05 October 2010

IMAN KRISTEN DAN LAGU-LAGU ROHANI (Denny Teguh Sutandio)


IMAN KRISTEN DAN LAGU-LAGU ROHANI

oleh: Denny Teguh Sutandio



“Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.”
(Ef. 5:18-19)





Surat Paulus kepada jemaat di Efesus ini ditulis oleh Paulus pada tahun 62 Masehi di kota Roma (Yusak B. Hermawan, My New Testament, hlm. 101). Surat ini biasanya dibagi menjadi dua bagian (tentunya selain pembuka dan penutup), yaitu bagian yang mengajarkan doktrin (ps 1-3) dan bagian aplikasi (ps 4-6). Pasal 5 yang menjadi sorotan kita pada saat ini merupakan salah satu aspek aplikasi di mana Paulus ingin mengajar kita bagaimana hati, pikiran, dan sikap kita ketika menjadi seorang manusia baru di dalam Kristus (Ef. 4:17-5:21). Menjadi seorang manusia baru di dalam Kristus diperinci lebih detail lagi oleh Paulus di pasal 5 ayat 1-21 yaitu menjadi seorang anak terang. Seorang anak terang adalah anak yang memancarkan terang kasih dan kebenaran Kristus di tengah dunia yang berdosa. Terang itu ditandai dengan hati, pola pikir, dan sikap hidup yang berbeda dari dunia. Apa kunci seorang Kristen agar dapat menjadi pemancar terang Kristus? Paulus mengemukakannya di ayat 18 yaitu bahwa kita penuh dengan Roh. Hidup yang dipenuhi Roh adalah hidup yang dipimpin Roh Kudus untuk taat mutlak kepada Kristus dan firman-Nya. Hidup seorang yang dipenuhi Roh tentu akan terus-menerus menyangkal diri dan memikul salib demi menggenapkan tujuan Allah di dalam hidupnya. Selain itu, hidup ini ditandai dengan kesediaan umat Tuhan terus memuji Tuhan karena begitu besar anugerah-Nya. Hal ini ditegaskan Paulus di ayat 19, di mana ia mengajar kita yang dipenuhi Roh untuk menyanyikan mazmur, puji-pujian, dan nyanyian rohani kepada Tuhan dengan segenap hati. Dalam bahasa Yunani, “mazmur” adalah psalmoís menunjuk kepada nyanyian Mazmur di Perjanjian Lama, “kidung puji-pujian” adalah humnos, dan “nyanyian rohani” adalah: ōdaís pneumatikaís. Dari kata humnos, muncul istilah dalam bahasa Inggris: hymn dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: himne, kemudian kata ini sering kali disalahtafsirkan oleh banyak orang sebagai lagu-lagu rohani yang termaktub di buku kidung pujian (seperti: Kidung Jemaat, Nyanyikanlah Kidung Baru, Puji-Pujian Kristen, dll) atau lagu-lagu rohani di abad XVIII atau XIX atau jenis lagu rohani dengan musik tertentu, dll. Padahal kata himne arti sebenarnya adalah sebuah lagu untuk memuji Tuhan (mengutip khotbah dari Ev. Yuzo Adhinarta, Ph.D. pada tanggal 25 September 2010 di dalam acara Hymn Appreciation Night di GKA Gloria Pacar, Surabaya).


LAGU-LAGU ROHANI YANG MEMULIAKAN TUHAN
Jika sebuah lagu pujian dan nyanyian rohani adalah lagu/nyanyian yang diperuntukkan untuk memuji Tuhan, maka apakah ciri-ciri lagu pujian (dan lagu rohani) yang memuliakan Tuhan?
Pertama, motivasi dan tujuan untuk memuliakan Tuhan. Karena lagu pujian dan lagu rohani sejati untuk memuji Tuhan, maka tentu saja motivasi dan tujuan dasar dan akhirnya hanya untuk memuliakan Tuhan. Apakah tandanya? Apakah tandanya cukup hanya mencantumkan kata “Tuhan” atau “Yesus” di setiap lirik lagu pujian dan rohani? TIDAK, karena iblis pun juga bisa menggunakan kata “Allah” ketika mencobai Tuhan Yesus (Mat. 4:6). Dengan kata lain, tanda sebuah lagu pujian/rohani bermotivasi dan bertujuan untuk memuliakan Tuhan dilihat dari: isi lagu. Lagu rohani/pujian yang beres isinya harus memuliakan Tuhan dan meninggikan Allah dengan motivasi murni, yaitu mengingat akan anugerah dan kasih-Nya yang bagi umat-Nya, bukan dengan maksud agar Tuhan memberkati kita, dll.

Kedua, mengingatkan kita akan firman-Nya. Karena bertujuan memuliakan-Nya, maka menurut Ev. Yuzo Adhinarta, Ph.D., sebuah lagu pujian (dan rohani) harus mengingatkan kita akan firman-Nya. Di sini, peranan lagu pujian (dan rohani) berkaitan erat dengan firman Tuhan (tentunya dengan penafsiran yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan). Lagu rohani yang beres harus mengingatkan kita akan anugerah Allah dan semua hal yang diajarkan dalam firman Tuhan, sehingga makin kita menyanyikan lagu rohani, kita makin bersentuhan langsung dengan apa yang Tuhan firmankan di dalam Alkitab.

Ketiga, latar belakang para penggubah lagu rohani yang beres dan matang rohani. Karena bertujuan memuliakan-Nya dan mengingatkan kita akan firman-Nya, maka sewajarnya sebuah lagu rohani digubah oleh para penggubah yang memiliki kehidupan rohani yang beres. Kalau kita memperhatikan lagu-lagu rohani di abad lampau, seperti Just As I am (lagu ini dipakai sebagai lagu penghantar memasuki altar call dalam kebaktian penginjilan Dr. Billy Graham), penggubah lagu tersebut, Miss Charlotte Elliott memiliki kisah tersendiri ketika menggubah lagu tersebut. Waktu itu Ms. Charlotte menderita kelumpuhan setelah memasuki usia 30 tahun dan waktu itu dia frustasi. Ketika mengunjungi seorang temannya di London, dia berjumpa dengan hamba Tuhan, Dr. Cé­sar Ma­lan. Waktu itu, Dr. Malan bertanya kepada Ms. Charlotte apakah dia Kristen, dia tidak menjawab. Kemudian Dr. Malan memberitakan Injil kepada Ms. Charlotte. Tiga minggu kemudian, ketika mereka berjumpa di rumah teman mereka, Ms. Charlotte bertanya kepada Dr. Malan bagaimana caranya dia datang kepada Kristus. Dr. Malan menjawab, “Just come to him as you are,” (Datanglah kepada-Nya sebagaimana adanya kamu) (http://www.cyberhymnal.org/htm/j/u/justasam.htm) Kalau kita memperhatikan juga ada lagu rohani kontemporer, hal serupa juga terjadi, di mana seorang penggubah menggubah lagu memuji Tuhan dikarenakan ia mengalami suatu peristiwa pahit (kematian anak/seorang yang dikasihinya).

Keempat, lagu rohani yang mengubah hidup. Karena bertujuan untuk memuliakan-Nya, maka sudah seharusnya lagu-lagu rohani yang beres bukan hanya lagu rohani yang indah saat dinyanyikan, tetapi juga harus membawa perubahan hidup bagi orang yang menyanyikannya melalui kuasa Roh Kudus. Dengan kata lain, lagu rohani tersebut mengandung lirik yang menyadarkan orang yang menyanyi akan dosa dan ketidakmampuannya sebagai manusia berdosa, lalu membawa mereka untuk datang kepada Kristus.

Jika kita telah mengerti 4 ciri lagu rohani yang memuliakan Tuhan, maka dapat disimpulkan bahwa lagu rohani yang bisa dipakai untuk memuliakan-Nya baik di gereja, persekutuan, maupun untuk dinyanyikan pribadi adalah semua lagu rohani melintasi ruang dan waktu: klasik (seperti: oratorio Messiah dari G. F. Handel, dll), lagu-lagu rohani di abad XVIII-XIX (seperti: It is Well with My Soul, dll), maupun kontemporer (seperti: S’mua Baik, dll).


LAGU-LAGU ROHANI: JADUL DAN KONTEMPORER
Berkenaan dengan jenis lagu rohani, dari sejarah, kita telah melihat bahwa lagu-lagu rohani baik klasik maupun pada abad XVIII-XIX memang begitu berpengaruh di dalam Kekristenan. Ambil contoh sederhana misalnya lagu Malam Kudus dinyanyikan di semua gereja pada hari Natal. Namun bagaimana dengan lagu rohani kontemporer? Beberapa orang Kristen yang mengagungkan lagu-lagu rohani jadul (klasik dan dari abad XVIII-XIX) mengatakan bahwa lagu-lagu rohani kontemporer salah semua. Hal ini ditandai dengan penggunaan lagu-lagu rohani mereka di dalam kebaktian maupun persekutuan yang mayoritas diambil dari buku/kidung pujian tertentu yang pro dengan lagu-lagu rohani jadul tersebut. Di sisi lain, banyak gereja yang gemar mengadopsi lagu-lagu rohani kontemporer dan menggudangkan lagu-lagu rohani jadul, lalu memblacklist lagu-lagu tersebut sebagai lagu-lagu yang kuno dan tidak ada “roh kudus.”

Jika ada kubu Kekristenan yang ekstrem (mengagungkan lagu rohani jadul dan di sisi lain mengagungkan lagu-lagu rohani kontemporer) di atas, maka orang Kristen harus mengambil langkah bijaksana dalam menyoroti masalah lagu-lagu rohani Kristiani. Karena lagu rohani (dan pujian) bermotivasi dan bertujuan memuliakan-Nya dengan mengingatkan kita akan firman-Nya, maka lagu-lagu rohani yang bisa dipakai untuk memuji Tuhan adalah lagu-lagu rohani yang sesuai dengan firman Tuhan. Berarti, harus ada pengujian ketat akan isi dari lagu-lagu rohani tersebut apakah sesuai dengan firman Tuhan atau tidak. Dengan kata lain, yang dipentingkan bukan kategori lagu rohaninya apakah dari abad XVIII atau abad XXI, namun yang terpenting adalah diuji berdasarkan Alkitab. Karena fondasi yang terpenting untuk menguji kelayakan menyanyikan lagu rohani itu adalah Alkitab, maka sebagai umat Tuhan, sudah seharusnya kita menghargai sumbangsih lagu-lagu rohani baik klasik, dari abad XVIII-XIX, maupun kontemporer. Allah yang memakai para penggubah lagu rohani klasik (seperti Ludwig van Beethoven, G. F. Handel, Johann Sebastian Bach, Wolfgang Amadeus Mozart, dll) maupun dari abad XVIII-XIX (seperti: Fanny J. Crosby, Horatio Spaffo, Ira D. Sankey, Charles Wesley, dll) adalah Allah yang sama juga memakai beberapa penggubah lagu rohani kontemporer (seperti: Franky Sihombing, Jeffry S. Tjandra, dll) untuk memuji Tuhan. Bukankah Allah kita adalah Allah yang menciptakan, berada di dalam, dan melampaui waktu? Mengapa beberapa orang Kristen membatasi cara kerja Allah di setiap zaman hanya gara-gara selera pribadinya terhadap jenis lagu tertentu?

Meskipun kita menerima lagu-lagu rohani kontemporer, kita pun tetap harus mengujinya berdasarkan Alkitab dengan penafsiran yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan. Mengapa? Karena banyak lagu rohani kontemporer digubah oleh para penggubah dengan motivasi tidak beres, yaitu agar diterima oleh masyarakat luas (market-oriented), maka tidak heran, banyak lagu-lagu rohani kontemporer hari-hari ini yang mengajarkan doktrin yang ngaco, misalnya ada lagu rohani yang syairnya berbunyi bahwa ketika kita berdoa, mukjizat itu nyata. Ada juga lagu rohani yang syairnya berbunyi, “Doa mengubah segala sesuatu.” Mukjizat Allah tidak terjadi karena kita berdoa, namun itu karena kedaulatan-Nya. Kalau Allah tidak memberi mukjizat kepada kita, meskipun kita berdoa sampai berminggu-minggu, hal itu tidak ada gunanya, karena doa TIDAK pernah dapat mengubah segala sesuatu, apalagi mengubah kehendak-Nya. Jika doa dapat mengubah segala sesuatu apalagi kehendak-Nya, maka Allah adalah Pribadi yang mudah berubah yang tidak ada bedanya dengan manusia yang juga mudah berubah. Jika Allah mudah berubah, layakkah Ia dan kehendak-Nya dipercaya sebagai kehendak yang terbaik bagi umat-Nya (Rm. 8:28)?

Ada juga lagu rohani kontemporer yang mengajarkan egoisme secara terselubung, misalnya: ada lagu “rohani” kontemporer yang syairnya berbunyi: “Walau semua sini situ pusing, semua orang susah, namun aku kan tetap tertawa.” Masa orang Kristen disuruh bersukacita di tengah penderitaan orang lain? Ini jelas tidak ada dasarnya di Alkitab.

Di sisi lain, saya juga menjumpai ada beberapa lagu-lagu rohani kontemporer yang syairnya bagus dan bahkan Alkitabiah. Misalnya, saya menyukai salah satu lagu rohani kontemporer yang berjudul S’mua Baik yang syairnya berbunyi:
Dari semula t’lah Kau tetapkan
Hidupku dalam tangan-Mu, dalam rencana-Mu, Tuhan.
Rencana indah t’lah Kau siapkan
Bagi masa depanku yang penuh harapan
Ref.:
S’mua baik, s’mua baik,
apa yang t’lah Kau perbuat di dalam hidupku.
S’mua baik, sungguh teramat baik,
Kau jadikan hidupku berarti.


KESIMPULAN DAN TANTANGAN SELANJUTNYA
Dari penjelasan singkat di atas, maka diharapkan makin banyak orang Kristen yang bersikap bijaksana dengan mencoba menghargai karya Allah melalui lagu-lagu rohani lintas zaman yang tentunya harus diseleksi ketat berdasarkan Alkitab dengan penafsiran yang teliti dan bertanggungjawab. Setelah itu, jika Anda sebagai gembala sidang atau liturgos atau Pembina pemuda yang mengurus liturgi ibadah, cobalah masukkan dua jenis lagu rohani ini (yang telah diseleksi ketat oleh Alkitab) di dalam liturgi ibadah Anda secara silih berganti sebagai wadah untuk mendidik jemaat menikmati berkat firman Allah melalui lagu-lagu rohani lintas zaman. Biarlah Allah yang menciptakan, berada di dalam, dan melampaui waktu yang telah memakai para penggubah lagu-lagu rohani jadul dan kontemporer dipermuliakan selama-lamanya. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: