02 September 2007

Bab 4 : Menafsirkan Alkitab Dengan Bertanggungjawab

Bab 4
Menafsirkan Alkitab Dengan Bertanggungjawab
(Penggabungan Antara Theologia Sistematika dan Theologia Biblika)




Pada bagian terakhir, kita akan membahas bagaimana menafsirkan Alkitab dengan prinsip-prinsip yang bertanggungjawab sehingga kita dapat menghindarkan diri dari kesengajaan (atau ketidaksengajaan) mencoba mencomot ayat Alkitab di luar konteks yang ada. Lalu, pertanyaan yang muncul, apakah berarti kita harus mati-matian membela prinsip-prinsip tersebut, sehingga tanpa prinsip-prinsip tersebut kita tidak mungkin mengerti Alkitab ? Kemudian, bagaimana dengan ibu-ibu yang tidak pernah sekolah tinggi yang tinggal di desa, apakah mereka juga perlu sekolah theologia/Alkitab untuk memahami Alkitab ? Salah satu prinsip Alkitab itu jelas, sehingga ibu-ibu yang tidak berpendidikan tinggi sekalipun dapat memahaminya. Tetapi jangan menyempitkan arti kejelasan Alkitab ini, sehingga kita yang mengenyam pendidikan tinggi, kita malas mempelajari Alkitab, lalu sembarangan menafsirkan Alkitab dengan berpedoman bahwa Alkitab itu jelas. Kalau Tuhan menganugerahkan kita kemampuan dan kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi, sebaiknya kita mempergunakannya untuk mempelajari firman-Nya terlebih dahulu.

Pada bab ini, saya akan membagi ke dalam dua prinsip, pertama, prinsip pembentukan pola paradigma yang bertanggungjawab (theologia sistematika), dan kedua disusul dengan prinsip-prinsip penafsiran Alkitab sesuai dengan theologia sistematika yang telah disusun.
Pertama, kita akan membahas tentang pengajaran-pengajaran theologia sistematika sebelum kita masuk ke dalam prinsip mengerti Alkitab. Pengajaran theologia sistematika ini hanya mungkin diintegrasikan dengan cara penafsiran Alkitab yang bertanggungjawab ketika pengajaran ini dibangun di atas pengertian theologia Reformed yang konsisten.
1. Doktrin Alkitab (Bibliologi)
Di dalam theologia Reformed, Alkitab dipercaya adalah satu-satunya wahyu Allah yang tertinggi dan final (2 Timotius 3:16) yang tidak mungkin bersalah dalam naskah asli/autographa-nya (infallibility and inerrancy of the Bible). Hal ini berakar dari semboyan Reformasi dari Dr. Martin Luther, yaitu Sola Scriptura (hanya Alkitab). Theologia Reformed juga mempercayai bahwa Doktrin Alkitab (Bibliologi) sebagai Prolegomena atau doktrin yang mendasari semua doktrin Kristen. Jadi, semua pembahasan doktrin dari suatu arus theologia Kristen dilihat dari bagaimana arus theologia Kristen itu memandang Alkitab. Ketika kaum liberal mempercayai bahwa Alkitab itu murni buatan manusia, maka seluruh doktrin yang mereka bangun juga berdasarkan konsep kebersalahan Alkitab, sehingga tidak heran para pemuja “theologia” religionum/social “gospel” yang bersumber dari “theologia” liberal mendewakan humanisme dan kontekstualisasi yang salah agar kepercayaan Kristen dapat dikompromikan dengan mudah (menghilangkan esensi Kristen). Selain prolegomena, theologia Reformed juga mempercayai adanya suatu pengertian yang holistik dari Alkitab, di mana seluruh kitab-kitab di dalam Alkitab dari PL sampai dengan PB adalah kitab-kitab yang memberikan penjelasan yang menyeluruh dan saling melengkapi, sehingga ketika kita menemukan adanya kekurangjelasan dalam satu kitab tertentu, kita dapat membuka bagian kitab lainnya untuk mendapatkan penjelasannya. Ketika theologia Reformed memegang pendapat ini, maka jarang sekali para theolog Reformed membuat spekulasi theologia hanya dari satu bagian Alkitab, biasanya mereka akan mengintegrasikannya dengan seluruh berita di dalam kitab-kitab di dalam Alkitab. Untuk penjelasan bagian ini akan dijelaskan pada Bab 4 ini pada prinsip kedua.

2. Doktrin Allah
Tentang doktrin Allah, theologia Reformed dengan sangat konsisten mengajarkan prinsip kedaulatan Allah (the Sovereignty of God) dengan memegang prinsip bahwa segala sesuatu adalah dari Allah, oleh Allah dan bagi Allah saja kemuliaan sampai selama-lamanya (Roma 11:36). Oleh sebab itu, theologia Reformed dapat disebut sebagai theology from above yang berusaha melihat segala sesuatu BUKAN dari perspektif manusia berdosa, tetapi dari perspektif Allah di dalam Alkitab. Itu sebabnya, di dalam seluruh arus theologia Kristen, hanya theologia Reformed yang lebih mendekati Alkitab (tidak berarti theologia Reformed identik dengan Alkitab), karena kekonsistenan theologia Reformed dalam melihat segala sesuatu. Kalau ada orang “Kristen” yang tidak pernah belajar theologia sama sekali, lalu berani mengatakan bahwa theologia Reformed itu sombong dan tidak mengasihi, berhati-hatilah terhadap orang “Kristen” yang sok tahu ini. Kembali, mengapa theologia Reformed berani menegakkan kedaulatan Allah secara konsisten di dalam seluruh arus pemikirannya ? Karena hanya theologia Reformed melihat Allah sebagai Allah, Tuhan, Pencipta dan Pemilik seluruh alam semesta dan manusia adalah ciptaan-Nya yang hanya merupakan derivasi (turunan) dari atribut Allah yang dapat dikomunikasikan (communicable attribute), misalnya, adil, kasih, jujur, baik, dll. Allah adalah Tuhan yang memiliki dunia ini, sehingga Ia berdaulat dan berhak mengatur dan memimpin hidup manusia sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya. Di sini, posisi manusia hanya taat mutlak akan pimpinan-Nya. Perbedaan ini disebut oleh Pdt. Dr. Stephen Tong sebagai perbedaan kualitatif (qualitative difference). Perbedaan kualitatif ini memang bersumber dari Alkitab, tetapi hanya dapat digali oleh theologia Reformed. Oleh karena itu, tidak usah heran, banyak theolog atau hamba Tuhan yang bertheologia Injili (yang cenderung Arminian, lawan Reformed/Calvinisme) yang akhirnya dapat dengan mudah diperdaya oleh Gerakan Zaman Baru—GZB (New Age Movement) yang beridekan humanisme dan pantheisme, sehingga dengan berani mengajarkan bahwa di dalam diri manusia terkandung unsur positif, bahkan ada seorang pemimpin gereja Karismatik yang berani mengajarkan bahwa manusia adalah little gods (ilah-ilah kecil). Lalu, seorang direktur dari John Robert Power di Surabaya ternyata adalah seorang “penginjil” perempuan di sebuah gereja Karismatik “terbesar” di Surabaya. Mereka bisa masuk ke dalam racun GZB ini karena doktrin Allah mereka tidak kuat dan begitu kacau, karena mereka secara implisit mempercayai bahwa Allah bisa berubah atau mengubah rencana-Nya sesuai kondisi manusia.

3. Doktrin Manusia dan Dosa (Christian Antropology)
Theologia Reformed yang konsisten mengajarkan bahwa manusia itu diciptakan segambar dan serupa dengan Allah yang menurunkan sifat-sifat Allah yang kasih, suci, baik, adil, jujur, dll (atribut-atribut Allah yang dapat dikomunikasikan), sehingga manusia dapat berpotensi menjadi seperti Allah (tetapi tetap sebagai makhluk yang terbatas, diciptakan dan berdosa). Lalu, theologia Reformed mempercayai bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa (pandangan dikotomi), di mana kedua hal ini saling berhubungan dan menyatu. Ketika tubuh dan jiwa dipisahkan, maka manusia itu pasti mati. Tetapi saya sangat heran, ada seorang “pemimpin gereja” yang melakukan bisnis “minyak urapan” hobi “bersaksi” bahwa roh/jiwanya turun naik “surga” (tentu, terlepas dari tubuhnya). Ini jelas tidak sesuai dengan prinsip Alkitab, jangan percaya akan hal yang aneh ini. Mengenai penjelasan pandangan dikotomi, Anda dapat membaca sendiri buklet Doktrin Manusia dan Dosa yang ditulis oleh Pdt. Thomy J. Matakupan dan Ev. Julio Kristano (Momentum, 2005). Kembali, di dalam theologia Reformed yang mempercayai ketidakbersalahan Alkitab secara konsisten, manusia yang telah diciptakan segambar dan serupa dengan Allah ini telah jatuh ke dalam dosa dan dosa ini mengakibatkan seluruh potensi diri manusia menjadi rusak total (Total Depravity), sehingga tidak ada satu inci diri manusia yang tidak berdosa (Roma 3:23). Dosa inilah mengakibatkan hubungan antara manusia dengan Allah terputus, begitu pula hubungan antara manusia dengan alam, binatang dan sesama manusia juga terputus. Tidak heran, di dalam dunia ini muncul berbagai macam masalah, mulai dari timbulnya penyakit yang aneh, bencana banjir, tanah longsor, tsunami, dll, itu semua akibat dosa. Tetapi tidak berarti setiap penyakit, bencana alam pasti dari dosa. Yang saya maksudkan adalah dosa mengakibatkan penyakit, bencana alam, dll. Dosa ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu dosa asal (original sin) yang diwariskan dari Adam (Roma 5:12-14), lalu ada dosa aktual, yaitu dosa yang kita kerjakan sendiri. Dalam kondisi ini, manusia hanya memiliki satu kecenderungan : tidak bisa tidak berdosa (artinya ingin terus-menerus berdosa).

4. Doktrin Keselamatan (Soteriologi)
Konsep anugerah adalah konsep utama yang telah ditegakkan dari Paulus, Bapa gereja Augustinus, Dr. Martin Luther sampai John Calvin dan mempengaruhi semua theologia Reformasi dan Reformed. Di dalam hal ini, John Calvin, dengan memegang prinsip dari Paulus, menegakkan konsep kedaulatan Allah lah yang dengan lebih tepat mengartikan konsep hanya anugerah (sola gratia) ketimbang Luther. Mengapa ? Karena di dalam theologia Reformed, konsep anugerah langsung dikaitkan dengan kedaulatan Allah, sebaliknya di dalam theologia Reformasi agak kurang menekankan kaitan anugerah Allah dengan kedaulatan Allah, sehingga beberapa gereja Lutheran mulai mengkompromikan theologia mereka dengan theologia Injili yang Arminian. Mengapa menurut saya, theologia Reformed saja yang lebih tepat memahami anugerah Allah ? Karena hanya theologia Reformed mengaitkan konsep kedaulatan Allah dengan anugerah Allah ditambah ketidakmampuan manusia secara total, sehingga manusia pasti membutuhkan-Nya. Konsep anugerah ini jelas mempengaruhi doktrin keselamatan dan kehidupan Kristen sehari-hari. Di dalam doktrin keselamatan, theologia Reformed mempercayai bahwa sebelum dunia dijadikan, Allah telah memilih kita tanpa memandang jasa baik kita, tetapi murni atas kerelaan kehendak-Nya yang berdaulat (Efesus 1:3-6). Lalu, setelah Allah memilih kita untuk menerima keselamatan yang telah direncanakan-Nya, Bapa mengutus Putra untuk menggenapkan karya keselamatan itu dengan mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia, kemudian Roh Kudus diutus untuk menyempurnakan karya keselamatan itu dengan mengefektifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati setiap umat pilihan-Nya dengan memberikan iman di dalam Kristus. Hanya theologia Reformed yang konsisten mengajarkan peranan setiap Allah Tritunggal di dalam proses keselamatan. Lalu, Allah yang memulai keselamatan ini akan menjaga umat pilihan-Nya sampai akhir sehingga mereka tidak pernah mungkin dapat meninggalkan Kristus untuk selama-lamanya. Konsep ini jelas konsisten dengan seluruh berita Alkitab (Yohanes 3:16 ; 6:40,44,47 ; 10:27-30 ; Roma 8:33-35). Tetapi herannya konsep ini ditolak mentah-mentah oleh theologia Injili yang cenderung Arminian dan juga theologia Katolik Roma yang mengatakan bahwa ketika orang tersebut murtad, maka keselamatannya bisa hilang. Ini jelas tidak konsisten, mengapa ? Kembali, problematika kekekalan keselamatan berkaitan erat dengan kekekalan diri Allah dan pemeliharaan-Nya. Kalau pandangan Arminian yang mengatakan bahwa keselamatan umat pilihan Allah bisa hilang akibat murtad itu adalah pandangan yang “benar”, maka kaum Arminian secara implisit ingin mengajarkan konsep Deisme (yang mengajarkan bahwa setelah Allah menciptakan dunia ini, maka Ia tidak memelihara dunia ini) dan dengan jelas merendahkan posisi Allah di bawah posisi manusia yang “berotoritas”. Mengapa demikian ? Karena dengan mengatakan bahwa keselamatan umat pilihan Allah bisa hilang, otomatis sedang menghina Allah bahwa Ia tak sanggup lagi berbuat apa-apa terhadap keselamatan umat pilihan-Nya ketika mereka memilih untuk murtad. Ini tentu bukan Allah sejati tetapi “ilah” buatan para theolog Arminian dan Katolik yang tidak lebih dari suatu idealisme utopia yang tidak pernah diajarkan oleh Alkitab, tetapi mirip seperti pandangan L. Feuerbach bahwa “Allah” itu diciptakan menurut gambar dan rupa manusia. Di dalam kehidupan Kristen sehari-hari, konsep anugerah harus menjadi konsep yang tertanam di dalam hati dan pikiran kita, sehingga apapun yang telah Ia berikan kepada kita baik itu kepintaran, kemampuan berbicara, dll, itu murni adalah anugerah Allah, lalu pergunakanlah itu hanya bagi kemuliaan-Nya saja.

5. Doktrin Kristus (Kristologi)
Theologia Reformed mengikuti pandangan dari Rasul Paulus sendiri (Roma 1:3-4), para bapa gereja yang setia, Luther dan John Calvin memegang pernyataan bahwa Kristus itu bernatur 100% Allah dan 100% manusia (dwi natur/dua sifat di dalam satu Pribadi Kristus yang tidak terbagi, terpecah, tercampur). Hal ini telah dirumuskan dalam pengakuan iman gerejawi yang bertanggungjawab, baik Chalcedon, dll. Tetapi yang agak berbeda, theologia Reformed memiliki pandangan lain terhadap pribadi Kristus yang tidak dianut oleh arus theologia Kristen apapun, yaitu Kristus itu sebagai Nabi, Imam dan Raja. Sebagai Nabi (di atas segala nabi), Ia memberitakan firman Allah tentang kerajaan Allah kepada manusia dan kedatangan-Nya membuktikan Kerajaan Allah telah hadir di bumi ini (Kerajaan Allah pada waktu sekarang/yang telah ditegakkan), sebagai Imam (di atas segala imam), Ia mengorbankan diri-Nya sendiri sebagai penebusan dosa bagi umat manusia yang berdosa (Ia berbeda dengan para imam di dalam Perjanjian Lama yang mengorbankan binatang sebagai korban penebus dosa) dan sebagai Raja, Ia memerintah alam semesta ini sebagai Tuhan yang berdaulat dan berkuasa penuh (Matius 28:18) serta Ia akan datang kembali untuk kedua kalinya untuk mendirikan Kerajaan-Nya (Kerajaan Allah yang akan datang).

6. Doktrin Roh Kudus (Pneumatologi)
Roh Kudus BUKAN Kuasa Allah, tetapi Roh Kudus adalah Pribadi Allah sendiri yaitu Oknum/Pribadi Ketiga dari Allah Trinitas. Di dalam ordo/urutan keselamatan, Roh Kudus berfungsi mengefektifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati setiap umat pilihan-Nya sehingga mereka bisa percaya di dalam Kristus dan bertobat. Tanpa ada karya Roh Kudus ini, tak mungkin manusia dapat beriman dan mengaku Kristus sebagai Tuhan (1 Korintus 12:3). Menghujat Roh Kudus sama halnya dengan menghujat fungsi dan peranannya, oleh karena itu tindakan ini tidak ada ampun (Matius 12:32). Lalu, theologia Reformed seperti Alkitab juga mempercayai bahwa Roh Kudus diutus untuk, “menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yohanes 16:8). Kalau ada orang yang berani mengajar tentang Roh Kudus, tetapi terlepas dari (bahkan bertentangan total dengan) prinsip ini, berhati-hatilah terhadap para pengajar itu, karena dapat dipastikan mereka adalah para pengajar palsu meskipun berjubah “Kristen” bahkan “pendeta” atau “pemimpin gereja”.

7. Doktrin Gereja (Ekklesiologi)
Gereja bukanlah gedungnya, tetapi orang-orangnya. Jadi, ketika orang-orang Kristen disebut Bait Roh Kudus/Allah (1 Korintus 3:16), maka gereja yang merupakan kumpulan orang-orang pilihan Allah pun dapat disebut Bait Allah tetapi dengan pengertian theologis. Kalau gereja bukanlah gedungnya, maka kita tidak perlu berlomba-lomba membangun gedung gereja sebagus dan semewah mungkin, tetapi kita tidak perlu jatuh ke dalam ekstrim lainnya, yaitu membiarkan bangunan gereja tidak terawat, berdebu, bau, dll. Kedua hal itu sama-sama salah. Gereja dapat dibagi menjadi dua, yaitu, gereja yang kelihatan (visible church), gereja yang kelihatan dalam bentuk gedung, misalnya, GRII, GKA, GKRI, GKT, GKI, GBI, dll dan kedua, gereja yang tidak kelihatan (invisible church) yang meliputi semua orang Kristen sejati dari berbagai zaman, tempat dan kondisi. Lalu, kalau gereja adalah kumpulan orang-orang pilihan Allah, apakah berarti semua anggota gereja pasti diselamatkan ? Kalau gereja itu dalam pengertian gereja yang tidak kelihatan (orang-orang Kristen sejati), maka pasti diselamatkan, tetapi jika dalam pengertian keanggotaan formal gereja yang kelihatan, maka mereka belum tentu diselamatkan (karena banyak orang yang pergi ke gereja bahkan mengaku diri “melayani tuhan” terbukti bahwa mereka bukan termasuk umat pilihan Allah).
Di dalam doktrin gereja, theologia Reformasi dan Reformed menegaskan bahwa gereja yang sehat adalah gereja yang mengerjakan dua tugas yaitu mengajar doktrin dan melakukan sakramen (dalam hal ini, hanya dua, yaitu Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus saja). Khususnya, di dalam theologia Reformed, mandat gereja dibagi menjadi tiga, yaitu mandat theologis (mengajar doktrin kepada jemaat-jemaat gereja), mandat Injil (memberitakan Injil) dan mandat budaya (anak-anak Tuhan menjadi garam dan terang bagi masyarakat dunia di dalam setiap aspek hidup, baik politik, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, dll). Di dalam theologia Reformed, gereja-gereja Reformed menjalankan baptisan anak (infant baptism) dengan paradigma dasar bahwa baptisan bukan hal yang menyelamatkan, tetapi respon terhadap anugerah Allah yang mendahului iman seseorang. Prinsip ini konsisten di dalam seluruh Alkitab, di mana di dalam PL, Allah mengadakan perjanjian (covenant) melalui sunat sejak kecil (tanpa perlu mempertanyakan apakah anak kecil itu beriman dahulu atau belum), maka di dalam PB, perjanjian itu berupa baptisan. Selain itu, gereja-gereja Reformed memegang sistem pemerintahan gereja Presbyterial/Presbyterian. Prof. Dr. Louis Berkhof di dalam bukunya Teologi Sistematika : Doktrin Gereja mengungkapkan tentang sistem pemerintahan gereja Reformed ini,
Gereja Reformed tidak mengklaim bahwa sistem mereka mengenai pemerintahan Gereja ditentukan oleh setiap detilnya oleh Firman Tuhan, tetapi gereja Reformed menekankan bahwa prinsip dasarnya diperoleh secara langsung dari Alkitab. Mereka tidak mengklaim adanya jus divinum secara rinci, tetapi hanya untuk prinsip dasar yang umum saja dari sistem ini, dan mereka siap untuk mengakui bahwa banyak hal-hal khusus ditentukan oleh pertimbangan kebijaksanaan manusia...
Berikut ini kita lihat prinsip-prinsipnya yang paling mendasar :
1. Kristus adalah Kepala Gereja dan Sumber dari Segala Otoritas
...Reformed mempertahankan pendapat bahwa Kristus satu-satunya Kepala Gereja...
Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa Kristus adalah Kepala atas segala sesuatu. Ia adala hTuhan dari alam semesta, bukan sekedar sebagai Pribadi kedua dalam Tritunggal, tetapi jjuga dalam keadaan-Nya sebagai Pengantara, Mat 28:18 ; Ef 1:20-22 ; Flp 2:10,11 ; Why 17:14 ; 19:16.Dalam pengertian yang sangat khusus, Ia adalah Kepala Gereja di mana Gereja adalah tubuh-Nya...Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Kristus adalah Kepala Gereja, bukan saja dalam hubungannya yang vital dengan Gereja, tetapi juga sebagai Legislator dan Raja. Dalam pengertian organik dan vital, Ia adalah Kepala yang utama, walaupun tidak secara eksklusif, dari Gereja yang tidak nampak yang membentuk tubuh-Nya secara spiritual. Ia juga kepala bagi Gereja yang nampak bukan hanya dalam pengertian organik saja, tetapi juga dalam pengertian bahwa Ia adalah pemegang otoritas dan memerintah atasnya, Mat 16:18,19 ; 23:8,10 ; Yoh 13:13 ; 1 Kor 12:5 ; Ef 1:20-23 ; 4:4,5,11,12 ; 5:23,24...
2. Kristus Melaksanakan Otoritas-Nya dengan Memakai Firman Kerajaan-Nya.
Pemerintahan Kristus tidaklah persis sama dengan pemerintahan raja-raja dunia. Ia tidak memerintah Gereja dengan paksaan, tetapi secara subjektif melalui Roh-Nya yang bekerja dalam Gereja dan secara objektif melalui Firman Tuhan sebagai standar otoritas... Karena Kristus adalah satu-satunya Penguasa Gereja yang berdaulat, maka firman-Nya adalah satu-satunya hukum dalam arti yang paling mutlak. Karena itu semua kekuasaan tiranis tidak boleh ada dalam Gereja...
3. Kristus sebagai Raja Melimpahkan Kekuasaan kepada Gereja.
...sebagai tambahan para pejabat Gereja menerima suatu kuasa yang diperlukan oleh mereka untuk melaksanakan tugas mereka dalam Gereja milik Kristus. Mereka memiliki kuasa yang umum yang dilimpahkan kepada Gereja, dan juga menerima otoritas dan kuasa sebagai pejabat langsung dari Kristus. Mereka adalah wakil, bukan sekedar sebagai pelaksana atau delegasi dari jemaat...
4. Kristus Memperlengkapi para Pelaksana yang Ditunjuk untuk Melaksanakan Hal-hal Khusus.
Kendatipun Kristus memberikan kuasa kepada Gereja secara keseluruhan, Ia juga menghendaki agar pelaksanannya dilakukan oleh orang-orang tertentu secra khusus. Mereka harus memelihara doktrin, ibadah dan disiplin. Para pejabat Gereja adalah wakil bagi umat yang dipilih berdasarkan pemungutan suara. Tetapi, bukan berarti bahwa mereka menerima otoritas dari umat. Sebab panggilan ini adalah panggilan batiniah yang diberikan oleh Tuhan sendiri. Dari Tuhan juga para pejabat itu menerima otoritas, dan kepada-Nya mereka harus bertanggungjawab...
5. Kekuatan Gereja Terutama Terletak pada Pemerintahan dalam Gereja Lokal.
... (Berkhof, 1997, pp. 57-63)

8. Doktrin Akhir Zaman (Eskatologi)
Terakhir, theologia Reformed memegang konsep Amillenialisme di dalam doktrin Akhir Zamannya. Di mana, pernyataan “Kerajaan 1000 Tahun” bukan dimengerti secara harafiah, tetapi simbolis. Oleh karena itu, theologia Reformed sangat berhati-hati dalam menafsirkan Kitab Wahyu, karena kitab ini berisikan simbol-simbol yang ditulis oleh Rasul Yohanes untuk dikirimkan kepada jemaat-jemaat Kristen yang mengalami penganiayaan. Di dalam Doktrin Akhir Zaman, Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. membagi dua konsep kerajaan Allah dan Eskatologi yaitu Kerajaan Allah dan Eskatologi yang telah ditegakkan dan Kerajaan Allah dan Eskatologi yang akan datang. Inilah paradoksikal di dalam iman Kristen yang sungguh iman. Kerajaan Allah yang telah ditegakkan adalah Kerajaan Allah yang hadir ketika Kristus berinkarnasi ke dalam dunia sampai Ia mati dan bangkit yang membuktikan kemenangan-Nya atas kuasa dosa, iblis dan maut, lalu Kerajaan Allah ini terus berlangsung sampai akhir (Kerajaan Allah yang akan datang), di mana anak-anak-Nya akan menikmati berkat yang telah dijanjikan-Nya yaitu tidak ada air mata, tidak ada penyakit, dll. Konsep paradoks ini berimplikasi di dalam kehidupan Kristen yaitu mendorong kita untuk tidak terlena dalam menikmati berkat-berkat pemeliharaan Allah yang telah diberikan-Nya pada zaman sekarang, lalu mendorong kita juga untuk giat bagi pekerjaan Allah meskipun harus menderita aniaya, karena kita memiliki pengharapan yang pasti bahwa Allah pasti mengalahkan iblis dan dunia yang jahat ini.

Sebelum kita masuk ke dalam prinsip penafsiran Alkitab, kita perlu mengetahui cara mengintegrasikan prinsip-prinsip theologia sistematika dengan menafsirkan Alkitab ?
1. mempelajari theologia sistematika secara teliti sebagai dasar.
Dasar untuk mempelajari sekaligus menyelidiki Alkitab adalah mempelajari theologia sistematika yaitu sebuah sistematika (susunan) doktrin/ajaran atau theologia atau iman Kristen (merupakan anugerah Allah), misalnya doktrin Allah, Kristus, Roh Kudus, dll (sudah dijelaskan pada poin pertama di atas). Dasar ini harus dipakai untuk menyelidiki Alkitab. Kalau dasar ini sudah kacau dan tidak dibangun dengan pengertian iman yang beres, maka secara otomatis cara menafsirkan dan menyelidiki Alkitab pun akan semakin kacau (hal ini sudah dibahas pada Bab 2 dan 3).

2. theologia sistematika sebagai “kacamata” dan alat untuk mengadakan penyelidikan Alkitab (mengerti theologia Biblika).
Setelah kita mengetahui theologia sistematika sebagai dasar yang beres, kita harus memakai dasar ini untuk menyelidiki Alkitab. Misalnya, di dalam theologia Reformed/Calvinis, kita mempercayai adanya kedaulatan Allah, di mana Allah yang Berdaulat tidak mungkin dibatasi oleh waktu, berubah-ubah, dll (berbeda dengan doktrin Allah yang diajarkan oleh “theologia” Arminian/anti-Calvinis), maka prinsip ini akan menentukan bagaimana seorang penganut theologia Reformed menafsirkan Alkitab (lihat Bab 2). Kalau kita tidak menggunakan theologia sistematika sebagai dasar dan “kacamata” ini, si penafsir Alkitab akan kebingungan dalam menyelidiki dan menafsirkan Alkitab, lalu kalau sudah bingung dan kacau, mereka akan sembarangan menafsirkan Alkitab menurut kehendaknya sendiri. Inilah yang kerapkali gemar dilakukan oleh banyak “hamba Tuhan” dari mayoritas gereja-gereja Karismatik/Pentakosta yang tidak pernah menempuh pendidikan theologia yang beres, langsung naik mimbar dan berkhotbah (atau sekolah theologia di mana dosen-dosennya pun tidak pernah sekolah theologia ð Pdt. Budi Asali menyebutnya, “orang buta menuntun orang buta”). Hal ini juga terjadi pada beberapa “hamba Tuhan” penganut “theologia” liberal/religionum (pluralisme agama) dari banyak gereja-gereja Protestan mainline (seperti GKI, GKJW, GPIB, HKBP, dll) yang notabene sudah menempuh pendidikan theologia, tetapi sayangnya hati dan imannya tidak sungguh-sungguh mempercayai ketidakbersalahan Alkitab (belajar theologia seharusnya meliputi dua hal, hati yang taat dan pikiran yang disucikan).

Kedua, setelah mengerti cara pengintegrasian theologia sistematika dengan theologia Biblika, kita akan melanjutkan dengan prinsip penafsiran Alkitab yang bertanggungjawab sesuai prinsip-prinsip theologia sistematika di atas.

Berikut adalah prinsip-prinsip dalam penafsiran Alkitab yang bertanggungjawab.
1. Memperhatikan Konteks yang Ada
Kalau kita membaca buku apapun hendaklah kita memperhatikan konteks penulisan buku itu supaya kita tidak sembarangan menafsirkan maksud penulis yang sebenarnya. Apalagi ketika kita mulai membaca dan menafsirkan Alkitab, prinsip pertama yang tidak boleh dilupakan adalah memperhatikan konteks yang ada. Setiap ayat dan pasal di dalam suatu kitab di dalam Alkitab memiliki banyak konteks. Misalnya, ketika di dalam Ibrani 4:12, penulis Ibrani mengajarkan, “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.”, jangan langsung gegabah menafsirkan bahwa penulis Ibrani mengajarkan tentang pemisahan antara jiwa dan roh. Konteks penulisan ayat ini adalah tentang begitu dahsyatnya kuasa Firman Allah sehingga mampu menembusi kedalaman manusia. Pdt. Thomy J. Matakupan dan Ev. Julio Kristano di dalam buklet Doktrin Manusia dan Dosa (2005) memaparkan, “Penulis Surat Ibrani di dalam bagian ini sebenarnya lebih menekankan daya dan kuasa firman yang menembus jauh ke dalam sehingga manusia tidak dapat bersembunyi.” (p. 7)

2. Memperhatikan Latar Belakang Penulisan Kitab
Setelah kita memperhatikan konteks yang ada, selanjutnya kita harus juga memperhatikan latar belakang penulisan masing-masing kitab di dalam Alkitab, karena setiap kitab ditulis oleh para penulis dengan latar belakang tertentu, misalnya di dalam penganiayaan, dll. Saya akan memberikan dua contoh. Contoh pertama, Roma 10:9 berkata, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa ayat ini dengan mudah dicomot oleh banyak penginjil untuk dijadikan dasar dalam memberitakan Injil, lalu berkata, “Ayo coba katakan Yesus, Yesus, maka kamu akan diselamatkan.” Ini adalah penafsiran Alkitab yang dipaksakan. Benarkah arti ayat ini ? Lalu, apakah Paulus bertentangan dengan Tuhan Yesus di dalam Matius 7:21 mengajarkan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” ? Ini akibatnya menafsirkan Alkitab tanpa melihat latar belakang. Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus untuk dikirimkan kepada jemaat-jemaat Kristen di Roma yang mengalami penganiayaan dan penderitaan, di mana pada waktu itu mereka diancam jika mereka menyembah Allah di luar Kaisar yang dianggap sebagai “Allah”, mereka akan dibunuh. Oleh karena itu, mengapa di dalam ayat 9 di dalam Roma 10 ini, Paulus mengatakan bahwa jika mereka mengaku dengan mulut mereka bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hati mereka, mereka akan diselamatkan, karena dengan menyebut Yesus sebagai Tuhan, mereka pasti menerima resiko hukuman mati dari Kerajaan Romawi.
Kedua, Rasul Paulus berkata di dalam Galatia 1:6-7, “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.” Lalu, muncul pertanyaan “injil lain” apakah yang Paulus maksudkan ? Kalau kita memperhatikan latar belakangnya, maka kita akan mengerti mengapa Paulus menulis kedua ayat tersebut. Dari buku Handbook the Bible, kita dapat mengerti latar belakang ini,
“...Tidak lama setelah kunjungan pertama Rasul Paulus, guru-guru Yahudi yang lainnya tiba di Galatia. Rasul Paulus mengajarkan bahwa untuk dapat menerima pengampunan Allah dan karunia hidup baru diperlukan pertobatan dan iman. Tetapi guru-guru itu bersikeras mengharuskan orang bukan Yahudi yang telah bertobat agar disunat juga dan menaati hukum Yahudi — dengan kata lain harus menjadi orang Yahudi — untuk dapat diselamatkan...” (“Handbook to the Bible,” 2002)
Dengan kata lain, “injil lain” ini adalah “injil” palsu yang diberitakan oleh guru-guru Yahudi dengan Yudaismenya.

3. Memperbandingkan Berbagai Terjemahan Alkitab (Khususnya dengan bahasa Ibrani dan Yunani)
Setelah mempertimbangkan konteks dan latar belakang, sekarang kita akan mencoba masuk ke dalam tahap ketiga yaitu memperbandingkan berbagai terjemahan Alkitab (dari berbagai bahasa, entah itu Indonesia, Mandarin, Jawa, Madura, Batak, Inggris, Latin, dll). Mengapa ini perlu dilakukan ? Karena kita mempercayai ketidakbersalahan Alkitab hanya di dalam naskah asli/autographanya, sehingga terjemahan-terjemahan yang disalin dari Alkitab mengandung beberapa kelemahan arti (meskipun tidak 100% mempengaruhi isi Alkitab). Kita sebagai orang Kristen harus tetap percaya bahwa terjemahan-terjemahan Alkitab dijaga oleh Tuhan sehingga tidak menyimpang dari arti aslinya, tetapi karena keterbatasan terjemahan, kita tetap perlu memperbandingkan berbagai terjemahan Alkitab untuk mendapatkan makna aslinya yang lebih jelas, khususnya memperbandingkan langsung dengan terjemahan asli Alkitab dalam bahasa Ibrani (PL) maupun bahasa Yunani (PB). Misalnya, Paulus di dalam Roma 1:16 berkata, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.” (TB), di dalam terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), “Saya percaya sekali akan Kabar Baik itu, karena kabar itu adalah kekuatan Allah untuk menyelamatkan semua orang yang percaya; pertama-tama orang Yahudi, dan bangsa lain juga.” dan Alkitab terjemahan King James Version (KJV) mengartikannya, “For I am not ashamed of the gospel of Christ: for it is the power of God unto salvation to every one that believeth; to the Jew first, and also to the Greek.” Terjemahan Baru dan BIS dalam hal ini kurang jelas mengartikan maksud dari “mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil”, sedangkan KJV lebih tepat menerjemahkannya, “For I am not ashamed of the gospel of Christ:...” (=Sebab aku tidak malu akan Injil Kristus). Kata “ashamed” lebih sesuai dengan kata dalam bahasa Yunaninya epaischunomai yang berarti to feel shame for something (merasa malu akan sesuatu). Dari perbedaan kata ini, kita dapat menemukan makna yang mendalam yaitu Paulus yang berkeyakinan kokoh ini benar-benar tidak malu akan Injil Kristus, meskipun harus mengalami penganiayaan sekalipun, karena hal ini senada dengan ungkapan Paulus sendiri di dalam suratnya yang kedua kepada Timotius pasal 1 ayat 12, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.”
Contoh kedua, di dalam Roma 3:23, Paulus berkata, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (TB) Alkitab BIS menerjemahkannya, “Semua orang sudah berdosa dan jauh dari Allah yang hendak menyelamatkan mereka.” dan Alkitab KJV menerjemahkannya, “For all have sinned, and come short of the glory of God;” Kata “kehilangan kemuliaan Allah” di dalam Terjemahan Baru (TB) dapat mengakibatkan tafsiran yang aneh yaitu kemuliaan Allah benar-benar hilang dalam diri manusia, ini adalah pandangan dari theologia Lutheran yang mengajarkan bahwa peta teladan Allah sudah hilang ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Padahal arti sebenarnya, bukan “kehilangan kemuliaan Allah” tetapi “jauh dari Allah” (BIS) atau “come short of the glory of God” (KJV) yang berasal dari bahasa Yunaninya hustereō yang berarti fall short (=tidak mencukupi), fall, lack (=kekurangan), dll. Dalam hal ini, theologia Reformed yang ditegakkan oleh John Calvin tepat sekali mengartikan bahwa ketika manusia jatuh ke dalam dosa, peta teladan Allah tidak hilang, tetapi hanya rusak total atau mengurangi kemuliaan Allah. Di sini, theologia Reformed menunjukkan ketelitiannya di dalam menafsirkan Alkitab.

4. Memperhatikan Bentuk Sastra/Genre yang Digunakan
Kemudian, setelah membandingkan berbagai terjemahan Alkitab, kita juga harus memperhatikan bentuk sastra atau genre yang dipakai di dalam setiap kitab di dalam Alkitab. Setiap kitab di dalam Alkitab memiliki keunikan tersendiri, di mana ada yang berisi nyanyian (seperti Mazmur), puisi (Amsal), cerita, surat pastoral (Roma, Galatia, Efesus, dll), simbol-simbol (Wahyu), dll. Masing-masing bentuk ini harus diperlakukan dengan tepat, sehingga tidak terjadi kebingungan. Jika kita menafsirkan kitab Wahyu, janganlah menggunakan pendekatan yang harafiah/literal (seperti para penganut Premillenialisme/Dispensasionalisme). Itu akan berakibat fatal dan kita akan salah langkah untuk nantinya mengerti simbol-simbol seperti kuda merah (Wahyu 6:4), dll yang adalah suatu kebahayaan jika kita menafsirkan hal ini benar-benar kuda berwarna merah. Misalnya, kalau kita menggunakan penafsiran literal untuk menafsirkan kitab Wahyu khususnya dalam menafsirkan tentang angka 666 di dalam Wahyu 13:18, maka pengajaran yang dihasilkan adalah langsung mewaspadai setiap angka 666 baik di dalam plat nomor kendaraan, label harga, dll dan mencap itu adalah antikristus. Angka 666 adalah bilangan manusia, jadi, angka ini dapat menunjuk kepada pribadi tertentu. Kalau di dalam konteks penulisan Rasul Yohanes ini, maka angka 666 menunjuk kepada “Kerajaan Romawi dan penyembahan Kaisar” (“Handbook to the Bible,” 2002) Yang jelas, angka 666 ini menunjuk kepada antikristus. Pdt. Thomy J. Matakupan pernah menafsirkan ayat ini sebagai berikut : angka 6 menunjuk kepada manusia (karena manusia diciptakan oleh Allah pada hari keenam) dan angka 6 ini disebutkan tiga kali yang menunjukkan Allah (Allah Trinitas), maka angka ini berarti manusia yang ingin menjadi seperti Allah, atau lebih tepatnya Antikristus yang menggantikan posisi Kristus sebagai Allah. Apakah ini menunjuk kepada suatu pribadi tertentu, misalnya, Paus, dll ? Alkitab tidak membicarakannya, karena Yohanes menulis kitab Wahyu bukan hanya untuk orang-orang di zaman sekarang, tetapi dikhususkan untuk orang-orang Kristen pada waktu itu.

5. Memperhatikan Kaitan Antara Satu Kitab Dengan Kitab-kitab Lain
Setelah itu, kita juga memperhatikan kaitan erat antara satu kitab dengan kitab lainnya. Mengapa ? Karena kita percaya bahwa Alkitab itu tidak mungkin bertentangan satu dengan yang lainnya dan Alkitab itu menafsirkan dirinya sendiri. Kedua konsep ini mengarahkan kita untuk mencoba membandingkan satu kitab yang diselidiki dengan kitab lainnya. Misalnya, ketika di dalam Yakobus 2:14-26, ditemukan kata intinya yaitu “iman”, maka kita dapat membandingkan pengertian kata ini dengan kitab-kitab yang ditulis oleh rasul lainnya, misalnya Paulus (Efesus 2:8-10), Petrus (1 Petrus 5:9 ; 2 Petrus 1:1), penulis Ibrani (Ibrani 11:1), dll, lalu dengan kitab-kitab PL (Kejadian 12 dan 17) dan diintegrasikan dengan seluruh kitab di dalam Alkitab. Kalau kita ingin mengerti konsep Injil ketika kita menyelidiki surat Roma, maka kita harus memperbandingkan pengertian Injil di dalam Roma dengan surat-surat Paulus lainnya, misalnya Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, dll, lalu dikaitkan dengan surat-surat pastoral dari Petrus (1 dan 2 Petrus), Rasul Yohanes, dll, ditambahkan tipologi Injil di dalam PL. Jadi, di dalam menyelidiki dan memperbandingkan dengan kitab-kitab lain di dalam Alkitab, pertama-tama kita harus memperbandingkannya dengan kitab yang ditulis oleh penulis yang sama (misalnya ketika kita menyelidiki Surat Roma, kita dapat memperbandingkannya dengan Surat Galatia, Efesus, Filipi, dll), kemudian juga memperbandingkan dengan surat-surat yang ditulis oleh penulis yang berbeda (misalnya, 1 dan 2 Petrus, surat 1, 2, dan 3 Yohanes, Kitab Wahyu, dll), ditambah juga memperbandingkannya dengan kitab-kitab di dalam Perjanjian Lama dan akhirnya kita dapat mengintegrasikan semuanya dalam pengertian yang lebih dalam dan jelas. Apakah ini untuk keperluan akademis ? Tidak. Ini sangat penting agar kita dapat mengerti Alkitab bukan secara parsial/sebagian, tetapi menyeluruh/holistic, dan kita nantinya dapat mengaplikasikan ke dalam kehidupan Kristen kita sehari-hari.

6. Memperhatikan Tafsiran-tafsiran Alkitab yang Ada
Keenam, kita juga memperhatikan tafsiran-tafsiran Alkitab yang telah ditulis oleh para penafsir Alkitab yang bertanggungjawab. Hal ini diletakkan pada prinsip keenam, karena ini hanya sebagai pembanding dan juga penambah pengetahuan bagi kita saja. Apakah ini mutlak perlu ? Tidak, tetapi tetap perlu untuk dibaca dan diperbandingkan. Kita tidak boleh mengambil dua sikap ekstrim, yaitu, pertama, menolak semua tafsiran Alkitab yang pernah ditulis baik oleh para bapa gereja, theolog dan para penafsir Alkitab, karena kita percaya bahwa Roh Kudus lah yang menafsirkan Alkitab. Di sisi lain, kita juga tidak boleh terus-menerus mempercayai 100% terhadap buku-buku tafsiran Alkitab yang ada meskipun ditulis oleh para theolog dan penafsir Alkitab tersohor, lalu kita kelihatan akademis karena suka mengutip pendapat orang lain. Buku-buku tafsiran Alkitab itu baik, tetapi tidak boleh menggantikan posisi Alkitab sebagai wahyu Allah yang tidak bersalah. Saya akan memberikan contoh, Paulus di dalam Roma 1:17 berkata, “Orang benar akan hidup oleh iman.” Kalau sepintas kita membaca pernyataan ini, kita dapat menafsirkan bahwa orang benar yang hidup akan hidup oleh imannya, tetapi benarkah tafsiran demikian ? Albert Barnes dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible mengungkapkan, “The Syriac renders it in a similar manner, “The just by faith shall live.”” Artinya, orang benar melalui iman baru dikatakan hidup. Kalau kita kurang memperhatikan beberapa tafsiran Alkitab seperti ini, kita akan kehilangan makna ini.

7. Mengaplikasikan ke dalam Kehidupan Kristen Sehari-hari
Terakhir, penafsiran Alkitab bukan hanya untuk kepentingan akademis di seminari theologia, tetapi juga untuk diaplikasikan. Percuma saja kita mahir di dalam menafsirkan Alkitab sampai menyelidiki bahasa asli Alkitab, tetapi di dalam tafsiran itu kita lupa untuk mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah kelemahan dari banyak buku tafsiran Alkitab yang ditulis hanya untuk menambah pengetahuan theologis, penemuan ilmiah, sastra, dll tanpa mengaplikasikannya ke dalam kehidupan Kristen sehari-hari. Hermeneutika tanpa implikasi adalah suatu kesia-siaan, karena ketika kita menafsirkan Alkitab, kita ingin terus-menerus belajar tentang firman dan kebenaran-Nya yang terus-menerus mengoreksi dan menuntun jalan hidup kita.
Setelah kita mempelajari cara dan prinsip penafsiran Alkitab, marilah kita bukan hanya menambah pengetahuan saja, tetapi setiap anak Tuhan diharapkan dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari agar nama Tuhan dipermuliakan selama-lamanya. Soli Deo Gloria. Solus Christus.

1 comment:

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)