02 September 2007

Bab 3 : Problematika Penafsiran Alkitab di Kalangan KeKristenan

Bab 3
Problematika Penafsiran Alkitab di Kalangan KeKristenan




Setelah kita melihat prinsip-prinsip umum di dalam penafsiran Alkitab, marilah kita mencoba mempelajari banyak problematika yang terjadi berkenaan dengan penafsiran Alkitab di kalangan keKristenan abad postmodern yang dipengaruhi oleh theologia sistematika yang salah.
Problematika utama yang terjadi di dalam penafsiran Alkitab di kalangan keKristenan yang terjadi pada abad postmodern ini adalah pengaruh humanisme yang meninggikan potensi diri manusia dan merendahkan kedaulatan Allah. Pengaruh ini mulai muncul di dalam zaman Renaissance sampai abad postmodern ini meskipun dengan cara yang sedikit berbeda, tetapi memiliki esensi yang sama yaitu humanisme. Pada Abad Pertengahan (Medieval), di mana ilmu pengetahuan mendapat prioritas, maka seluruh ilmu pengetahuan berkiblat ke arah Yunani, mengikuti pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa bumi adalah pusat alam semesta (Geosentris). Yang paling celaka, pada saat itu, gereja hanyut ke dalam filsafatnya Aristoteles. Tidak heran, ketika pertama kali, Nicolaus Copernicus mengemukakan bahwa matahari lah yang menjadi pusat alam semesta (Heliosentris), maka gereja Katolik marah dan menghukumnya, karena gereja Katolik mengikuti pandangan Aristoteles ditambah argumentasi yang dicomot dari Yoshua 10:12a-13b, “Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN pada hari TUHAN menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel; ia berkata di hadapan orang Israel: "Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!" Maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh.” Apakah Geosentris itu benar atau Heliosentris ? Dengan bijaksana, Ir. Stanley I. Sethiadi di dalam artikelnya : “TEORI GEOSENTRIS VERSUS TEORI HELIOSENTRIS” di
http://www.sahabatsurgawi.net mengungkapkan,
Sesungguhnya kalau teori Geosentris dianggap salah, maka teori Helio sentris juga sama salahnya. Tidak ada alasan apapun untuk menganggap bahwa bumi atau matahari adalah pusat alam semesta. Untuk menggam barkan gerakan bulan atau satelit buatan terhadap bumi, paling logis ialah menganggap bahwa bumi diam dan bulan yang menge lilingi bumi. Untuk menggambarkan gerakan planet-planet, paing logis menganggap bahwa matahari diam dan planet-planet berputar mengelilingi matahari. Tetapi untuk menggambarkan gerakan bintang- bintang dalam galaxy Bima Sakti sangat tidak logis untuk mengambil matahari sebagai pusat Bima Sakti. Lebih logis menganggap bahwa ditengah-tengah Bima Sakti ada sumbu imaginair. Semua bintang-bintang dalam gugusan Bima Sakti berputar mengelilingi sumbu imaginair ini. Tetapi untuk menggamparkan gerakan galaxy-galaxy dalam cluster of galaxies, tidak logis mengambil sumbu imaginair ini. Mungkin haru diambil sumbu imaginair lain yang lebih besar. Dan sebagainya dan sebagainya.
Jadi sesungguhnya Copernicus tidak lebih benar dari Yoshua. Untuk menggambarkan gerakan matahari dan bulan terhadap orang-orang yang sedang bertempur waktu itu, Yoshua sangat logis menganggap bahwa matahari dan bulan yang bergerak dan bumi yang diam.


Ilmu pengetahuan bisa berubah dan relatif sifatnya, tetapi hanya satu yang tak mungkin berubah, itulah firman Allah. Kesalahan fatal penafsiran terhadap Yoshua 10:12a-13b adalah hanya mengambil sedikit ayat untuk mendukung ide filsafat Aristoteles yang memegang Geosentris yang dianut oleh gereja-gereja Katolik Roma. Dari sini, mulai muncul penyelewengan penafsiran Alkitab, yang nantinya berimbas pada doktrin/ajaran gereja Katolik Roma yang akhirnya didobrak oleh Dr. Martin Luther dengan 95 dalilnya yang ditempel di depan pintu gereja Wittenberg. Oleh karena itu, problematika penafsiran Alkitab sangat erat kaitannya dengan pengaruh theologia sistematika atau paradigma dasar. Mari kita akan menelusuri beberapa paradigma dasar atau theologia sistematika yang tidak bertanggungjawab yang mempengaruhi penafsiran Alkitab.

Pertama, Doktrin Alkitab (Bibliologi). Berikut ini saya akan menyajikan salah satu contoh problematika penafsiran Alkitab yang tidak bertanggungjawab yang diambil dari http://www.ekaristi.net :
Tanya : Alkitab adalah satu-satunya sumber autoritas Firman Allah
Jawab : Rom 10:17: Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.
Iman kita biasanya tidak dimulai ketika kita membaca Alkitab. Iman biasanya lahir dan berkembang melalui apa yang kita dengar dari orang lain (orang tua kita, keluarga, teman, dll). Penyebaran iman melalui oral adalah yang dimaksudkan pada ayat ini. Alkitab mengatakan pada kita bahwa iman kita datang dari pendengaran terhadap Firman Allah. Alkitab dibaca dan digunakan untuk mengajar, tapi Alkitab bukanlah satu-satunya sumber wahyu Allah.
Komentar saya :
Bukankah Alkitab yang dikutip di sini jelas mengajarkan bahwa iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus ? Ayat 17 di dalam Roma 10 ini sudah amat jelas, tetapi dasarnya para theolog Katolik Roma menyangkali finalitas firman Kristus dan iman yang beres di dalam Allah, maka mereka berusaha memelintir ayat 17 yang sangat begitu jelas dengan argumentasi-argumentasi “akademis” mereka yang pada akhirnya mengarahkan pembaca untuk menolak finalitas Alkitab (perhatikan pernyataan, “Alkitab bukanlah satu-satunya sumber wahyu Allah.”) Benarkah iman tidak dimulai dari membaca Alkitab ataukah iman lahir dan berkembang melalui apa yang kita dengar dari orang lain ? Di dalam theologia Reformed, manusia telah ditanamkan suatu benih agama di mana setiap manusia mau tidak mau pasti memiliki iman di dalam konsep Allah (belum tentu menyembah Allah yang sejati). Iman ini yang Pdt. Dr. Stephen Tong sebut sebagai iman natural/alamiah. Jadi, tidaklah benar bahwa iman itu timbul dan berkembang dari luar diri kita, karena jika iman timbul dan berkembang dari luar diri kita, maka ketika orang lain yang kita sandari tersebut mati, maka iman kita juga akan beralih kepada orang lain lagi. Itu namanya self-centered faith yang sama sekali ditolak oleh Alkitab. Iman di dalam Roma 10:17 adalah iman di dalam Kristus yang merupakan anugerah Allah hanya kepada umat pilihan-Nya. Iman ini merupakan suatu tindakan Roh Kudus yang mengaktifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati umat pilihan-Nya yang belum menerima Kristus. Yang paling aneh, si “apologet” Katolik yang tidak mengakui Alkitab sebagai sumber otoritas ini malahan mengutip bukti ketidakpercayaannya dari Alkitab (yang tidak dipercayainya). Sungguh, suatu kontradiksi yang aneh.

Kedua, Doktrin Allah. Tentang Doktrin Allah, saya akan mengutip kekonyolan pernyataan doktrinal dari Jusufroni yang mengajar tentang Allah Trinitas.
“Keimanan agama Kristen berakar-bertumbuh dan berkembang dari agama Yahudi, dimana memiliki keyakinan monoteisme yang ketat, suatu kewajiban umat PL mengucapkan syahadat (pengakuan iman)-nya; SHEMA' YIS'RA'EL ADONAI ELOHEINÛ ADONAI EKHAD (Dengarkanlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!)─Ulangan 6:4.”
“Mat. 4:10b; Mark. 12:29; Yoh. 17:3; Yoh. 5:44; I Kor. 8:4b dan banyak lagi ayat-ayat yang lain menunjukkan keesaan Allah dalam PL dan PB.” (http://
www.besorahonline.com)
Komentar saya :
1. Tafsiran terhadap Ulangan 6:4 yang tidak bertanggungjawab.
Benarkah Allah yang dipercaya oleh orang Yahudi adalah Allah yang hanya satu pribadi (monotheisme) ? Kata “dxa ‘echad” tidak hanya berarti satu (one) tetapi bisa juga berarti united (dipersatukan). Mengapa “Abuna” Jusufroni begitu yakin bahwa Allah orang Yahudi adalah Allah yang hanya berpribadi satu ? Perlu diketahui Kitab Ulangan ditulis oleh Nabi Musa untuk mengingatkan kembali bangsa Israel agar mereka tidak berbalik kepada ilah-ilah palsu, sehingga Musa menegaskan pernyataan bahwa Allah bangsa Israel itu hanya satu (dalam arti, tidak ada dewa dewi lainnya yang boleh disembah sebagai “Allah”). Kalau ayat ini ditafsirkan bahwa mutlak hanya satu pribadi Allah, itu jelas salah tafsiran. “Pendeta” yang dengan sombongnya mengaku bergelar Doktor ini masih tidak mengerti bagaimana menafsirkan Alkitab dengan baik ! Semua ayat-ayat Perjanjian Lama yang dipakai oleh “Abuna” Jusufroni misalnya, Keluaran 20:3, 4, 5a ; Yesaya 44:6b ; 45:5a, 6b ; 46:9c tidak sedang mengajarkan bahwa Allah itu hanya satu pribadi, tetapi merupakan peringatan-peringatan dari nabi-nabi Tuhan untuk menegaskan ulang bahwa tidak ada dewa-dewi lain yang boleh disembah sebagai “Allah” kepada bangsa Israel, sehingga mereka (para nabi Tuhan) dengan gigih memperjuangkan bahwa Allah itu satu-satunya yang layak disembah. Perhatikan Kitab Kejadian 1:1-3, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong ; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah : “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi.” Kata “Allah” yang digunakan dalam Kejadian 1:1 dalam bahasa Ibraninya, “Myhla” (‘elohiym) yang berbentuk/berintensif plural (plural intensive) dengan pengertian tunggal. Kemudian, kata “Roh Allah” menggunakan bahasa Ibrani, “xwr ” (ruwach) yang berarti Spirit of God, the third person of the triune God, the Holy Spirit, coequal, coeternal with the Father and the Son (Roh Allah, pribadi ketiga dari Allah Trinitas, Roh Kudus, sama kedudukan dan sama kekalnya dengan Bapa dan Anak). Kemudian, di dalam Kejadian 1:26, firman Tuhan berkata, “Berfirmanlah Allah : “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ...” Bagaimana “Abuna” Jusufroni menafsirkan kata “Kita” dalam Kejadian 1:26 ? Jelas, kata “Kita” bukanlah sesuatu yang tunggal/singular, tetapi bentuk jamak/plural. Lalu, siapakah “Kita” yang dimaksud ? Apakah berarti Allah menciptakan manusia bekerja sama dengan para malaikat ? TIDAK. Allah tak pernah menciptakan kita sesuai dengan gambar dan rupa Allah (dan malaikat) {Kejadian 1:27}, lalu siapakah “Kita” yang dimaksud ? Jelas, Allah yang memiliki tiga Pribadi dalam satu Esensi, yaitu Allah Bapa dan Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Dan perlu diperhatikan semua ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang Jusufroni kutip selalu menggunakan kata dalam bentuk plural yang bermakna tunggal yaitu “Myhla” (‘elohiym).

2. Kutipan ayat-ayat dalam Perjanjian Baru yang tidak memperhatikan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
Injil Yohanes 17 jangan hanya dimengerti dalam ayat 3 saja, tetapi dalam seluruh perikop. Di ayat 21, Tuhan Yesus menyatakan bahwa Bapa di dalam Dia dan Dia di dalam Bapa (adanya kesatuan antara Allah Bapa dan Allah Anak). Lagi, 1 Korintus 8 ada dalam konteks di mana orang-orang Kristen di Korintus sedang meributkan masalah makan daging persembahan berhala. Nah, pada ayat 4b-5, Paulus memberikan jawaban bahwa mereka tidak perlu takut karena Allah itu lebih besar dari berhala-berhala dunia (tidak ada berhala di dunia), dan Allah itu Allah yang Esa. Tetapi jangan dipotong, karena ayat 6, menjelaskan bahwa Bapa itu Allah, Anak Allah yaitu Tuhan Yesus juga adalah Tuhan (Yunani : κύριος kurios ; Indonesia : Tuhan/Tuan/pemilik). Tuhan Yesus bernatur 100% Allah dan 100% manusia, sehingga Ia bisa berinkarnasi menjadi manusia tanpa menghilangkan natur Ilahinya (dwi natur Kristus). Kalau di zaman Perjanjian Lama, para nabi Tuhan ketika disuruh oleh Tuhan menyampaikan berita firman kepada bangsa Israel, mereka selalu berseru, “Beginilah firman Tuhan semesta alam,...” atau “Tuhan berfirman, ...”, dll, tetapi ketika Tuhan Yesus datang ke dalam dunia, Ia tidak menggunakan kata-kata tadi, melainkan langsung menggunakan otoritas-Nya dengan mengatakan, “Aku adalah,...”, “Aku berkata kepadamu, ...” Tidak ada satu nabi Tuhan yang diutus-Nya berani mengucapkan “Aku” untuk menggantikan firman Allah, tetapi Tuhan Yesus melakukannya, karena Ia memang adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia !

Ketiga, Doktrin Manusia dan Dosa (Christian Antropology). Berkaitan dengan hal ini, saya akan mengutip pengajaran dari School of Ministry (SOM) Bethany yang diambil dari silabus “Salvation/Keselamatan” yang diterbitkan oleh GBI Bethany, Surabaya,
MANUSIA TERDIRI DARI ROH, JIWA DAN TUBUH
1. Roh Manusia
Elemen manusia yang sadar akan Allah, sanggup menyembah Allah dan sebagai pelita Tuhan. Zak. 12:1 ; Yoh. 4:25. Roh manusia terdiri dari Intuisi (pemahaman Ilahi), Iluminasi (pengertian Firman Allah), Instruksi (nasehat dan bimbingan) dan persekutuan dengan Allah.
Pada waktu manusia jatuh dalam dosa, roh manusia putus hubungannya dengan Allah. Efesus 2:1-3. Dalam kelahiran baru, manusia dipulihkan fungsi rohnya. Yoh. 3:3-7 ; Roma 8:16 ; Titus 3:5.
2. Jiwa Manusia
Elemen ini membuat manusia mempunyai kesadaran akan diri sendiri. Kej. 2:7, Allah menghembuskan nafas sehingga manusia menjadi nyawa yang hidup. Jiwa manusia (Psuche) adalah tempat kedudukan dari kepribadian dan diri (ego) manusia.
Jiwa manusia terdiri dari pikiran, perasaan, keinginan, memory, imajinasi, rasa ingin tahu dan suara hati. Fungsinya terbatas pada bidang mental semata. Dibutuhkan kuasa Roh Allah untuk merobohkan tembok pemisah dan mengangkat manusia dari pengaruh duniawi. Roma 8 ; 1 Kor. 2 ; Gal. 5.
3. Tubuh Manusia
Manusia mempunyai satu tubuh yang dapat berinteraksi dengan dunia sekitar. Panca indera merupakan jendela jiwa. Tubuh harus diserahkan kepada allah untuk menjadi bait-Nya. 1 Kor. 6:19 ; Roma 6:11.
Bagi manusia yang belum dilahirkan baru tubuh menjadi hamba dosa. Roma 6:17. Bagi yang telah percaya dan lahir baru tubuh ini menjadi rumah Roh Kudus. Immanuel, Allah berdiam di dalam kita. (Silabus SOM Bethany “Salvation/Keselamatan” p. 30)

Komentar saya :
Di dalam pandangan Karismatik/Pentakosta yang banyak menganut paham trikotomi sengaja memisahkan antara roh dan jiwa manusia, bahkan ada seorang dokter yang mengaku juga diundang berkhotbah di beberapa gereja/persekutuan doa Karismatik/Pentakosta mengungkapkan bahwa Ibrani 4:12 mengungkapkan “fakta” bahwa antara jiwa dan roh itu berbeda. Lagi-lagi, ayat ini tidak sedang membicarakan perbedaan antara jiwa dan roh, tetapi tentang kuasa Firman. Inilah penafsiran Alkitab yang terlalu dicocok-cocokkan. Kembali kepada pernyataan yang ada di dalam buku SOM ini.
1. Pernyataan, “Pada waktu manusia jatuh dalam dosa, roh manusia putus hubungannya dengan Allah. Efesus 2:1-3.” tidak bertanggungjawab.
Efesus 2:1-3, “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.” Kata “roh” dalam bahasa Yunaninya pneuma yang identik dengan breath/nafas yang terdapat di dalam Kejadian 2:7 yang oleh penulis buku SOM ini dikategorikan sebagai jiwa manusia (bukan roh manusia), padahal antara jiwa dan roh manusia tidak ada perbedaan. Benarkah ketika manusia jatuh dalam dosa, hanya roh manusia putus hubungannya dengan Allah ? Pantas saja, banyak orang “Kristen” hari ini mengaku diri bebas dari segala dosa (tidak berdosa lagi), karena menurutnya yang berdosa itu hanya roh. Ini jelas salah. Penafsiran model ini membuktikan si penulis buku SOM ini tidak mengerti dasar iman Kristen, tetapi berani menulis buku. Tidak ada satu ayat Alkitab yang mengajar bahwa yang berdosa itu hanya roh manusia. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, seluruh potensi hidup manusia sudah rusak total. Itulah yang John Calvin sebut sebagai kerusakan total (Total Depravity). Kerusakan total diibaratkan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong sebagai noda teh yang tumpah pada baju kita yang mengakibatkan warna baju yang tadinya putih menjadi pudar (tetapi baju tersebut bukan menjadi tidak berwarna lagi).

2. Pernyataan “Jiwa manusia terdiri dari pikiran, perasaan, keinginan, memory, imajinasi, rasa ingin tahu dan suara hati.” tidak bertanggungjawab.
Benarkah suara hati dikategorikan sebagai jiwa manusia ? Mari kita menyelidiki lebih teliti. Amsal 20:27 (Terjemahan Baru) mengatakan, “Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya.”, Alkitab terjemahan King James Version menerjemahkan, “The spirit of man is the candle of the LORD, searching all the inward parts of the belly.” Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkan, “Hati nurani manusia merupakan terang dari TUHAN yang menyoroti seluruh batin.” Jelaslah, hati nurani tidak termasuk jiwa manusia, tetapi identik dengan roh manusia.
Kata “jiwa” dan “roh” manusia dipakai secara bergantian di dalam Alkitab baik PL dan PB. Mari kita selidiki. Bilangan 5:14, “dan apabila kemudian roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia menjadi cemburu terhadap isterinya, dan perempuan itu memang telah mencemarkan dirinya, atau apabila roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia menjadi cemburu terhadap isterinya, walaupun perempuan itu tidak mencemarkan dirinya,” Kata “roh” ini dalam bahasa Ibraninya rûach berarti wind, breath, dll. Kata yang sama dipakai di dalam Kejadian 2:7, di mana kata “nafas” dalam bahasa Ibraninya neshâmâh identik dengan wind, breath, dll. Di dalam Imamat 26:16, kata “jiwa” diterjemahkan sebagai heart oleh King James Version (KJV). Dengan kata lain, kata “hati” atau “hati nurani” identik baik dengan kata “jiwa” (Imamat 26:16) maupun dengan kata “roh” (Amsal 20:27). Kemudian, kata “jiwa” di dalam Yakobus 5:20 diterjemahkan oleh KJV sebagai soul yang berasal dari bahasa Yunani psuche yang juga bisa berarti spirit (Yunani : pneuma).
Pdt. Thomy J. Matakupan dan Ev. Julio Kristano (2005) di dalam booklet Doktrin Manusia dan Dosa pada halaman 6-7 memaparkan empat contoh yang menunjukkan penggunaan kedua kata antara jiwa (Ibrani : nepes ; Yunani : psuchē) dan roh (Ibrani : ruah ; Yunani : pneuma) yang saling bergantian :
1 Kata “jiwa” dan “roh” dipakai secara bergantian :
a. Kej. 41:8 (bdk. Mzm 42:6)
· “his spirit was troubled” (New American Standard Bible/NASB) — “Gelisahlah hatinya” (LAI)
· My soul is in despair” (NASB) — “Mengapa engkau tertekan hai jiwaku...”
b. Mat. 20:28 (bdk. Mat. 27:50)
· “memberikan nyawa-Nya” (psuchē)
· “menyerahkan nyawa-Nya” (pneuma)
c. Yoh. 17:27 (bdk. Yoh. 13:21)
· “jiwaku terharu” (psuchē)
· “terharu” (terjemahan seharusnya “roh-Nya terharu” — pneuma)
2 Kata ruah dan pneuma dipakai untuk menyebut nyawa/jiwa binatang (Pkh. 3:21 ; Why. 16:3).
3 Kata nepes dan psyche dipakai pada diri Allah (Yes> 42:1 ; Ibr. 10:39 ; bdk. Mat. 12:18).
4 Keadaan rohani manusia yang paling tinggi dihubungkan dengan “jiwa” (Mrk. 12:30 ; Luk. 1:46 ; Ibr. 6:19 ; Yak. 1:21).


Keempat, Doktrin Kristus (Kristologi). Berikut ini saya akan mengutip pernyataan doktrinal dari seorang “pemimpin gereja” Kemah Abraham, Jusufroni,
Secara pribadi saya ingin bertanya, yakinkah Anda bahwa kebenaran Kristus itu ditemukan atau suatu pernyataan ? Jangan sekali-kali mengatakan telah kutemukan kebenaran dalam Kristus. Memangnya siapa kita? Akulah jalan kebenaran dan hidup, tak seorangpun sampai kepada Bapa kalau tidak melalui Aku. Tolong camkan kata-kata itu. Murid-Nya tidak berkata Yesuslah jalan kebenaran dan hidup, tapi Yesuslah yang menyatakan diri-Nya dan bukan murid yang menemukan. Kalau pun kita mencoba mencari kebenaran agama, sebenarnya sampai saat ini belum menemukan. Kita baru coba-coba. Apalagi, kita mengatakan inilah kebenaran agamaku, yang diabsolutkan. Begitu diabsolutkan menolak kebenaran orang lain. Karena itu lahirlah penderitaan yang kita rasakan sekarang ini. Mengapa terjadi bentrok itu ? Karena mereka merasa sudah menemukan kebenaran. (Majalah Narwastu, Juni 2000)
Komentar saya :
1. Tafsiran Yohanes 14:6 yang tidak bertanggungjawab.
Perhatikan alur pikirannya. Jusufroni mengatakan bahwa Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa Dia adalah jalan dan kebenaran dan hidup, tak seorangpun sampai kepada Bapa kalau tidak melalui Dia. Itu benar dan terdapat dalam Yohanes 14:6. Lalu, lebih lanjut, Jusufroni mengemukakan pernyataan bahwa bukan murid-Nya yang mengemukakan hal ini, tetapi Kristus sendiri, jadi, “kalau kita mencoba mencari kebenaran agama, sebenarnya sampai saat ini belum menemukan. Kita baru coba-coba.” Sungguh tidak masuk akal. Memang benar bahwa Allah di dalam Pribadi Tuhan Yesus Kristus menyatakan diri-Nya dan memproklamirkan diri-Nya sebagai jalan dan kebenaran dan hidup itu, sehingga barangsiapa yang mau datang kepada Bapa harus melalui diri-Nya. Ini berarti ada finalitas karya Kristus yang tak mungkin dijumpai pada para pendiri agama apapun ! Kalau demikian, memang bukan murid Kristus yang mengatakan hal ini, tetapi akibat dari pernyataan ini, para murid-Nya sadar dan akhirnya mengerti Tuhan yang selama ini diikuti-Nya adalah benar dan sejati. Akibat adanya konfirmasi Tuhan Yesus sebagai satu-satunya jalan menuju kepada Bapa di Surga, maka para murid Kristus dan kita sebagai orang Kristen percaya kepada-Nya. Sama seperti kita baru bisa mengasihi Allah, karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita. Tanpa adanya campur tangan dan anugerah Allah yang intervensi ke dalam dunia, maka mustahil manusia yang berdosa bisa mencari dan mengasihi Allah ! Begitu kan logikanya. Kalau sampai si Jusufroni mengatakan bahwa dirinya masih meraba-raba dan mencoba-coba, bukankah berarti “kesaksiannya” selama ini adalah palsu/bohong tatkala dia menjadi “Kristen” dan bahkan “pendeta” ?! Kalau memang Jusufroni benar-benar bertobat dan rela menyerahkan diri menjadi pendeta yang bertanggungjawab, maka dia tak sampai mengeluarkan pernyataan yang tidak bertanggungjawab ini !

2. Pernyataan, “Begitu diabsolutkan menolak kebenaran orang lain.” yang tidak bertanggungjawab.
Apakah dengan mengabsolutkan suatu kebenaran yang benar-benar benar berarti menolak kebenaran orang lain ? YA, BENAR ! Lalu, apa yang salah dengan pemikiran ini ? Ambil contoh, seorang guru dengan tegas mengajarkan bahwa 1+1+2 (hal yang absolut), lalu, bolehkah murid-muridnya mengatakan bahwa sang guru mengajarkan hal-hal yang terlalu absolut dan bisa menolak “kebenaran” orang lain yang mengatakan bahwa 1+1=3 atau 4 atau 5 atau terserah ?! Tidak bertanggungjawab, bukan ? Sama halnya dengan pandangan ini. Tuhan Yesus sudah berkali-kali memperingatkan bahwa karena diri-Nya, barangsiapa yang mengikut-Nya pasti mengalami aniaya dan kita dituntut untuk juga menderita bersama Kristus dengan sukacita (1 Petrus 4:14). Demi Kerajaan Allah dan hidup kekal, kita pasti mau menderita, karena ada janji pengharapan bagi mereka yang setia mengikut Kristus (otomatis karena pimpinan dan pemeliharaan Allah melalui Roh Kudus). Ada harga yang harus dibayar ketika kita mengikut Kristus dan berperang bagi Kerajaan Allah, tidak ada kompromi ala dunia, harus berperang melawan setan dan kroni-kroninya ! Sesuatu yang absolut (dalam arti hanya Alkitab) pasti menolak kebenaran orang lain pun sedang menunjukkan bahwa “kebenaran” orang lain yang ditolak oleh Alkitab itu adalah suatu hal yang relatif dan siapa yang membela pernyataan ini (bahwa yang absolut menolak “kebenaran” orang lain) pun merupakan pengajaran yang relatif !

3. Pernyataan, “Mengapa terjadi bentrok itu ? Karena mereka merasa sudah menemukan kebenaran.” Yang tidak bertanggungjawab.
Menurut pandangan Jusufroni, bentrok dan konflik terjadi karena mereka merasa sudah menemukan kebenaran, padahal pernyataan ini menurut Jusufroni “tidak benar”. Benarkah pandangan ini ? Kebenaran sejati (Alkitab) memang membutuhkan pengorbanan untuk dibenci oleh orang-orang dunia, karena orang-orang dunia di luar Kristus adalah orang-orang yang berdosa yang berasal dari dunia, sedangkan umat pilihan Allah adalah orang-orang yang sama-sama berdosa (tetapi telah ditebus oleh Kristus) dan tinggal di dalam dunia, tetapi berasal dari Surga/umat pilihan Allah (Yohanes 17:16) ! Tetapi tidak berarti ketika kita sedang menyatakan suatu kebenaran Alkitab, itu bisa menghina orang lain, sehingga terciptalah konflik. Ingatlah, konflik terjadi bukan karena orang-orang Kristen memperjuangkan kebenaran Alkitab, tetapi munculnya orang-orang Islam maupun Kristen yang radikal yang berusaha menghancurkan yang lain dengan kekerasan (peperangan dengan fisik). Peperangan sejati bukan peperangan fisik/daging, tetapi peperangan rohani melawan ajaran-ajaran yang sesat dengan hanya berpedoman Alkitab sebagai standart mutlak ! Seharusnya, kalau mereka masih menganggap diri manusia dan berhati nurani, mereka sadar dan kembali kepada Kristus, karena tanpa Kristus dan pengorbanan/penumpahan darah-Nya, tidak ada pengampunan dosa (Ibrani 9:22)! Tetapi akibat dosa, maka hati nurani manusia pun menjadi terpolusi oleh dosa, sehingga mereka tidak mampu kembali kepada Kristus, kecuali melalui karya Roh Kudus yang melahirbarukan dan mencerahkan pikiran dan hatinya sehingga mereka dapat percaya kepada Kristus.

Kelima, Doktrin Roh Kudus (Pneumatologi). Pada bagian ini, saya akan mengutip dua hal tentang pengajaran tentang bahasa roh dari Sekolah Orientasi Melayani/School of Ministry (SOM) dari Gereja Bethany Indonesia (dulu : GBI Bethany),
HARUSKAH KITA BERBAHASA LIDAH
Dalam 1 Kor. 14:18, Paulus berkata : “Aku mengucap syukur kepada Allah bahwa aku berkata-kata dengan bahasa Roh lebih dari pada kamu semua.” Paulus berani bersaksi bahwa ia berkata-kata dengan bahasa lidah lebih dari orang-orang Korintus berarti begitu ia bangun dari tempat tidur langsung berbahasa lidah, pergi tidur berbahasa lidah, dalam perjalanan, dalam pekerjaan, dalam kehidupan sehari-hari bahkan setiap saat ia berbahasa lidah. Paulus berbahasa lidah dalam frekuensi waktu yang cukup banyak...
Kita akan lihat beberapa alasan mengapa setiap orang Kristen harus berbahasa lidah :
Alasan 1...
Alasan 5 : Dengan berdoa dalam bahasa lidah kita dapat berdoa untuk sesuatu permohonan yang kita tidak ketahui (Enable us to pray for the unknown)
Roma 8:26, “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.”
Kadang-kadang tatkala menghadapi persoalan yang amat berat dan secara akal sudah tidak terpecahkan dan sudah tidak ada jalan keluar lagi dan kita tidak tahu apa yang harus kita doakan dan mohonkan kepada Allah, saat itulah Roh akan membantu kelemahan kita apabila kita mulai berbicara dengan bahasa lidah...
Yang terakhir adalah : Mengapa Paulus berkata bahwa “bahasa Roh adalah tanda untuk orang yang tidak beriman ?” 1 Kor. 14:22. Yang jelas Paulus tidak bermaksud mengatakan bahwa orang yang berkata-kata dengan bahasa Roh itu orang yang tidak beriman, karena ayat-ayat sebelumnya Paulus menunjukkan bahasa-bahasa Roh itu penting untuk berkata rahasia kepada Allah dan penting untuk membangun diri sendiri, dan Paulus suka kalau semua orang berbahasa Roh seperti dia yang berbahasa Roh lebih dari semua orang Korintus.
Yang dimaksudkan Paulus adalah : Jika ada seorang tidak percaya atau mempersoalkan bahkan menolak dan menentang bahasa Roh, itu adalah “tanda” bahwa mereka adalah orang yang tidak mempunyai iman. Jadi “bahasa Roh” adalah patokan yang mendasar. Jika menolak ini menjadi tanda bahwa mereka tidak mempunyai Iman. Mari kita kembali kepada pengajaran Alkitab yang sepenuhnya (Back to the Bible). (Buletin SOM Bethany “Roh Kudus”, pp 32-40)
Komentar saya :
Dari sekelumit pembahasan ini, mari kita akan memperhatikan problematika penafsiran Alkitab dari theologia ini :
1. Penafsiran 1 Korintus 14:18.
Dengan menafsirkan 1 Korintus 14:18, yang sengaja tidak mengutip ayat 19, penulis buku SOM ini mengutarakan, “Paulus berani bersaksi bahwa ia berkata-kata dengan bahasa lidah lebih dari orang-orang Korintus berarti begitu ia bangun dari tempat tidur langsung berbahasa lidah, pergi tidur berbahasa lidah, dalam perjalanan, dalam pekerjaan, dalam kehidupan sehari-hari bahkan setiap saat ia berbahasa lidah. Paulus berbahasa lidah dalam frekuensi waktu yang cukup banyak...” Ayat ini dengan semena-mena ditafsirkan, padahal di dalam ayat selanjutnya, ayat 19, Paulus mengungkapkan, “Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.” Memang Paulus bisa berbahasa Roh, tetapi ia mengungkapkan bahwa itu hanya untuk membangun dirinya sendiri, sedangkan di ayat 19, ia mulai membicarakan bahwa yang penting itu adalah untuk membangun Jemaat, sehingga ia lebih suka mengucapkan atau berkhotbah tentang 5 kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang ketimbang berpuluh-puluh ribu bahasa roh yang tidak diketahui. Perhatikan terjemahan King James Version pada ayat 19 ini, “Yet in the church I had rather speak five words with my understanding, that by my voice I might teach others also, than ten thousand words in an unknown tongue.” Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari menerjemahkan, “Namun, di dalam pertemuan-pertemuan untuk menyembah Tuhan, saya lebih suka memakai lima perkataan yang dapat dimengerti orang daripada memakai beribu-ribu perkataan dalam bahasa yang ajaib. Saya lebih suka begitu supaya saya dapat mengajar orang.” Kata “understanding” dalam bahasa Yunaninya nous berarti intellect, mind, dll. Jadi, kata “pengertian” bisa mencakup intelek, pikiran, dll. Dengan kata lain, di dalam pertemuan jemaat atau ibadah, Paulus lebih suka mengajar orang lain dengan hal-hal doktrinal yang bisa dimengerti bahasanya supaya iman jemaat dapat dibangun ketimbang berpuluh-puluh ribu bahasa yang tidak dapat dingerti (unknown tongue). Kalau ayat 18 ditafsirkan bahwa Paulus setiap saat berbahasa lidah, bisakah Anda membayangkan bahwa mungkinkah Paulus menuliskan wahyu Allah melalui surat-suratnya ? Jelas, ini sebuah penafsiran yang dicocok-cocokkan. Kalau memang menurut penulis buku SOM ini, Paulus setiap saat berbahasa Roh, mengapa rasul-rasul Kristus lainnya, seperti Yohanes, Petrus, dll tidak dilaporkan setiap saat berbahasa Roh ? Jelas, ini suatu ketidakkonsistenan penafsiran Alkitab ala penulis buku SOM. Penafsiran Alkitab ini disebut eisegese (menafsirkan Alkitab sekehendak hatinya asal cocok dengan pola pikir yang telah ia tetapkan dahulu).

2. Penafsiran Roma 8:26.
Penulis buku SOM ini mengungkapkan 7 alasan orang “Kristen” harus “berbahasa roh”, salah satunya adalah alasan 5 yang menyatakan, “Dengan berdoa dalam bahasa lidah kita dapat berdoa untuk sesuatu permohonan yang kita tidak ketahui (Enable us to pray for the unknown)” Lalu, untuk mendukung pengajaran ini, ia mengutip Roma 8:26 dengan penafsirannya, “Kadang-kadang tatkala menghadapi persoalan yang amat berat dan secara akal sudah tidak terpecahkan dan sudah tidak ada jalan keluar lagi dan kita tidak tahu apa yang harus kita doakan dan mohonkan kepada Allah, saat itulah Roh akan membantu kelemahan kita apabila kita mulai berbicara dengan bahasa lidah...” Dengan sangat jelas, ayat 26 di dalam Roma 8 ditafsirkan seenaknya sendiri. Perhatikan. Roma 8:26 tidak sedang berbicara tentang doa dalam bahasa roh. Ayat ini berarti Roh Allah yang Mahakudus itu membantu kita berdoa kepada Bapa. Jadi, urutannya adalah : kita berdoa kepada Allah Bapa di dalam nama Tuhan Yesus melalui Roh Kudus. Tetapi herannya, beberapa pemimpin gereja Karismatik/Pentakosta mengajarkan berdoa di dalam Roh itu berarti berdoa dengan menggunakan bahasa “roh”, lalu banyak jemaat mereka (termasuk para pemimpin gereja mereka yang tidak mengerti) kalau berdoa bukan kepada Bapa tetapi kepada Roh Kudus, ini pembalikkan ordo/urutan. Kembali, Roh Kudus membantu kita berdoa kepada Bapa karena kita tidak mengerti bagaimana berdoa supaya doa kita diperkenan Allah (doa yang tidak diperkenan Allah : doa yang egois, sombong, doa minta kaya, dll), oleh karena itu Roh Kudus lah yang membantu kelemahan kita sehingga doa-doa kita disampaikan oleh Roh Kudus kepada Allah Bapa. Lalu, jika Roh membantu kelemahan kita ketika kita mulai berbicara dengan bahasa lidah, tafsiran ini terlalu dicocok-cocokkan, mengapa ? Karena di dalam kelemahan-Nya dalam natur manusia, Tuhan Yesus ketika berdoa di Taman Getsemani, Ia berdoa kepada Bapa sama sekali tidak menggunakan bahasa roh, apakah berarti Roh Kudus tidak menolong-Nya ? Apakah berarti kita tidak boleh sama sekali berbahasa lidah ? TIDAK. Bahasa Roh sejati masih ada sampai sekarang, karena itu adalah suatu hal yang supranatural yang melebihi kemampuan rasio manusia, TETAPI tidak berarti karena itu hal yang supranatural lalu tidak ada standardnya. Tidak semua hal supranatural itu benar dan bertanggungjawab, oleh karena itu hanya Alkitablah yang harus menjadi standard untuk menguji hal-hal yang supranatural.

3. Penafsiran 1 Korintus 14:22.
Tentang bahasa roh yang adalah karunia untuk orang yang tidak beriman (1 Korintus 14:22), penulis buku SOM ini mengungkapkan, “Yang dimaksudkan Paulus adalah : Jika ada seorang tidak percaya atau mempersoalkan bahkan menolak dan menentang bahasa Roh, itu adalah “tanda” bahwa mereka adalah orang yang tidak mempunyai iman. Jadi “bahasa Roh” adalah patokan yang mendasar. Jika menolak ini menjadi tanda bahwa mereka tidak mempunyai Iman. Mari kita kembali kepada pengajaran Alkitab yang sepenuhnya (Back to the Bible).” Perhatikan. Ayat ini jelas menyimpang dari konteksnya, mengapa ? Ayat 22 tidak bisa dilepaskan dari ayat sebelumnya. Di ayat 20, Paulus sudah memperingatkan jemaat Korintus untuk tidak seperti anak-anak di dalam pemikiran mereka, karena mereka lebih melihat fenomena yang kelihatan “wah” dan “supranatural” tanpa melihat esensi yang lebih penting (yaitu mendengarkan Firman). Lalu, di ayat 21, dengan mengutip Yesaya 28:11-12, Tuhan berkata melalui Paulus, “Oleh orang-orang yang mempunyai bahasa lain dan oleh mulut orang-orang asing Aku akan berbicara kepada bangsa ini, namun demikian mereka tidak akan mendengarkan Aku, firman Tuhan.” Di dalam Yesaya 28:11-12, Yesaya menuliskan bahwa kepada para pemimpin Yerusalem, Allah menggunakan bahasa-bahasa yang tidak mereka mengerti untuk menghukum mereka, “Sungguh, oleh orang-orang yang berlogat ganjil dan oleh orang-orang yang berbahasa asing akan berbicara kepada bangsa ini. Dia yang telah berfirman kepada mereka: "Inilah tempat perhentian, berilah perhentian kepada orang yang lelah; inilah tempat peristirahatan!" Tetapi mereka tidak mau mendengarkan.” Oleh karena itulah, di dalam ayat 22, Paulus mengajarkan, “Karena itu karunia bahasa roh adalah tanda, bukan untuk orang yang beriman, tetapi untuk orang yang tidak beriman; sedangkan karunia untuk bernubuat adalah tanda, bukan untuk orang yang tidak beriman, tetapi untuk orang yang beriman.” Lalu, penulis buku SOM ini menyimpulkan, “Jadi “bahasa Roh” adalah patokan yang mendasar. Jika menolak ini menjadi tanda bahwa mereka tidak mempunyai Iman. Mari kita kembali kepada pengajaran Alkitab yang sepenuhnya (Back to the Bible).” Posisi Alkitab sebagai satu-satunya yang layak dipercaya digeser menjadi bahasa roh menjadi patokan yang mendasar untuk mengukur iman seseorang, padahal di dalam Roma 10:17, Alkitab berkata, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Alkitab tidak pernah berkata bahwa iman timbul dari bahasa roh, tetapi dari pendengaran oleh firman Kristus ! Tetapi herannya, dengan menggantikan posisi finalitas Alkitab, penulis buku SOM ini mengatakan bahwa pengajarannya adalah pengajaran yang “kembali kepada Alkitab”. Sungguh, suatu kontradiksi yang aneh.

Keenam, Doktrin Keselamatan (Soteriologi). Berikut adalah contoh konkrit tentang kesalahan tafsiran Alkitab yang diambil dari website “apologetika” sebuah pelayanan gereja Katolik (http://www.ekaristi.net).
Tanya : Pendapat Gereja Katholik tentang pentingnya perbuatan adalah salah satu penemuan buatan mereka.
Jawab : Filipi 2:12-13 : Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.
Umat di Filipi diminta untuk menuruti pesan St. Paulus untuk mengerjakan keselamatan mereka dengan takut dan gentar. Apa bedanya dengan kita, jika kita benar-benar adalah orang Kristen Perjanjian Baru ? Tingkah laku kita penting, karena dengan itulah Allah akan menghakimi kita. Ayat ini seharusnya membuat kita merasa gentar sehingga kita terus menerus melakukan keinginan Bapa dalam segala hal. St. Paulus atau penulis-penulis Perjanjian Baru tidak pernah menggambarkan kepastian keselamatan yang tidak perlu dikhawatirkan seperti yang banyak diajarkan oleh pengkhotbah-pengkhotbah pada masa sekarang.
Komentar saya :
Tafsiran terhadap Alkitab yang dilakukan secara semena-mena ini membuktikan penulis di website ini tidak mengerti benar Alkitab. Filipi 2:12-13 sangat digemari oleh para theolog Arminian dan Katolik yang anti-kedaulatan Allah. Coba kita akan menyelidiki dengan teliti. Memang benar, di dalam Filipi 2:12-13, Paulus memerintahkan jemaat di Filipi untuk mengerjakan keselamatan. Ayat ini tidak sedang mengajarkan bahwa karena keselamatan itu mudah hilang, sehingga Paulus perlu mengingatkan jemaat di Filipi untuk mengerjakan keselamatan. Tafsiran model ini adalah tafsiran yang dicocok-cocokkan (eisegese) yang tidak sinkron dengan seluruh berita Alkitab. Meskipun Filipi 2:12-13 dikutip keseluruhan, tetapi fokusnya sering dilihat hanya pada ayat 12, dan bukan pada ayat 13. Mengapa demikian? Karena di ayat 13 mengajarkan bahwa Allah lah yang mengerjakan kehendak baik manusia sehingga manusia bisa berbuat baik dan ajaran ini tidak cocok dengan ajaran Arminian dan Katolik Roma. Itu masalahnya. Saya tidak berarti menyalahkan 100% bahwa perbuatan itu tidak penting. Perbuatan baik itu penting tetapi bukan yang terutama, karena perbuatan baik adalah respon kita yang telah mendapatkan anugerah Allah melalui iman di dalam Kristus. Kita harus berbuat baik demi mewujudnyatakan cinta kasih dan terang Kristus ke dalam dunia kita yang berdosa. Tetapi tidak berarti perbuatan baik lebih penting dari iman, sehingga seolah-olah melalui perbuatan baik, “Allah” dipuaskan. Inilah yang ditekankan oleh banyak theolog Katolik Roma dengan “theologia” naturalnya dan banyak theolog Injili dengan presuposisi human-centerednya. Apalagi pernyataan yang mengatakan, “St. Paulus atau penulis-penulis Perjanjian Baru tidak pernah menggambarkan kepastian keselamatan yang tidak perlu dikhawatirkan seperti yang banyak diajarkan oleh pengkhotbah-pengkhotbah pada masa sekarang.” adalah pernyataan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara Alkitabiah. Pernyataan ini adalah pernyataan yang dibuat-buat dan dicocok-cocokkan serta membuktikan penulis artikel ini tidak mengerti pengajaran Alkitab. Benarkah Paulus dan para rasul Perjanjian Baru tidak pernah mengajarkan kepastian keselamatan yang tidak perlu dikhawatirkan ? Ini pandangan keliru. Pandangan ini dengan mudah dapat dijatuhkan. Di dalam Yohanes 3:16, Tuhan Yesus memberikan janji kepastian keselamatan bahwa barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Apakah hidup yang kekal itu ? Hidup yang tidak dapat binasa, hidup selama-lamanya bersama Bapa di Surga. Apakah dengan ini berarti janji Tuhan Yesus itu palsu dan bohong belaka hanya untuk mengelabui Nikodemus pada waktu itu yang sedang “stres” ? Lalu, saya akan memberikan argumentasi theologis di dalam hal ini. Keselamatan adalah murni 100% adalah anugerah Allah, tidak ada satu unsur jasa baik manusia. Jangan percaya kepada theologia Injili yang mengaku juga mempercayai keselamatan adalah anugerah Allah, tetapi menyangkali kedaulatan Allah yang memimpin manusia pilihan-Nya sehingga tidak mungkin kehilangan keselamatan. Itu bohong belaka. Sekali lagi, theologia Reformed saja yang berani menegaskan kedaulatan Allah dan anugerah Allah secara konsisten. Keselamatan sejati adalah anugerah Allah, seperti yang dipaparkan Paulus di dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Gereja Katolik Roma dan Arminian mungkin saja menyetujui kedua ayat ini, tetapi dengan perspektif yang menyimpang dari konteks Alkitab ini, yaitu dengan mengajarkan bahwa meskipun keselamatan itu adalah anugerah Allah, kita sebagai manusia harus menerima keselamatan itu dan berbuat baik supaya diperkenan Allah. Ini sama saja bohong dan kontradiksi dengan pendapat sendiri. Ketika theologia Reformed berani menegaskan bahwa keselamatan sejati hanya melalui anugerah Allah di dalam iman, maka itu berarti keseluruhan proses keselamatan ada di tangan Allah secara pribadi (bukan di tangan manusia), yaitu mulai dari rencana keselamatan yang ditetapkan oleh Allah Bapa dengan memilih sebagian orang untuk diselamatkan, penggenapan keselamatan di dalam Pribadi Allah Anak, Tuhan Yesus Kristus dan penyempurnaan karya keselamatan melalui karya Roh Kudus yang melahirbarukan umat pilihan Allah Bapa untuk beriman di dalam Kristus Yesus. Itulah karya Allah Tritunggal di dalam keselamatan. Tidak ada satu theologia Kristen yang berani merumuskan theologia sistematika ini, kecuali theologia Reformed ! Lalu, keselamatan yang telah disempurnakan melalui karya Roh Kudus dengan melahirbarukan umat pilihan-Nya dan memberi mereka iman di dalam Kristus, lalu diterima oleh umat pilihan-Nya dan terus dikerjakan. Mengerjakan keselamatan tidak berarti mempertahankan keselamatan supaya tidak hilang, tetapi berarti mewujudnyatakan keselamatan itu sehingga orang lain dapat melihat perbuatan baik kita dan memuliakan Bapa di Surga (Matius 5:16). Kembali, perbuatan baik kita yang dikaruniai dari Allah, dilakukan oleh Allah, berorientasi hanya untuk kemuliaan Allah (Roma 11:36). Prinsip Soli Deo Gloria (=kemuliaan hanya bagi Allah selama-lamanya) tidak ada pada theologia Katolik Roma, Orthodoks, Arminian, dll, tetapi hanya pada theologia Reformasi dan Reformed yang konsisten. Tidak ada satu arus theologia Kristen yang memiliki perspektif Kristo-sentris dan kedaulatan Allah (theology from above) kecuali theologia Reformed. Ini bukan fanatisme iman, tetapi realita yang mungkin membuat para penganut theologia lainnya akan marah, membenci, dll, itu tidak menjadi masalah. Kembali, kalau memang “benar”, para penganut theologia Katolik Roma dan Arminian mempercayai bahwa keselamatan Kristen itu tidak pasti, saya akan bertanya, lalu, Allah yang menganugerahkan keselamatan itu juga bisa mengambil keselamatan sekehedaknya sendiri, itu berarti Allah tersebut bukan Allah yang diajarkan oleh Alkitab karena Allah tersebut adalah Allah yang plin-plan, seenaknya sendiri (tidak beda dengan manusia yang suka plin-plan, ini membuktikan “Allah” palsu ini merupakan proyeksi dari pikiran manusia yang berdosa seperti yang diajarkan oleh Ludwig Feuerbach). Entah, mungkin saja “Allah” seperti itu yang dipercayai oleh para penganut theologia Katolik Roma dan Arminian. Itu jelas bukan Allah yang Alkitab ajarkan. Inilah kelemahan fatal para penganut theologia Katolik Roma dan Arminian.

Ketujuh, Doktrin Gereja (Ekklesiologi). Salah satu hal di dalam doktrin gereja yang akan kita selidiki adalah tentang minyak urapan dan Perjamuan Kudus. Berikut kutipan ajaran dari Bapak Yesaya Pariadji dari Tiberias yang mengemukakan ajaran tentang minyak urapan dan Perjamuan Kudus.
Tuhan Yesus menegaskan :
HANYA ORANG YANG PUNYA ROH MARTIR YANG DIBERIKUASA MEMBENTUK PERJAMUAN KUDUS YANG BENAR
I. Kita angkat Roti : Yang akan dibentuk menjadi Tubuh Kristus.“Inilah roti yang turun dari Sorga, inilah tubuh Kristus yang tergantung di atas kayu salib.” Artinya: Karena Perjamuan Kudus adalah korban Tubuh Kristus yang tergantung di atas kayu salib, itulah sebabnya hanya orang yang punya Roh Martir yang diberi kuasa membentuk Perjamuan Kudus yang benar. Kalau orang masih minta-minta, minta-minta perpuluhan, itu tandanya orang itu tidak mempunyai Roh Martir sehingga Perjamuan Kudusnya hanya sekedar lambang saja, tidak ada kuasa Allah. Roh Martir adalah orang yang menyerahkan segala miliknya, nyawa dan darahnya. Gereja Tiberias dibangun karena kami bisa menyerahkan segala milik kami, nyawa dan darah kami agar banyak orang diselamatkan, agar Gereja penuh kuasa.
1. Pertama: Yang memberikan keselamatan, yang memberikan hidup kekal di dalam Sorga. Dasar Firman Allah di dalam Yohanes 6:51 & 58... Artinya: Keselamatan hanya melalui Yesus, yaitu yang percaya dan menerima Perjamuan Kudus yang benar. Di luar Yesus tidak ada keselamatan dan hidup yang kekal di Sorga (Yohanes 3:16).
2. Kedua: Untuk menyempurnakan tubuhku agar sehat sempurna. Untuk menyempurnakan jiwa dan rohku dan agar dibangkitkan pada akhir zaman. Dasar Firman Allah di dalam Yohanes 17:23 demikian: “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” Yohanes 6:54 demikian: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman”.
3. Ketiga: Inilah tubuh Kristus yang tergantung di atas kayu salib yang tertikam, tertombak, agar kami tidak terkapar di meja operasi, agar kami tidak terkapar di rumah sakit, agar kami tidak lumpuh, agar kami tidak pikun, tidak koma, dan tidak terkapar di rumah sakit atau ruang ICU. Aku tolak kanker, aku tolak tumor. Dasar Firman Allah di dalam Yesaya 53:3-5 ...
(Buletin Gereja Tiberias NO. 883 Minggu TGL. 06 NOVEMBER 2005)
Komentar saya :
Semua ayat Alkitab banyak yang ditafsirkan sekehendak hati Pariadji sendiri. Mari kita akan menyelidiki satu per satu.
1. Tidak ada satu ayat Alkitab yang mengajarkan, “hanya orang yang punya Roh Martir yang diberi kuasa membentuk Perjamuan Kudus yang benar.”
Pernyataan ini adalah tafsiran Pariadji sendiri yang mengaku langsung dari “Tuhan Yesus”, yang lebih aneh lagi, yang langsung dari “tuhan yesus” tidak ditemukan pengajarannya di dalam Alkitab, ini Tuhan Yesus atau “tuhan yesus” ? Dari pernyataan ini, sangat jelas bahwa orang yang punya “roh martir” yang dimaksudkannya adalah Pariadji sendiri. Baca pernyataan selanjutnya, “Gereja Tiberias dibangun karena kami bisa menyerahkan segala milik kami, nyawa dan darah kami agar banyak orang diselamatkan, agar Gereja penuh kuasa.” Kalimat ini mirip dengan kalimat klenik atau syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh kuasa supranatural. Gereja dibangun bukan untuk memperoleh kuasa, tetapi untuk memuliakan Kristus. Dari konsep gereja saja, Pariadji tidak mengerti totalitas pengajaran Alkitab, lalu berani mengklaim diri memiliki “roh martir”. Sungguh, suatu pernyataan orang yang aneh.

2. Pernyataan yang mengajarkan bahwa perjamuan kudus itu “memberikan keselamatan, yang memberikan hidup kekal di dalam Sorga.” adalah pernyataan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak ada satu ayat Alkitab yang mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus sebegitu berkuasanya sehingga dapat memberikan keselamatan. Sepertinya, Pariadji harus membaca seruan Petrus di dalam Kisah Para Rasul 4:12, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” Ayat ini tidak mengatakan bahwa keselamatan ada di dalam minyak urapan atau perjamuan kudus. Ditambah pernyataannya, “Keselamatan hanya melalui Yesus, yaitu yang percaya dan menerima Perjamuan Kudus yang benar.” Dengan mengutip Yohanes 6:51 dan 58. Kedua ayat yang dikutip oleh Bapak Pariadji sama sekali tidak mengajarkan tentang kanibalisme, lalu orang percaya disuruh untuk benar-benar menguyah daging Tuhan Yesus. Tidak. Penggunaan kata “roti” di dalam kedua ayat ini memang menunjuk Perjamuan Kudus, tetapi yang dimaksudkan dengan “roti” adalah daging atau hidup-Nya sendiri yang diserahkan dan mereka harus menerima-Nya supaya mereka memperoleh hidup. Hidup dan keselamatan sejati didapat ketika mereka menerima-Nya sebagai Tuhan dan satu-satunya Juruselamat, bukan karena menerima Perjamuan Kudus. Dengan pernyataan Bapak Pariadji bahwa keselamatan hanya melalui Yesus, yaitu yang percaya dan menerima Perjamuan Kudus adalah pernyataan yang secara implisit menghina karya penebusan Kristus di kayu salib dan menggantinya dengan hanya menerima Perjamuan Kudus yang “benar” (keselamatan di dalam Kristus menurut Bapak Pariadji tidak cukup hanya percaya, tetapi juga harus menerima Perjamuan Kudus yang “benar”), padahal konsep Perjamuan Kudus yang dipromosikan oleh Bapak Pariadji adalah konsep yang salah (bandingkan 1 Korintus 11:23-31 ; ayat 27 di dalam pasal ini sering diabaikan oleh banyak pemimpin gereja kontemporer yang pop).

3. Kutipan Yohanes 6:54 yang seenaknya sendiri.
Fungsi perjamuan kudus yang dipaparkan Bapak Pariadji, “Untuk menyempurnakan tubuhku agar sehat sempurna. Untuk menyempurnakan jiwa dan rohku dan agar dibangkitkan pada akhir zaman.” Lalu, ia mengutip Yohanes 6:54. Pernyataan “makan daging dan minum darah” tidak bermakna secara literal. Perhatikan pernyataan yang diungkapkan oleh Albert Barnes dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible, “Except ye eat the flesh ... - He did not mean that this should be understood literally, for it was never done, and it is absurd to suppose that it was intended to be so understood… His body was offered on the cross, and was raised up from the dead and received into heaven. Besides, there is no evidence that he had any reference in this passage to the Lord’s Supper… The plain meaning of the passage is, that by his bloody death - his body and his blood offered in sacrifice for sin - he would procure pardon and life for man;” (=Dia tidak bermaksud bahwa ayat ini dimengerti secara literal, ... Di samping itu, tidak ada bukti bahwa, bahwa Dia menunjukkan referensi apapun di dalam bagian ini terhadap Perjamuan Tuhan...Arti sederhana dari bagian ini, bahwa melalui darah kematian-Nya—tubuh dan darah-Nya diserahkan sebagai pengorbanan bagi dosa...) Untuk mendukung ajarannya yang kacau, Bapak Pariadji dengan sengaja mencocok-cocokkan ayat yang di luar konteks/makna aslinya supaya cocok dengan pandangan Perjamuan Kudus-nya yang “menyelamatkan” dan “mujarab”.

4. Tafsiran Yesaya 53:3-5 yang seenaknya sendiri.
Fungsi “perjamuan kudus” ala Pariadji adalah untuk menyembuhkan penyakit. Berikut pernyataannya, “Inilah tubuh Kristus yang tergantung di atas kayu salib yang tertikam, tertombak, agar kami tidak terkapar di meja operasi, agar kami tidak terkapar di rumah sakit, agar kami tidak lumpuh, agar kami tidak pikun, tidak koma, dan tidak terkapar di rumah sakit atau ruang ICU. Aku tolak kanker, aku tolak tumor. Dasar Firman Allah di dalam Yesaya 53:3-5 ...” Kembali, ini adalah sebuah pelecehan implisit terhadap makna asli Perjamuan Kudus. Memang, pengorbanan Kristus di kayu salib mampu mematahkan segala belenggu penyakit, tetapi itu bukan poin penting. Bapak Pariadji tidak bisa membedakan mana yang esensi (utama) dan mana yang tambahan (akibat dari esensi), akibatnya, dengan tidak bertanggungjawab, dirinya mencocok-cocokkan semua ayat Alkitab sesuai kehendak hatinya ditambah ada perkataan bahwa “tuhan yesus” langsung berkata kepadanya (biar kelihatan “rohani dan alkitabiah”). Herannya, Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 11:23-31 tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang makna Perjamuan Kudus yang mujarab untuk menyembuhkan penyakit. Ini problematika Bapak Pariadji dalam menafsirkan Alkitab, mencari ayat-ayat Alkitab yang mendukung ajarannya dan sengaja meninggalkan 1 Korintus 11:23-31 yang jelas-jelas tidak mengajarkan tentang kemujaraban Perjamuan Kudus.

Kedelapan, Doktrin Akhir Zaman (Eskatologi). Pada bagian terakhir, saya akan mengutip pengajaran eskatologi dari SOM Bethany yang nantinya mempengaruhi penafsiran Alkitab versi mereka. Berikut pengajarannya,
“Ada dua jenis Kebangkitan Tubuh :
KEBANGKITAN I :
Kebangkitan orang-orang benar sebelum Millenium berakhir untuk memperoleh HIDUP.
KEBANGKITAN II :
Kebangkitan orang-orang jahat sesudah Millenium berakhir untuk memperoleh HUKUMAN.
(Dan. 12:3 ; Yoh. 5:28-29 ; Wah. 20:4-6 ; Wah. 20:11-15). Jadi ada jarak 1000 tahun antara kedua kebangkitan tersebut.” (Silabus SOM Bethany “Second Coming/Kedatangan Tuhan”, p. 46)
Komentar saya :
1 Penafsiran Daniel 12:3 yang tidak bertanggungjawab
Pertama, Daniel 12:3, “Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.” Ayat ini sengaja dicomot untuk mendukung ajaran adanya dua kali kebangkitan tubuh, padahal ayat ini tidak mengindikasikan pengajaran ini. Ayat ini hanya mengindikasikan tentang adanya orang-orang yang bijaksana yang adalah orang-orang yang takut akan Allah akan menjadi sinar yang menerangi orang-orang dunia, sehingga orang-orang pilihan-Nya yang belum bertobat boleh dipimpin dan diterangi oleh sinar itu lalu mereka boleh kembali kepada Allah.

2 Penafsiran yang parsial atas Wahyu 20:4-6, 11-15
Untuk menafsir Kitab Wahyu, kita harus memperhatikan prinsipnya yaitu di dalam Kitab Wahyu, terkandung banyak perkataan simbolis atau simbol-simbol yang tidak dapat ditafsirkan secara harafiah. Berikut kutipan paparan tentang kelemahan penafsiran ayat-ayat ini dari Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. di dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman,
“... penafsiran premillenialisme terhadap ayat 4 hingga 6 bukanlah satu-satunya kemungkinan ; beberapa bukti telah diberikan bahwa 20:4-6 tidak berbicara tentang kebangkitan tubuh bagi orang percaya ataupun orang tidak percaya... ajaran semacam ini didasarkan pada penafsiran secara harafiah terhadap perikop dari kitab yang sangat bersifat simbolis, dan mengabaikan ayat-ayat lain (seperti Yoh. 5:28-29 dan Kis. 24:15) bahwa kebangkitan orang percaya dan tidak percaya akan terjadi secara bersamaan...
Perhatikanlah kalimat “orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu.” (ayat 12)... Coba amati lebih jauh pernyataan bahwa laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya (ayat 13)...Sudah tentu Hades, yaitu dunia orang mati, mencakup semua orang yang telah mati, bukan hanya orang-orang tidak percaya yang telah mati.
Dalam ayat 12 kita membaca tentang kitab yang dibuka. Menurut bagian terakhir dalam ayat 12, kitab tersebut berisi catatan tentang apa yang setiap orang telah lakukan. Tetapi tidak ada indikasi bahwa kitab-kitab tersebut hanya berisi tentang penghukuman. Kitab kehidupan, yang disebut dalam ayat 12 dan 15, umumnya dimengerti sebagai daftar orang-orang pilihan...” (Hoekema : 2004, pp. 327-329)


Kita telah melihat problematika penafsiran Alkitab yang berintikan humanisme dan terimplikasi praktis di dalam paradigma dasar atau theologia sistematika mereka yang akhirnya mempengaruhi cara mereka menafsirkan Alkitab. Lalu, bagaimana kita dapat menafsirkan Alkitab dengan bertanggungjawab ? Kita akan membahasnya pada Bab 4.

1 comment:

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)