oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.
Nats: 1 Korintus 9:15-18 (1)
Ketika kita membaca bagian ini kita mungkin sedikit bingung. Kalau Paulus memang tidak mau menggunakan hak yang seharusnya ia terima sebagai rasul (9:15-18, juga 9:12b), mengapa ia perlu bersusah payah menjelaskan hak-hak para rasul (9:4-6) dan argumen-argumen (9:7-14) yang melandasi hak tersebut? Semua ini harus dipahami dalam konteks relasi antara Paulus dan jemaat Korintus yang unik (4:15; 9:1-2) sekaligus kurang harmonis (4:3-5). Kerasulan Paulus sempat diragukan oleh sebagian jemaat. Hal ini berkaitan dengan khotbah Paulus yang dianggap kebodohan (1:18-21) dan cara berkhotbah yang tidak sesuai dengan hikmat maupun retorika Yunani waktu itu (2:1-5). Situasi bertambah parah kala Paulus memutuskan untuk tidak mau menerima tunjangan dari jemaat Korintus. Sebaliknya, ia lebih memilih bekerja keras membuat tenda; sebuah pekerjaan yang dianggap hina pada waktu itu (4:12).
Dengan menegaskan status kerasulannya (9:1-3), hak-hak para rasul (9:4-6), maupun alasan-alasan di balik hak tersebut (9:7-14) Paulus ingin mengoreksi konsep pikir jemaat Korintus yang keliru. Ia tidak mau menerima tunjangan buka karena ia tidak berhak atau karena ia bukanlah seorang rasul. Keputusan untuk tidak mau menerima tunjangan lebih didasarkan pada pertimbangan efektivitas Injil (9:12b, 15-18), bukan ketidaklayakan Paulus untuk mendapatkan hak tersebut.
Pasal 9:15-18 merupakan elaborasi yang lebih detail dari apa yang sudah disinggung secara sekilas di ayat 12b. Bagian ini diawali dengan pernyataan bahwa Paulus tidak mau menggunakan satu pun dari hak itu (ay. 15a-b). Pernyataan ini selanjutnya diikuti serangkaian kalimat penjelasan yang diawali dengan kata sambung “karena” (gar, ay. 15c, 16a, 16b, 16c, 17a). Sesudah rangkaian kalimat ini Paulus menutup dengan penjelasan tentang upah yang sesungguhnya, yaitu memberitakan Injil tanpa upah (ay. 18).
Paulus Tidak Mau Menggunakan Hak (ay. 15a-b)
Pernyataan Paulus di sini mengandung penekanan. Ia menambahkan kata ganti “aku” (egō) sekaligus meletakkannya di awal kalimat (ay. 15a). Penekanan pada kata “aku” di sini dimaksudkan untuk menunjukkan keunikan sikap Paulus. Ia tidak sedang mengecam atau merendahkan rasul-rasul lain yang mau menerima tunjangan hidup (mereka semua memang memiliki hak untuk itu), tetapi ia hanya menegaskan posisi dirinya dalam pelayanan, terutama dalam relasi dengan jemaat Korintus. Penekanan lain terletak pada pemakaian kata “satu pun” (oudeni) dan penggunaan tense perfect untuk kata “mempergunakan” (kechrēmai). Tense ini menyiratkan bahwa ketidakmauan untuk menerima tunjangan merupakan sikap Paulus dari dahulu sampai sekarang. Dengan kata lain, ini sudah menjadi gaya pelayanan Paulus. Pernyataan di atas sempat dipersoalkan oleh beberapa penafsir. Mereka menganggap Paulus terlalu melebih-lebihkan hal ini, karena dalam kenyataannya Paulus beberapa kali mau menerima tunjangan dari jemaat Filipi (Flp. 4:14-20; 2Kor. 11:8-9). Apakah Paulus benar-benar kurang jujur dalam hal ini? Sama sekali tidak!
Kita harus mengetahui bahwa dalam konteks 1 Korintus 9:1-18 Paulus sedang membicarakan tentang tunjangan tetap sebagai pemberita Injil/rasul. Di manapun seorang rasul melayani, jemaat setempat berkewajiban untuk melayani kebutuhan hidup dan pelayanan rasul itu. Hal ini jelas berbeda dengan pemberian yang diberikan oleh jemaat FIlipi. Mereka tidak memberikan tunjangan secara periodik dan tetap (Flp. 4:10, 15-16). Pemberian ini bersifat sukarela dan insidentil. Bagian Alkitab yang lain menunjukkan bahwa bekerja keras untuk memnuhi kebutuhan hidup dan pelayanan sudah menjadi kebiasaan Paulus (1Tes. 2:9; 2Tes 3:8; 1Kor. 4:12; Kis. 18:3).
Setelah menandaskan bahwa ia tidak mau menggunakan hak sebagai rasul (ay. 15a), Paulus segera menambahkan kalimat “Aku tidak menulis semuanya ini, supaya akupun diperlakukan juga demikian” (ay. 15b). Kalimat ini perlu ditambahkan supaya tidak ada kesan (kesalahpahaman) bahwa Paulus sedang menyindir jemaat Korintus. Ini menunjukkan kepekaan Paulus dalam pelayaan pastoral, khususnya dalam hal materi. Sikap seperti ini juga tercermin dalam suratnya yang lain. Ketika ia menerima pemberian kasih dari jemaat Filipi melalui Epafroditus (Flp. 2:25), Paulus bersyukur atas kesempatan yang dimiliki oleh jemaat Filipi untuk mengambil bagian dalam pelayanan Paulus (Flp. 4:10, 14-16). Tidak lupa ia menegaskan bahwa ucapan syukur ini bukan dimaksudkan sebagai sindiran agar jemat Filipi lebih sering memberikan dukungan materi (Flp. 4:11).
Di samping menunjukkan kepekaan Paulus dala pelayanan pastoral, pernyataan tersebut juga menyiratkan konsistensi sikap. Ia menolak pemberian tunjangan dari jemaat Korintus bukan hanya pada saat ia melayani di sana. Ketika ia menulis surat ini pun Paulus tetap tidak mau mengharapkan hal itu. Ia bahkan mengambil sikap yang sama di tempat-tempat lain. Konsistensi seperti ini jelas tidak mudah, karena kadangkala Paulus benar-benar berada dalam keadaan yang mengenaskan dan memerlukan bantuan dari orang lain (2Kor. 4:23-28).
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan orang yang baik tetapi ia gagal mempertahankan sikap itu dalam segala situasi. Benarlah apa yang dikatakan penulis amsal bahwa menemukan orang setia jauh lebih sulit daripada menemukan orang baik (Ams. 20:6).
Karena Lebih Baik Mati daripada Injil Terhalang (ay. 15c-d)
Bagian ini dimulai dengan kata sambung gar (“karena”) yang menyiratkan bahwa bagian ini merupakan penjelasan atau alasan bagi sikap di ayat 15a-b. Mengapa Paulus tidak mau menggunakan hak sebagai rasul maupun tidak mau dianggap sedang menyindir jemaat Korintus? Karena ia lebih suka mati daripada...... (LAI:TB, ay. 15c).
Terjemahan LAI:TB “lebih suka” sedikit kurang tepat. Terjemahan ini bisa menyiratkan kesan bahwa sikap di ayat 15c hanyalah masalah perasaan Paulus semata-mata. Walaupun beberapa versi juga mengadopsi terjemahan ini (RSV/NIV/ESV), tetapi terjemahan “lebih baik” (KJV/NASB/NET) sebaiknya dipertahankan. Teks Yunani dalam bagian ini memakai kata kalon mallon (“lebih baik”). Jika arti harfiah ini dipertahankan maka akan menyiratkan bahwa sikap yang diambil Paulus bukan hanya secara subyektif lebih disukai Paulus, namun secara obyektif memang lebih baik. Ini bukan tentang kenyamanan perasaan Paulus, tetapi tentang kebenaran yang obyektif.
Dalam teks Yunani kalimat Paulus memang tidak sempat diteruskan sampai engkap (LAI:TB mencoba mempertahankan terjemahan harfiah dengan cara memberi tanda titik panjang setelah kata “daripada”). Gaya penulisan seperti ini disebut dengan istilah aposiopes, yang biasa dipakai pada saat seseorang dikuasai oleh perasaannya dengan begitu kuat sehingga ia tidak berkuasa meneruskan kalimat yang ia sudah ucapkan/teruskan. Hal yang sama dapat kita jumpai dalam tulisan Paulus yang lain (Gal. 2:6). Gaya ini memberitahu kita bahwa Paulus menuliskan ayat 15c dengan penuh perasaan, walaupun ini bukan hanya masalah perasaan pribadi Paulus. Dengan kata lain, perasaannya sedang dikuasai oleh sebuah kebenaran penting tentang Injil.
Bagaimana kita sebaiknya menebak kelanjutan dari kalimat Paulus? Beberapa versi memilih untuk tidak berspekulasi (NRSV/NET). Beberapa menganggap ayat 15d sebagai kelanjutan (Paulus lebih baik mati daripada seseorang meniadakan kemegahannya, lihat KJV/RSV/NIV/ESV). Pilihan pertama tidak terlalu banyak membantu. Pilihan kedua ini sebaiknya ditolak, karena secara tata bahasa ayat 15d memang bukan kelanjutan dari ayat 15c. Ayat 15c merupakan kalimat tersendiri yang tidak lengkap. Berdasarkan konteks yang ada, Paulus kemungkinan besar ingin mengatakan bahwa lebih baik baginya mati daripada menerima upah tetapi Injil terhalang (ay. 12b). Dengan kata lain, Paulus lebih memilih mati daripada injilnya yang mati. Ini merupakan ungkapan dari seseorang yang menyadari bahwa hidupnya adalah untuk Injil. Injil adalah lebih penting daripada kehidupan pemberita Injil itu sendiri. Tidak heran dalam sejarah misi dunia, Allah dalam kedaulatan-Nya membiarkan para pemberita Injil mati syahid, tetapi Ia tidak pernah membiarkan Injil-Nya mati (tidak diberitakan).
Di ayat 15d Paulus menambahkan bahwa ia tidak mau seorang pun meniadakan kemegahannya. Konsep tentang “bermegah” dalam Alkitab bisa bermakna positif maupun negatif. Sebelumnya Paulus sudah menyinggung tentang dua makna ini dalam konteks yang sama (1:29, 31). Apa yang dimaksud dengan kemegahan di ayat 15d ini? Paulus jelas tidak sedang membanggakan diri di atas para rasul yang mau menerima tunjangan dari jemaat. Para rasul memang berhak atas hal tersebut. Lagipula, Paulus tidak pernah membanggakan kelebihan dirinya. Ia sebaliknya selalu membanggakan Allah atau kelemahan dirinya yang justru menunjukkan kekuatan Allah. Ia bermegah dalam kelemahan (2Kor. 12:9-10). Dalam konteks 1 Korintus 9 ia sedang membanggakan kehinaannya sebagai pekerja kasar (4:11-13).
Pekerjaan ini memang hina, tetapi Paulus justru bermegah di atas kehinaan, karena semua itu untuk kemajuan Injil. Kemegahan di atas kelemahan dan kehinaan jelas sangat kontras dengan prinsip dunia yang mengagung-agungkan kelebihan dan kehormatan. Paulus tidak mau kemegahan tersebut ditiadakan. Kata Yunani “ditiadakan” (kenōsei, dari kata dasar kenoo) sebenarnya lebih bermakna “dikosongkan”. Hampir semua versi memilih terjemahan “dihilangkan” atau “dicabut”. Melalui pemilihan kata “dikosongkan” Paulus ingin menegaskan bahwa ia tidak ingin terlihat hebat di luar tetapi di dalamnya tidak ada isi sama sekali. Ia tidak mau terlihat bersusah-payah bagi Injil tetapi dengan motivasi yang keliru. Ia melakukan pekerjaan berat bukan supaya terlihat menderita dan akhirnya dibantu banyak orang. Ia tidak perlu menyimpan otivasi terselubung semacam itu karena ia sudah menikmati kemegahan di dalam penderitaan dan kehinaan tersebut.
Karena Dalam Pemberitaan Injil Tidak Ada Dasar Untuk Bermegah (ay. 16-17)
Bagian ini merupakan penjelasan terhadap ayat 15d. Ia tidak ingin disalahpahami oleh orang lain, seolah-olah ia sedang menyombongkan diri. Dalam taraf tertentu Paulus memang memiliki kemegahan (ay. 15d), tetapi bukan dalam arti mutlak (ay. 16a). Jika ia melakukan pemberitaan Injil secara terus-menerus (bdk. tense present pada kata euangelizomai), hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan. Apa maksud Paulus di sini? Apakah ayat 16a berkontradiksi dengan ayat 15d?
Pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan baik apabila kita mengetahui perbedaan dasar kemegahan yang sedang dibicarakan oleh Paulus. Di ayat 15d ia menyinggung tentang pekerjaannya yang hina sebagai pembuat tenda. Kehinaan yang harus dipikul ketika melayani Tuhan merupakan kehormatan bagi seorang pelayanan Tuhan. Paulus bermegah atas hal ini. Di sisi lain, konsistensi Paulus dalam memberitakan Injil tidak boleh dilebih-lebihkan seolah-olah hal ini merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa atau seolah-olah Paulus sendiri memang mengambil inisiatif untuk melakukan itu. Tidak ada yang istimewa dari apa yang dilakukan Paulus. Mengapa demikian?
Alasan pertama berkaitan dengan keharusan dalam memberitakan Injil (ay. 16b “ini merupakan keharusan bagiku”). Secara harfiah frase ini berarti “keharusan yang diletakkan di pundakku”. Bentuk pasif yang tidak disertai subyek seperti dalam kasus ini secara tata bahasa disebut pasif ilahi (divine passive), yang menyiratkan bahwa Allah sebagai subyek (NLT “I am compelled by God”). Paulus sangat mungkin sedang memikirkan pilihan ilahi dalam hidupnya sejak ia berada dalam kandungan (Gal. 1:15-16) atau panggilan Tuhan yang tidak terelakkan pada waktu ia bertobat (Kis. 26:14; dalam NLT ungkapan “sukar bagimu menendang ke galah rangsang” diterjemahkan “it is useless for you to fight against my will”). Jika pemberitaan Injil merupakan keharusan yang sudah ditetapkan Allah, maka Paulus tidak memilki alasan untuk bermegah. Ia hanya melakukan apa yang harus ia lakukan. Ia tidak memiliki motivasi lain di luar penetapan ilahi ini. Jadi, ini bukan masalah perasaan pribadi (Paulus memangs edang bepergian ke mana saja) maupun kepentingan pribadi (Paulus ingin mendapatkan sesuatu untuk dirinya dari pemberitaan Injil).
Keharusan untuk memberitakan Injil ini berbeda dengan keharusan untuk menerima tunjangan dari pemberitaan tersebut. Dari sisi pemberita Injil tunjangan adalah hak (bukan keharusan), walaupun dari sisi penerima Injil ini merupakan kewajiban. Sebagai sebuah hak (sekalipun sah) tunjangan hidup dapat dikesampingkan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik (supaya Injil tidak terhalang). Kelonggaran memang ada dalam taraf tunjangan pemberita Injil, tetapi dalam hal pemberitaan tidak ada kelonggaran sama sekali. Kita memang bebas untuk tidak menerima dukungan materi dari pemberitaan Injil, tetapi kita tidak bebas untuk tidak memberitakan Injil (we are free not to accept support, yet we are not free not to preach the gospel). Dengan kata lain, tugas tidak boleh ditolak, upah dari tugas tersebut bisa ditolak....... (bersambung) #
Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 28 Maret 2010
http://www.gkri-exodus.org/image-upload/SER-1Korintus%2009%20ayat%2015-18%20%281%29.pdf
1 comment:
Tergantung motivasi beliau bilang gitu. Bg saya, kl sekadar crita sih ya gak apa2, tp kl motivasinya ingin membanggakan diri sendiri, itu yg gak boleh.
Post a Comment