22 July 2007

Matius 3:16-17 : CALL FOR MISSION

Ringkasan Khotbah : 06 Juni 2004

Call for Mission
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 3:16-17




Baptisan merupakan tanda pertobatan (Mat. 3:11) namun kalau Tuhan Yesus dibaptis, itu bukan karena Dia berdosa lalu bertobat atau hanya sekedar mengikuti tradisi. Tidak! Karena sudah menjadi kehendak Allah, Tuhan Yesus harus dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis. Dalam hal ini Yohanes Pembaptis menyadari bahwa dirinya tidak layak namun ia taat menjalankan kehendak Bapa. Sesudah Tuhan Yesus dibaptis, pada waktu itu juga langit terbuka dan Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan." This is the very big moment karena peristiwa ini tidak pernah terjadi pada orang lain di dunia dan peristiwa ini menjadi starting point bagi Tuhan Yesus untuk menjalankan misi-Nya di dunia dan menggenapkan seluruh rencana Allah.

Alkitab mulai mencatat seluruh misi pelayanan Tuhan Yesus saat Dia berusia 30 tahun. Peristiwa kelahiran-Nya pun hanya dicatat dalam injil Matius dan injil Lukas begitu pula dengan masa kanak-kanak Tuhan Yesus hanya satu kali ditulis, yakni ketika usia-Nya 12 tahun. Pada jaman itu seorang anak harus ditahbiskan dan menjadi anak Taurat saat berusia 12 tahun untuk kemudian dididik secara iman Yahudi selama 18 tahun oleh para imam. Setelah berumur 30 tahun barulah seseorang dianggap dewasa dan ia berhak mengambil keputusan hukum atas dirinya sendiri. Itulah sebabnya kenapa umur 0-30 tahun tidak banyak catatan mengenai diri Tuhan Yesus karena umur 0-12 Tuhan Yesus masih berada dibawah bimbingan orang tua dan usia 12-30 Tuhan Yesus dibimbing oleh para imam untuk belajar tentang Taurat. Pelayanan Tuhan Yesus di dunia sangatlah singkat, hanya 3 tahun yakni dari usia 30 tahun hingga usia 33 tahun. Namun justru di waktu yang singkat itu banyak hal mengenai diri-Nya yang tidak pernah habis untuk diungkapkan dan dicatat hingga kini.

Tidak adanya catatan mengenai diri Yesus ketika Ia berusia 0 tahun hingga 30 tahun membuat manusia berpikir negatif tentang diri Yesus. Pikiran manusia berdosa mencoba menerapkan hal yang biasa terjadi pada manusia dalam diri Tuhan Yesus, seperti masa muda jaman modern yang dilewati dengan berpacaran. Manusia bukannya mau belajar dan mengerti kebenaran, mereka justru sok tahu lalu menuduh dan berpikir negatif terhadap diri Tuhan Yesus. Ingat, biografi tidak mencatat semua peristiwa yang dianggap tidak penting, yang sifatnya rutinitas seperti makan apa, tidur jam berapa dsb. Biografi hanya mencatat peristiwa yang mempunyai makna sejarah dalam kehidupan. Hidup manusia bukan dibatasi oleh panjang pendeknya umur seseorang melainkan bagaimana kita mengukir sejarah kehidupan. Kalau hidup kita tidak bermakan maka hidup kita bagaikan selembar kertas putih kosong yang nantinya dibuang dan dibakar. Karena itu, selama di dunia janganlah lewatkan hidupmu dengan percuma tapi isilah hidupmu dengan hal yang bermakna dengan demikian kita menancapkan tonggak sejarah dalam dunia dan menjadi berkat bagi dunia.

Manusia selalu terbiasa berpikir dengan sistem tertutup, yaitu segala sesuatu yang dikerjakan adalah dari saya, untuk saya, oleh saya dan hasilnya untuk saya. Sebagai anak Tuhan, segala sesuatu yang kita kerjakan seharusnya bukan untuk diri sendiri melainkan untuk kalangan luas dan menjadi berkat bagi dunia. Kita seringkali merasa takut dan gentar mengerjakan pekerjaan Tuhan yang besar karena kita tidak bersandar pada Tuhan tapi bersandar pada diri sendiri; orang selalu mementingkan untung rugi seperti layaknya bisnis di dunia. Ingat, pekerjaan Tuhan yang besar bukan tergantung banyak orang karena Tuhan dapat memakai batu andai tidak ada satu orang pun yang mau melakukan pekerjaan-Nya. Hendaklah kita senantiasa meneladani Kristus dimana seluruh hidup-Nya hanyalah untuk menggenapkan rencana Allah dan menjadi berkat. Pelayanan-Nya singkat di dunia namun sangatlah bermakna. Bagaimana dengan hidup kita? Sudahkah hidup kita dipakai menjadi berkat?
1. Baptisan sebagai Starting Point
Misi Kristus dimulai sesudah Ia dibaptis namun hari ini banyak orang justru berpikir sebaliknya, yakni baptisan merupakan akhir dari segalanya, the end of everything. Sebelum dibaptis orang bergiat melayani tapi setelah dibaptis kebanyakan orang cenderung menjadi suam-suam kuku. Celakalah hidup kita kalau kita melihat segala sesuatu sebagai akhir dari segalanya. Hal ini biasanya dialami oleh mereka yang putus cinta dimana segala sesuatunya menjadi suram, tidak ada pengharapan. Kekristenan justru melihat everything is beginning of the new one. Jangan pernah sekalipun kita memberhentikan seluruh pengharapan, seluruh ide yang ada pada dirimu sebagai titik akhir. Nilai sejarah seseorang justru dimulai setelah ia dibaptis; baptisan merupakan awal bagi kita untuk merencanakan segala sesuatu yang menjadi kehendak Tuhan untuk digenapkan di dunia. yaitu bagaimana seluruh perencanaan dan masa depan hidup kita kembalikan kepada kehendak-Nya. Hidup Paulus menjadi bermakna setelah ia bertobat dan mengenal Tuhan dan Alkitab mencatat seluruh sejarah hidup Paulus setelah ia bertobat.

Kalau hidup kita tidak mempunyai nilai sejarah maka hidup kita akan dibuang percuma di dunia. Biarlah orang merasakan dan mendapatkan berkat dari kehadiran kita bukan sebaliknya justru orang merasa sukacita dengan ketidakhadiran kita. Ingat, dunia tidak akan mendukung bila kita sedang terpuruk sebaliknya dunia justru akan membuang kita kalau diri kita sudah tidak menguntungkan baginya. Itulah dunia yang egois namun sebagai Anak Tuhan janganlah kita menjadi serupa dengan dunia. Biarlah kita mau bertekad seluruh hidup kita mau dipakai sebagai alat untuk menggenapkan misi Kerajaan Allah di dunia sehingga hidup menjadi bermakna dalam sejarah. Seberapa jauhkah kita sudah menata hidup kita? Dan bagaimana kita melihat pentingnya sebuah baptisan? Baptisan tidak hanya berurusan dengan keselamatan dan menjadikan diri kita egois. Baptisan merupakan proklamasi diri bahwa anugerah keselamatan Tuhan telah turun atas kita sehingga kita tahu bagaimana berespon dengan tepat atas anugerah tersebut.

2. Konfirmasi Bapa dan Roh Kudus
Setelah Tuhan Yesus dibaptis maka turunlah Roh Kudus yang seperti burung merpati dan ada suara dari Allah Bapa yang mengkonfirmasi bahwa Yesus adalah Anak Allah. Peristiwa ini merupakan satu-satunya peristiwa dimana Allah Tritunggal menyatakan diri secara bersama-sama dalam satu peristiwa. Sebenarnya, konsep Allah Tritunggal sudah tertulis dalam kitab Perjanjian Lama namun mereka tidak menyadarinya; Allah Anak ditulis dengan Malaikat (dengan huruf besar), yaitu kristofani artinya penampakan Allah Anak kepada orang-orang di jaman PL. Celakanya, orang mencoba menafsirkan Allah Tritunggal dengan konsep manusia berdosa. Orang menafsir Allah Tritunggal sebagai satu orang tapi mempunyai tiga jabatan, sebagai contoh kalau ia berada di kantor maka ia adalah seorang direktur, kalau ia sedang mengemudikan mobil maka ia menjadi seorang supir dan kalau di rumah maka ia menjadi seorang ayah. Kita menolak dengan keras ajaran bidat yang dikenal dengan ajaran Sabellianisme atau Modalisme ini. Karena jika demikan ketika Allah Anak berinkarnasi berarti surga kosong dan sifat Allah Tritunggal terbatas. Tidak!

Kehadiran Allah Tritunggal yang datang secara bersamaan adalah bukti nyata bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Tuhan Yesus tidak pernah memproklamasikan siapa sesungguhnya diri-Nya, Allah Bapa sendiri yang memproklamasikan-Nya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang kepada-Nya Ia berkenan. Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus adalah tiga pribadi tetapi bukan tiga oknum tetapi satu Allah. Hal inilah yang sukar dimengerti oleh dunia tiga tapi satu. Hal ini disebabkan karena orang biasa berpikir bahwa x + x + x = 3x. Allah bukanlah faktor x, Allah adalah Allah yang kekal sehingga ~ + ~ + ~ = ~ bukan ~ + ~ + ~ ≠ 3~. Allah yang kekal tidak bisa dijumlah dengan angka yang bersifat sementara. Dunia sukar menghubungkan antara kekekalan dan kesementaraan.

Ketika Tuhan Yesus mau memulai pelayanan-Nya, dua hal yang terjadi: Roh Kudus turun dalam bentuk merpati dan ada suara dari Allah Bapa. Dua hal ini juga harus terjadi dalam setiap aspek hidup ketika kita mau memulai mengerjakan segala sesuatu apakah kita seperti Tuhan Yesus yang meminta agar Bapa memberikan konfirmasi atas diri-Nya. Dalam mengerjakan segala sesuatu di dunia kita tidak lepas dari dukungan orang lain namun pernahkah kita bertanya apakah Tuhan berkenan atas pekerjaan yang aku lakukan? Celakanya, manusia lebih peduli pendapat orang lain daripada Tuhan; kita lebih suka kalau orang lain yang memuji diri kita dan kita tidak peduli meski Tuhan tidak berkenan atas hal itu. Celakalah kita kalau kita sudah dibelenggu dan diperbudak setan. Sebagai anak Tuhan justru seharusnya kita takut pada Tuhan bukan pada setan. Kalau kita tahu bahwa Tuhan berkenan atas apa yang kita kerjakan maka kita tidak akan takut dan takluk pada dunia. Ingat, semua pujian manusia hanyalah bersifat semu belaka; dunia akan membuang kita kalau kita sudah tidak menguntungkan lagi. Karena itu, utamakanlah Tuhan dalam hidupmu dan biarlah semua hal yang kita kerjakan hanyalah demi untuk kemuliaan nama-Nya dan kita akan merasakan sukacita sejati.

3. Misi melalui Tantangan
Perkenanan Allah menjadi pondasi bagi kita untuk melangkah tapi kita masih butuh pimpinan Roh Kudus. Melangkah di dalam perkenanan Allah dan dipimpin oleh Roh Kudus menjadi kekuatan bagi kita untuk menggenapkan misi Kerajaan Allah di dunia; kita tidak takut meski tantangan di dunia menghadang. Jangan pernah berpikir bahwa dengan kekuatan sendiri, manusia mampu menghadapi semua tantangan. Ingat, kesombongan merupakan awal kehancuran hidup manusia, sepandai-pandainya tupai melompat suatu kali pasti jatuh juga. Kesombongan nampak jelas pada ilustrasi berikut, yakni seekor anak katak dan induknya yang tinggal dalam sumur dan tidak pernah melihat dunia luar hingga suatu kali si anak katak melompat keluar dari sumur dan ia melihat kerbau yang sangat besar. Si anak lalu kembali ke dalam sumur dan menceritakan pengalamannya tersebut pada ibunya. Tentu saja si induk tidak mau dikalahkan dan dengan sombongnya ia menunjukkan pada anaknya bahwa dirinya bisa menjadi sebesar kerbau dengan mengembungkan dirinya terus dan terus dan akhirnya ia mati meledak. Inilah akhir dari kesombongan, yaitu kehancuran dirinya sendiri.

Kebodohan yang seringkali tidak disadari manusia adalah disaat ia merasa dirinya hebat. Bijaksana yang sejati adalah kita menyadari bahwa kita tidak mampu kalau kita berjalan sendiri karena itu kita butuh pimpinan Roh Kudus. Kalau kita mengerti hal ini maka kita tidak ragu untuk menapaki hari esok dalam memenuhi panggilan-Nya dimanapun kita berada. Hidup kita menjadi bernilai di hadapan Tuhan dan menjadi berkat bagi dunia. Tuhan Yesus pun sesudah dibaptis, Ia dibawa oleh Roh Tuhan ke padang gurun untuk dicobai. Seringkali orang berpikir baptisan akan memberikan kekuatan bagi kita untuk melangkah, bekerja bagi Tuhan. Tapi hendaklah kita ingat, perkenanan dari Allah dan pimpinan dari Roh Kudus juga membutuhkan respon dan komitmen yang tepat.

Tuhan tidak menjamin hidup kita akan lancar dan enak setelah dibaptis. Tidak! Terkadang Tuhan ingin menguji komitmen kita sehingga Ia memberikan ujian supaya kita menjadi semakin bertumbuh dalam iman. Seperti kesaksian yang dialami oleh seseorang dimana setelah dibaptis ia justru mengalami ujian berat, seluruh usahanya hancur dalam kebakaran namun puji Tuhan, ia tetap berteguh dalam iman. Mengikut Tuhan membutuhkan komitmen dan komitmen itu akan terlihat ketika kita berada dalam kesulitan dan penderitaan. Apakah kita tetap setia mengikut Dia meski kita menderita? Dalam setiap pergumulan, kita tahu kalau Tuhan berkenan atas apa yang kita lakukan maka langkah berikutnya adalah dibutuhkan komitmen maka Tuhan akan memimpin hidup kita selangkah demi selangkah. Bersama Tuhan, kita akan merasakan berkemenangan dan hidup kita akan mendatangkan makna yang bersifat kekal. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

No comments: