29 September 2010

EKSPOSISI 1 KORINTUS 9:3-6 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 9:3-6

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 9:3-6



Setelah Paulus menegaskan statusnya sebagai orang bebas dan rasul (9:1-2) ia lalu memaparkan hak-hak yang ia miliki sebagai rasul (9:4-6). Menariknya, ia mengungkapkan ini sebagai “pembelaan” bagi mereka yang mengritik dia (9:3). Tuduhan apa yang ditujukan kepada Paulus? Siapa yang memberikan kritikan ini? Mengapa Paulus merasa perlu untuk menggarisbawahi hak-haknya sebagai rasul di tengah kritikan yang dilontarkan kepada dirinya? Pembahasan kali ini akan mencoba memberikan jawaban terhadap semua pertanyaan tersebut.

1 Korintus 9:3-6 memiliki struktur teks yang cukup mudah untuk diikuti. Ayat 3 merupakan pengantar bagi pembelaan yang akan diberikan di ayat 4-6. Melalui ayat 3 ini kita tahu bahwa pemaparan berbagai hak di ayat 4-6 bukan hanya berfungsi sebagai pendahuluan bagi sikap Paulus yang mau melepaskan hak (9:15-18), tetapi sekaligus sebagai pembelaan. Sesudah memberikan pengantar pembelaan Paulus menyatakan bahwa ia berhak diperlakukan seperti rasul-rasul lain dengan semua hak yang menyertainya (ay. 4-6). Secara khusus ia menyinggung tentang hak untuk makan dan minum (ay. 4), hak untuk membawa istri dalam perjalanan (ay. 5), dan hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan (ay. 6).


Pengantar Pembelaan (ay. 3)
Posisi ayat ini dipahami secara berbeda oleh para penerjemah. RSV, NIV, dan ESV menganggap ayat 3 sebagai penutup dari paragraf sebelumnya (ay. 1-2). KJV dan NASB di sisi lain memperlakukan ayat 3 sebagai pendahuluan bagi paragraf sesudahnya (ay. 4-6). Pilihan manakah yang lebih tepat? Berdasarkan pertimbangan posisi kata “ini” (haute) di akhir kalimat, ayat 3 sebaiknya diterjemahkan “pembelaanku kepada mereka yang mengritik aku adalah ini”. Dalam hal ini terjemahan NASB “My defense to those who examine me is this:” tampaknya paling jelas mengekspresikan maksud Paulus.

Paulus menyebut apa yang akan dia sampaikan sebagai “pembelaan” (apologia). Kata ini menjadi asal dari kata Inggris “apology” maupun “apologetic”. Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa makna kata apologia sangat kontras dengan kata apology dalam arti “permintaan maaf”. Kata apologia dalam Alkitab sama sekali tidak menyiratkan kesalahan yang dilakukan oleh pembela. Dalam Alkitab apologia dipakai secara beragam. Apologia bisa dipakai untuk pembelaan secara hukum (Kis. 25:16), pembelaan Injil (Flp. 1:7, 16) atau pembelaan doktrin (1Ptr. 3:15). Sesuai konteks 1 Korintus 9, pembelaan Paulus sebaiknya dipahami dalam konteks pembelaan pribadi yang sangat berkaitan dengan Injil. Tuduhan yang dilancarkan kepadanya sekilas memang terlihat pribadi, namun sebenarnya tuduhan ini menyerang pribadi Paulus sebagai pemberita Injil (rasul) dan dengan demikian juga menyerang Injil yang ia beritakan.

Pembelaan perlu dilakukan oleh Paulus karena ada yang mengritik (anakrino) dia. Kata anakrino memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar kritikan biasa. Kata ini biasa dipakai dalam konteks hukum dengan arti “menginterogasi” (Luk. 23:14; Kis. 4:9; 12:19; 28:18). Tidak heran NIV memperjelas arti ini dengan “sit in judgment”, walaupun versi lain cenderung pada makna yang lebih luas, yaitu “examine” (KJV/RSV/NASB/ESV). Mengingat konteks 1 Korintus 9 bukanlah sebuah pengadilan resmi, maka kita harus memahami penggunaan kata anakrino di sini sebagai upaya Paulus untuk menggambarkan apa yang dilakukan jemaat Korintus kepada mereka. Mereka telah memposisikan diri sebagai hakim atau penguasa yang sedang mendudukkan Paulus di kursi terdakwa (4:3-4), walaupun mereka sebenarnya tidak lebih dari orang-orang yang berpikiran duniawi dan tidak layak untuk memberikan penilaian (2:14-15). Mereka menyoroti setiap sisi kehidupan Paulus untuk menemukan kesalahan yang akan dipakai sebagai senjata untuk menyerang Paulus.

Kapankah Paulus diperlakukan demikian? Apakah ini terjadi dahulu waktu Paulus ada di Korintus (Kis. 18), pada saat Paulus menulis surat 1 Korintus atau ini hanya antisipasi Paulus belaka? Beberapa versi memilih alternatif yang terakhir (RSV/NRSV/ESV “would examine”), sedangkan yang lain mengambil alternatif kedua (KJV “do examine”/NASB “examine”). Jika ditilik dari penggunaan tense present pada partisipel anakrinousin, kita sebaiknya memilih alternatif kedua. Hal ini juga sesuai dengan nuansa penghakiman di bagian lain (2:14-15; 4:3-4).

Mengapa Paulus perlu memberikan pembelaan? Apakah kaitan tuduhan yang dilontarkan dengan hak-hak sebagai rasul di ayat 4-6? Dengan bantuan studi sosiologis kuno yang semakin berkembang para penafsir mampu melihat inti permasalahan secara lebih kentara. Semua ini berkaitan dengan keputusan Paulus yang tidak mau menerima tunjangan dari jemaat Korintus. Hal ini tampaknya terus menjadi problem di antara mereka (9:15; 2Kor. 11:7-12; 12:13). Keputusan untuk tidak mau menerima tunjangan dipahami secara keliru oleh jemaat Korintus. Mereka melihat tindakan ini sebagai peneguhan bahwa Paulus tidak layak disejajarkan dengan para orator ulung pada waktu itu, baik di kalangan filsuf maupun rasul, karena para pengkhotbah hebat hanya hidup dari tunjangan yang mereka terima. Pandangan negatif ini juga sangat berkaitan dengan kritikan jemaat terhadap Injil yang diberitakan Paulus (1:18, 23) maupun cara penyampaian Paulus (2:1-5) yang dianggap tidak sesuai dengan keunggulan ilmu retorika pada waktu itu. Semua faktor ini – Injil yang dianggap kebodohan, cara retorika yang tidak persuasif maupun penolakan untuk menerima tunjangan – semakin menguatkan persepsi jemaat bahwa Paulus memang tidak layak disebut rasul.

Situasi inilah yang mendorong Paulus untuk memberikan pembelaan bahwa ia adalah rasul (9:1-2) dan berhak diperlakukan seperti rasul-rasu lain (9:4-6). Sikap Paulus yang tidak mau menerima tunjangan dari jemaat Korintus harus dipahami secara sempit dan luas. Maksudnya, dalam konteks Korintus Paulus memang memiliki alasan khusus seperti yang diterangkan di atas. Bagaimanapun, sikap ini ternyata sudah dipraktekkan Paulus sebelum Paulus melayani di Korintus. Di Tesalonika Paulus mengambil sikap yang sama (1Tes. 2:9; bdk. Kis. 17). Dengan demikian pasti ada alasan lain yang lebih umum di balik tindakan ini. Jika kita mengamati beberapa teks lain yang menyinggung tentang hal ini, kita akan tahu bahwa pertimbangan di balik penolakan ini bukanlah masalah finansial. Paulus mau menerima tunjangan dari jemaat Makedonia yang sangat miskin (2Kor. 8:2; 11:9; Flp. 4:14-20), tetapi ia menolak dukungan dari jemaat Korintus yang kaya raya (2Kor. 8:13-14). Pertimbangan Paulus sebenarnya ada dua: efektivitas Injil dan teladan Kristiani. Paulus tidak ingin penerimaan tunjangan sebagai pemberita Injil justru akan berkontra produktif dengan efektivitas Injil yang diberitakan, misalnya dengan menerima dukungan Paulus malah disamakan dengan pemberita filsafat sehingga Injil kehilangan kekuatannya (9:15) atau dengan menerima tunjangan Paulus dituduh mengambil keuntungan materi dari pelayanannya (1Tes. 2:5). Paulus juga bermaksud untuk memberikan teladan bagaimana setiap orang Kristen harus rajin bekerja dan membantu orang lain secara materi (2Tes. 3:7-9).


Paulus berhak diperlakukan seperti rasul-rasul lain (ay. 4-6)
Di bagian ini Paulus berupaya menunjukkan bahwa pelayanannya yang tanpa didukung secara materi oleh orang lain tidak berarti bahwa ia tidak layak menerima dukungan. Sama seperti para filsuf keliling dan rasul yang lain, Paulus berhak mendapatkan hak yang sama. Jadi, pokok permasalahan yang sesungguhnya bukan terletak pada kelayakan Paulus dalam menerima semua hak itu, tetapi pada ketidakmauannya daam menggunakan hak-hak itu.

Hak untuk makan dan minum (ay. 4)
Penekanan dalam ayat ini terlihat dari pemakaian kata “tidak” sebanyak dua kali (me ouk). Melalui pemakaian ini Paulus ingin menegaskan bahwa ia sungguh-sungguh punya hak untuk makan dan minum. Kata “hak” (exousia) merupakan salah satu akar masalah dalam jemaat. Hal ini terlihat dari frekwensi pemunculan kata ini di beberapa bagian (8:9; 9:4, 5, 6, 12, 18, kata kerja exousiazō muncul di 6:12, sedangkan exestin di 6:12 dan 10:23). Pemunculan kata yang bisa berarti “kebebasan” (8:9) maupun “hak” (9:4, 5, 6, 12, 18) secara berulang-ulang ini menyiratkan bahwa jemaat Korintus memiliki problem dengan arti kebebasan Kristiani. Bagi mereka kebebasan berarti mutlak tanpa perlu memperhatikan kepentingan orang lain. Bagi Paulus kebebasan berarti bebas untuk tidak menggunakan kebebasan tersebut. Sebagian penafsir memahami hak untuk makan dan minum di 1 Korintus 9:4 dalam kaitan dengan makanan berhala (8:1, 4). Menurut mereka, Paulus sedang membicarakan haknya sebagai orang Kristen yang mendapat kebebasan dalam Kristus sehingga tidak terikat pada hal-hal yang materi. Pemahaman seperti ini tidak dapat dipertahankan. Ungkapan “makan dan minum” jelas bermakna luas. Selain itu, tidak ada isu tentang minum yangd iangkat di pasal 8.

Kelemahan lain berkaitan dengan konteks spesifik dari pasal 8. Di pasal ini Paulus hanya menyinggung tentang makan makanan berhala di kuil (8:7, 10). Sikap Paulus dalam hal ini sangat tegas, yaitu melarang. Di pasal 10 Paulus bahkan lebih eksplisit lagi menegur praktek makan di kuil sebagai penyembahan berhala (10:14-22). Di tengah larangan yang keras seperti itu tidak masuk akal jika Paulus di 9:4 justru menegaskan haknya untuk makan dan minum di kuil berhala (sesuai konteks pasal 8).

Kelemahan lain dari pandangan ini adalah inkonsistensi dengan sikap Paulus tentang makanan. Berangkat dari konsep bahwa makanan tidak penting (bdk. Rm. 14), Paulus bersikap sangat fleksibel dalam masalah ini (9:19-23; 10:29b-30, 31). Ia kadangkala makan (tetapi bukan yang di kuil), tetapi tidak jarang ia juga menghindari makanan tersebut demi orang lain. Hak untuk makan dan minum sebaiknya dipahami sebagai ungkapan lain untuk kebutuhan hidup yang pokok. Yesus sendiri mengajarkan bahwa seorang pemberita Injil berhak mendapatkan upah berupa makan dan minum (Luk. 10:7; juga Mat. 10:10). Menariknya, ucapan Yesus ini juga dikutip oleh Paulus di 1 Korintus 9:14.

Hak untuk membawa istri Kristen (ay. 5)
Sama seperti ayat sebelumnya, ayat 5 juga menggunakan penekanan dalam bentuk mē ouk. Kali ini Paulus menyinggung tentang membawa seorang istri Kristen (adelphē gunē, lit. “istri yang saudari seiman”, bdk. versi Inggris “believing wife”). Prinsip bahwa orang Kristen hanya boleh memiliki pasangan seiman merupakan ajaran Paulus yang tegas (7:39; 2Kor. 6:14). Beberapa penafsir menolak menerjemahkan adelphe gune sebagai istri Kristen, karena hal itu dipandang tidak relevan, mengingat Paulus tidak memiliki istri (7:7). Mereka berusaha menafsirkan adelphe gune sebagai wanita Kristen yang ikut dalam perjalanan Paulus dan memberi bantuan secara materi (bdk. pelayanan Yesus di Luk. 8:1-3). Walaupun hal ini tampak menarik, tetapi tidak bisa dibenarkan. Cara pelayanan seperti ini akan membawa Paulus dekat dengan berbagai gosip yang tidak sedap, karena situasi pelayanannya berbeda dengan Yesus. Yesus selalu dikerumuni banyak orang (paling tidak ada 12 murid yang selalu menyertai Dia), sedangkan Paulus seringkali sendirian atau dalam kelompok yang sangat kecil. Keberadaan wanita tertentu (yang bukan istri) dalam kelompok tersebut jelas akan menimbulkan gosip negatif.

Pertimbangan tata bahasa juga tidak berpihak pada tafsiran di atas. Pandangan ini akan menjadikan frase adelphē gunē sebagai pengulangan yang tidak diperlukan. Kata adelphē sendiri sudah berarti “saudari seiman/wanita Kristen”. Jika gune diterjemahkan “wanita”, maka akan terjadi pengulangan. Jauh lebih masuk akal jika gune dipahami sebagai “istri”, sehingga frase adelphē gunē mengandung arti “istri yang merupakan saudari seiman”. Jika adelphē gunē berarti “istri Kristen”, sedangkan Paulus hidup selibat, apakah relevansi pembelaan Paulus di ayat 5? Para penafsir umumnya mengaitkan hal ini dengan tuduhan jemaat terhadap gaya hidup selibat yang dijalani Paulus. Mereka menganggap gaya hidup ini sebagai hal yang aneh bagi seorang rasul, karena rasul-rasul lain memiliki istri. Istri mereka bahkan seringkali menyertai dalam pelayanan dan mendapat dukungan materi dari jemaat setempat. Melalui ayat 5 Paulus ngin menjelaskan bahwa ia pun sebenarnya berhak atas dukungan itu, tetapi ia memang memilih untuk tidak memiliki istri dan tidak mau menggunakan hak itu. Jadi, ayat ini mengajarkan bahwa jemaat tidak hanya wajib mendukung kebutuhan pokok pemberita Injil, namun juga kebutuhan lain yang terkait dengan pelayanan.

Di ayat ini Paulus secara gamblang menyejajarkan dirinya dengan tiga kelompok: para rasul, saudara-saudara Tuhan Yesus, dan Kefas (sebagai perwakilan 12 murid?). Istilah “rasul” dalam tulisan Paulus tidak terbatas pada 12 murid Yesus. Pemakaian di 1 Korintus 15:5-7 malah menyiratkan bahwa “rasul” dibedakan dari “12 murid”. Beberapa nama lain yang termasuk golongan rasul tetapi bukan dari 12 murid antara lain Paulus, Yakobus, Andronikus dan Yunias (1Kor. 15:7; Gal. 1:19; Rm. 16:7). Kita tidak bisa memastikan apakah Paulus di 1 Korintus 9:5 memikirkan makna yang sempit (12 murid) atau luas mencakup nama-nama lain di luar 12 murid); yang terakhir tampaknya lebih tepat.

Penyebutan “saudara-saudara Tuhan Yesus” (Mrk. 6:3; Mat. 13:55) dalam perjalanan misi sesuai dengan keterangan Alkitab yang lain bahwa mereka telah mengalami perubahan hidup. Ketika Yesus hidup di dunia mereka tidak percaya kepada-Nya (Mrk. 3:31; Yoh. 7:3). Setelah kebangkitan mereka termasuk dalam golongan orang percaya (Kis. 1:14). Perubahan ini sangat mungkin terjadi setelah Yesus menampakkan diri kepada mereka (1Kor. 15:6-7). Pemunculan nama Kefas di 1 Korintus 9:5 telah menimbulkan banyak penafsiran. Sebagian menduga Kefas perlu disebut karena pengaruhnya yang besar di jemaat Korintus (1:12; 3:22).

Kesulitan dari pandangan ini adalah absennya nama Apolos, walaupun ia lebih berpengaruh daripada Petrus (1:12; 3:4, 5, 6, 22; 4:6; 16:12). Sebagian lagi berpendapat bahwa Kefas sengaja disebut karena ia adalah satu-satunya rasul yang disebutkan dalam Alkitab sebagai orang yang sudah menikah (Mat. 8:14). Kelemahan dari dugaan ini adalah bahwa surat 1 Korintus ditulis lebih dahulu daripada Injil Matius. Beberapa penafsir memandang pemunculan nama Kefas berkaitan dengan fakta historis bahwa Kefas memang pernah berkeliling sampai ke Korintus dan dikenal secara langsung oleh jemaat. Problem dalam dugaan ini adalah tidak ada bukti historis yang mendukung. Apakah Kefas pernah ke Korintus? Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan. Selain itu, Barnabas (9:6) dan Yakobus (15:7) juga disebut dalam surat ini walaupun mereka kemungkinan tidak pernah ke Korintus. Sebaliknya, Apolos yang sudah jelas-jelas pernah ke sana (19:1) justru tidak disebut namanya. Kemungkinan lain adalah melihat Kefas di sini sebagai perwakilan dari 12 murid Tuhan Yesus (bdk. 15:5), walaupun dugaan lain tidak bisa diabaikan begitu saja.

Hak untuk tidak bekerja (ay. 6)
Di bagian ini Paulus memberikan pembelaan yang lebih eksplisit. Ia langsung membahas tentang pekerjaannya yang selama ini dipakai Tuhan untuk menopang kehidupannya. Ia ingin menekankan bahwa pekerjaan yang ia lakukan bukanlah keharusan atau karena ia tidak berhak didukung secara materi. Penyebutan nama Barnabas sedikit mengejutkan, karena ia hanya muncul sekali di surat ini. Lagipula pada waktu Paulus ke Korintus (Kis. 18) ia sudah berpisah dengan Barnabas (Kis. 15:36-39). Mengapa ia perlu menyebut nama Barnabas? Kemungkina besar Paulus dan Barnabas sudah sedemikian terkenal sebagai rasul yang mandiri (tidak menerima tunjangan dari jemaat). Barnabas adalah orang kaya (Kis. 4:36-37) dan baik hati (Kis. 11:24). Sama seperti Paulus, ia suka bekerja sendiri supaya bisa berbagi berkat dengan orang lain. Tidak heran namanya disebutkan Paulus di sini.

Jika kita menyelidiki lebih teliti, yang dipersoalkan jemaat Korintus bukan sekadar keputusan Paulus untuk bekerja, tetapi juga jenis pekerjaan yang ia lakukan. Ia adalah pembuat tenda (Kis. 18:3). Pekerjaan ini memang cukup diperlukan karena kebutuhan prajurit dalam peperangan dan para pelancong ketika mengikuti pertandingan Istmian di dekat Kota Korintus. Bagaimanapun, pekerjaan ini tampaknya dipandang sebagai pekerjaan kasar dan hina. Paulus menyebutkan pekerjaan ini dalam deretan kehinaan yang harus ia derita selama pelayanan (4:10-12). Jenis pekerjaan ini jelas sangat kontras dengan para filsuf keliling yang hanya berkhotbah, dikagumi banyak orang, dianggap terpelajar, dan menikmati tunjangan materi yang melimpah dari banyak orang. #




Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 27 Desember 2009
http://www.gkri-exodus.org/image-upload/1Korintus%2009%20ayat%2003-06.pdf

No comments: