27 September 2007

Matius 4:12-17 : ESSENCE OF CALLING, SUFFERING AND KERYGMA-3

Ringkasan Khotbah : 15 Agustus 2004

The Essence of Calling, Suffering & Kerygma (3)
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 4:12-17



Matius menuliskan kembali berita tentang tanah Zebulon dan tanah Naftali yang diungkapkan nabi Yesaya (Yes. 8:23-9:1) sebelumnya dalam Perjanjian Lama. Zebulon merupakan anak ke lima sedang Naftali merupakan anak ke sepuluh dari Yakub yang disebut Israel. Zebulon dan Naftali menempati sebagian kecil wilayah yang berada di sebelah Timur, seberang sungai Yordan. Karena letak geografisnya yang berada di seberang sungai Yordan maka daerah ini dapat berkembang hingga ke wilayah Dekapolis. Namun perkembangan ini justru menyebabkan penderitaan karena di satu sisi, mereka terpisah dari sepuluh suku lain yang berada di sebelah barat sungai Yordan dan karena wilayahnya tidak dibatasi oleh sungai dimana sungai menjadi benteng pertahanan paling efektif akibatnya wilayah Naftali, Zebulon dan wilayah lain yang berada di sisi timur sungai Yordan sangat mudah diserang oleh bangsa Asyur, bangsa Babel dan bangsa lain.
Hal ini membuktikan bahwa besarnya wilayah tidak menjadikan hidup mereka lebih aman, lebih makmur atau lebih kaya. Konsep ini sangat penting untuk kita pahami dan Alkitab telah berulang kali memberikan gambaran bahwa kalau kita salah mengkategorikan nilai dan panggilan Tuhan maka itu menjadi titik awal kehancuran, manusia akan mengalami penderitaan yang tidak ada pahalanya. Kita dapat memetik pelajaran dari peristiwa berpisahnya Abraham dan Lot. Lot, sang keponakan yang tidak tahu diri ini memilih tempat yang paling baik, tanah yang paling subur dan paling menguntungkan. Secara manusia, Abraham tentu merasa dirugikan dengan tanah gersang tersebut namun Abraham tidak marah melihat kelakuan Lot karena ia menyadari tanah merupakan anugerah Tuhan, ia senantiasa berpaut pada Tuhan maka Dia tidak akan membiarkan ketidakadilan terjadi pada anak-anak-Nya. Andai, kita disuruh memilih maka kita pasti akan berlaku sama seperti Lot namun apa yang dipandang manusia baik justru berakhir dengan kehancuran.
Secara duniawi, tanah Naftali dan tanah Zebulon sangatlah menguntungkan dan hal ini membuat iri kesepuluh suku lain namun realita berbicara lain. Sejak jaman Hakim-hakim sampai Perjanjian Baru, daerah ini selalu menjadi bulan-bulanan dari bangsa Asyur, bangsa Babel, dan bangsa-bangsa lain. Alkitab mencatat negeri ini sebagai suatu negeri yang dinaungi maut. Sampai akhirnya, negeri ini mendapat serangan dari tentara Asyur yang paling kejam di bawah pimpinan raja Tiglat Pileser III dimana seluruh rakyat di negeri ini menjadi tawanan bangsa Asyur. Hal ini menjadikan daerah Zebulon dan Naftali sangat gersang dan mereka pun bercampur dengan bangsa-bangsa kafir. Kondisi bangsa Israel yang menderita ini telah digambarkan oleh Nabi Yesaya sejak jaman Perjanjian Lama namun demikian Tuhan tidak pernah melupakan apalagi meninggalkan mereka.
Manusia selalu berpikir dengan cara dunia sehingga semua tindakan yang dilakukan, kita selalu berpikir untung-rugi dan mencari daerah strategis. Seperti halnya ketika kita hendak mengembangkan pelayanan, cara siapa yang kita pakai, cara dunia atau cara Tuhan? Ingat, cara Tuhan berbeda dengan cara iblis begitu pula pengertian strategis Tuhan berbeda dengan manusia. Celakanya, hari ini banyak gereja yang menggunakan cara dunia untuk mengembangkan pelayanan; orang Kristen bukan lagi menjadi alat Tuhan tapi menjadi alat dunia. Kristus telah memberikan teladan yang indah pada kita, Dia datang dan melayani bangsa yang berada dalam kegelapan dan dinaungi maut. Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat (Luk. 5:12). Jangan biarkan dirimu dikendalikan oleh dunia tapi biarlah Tuhan yang memanggil kita untuk menjadi pemberita kebenaran itu saja yang mengendalikan hidup kita maka kita akan melihat tangan Tuhan yang bekerja dengan indah dan ajaib. Tuhan memanggil kita menjadi saksi-Nya yang memancarkan terang dimanapun kita berada.
Hati-hati, jangan masuk dalam jebakan iblis karena sekali kita masuk maka akan sulit bagi kita untuk keluar dari cengkeramannya. Berbeda dengan Tuhan, ketika Tuhan memimpin Ia tidak pernah mencengkeram siapapun. Tuhan memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih apakah ia mau taat pada pimpinan Tuhan atau tidak? Tuhan tidak pernah merasuk siapapun, jadi barang siapa yang merasa terpaksa atau tanpa sadar melakukan sesuatu maka dapatlah dipastikan itu pasti bukan dari Tuhan. Tuhan tidak pernah menguasai seseorang sehingga orang menjadi kehilangan kesadaran, kehilangan kebebasan, kehilangan cara berpikir. Tidak! Tuhan sudah memberikan jalan yang terbaik, kini keputusan ada di tangan manusia, apakah kita mau taat/tidak pada-Nya? Ingat, siapa memilih maka dia yang harus bertanggung jawab akan akibatnya berbeda halnya kalau ia dipaksa melakukan tugas maka dia bisa lepas dari tanggung jawab. Tuhan pun memberikan kebebasan memilih pada Adam dan Hawa dan Tuhan pun sudah memberitahukan akibatnya, makan buah pengetahuan baik dan jahat berarti mati.
Bukan berarti Tuhan kurang bijaksana ketika Ia memilih nelayan-nelayan Galilea, bangsa yang katanya berada dalam kegelapan untuk menjadi alat-Nya. Karena pada jaman itu, selain penggembala domba, nelayan merupakan salah satu pekerjaan yang juga dipandang hina oleh bangsa Israel. Namun Tuhan memanggil orang yang dianggap “bodoh“ untuk membodohkan orang yang merasa diri pandai. Inilah panggilan Tuhan sejati. Apakah cara Tuhan yang berbeda dengan cara dunia ini akan menggagalkan seluruh misi Kerajaan Tuhan? Tidak! Alkitab mencatat murid-murid Kristus yang hanyalah seorang nelayan justru sukses menjalankan misi Kerajaan Allah. Secara logika manusia adalah tidak mungkin namun Tuhan memakai Petrus sebagai pemberita Injil dan 3000 orang bertobat dan masih banyak lagi. Lalu dimana kunci kesuksesan mereka sehingga seorang nelayan dapat mengerjakan pekerjaan besar sedemikian rupa?
Kuncinya adalah mereka telah berhasil keluar dari keadaan yang paling sulit. Seorang nelayan telah terbiasa hidup menderita, ia tahu apa arti penderitaan dan ia tahu bagaimana caranya keluar dari penderitaan maka oleh sebab itu Tuhan Yesus memilih mereka menjadi pengikut-Nya dan mengerjakan misi Kerajaan Allah. Orang yang terbiasa hidup dalam kenyamanan, tidak pernah menderita sepanjang hidupnya pada umumnya tidak memiliki daya juang karena untuk mencapai kesuksesan ia harus lewat dalam bayangan maut dan lembah kekelaman. Esensi panggilan Tuhan, yaitu melihat kembali kepada penderitaan yang sudah dilewati dengan demikian ia dapat membawa Terang pada setiap orang. Inilah jalur yang Tuhan mau pakai pada setiap kita maka kita akan melihat:
1. Kuasa Injil dapat mengubah seseorang. Secara logika, adalah mustahil untuk mengubahkan seseorang karena logika manusia dibangun dengan kausalitas sekuler atau sebab akibat. Manusia sudah dikuasai oleh dosa sehingga sukar baginya untuk keluar dari jeratan dosa. Agustinus mengatakan non-posse non-peccare, manusia tidak mungkin tidak berdosa. Namun ketika Terang itu datang dan kuasa Kristus menyadarkan manusia berdosa maka itu saatnya manusia berubah, manusia yang dulunya berada dalam kegelapan kini ia berada dalam terang. Seorang anak Tuhan yang belum pernah mengalami mujizat diubahkan, yaitu bagaimana Tuhan mengubah dari orang berdosa kembali pada kebenaran maka ia tidak akan pernah mendapatkan kuasa atau power. Ingat, kuasa bukan otoritas, kuasa dari kata dinamos yang berarti kekuatan atau kemampuan untuk mendobrak. Ingat, kekuatan atau kuasa itu bukanlah berasal dari diri sendiri melainkan dari Tuhan karena kalau dari Tuhan maka tidak mungkin manusia yang terbatas bisa mengerjakan pekerjaan Tuhan. Sangatlah disayangkan, Kekristenan kini telah kehilangan kuasa Injil, manusia telah dikunci oleh sekularisme dan dibutakan oleh materialisme. Berjalan bersama Tuhan maka tidak ada hal yang mustahil bagi kita untuk menggenapkan misi Kerajaan Allah, yakni memberitakan Injil pada mereka yang masih berada dalam gelap.

2. Kuasa Injil mempunyai Otoritas Ilahi. Sebagai anak Tuhan, kita harus menyadari bahwa Tuhan, Raja alam semesta yang seharusnya berotoritas atas hidup kita. Logika manusia mungkin melihat bahwa pilihan kita lebih baik namun percayalah pimpinan Tuhan pasti lebih indah meski kelihatan susah jalannya. Jangan pakai otoritas manusia untuk menindas otoritas Tuhan. Ketika kita melihat otoritas Tuhan diinjak-injak maka itulah saatnya anak Tuhan untuk bertindak dan menyatakan kebenaran; jangan takut Tuhan akan memberikan kemampuan dan kekuatan untuk melawan musuh. Membiarkan diri dikuasai oleh otoritasasi dunia sama halnya menyerahkan hidup pada jurang kehancuran. Selama kita tidak kembali pada Tuhan dan bertobat maka kita akan mudah dipermainkan dunia. Memang, bukanlah hal yang mudah menggenapkan rencana Tuhan di dunia yang kacau ini namun percayalah otorisasi Tuhan lebih berkuasa dari otorisasi siapun di dunia sehingga rencana Tuhan tidak mungkin digagalkan oleh manusia. Sangatlah disayangkan, hari ini banyak orang Kristen takut menghadapi tantangan, mereka selalu menggunakan logika ketika hendak mengerjakan pekerjaan Tuhan yang besar. Seorang pelayan sejati mau tunduk mutlak dan mempunyai jiwa yang taat dan hal ini berlaku di semua aspek hidup kita, baik ketika kita memilih pekerjaan, studi, teman hidup, dan lain-lain. Ketika otorisasi Tuhan sedang dijalankan pasti banyak tantangan yang harus dihadapi namun jangan takut dengan kekuatan dari Tuhan kita pasti bisa menghadapinya dengan demikian kita mempunyai kesaksian indah dan menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan telah memberikan pada kita untuk hidup dalam Terang sehingga kita dapat merasakan indahnya berjalan dalam kuasa Terang karena itu jangan sia-siakan kesempatan.

3. Kuasa Injil memberikan Bijaksana Ilahi. Rencana Allah sungguh amat bijaksana, Ia sudah menata sedemikian rupa supaya Kristus pergi ke utara, daerah yang berada dalam kegelapan dan kemudian turun lagi ke daerah selatan. Manusia tidak pernah mengerti kenapa harus Kapernaum yang menjadi pusat dari pelayanan Kristus pertama kali? Begitu pula di kehidupan kita terkadang kita tidak mengerti kenapa Tuhan memberikan pekerjaan yang kita rasa tidak berarti, kenapa Tuhan menempatkan kita di kota yang kecil? Janganlah kita mempercepat sejarah yang Tuhan sedang tata dengan bijaksana. Manusia selalu ingin melihat hasil akhir yang berakhir dengan kesuksesan namun itu justru membuat kita hancur. Rencana dan waktu Tuhan adalah yang terbaik, Ia tahu dari mana harus dimulai, bagaimana harus mencapai kesuksesan dan waktunya berapa lama. Kalau kita dihadapkan pada dua pilihan pekerjaan, yaitu memilih menggenapkan rencana Tuhan namun gaji kecil atau gaji besar dengan pekerjaan yang menyita waktu sehingga kita tidak dapat menggenapkan rencana Tuhan; manakah yang akan kita pilih? Orang Kristen yang materialisme humanis pasti akan memilih pilihan kedua meskipun kita tidak dapat mengerjakan panggilan Tuhan. Apakah itu merupakan keputusan yang bijaksana?
Bijak adalah tahu mengambil keputusan apa yang paling tepat dengan demikian kita tidak menjadi salah langkah karena keputusan itu akan menentukan posisi kita, yaitu sebagai anak Tuhan atau anak iblis. Tidak setiap orang pandai yang berintelektual tinggi mempunyai bijaksana karena orang pandai biasanya selalu terkunci dengan rasio sehingga sukar baginya untuk melihat pekerjaan Tuhan. Kepandaian bukanlah hal yang utama tapi kecermatan melihat segala sesuatu secara integratif itulah hikmat sejati yang melampaui intelektualitas, empirisme dan pikiran manusia. Dunia hanya menuju pada kehancuran maka hendaklah kita balik pada bijaksana Ilahi yang menjadikan sebagai pemberita Terang Tuhan. Tuhan memanggil kita dan memberikan kuasa pada kita untuk melewati tantangan dan kuasa itu tidak menjadikan kita egois sebaliknya Ia mau supaya kita membawa Terang. Kuasa pemberitaan akan muncul kalau kita hidup bersama Tuhan yang memberikan hikmat dan bijaksana. Inilah kekuatan kerygma.
Puji Tuhan kalau Ia masih berkenan memakai kita manusia yang terbatas ini sebagai pembawa berita kebenaran sehingga orang-orang yang berada dalam kegelapan kembali pada Terang sejati. Panggilan Tuhan, penderitaan yang kita alami dan berita yang kita sampaikan merupakan satu ikatan yang saling terkait. Bagaimana mungkin buah zaitun akan menjadi minyak kalau ia tak ditekan? Bagaimana mungkin buah anggur akan menjadi anggur kalau ia tak diperas? Tiap pukulan Tuhan pasti berguna karena Dia sedang menggembleng kita dengan demikian kita semakin jelas melihat esensi panggilan Tuhan sehingga kita mempunyai kekuatan dan kuasa untuk memberitakan Injil dan dengan bijaksana Ilahi hendaklah kita dipakai menjadi saksi bagi-Nya, memancarkan terang di tengah dunia yang gelap ini. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

No comments: