22 July 2007

Roma 2:11-12 : STANDAR PENGHAKIMAN ALLAH, PENTINGNYA PENGINJILAN DAN PEMBINAAN

Seri Eksposisi Surat Roma :
Realita Murka Allah-10


Standar Penghakiman Allah, Pentingnya Penginjilan dan Pembinaan

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 2:11-12

Sebagai konklusi dari ayat 7-10, Paulus mengajarkan satu prinsip, “Sebab Allah tidak memandang bulu.” atau terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari, “Sebab Allah memperlakukan semua orang sama.” Allah yang tidak memandang bulu atau tidak pilih kasih bagi Paulus adalah Pribadi Allah yang Mahaadil, seperti yang dikutipnya dari Kitab Ulangan 10:17, “Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap;” (terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari, “TUHAN Allahmu ada di atas segala ilah dan melebihi segala kuasa. Ia Allah yang agung dan berkuasa yang harus ditaati. Ia tidak suka berpihak dan tidak juga menerima suap.”) Selain keadilan Allah, Musa juga mengungkapkan dua prinsip, yaitu keMahakuasaan Allah dan kedahsyatan Allah. Allah yang tidak memandang bulu juga berarti Allah yang tidak menerima suap. Itulah Allah Israel yaitu Yehovah yang juga kita sembah di dalam Allah Trinitas yang menyatakan diri di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Allah yang tidak memandang bulu adalah Allah yang tetap menghukum anak-anak-Nya yang tidak taat kepada-Nya dan menuntun mereka yang belum mengenal-Nya agar nantinya dapat mengenal-Nya. Bangsa Israel meskipun sudah menerima panggilan Allah dan terikat di dalam perjanjian dengan-Nya, ternyata melanggar perjanjian itu dengan terus mempermainkan Allah. Bagi Israel, Allah hanya bisa ditipu dengan upacara-upacara ritual agamawi, tetapi Allah di Surga marah melihat kelakuan mereka yang munafik, lalu mengutus para nabi-Nya menegur dosa Israel. Hanya sebentar mereka bertobat, lalu mereka kembali berbuat dosa lagi, sambil mereka tetap rajin mempersembahkan korban. Pada saat Kristus berinkarnasi ke dalam dunia, kemunafikan orang-orang Yahudi khususnya orang-orang Farisi diperingatkan secara keras, tetapi mereka tetap bersikukuh pada keyakinan mereka, sampai-sampai menyalibkan Kristus di Golgota. Murka Allah melalui pembuangan Israel ke Babel dan negara-negara kafir tidak juga membuat orang-orang Israel sadar dan bertobat, tetapi malahan menjadi-jadi. Di dalam Roma 11:7, Paulus mengungkapkan kondisi orang Israel yang terus-menerus berdosa ini, “Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya,” (terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari, “Umat Israel tidak mendapat apa yang mereka cari. Yang mendapatnya hanyalah segolongan kecil orang-orang yang telah dipilih oleh Allah. Yang lain semuanya menjadi keras kepala terhadap panggilan Allah.”) Allah melalui Paulus menyatakan bahwa umat perjanjian yang sejak Perjanjian Lama hanya diakui menjadi milik orang-orang Israel, sekarang menjadi milik beberapa orang pilihan Allah. Umat perjanjian Allah bukan lagi terbatas pada Israel, tetapi semua gereja-Nya. Hukuman ini diterima Israel dari Allah untuk menunjukkan kedahsyatan kuasa-Nya, keadilan dan kekuasaan-Nya. Kalau pada zaman dahulu Allah dapat menghukum umat-Nya, Israel, maka Allah juga bisa menghukum anak-anak-Nya di zaman sekarang untuk memurnikan iman dan pengertian kita sehingga kita bisa memiliki iman yang dewasa dan bertumbuh, seperti yang diwahyukan-Nya kepada Rasul Yohanes di dalam Wahyu 3:19, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” Kata “kasih” yang digunakan di sini dalam bahasa Yunani phileō menunjukkan arti kasih persaudaraan. Kasih-Nya yang ditunjukkan dengan menegur dan menghajar kita adalah BUKAN tindakan dendam tetapi tindakan kasih Allah sebagai saudara kita. Tahukah Anda kasih persaudaraan ? Kasih persaudaraan adalah kasih yang mengikat di dalam ikatan persaudaraan, di mana ketika ada saudara yang menderita, saudara lain ikut merasakan kesedihan dan berusaha meringankannya. Begitu pula halnya dengan Allah. Ketika kita menderita (dalam hal ini dosa), Allah juga ikut menderita dan sedih, sehingga Ia dengan rela hati meskipun sakit harus mencambuk kita demi meringankan penderitaan kita yaitu dosa (saya menyebut dosa sebagai penderitaan karea dosa itu membuat diri terikat).

Jangan persamakan manusia dunia yang berdosa dengan Allah. Ketika kita berbuat jahat (misalnya membunuh, dll), mungkin hakim yang mengadili kita bisa kita suap agar masalah kita segera dibereskan, tetapi kelak kita harus mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan di dunia ini di hadapan takhta pengadilan Allah yang Mahaadil. Allah tidak pernah mungkin bisa disuap karena Ialah Sumber Keadilan. Inilah satu-satunya standar penghakiman yang mengutamakan keadilan. Di luar standar ini, tidak ada ukuran keadilan sejati. Oleh karena itu, sebagai anak-anak Allah, ingatlah prinsip standar penghakiman Allah yang adil ini dan janganlah bermain-main dengan dosa.

Lebih lanjut, Paulus mengungkapkan penjelasan tentang standar penghakiman Allah, “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.” atau terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari, “Orang-orang bangsa lain berdosa tanpa mengetahui hukum agama Yahudi. Jadi mereka dihukum di luar hukum itu. Tetapi orang-orang Yahudi berdosa sesudah mengetahui hukum itu; sebab itu mereka akan dituntut juga berdasarkan hukum itu.” Ada dua kategori perluasan dari standar penghakiman Allah yang satu, yaitu bagi orang non-Yahudi dan Yahudi. Sebenarnya, standar penghakiman Allah itu satu dan berlaku universal, tetapi dalam hal ini, Paulus sengaja membedakannya (tanpa memisahkannya). Bagi orang-orang non-Yahudi yang berdosa tanpa mengenal hukum Taurat, mereka akan binasa (Inggris : perish/destroy) tanpa hukum Taurat, tetapi bagi orang-orang Yahudi yang mengenal Taurat tetapi masih berdosa, mereka hanya akan dihakimi (judged) oleh hukum Taurat. Standar penghakiman Allah tetap adalah Wahyu Allah di dalam hati nurani yang tertulis di dalam hati manusia (wahyu umum Allah) jika mereka belum mendengar Injil Kristus. Standar ini yang meliputi wahyu Allah bisa dibedakan menjadi dua (tanpa dipisahkan), yaitu wahyu Allah secara umum dan khusus. Wahyu Allah secara umum berupa hati nurani dan respon manusia terhadapnya melalui agama yang bisa dipolusi oleh dosa. Dan kedua, wahyu Allah secara khusus, yaitu Taurat dan Injil. Taurat dikatakan wahyu khusus karena Taurat diwahyukan Allah secara langsung kepada umat pilihan-Nya, Israel, sehingga ketika bangsa Israel masih saja berdosa, mereka tetap dihukum meskipun tidak seberat hukuman orang-orang di luar Israel yang tidak mengenal Taurat. Inti semuanya bukan Taurat, tetapi Pribadi Kristus (bandingkan ayat 16 di dalam pasal 2) yang akan bertindak sebagai Hakim yang adil.

Di zaman postmodern di mana suara murka dan keadilan serta penghakiman-Nya sudah tidak terdengar akibat budaya relativisme yang me“mutlak”kan kerelatifan etika, dll, maka sudah seharusnya orang-orang Kristen pilihan tidak lagi mengikuti arus dunia, tetapi keluar menjadi terang Kristus yang menyuarakan masih berlakunya penghakiman Allah bagi mereka yang tidak mau bertobat dan kembali kepada Kristus. Ketika kita sudah mengerti bahwa Allah kita adalah Api yang menghanguskan dan Allah kita juga Mahaadil dan Hakim, maka ada tiga tindakan yang harus kita lakukan. Pertama, mengintrospeksi diri. Pengetahuan kita tentang doktrin Allah ini tidak boleh hanya menjadikan rasio kita paham dan mengerti saja, tetapi harus memperbaharui seluruh kehidupan kita. Sebagaimana yang diajarkan di dalam Wahyu 3:19, tindakan memperbaharui kehidupan kita meliputi dua hal, yaitu merelakan hati untuk dikoreksi oleh Firman Tuhan disusul dengan tindakan bertobat. Tindakan pertama memperbaharui hidup kita adalah merelakan hati atau memiliki hati yang hangat atau bersemangat ketika mendengar teguran Firman Tuhan. Hati ini hanya bisa dimiliki oleh umat pilihan-Nya. Anak-anak Tuhan sejati memiliki hati yang rela dibentuk dan ditegur dosanya oleh Firman, karena mereka sadar bahwa tanpa Allah, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Tindakan kedua setelah merelakan hati untuk ditegur oleh Firman yaitu bertobat. Kata “bertobat” di dalam ayat ini (Wahyu 3:19) dalam bahasa Yunani metanoeō berarti think differently (berpikir secara berbeda). Bertobat tidak hanya menangis minta ampun, melainkan suatu tindakan komitmen ingin memperbaiki hidup yang berbeda dari hidup yang lama (Roma 12:2). Dengan kata lain, bertobat adalah kunci menuju kepada kehidupan yang terus-menerus diperbaharui oleh Roh Kudus. Pertobatan ini disusul dengan suatu komitmen pribadi dengan bantuan Roh Kudus untuk mau hidup suci dan berkenan di hadapan-Nya. Komitmen ini bisa ditandai dengan kerajinan kita membaca Firman Allah untuk bersedia dikoreksi, diajar dan dihibur ditambah aktivitas doa sebagai sarana mendewasakan dan mempertumbuhkan hubungan kita dengan Allah sehingga melalui doa, kita semakin lama dibentuk oleh Allah dan Firman-Nya sesuai kehendak-Nya. Kedua, memberitakan Injil. Sesudah kita mengintrospeksi diri kita, kita tidak boleh egois hanya menginginkan kita saja yang menerima, mengalami dan mengenal Kebenarna, kita pun harus membagikannya kepada orang lain yang belum mendengar Injil. Pemberitaan Injil adalah buah nyata kita benar-benar memiliki hidup yang sudah diubahkan. Pemberitaan Injil bukan hanya meliputi kasih Allah, tetapi juga murka dan keadilan Allah bagi mereka yang menolak Injil. Ingatlah, Injil tidak hanya meliputi satu sisi berita yang dipotong sebagian, tetapi Injil meliputi dua hal, yaitu kasih pengampunan Allah di dalam Kristus bagi manusia berdosa sekaligus ada murka Allah bagi mereka yang sengaja menolak Kristus (Yohanes 3:16-18). Ketiga, selain penginjilan, kita tetap harus memperhatikan apa yang kita ajarkan selanjutnya baik di dalam Injil yang kita beritakan maupun yang kita ajarkan di dalam pembinaan bagi orang-orang Kristen baru. Ingatlah prinsip bahwa penginjilan harus disertai dengan pembinaan. Penginjilan tanpa pembinaan lebih lanjut akan mengakibatkan para petobat baru hanya mengenal Kristus secara dangkal. Di dalam pembinaan, kita yang sudah terjun di dalam bidang penginjilan harus lebih benar-benar mempersiapkan diri agar apa yang kita ajarkan bukan berdasarkan apa yang kita mengerti melalui pikiran kita yang terbatas, tetapi sungguh-sungguh murni apa yang Alkitab ajarkan sendiri (menggabungkan antara iman yang rasional dengan iman yang melampaui rasio manusia). Jangan bermain-main dengan pengajaran yang kita ajarkan, karena, “sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi.” (1 Petrus 4:17). Marilah kita memperingatkan peringatan Paulus kepada Timotius, “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.” (1 Timotius 4:16). Penghakiman Allah pertama-tama tiba kepada umat Allah karena kita lah yang telah menerima anugerah dan wahyu khusus dari Allah itu, sehingga ketika kita tidak mempertanggungjawabkan anugerah itu, maka Allah tidak segan-segan menghukum kita.

Setelah kita merenungkan dua ayat ini saja, adakah hati kita merasa ditegur oleh Roh-Nya yang kudus ? Adakah kita berkomitmen agar kita tidak lagi berkanjang di dalam dosa mengingat akan kasih-Nya yang begitu besar telah dilimpahkan kepada kita di dalam Kristus? Kita bisa tidak lagi berbuat dosa bukan karena Allah menghukum kita, tetapi kita bisa menolak melakukan dosa karena ada anugerah Allah yang telah mengampuni dosa-dosa kita di dalam pengorbanan Kristus. Adakah kita mau kembali kepada-Nya ? Soli Deo Gloria. Amin.

No comments: