar, tetapi kesimpulan yang Warren ambil terlalu gegabah dengan mengatakan bahwa Allah membiarkan kita merasakan cukup banyak kesedihan untuk menjaga agar kita tidak menjadi terlalu terikat pada dunia. Saya pikir pernyataan Warren dapat disalahmengerti oleh pembacanya, lalu si pembaca dapat mengartikannya secara salah, yaitu dengan mengatakan bahwa Allah itu “kejam” dan “egois”, karena Ia tega memberikan kesusahan kepada manusia dengan tujuan agar kita bisa berhubungan dengan-Nya. Bukankah Warren sendiri sebelumnya mengatakan bahwa penderitaan itu harus ditanggung sebagai pengikut-pengikut Kristus ? Saya tidak menjumpai adanya kekonsistenan yang jelas dalam pernyataan ini. Memang tidak salah, kita harus menderita sebagai pengikut Kristus, tetapi saya belum berani mengajarkan bahwa untuk menjaga agar kita tidak terlalu terikat dengan dunia, maka Allah membiarkan kita merasakan kesusahan. Kesusahan, penderitaan, dll adalah efek dosa dan pelanggaran mereka terhadap perintah Allah.
No comments:
Post a Comment