04 July 2010

Ujilah Segala Sesuatu!-1: PENDAHULUAN (Denny Teguh Sutandio)

UJILAH SEGALA SESUATU!-1: PENDAHULUAN

oleh: Denny Teguh Sutandio



“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”
(1Tes. 5:21)

“Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia. Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka. Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan.”
(1Yoh. 4:1-6)



Banyak manusia di zaman sekarang mulai mengatakan bahwa semua agama dan bahkan semua gereja itu sama saja. Mereka mengatakan bahwa tidak peduli agama dan gereja mana saja, yang penting masing-masing individu beribadah kepada “Tuhan” yang sama dengan cara yang berbeda. Benarkah demikian? TIDAK. Justru para penganut relativisme agama sendiri tidak pernah konsisten dengan dirinya sendiri. Mereka mengatakan bahwa semua agama dan gereja itu sama, namun herannya mereka tidak mau menerima orang lain yang berbeda konsep dengan mereka (seharusnya jika mereka konsisten, maka mereka juga menerima semua orang bahkan orang yang berbeda konsep dengan mereka). Jika Rev. Prof. D. A. Carson, Ph.D. menyebut Intolerance of Tolerance (Intoleransi dari Toleransi—sebuah kontradiksi), maka saya menyebut gejala ini: Inrelativism of Relativism (Inrelativisme dari Relativisme). Di sini letak jebolnya semangat zaman yang dipengaruhi dosa.

Bagaimana dengan kita? Apakah sebagai orang Kristen kita mau terus-menerus mengikuti arus zaman di mana setiap zamannya pasti memiliki spirit yang berbeda, berubah, dan bahkan berkontradiksi? Firman Tuhan di dalam Roma 12:2 mengajar kita bahwa kita jangan dijadikan serupa oleh dunia ini, namun kita harus diubah oleh pembaharuan pemikiran, supaya kita mengetahui/menyetujui manakah kehendak Allah yang baik, disenangi Allah, dan sempurna (mengikuti terjemahan Indonesia dari teks asli Yunaninya; sumber: Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia, 2006, hlm. 862). Yang lebih unik, frase “jangan dijadikan serupa” dan “diubah oleh pembaharuan pemikiran” dalam struktur teks Yunaninya menggunakan bentuk present, pasif, dan imperatif. Dengan kata lain, dua aktivitas ini terjadi bukan dari diri kita, namun atas anugerah Allah melalui karya Roh Kudus. Roh Kudus memimpin hati dan pikiran kita sehingga hati dan pikiran kita tidak lagi ditipu oleh dunia, namun hati dan pikiran kita makin sesuai dengan kehendak Allah di dalam firman-Nya. Nah, bagaimana caranya kita melakukan dua aktivitas tersebut? Roh Kudus mengajar kita melalui Alkitab bahwa caranya adalah dengan menguji segala sesuatu berdasarkan standar satu-satunya kebenaran mutlak yaitu Alkitab. Kata menguji baik dalam 1 Tesanolika 5:21 maupun 1 Yohanes 4:1 sama-sama menggunakan kata Yunani dokimazo yang berarti prove (=membuktikan) atau examine (=menguji/meneliti/memeriksa).

Mengapa kita harus menguji segala sesuatu dengan Alkitab? Ketika Allah memerintahkan kita untuk menguji segala sesuatu, Ia mau agar kita lebih setia, taat, dan mencintai Allah dan kebenaran-Nya. Orang Kristen yang semakin mencintai Allah, seharusnya makin berwaspada dan menguji segala sesuatu dari perspektif Allah, karena ia hanya mau menyenangkan-Nya. Allah melalui firman-Nya memerintahkan kita untuk menguji segala sesuatu, mengapa kita tidak mau menguji segala sesuatu dengan Alkitab? Bukankah ini suatu tindakan tidak bertanggungjawab dan melanggar firman-Nya?

Jika demikian, bagaimana kita menguji segala sesuatu (dengan Alkitab)?
Pertama, ujilah diri kita sendiri terlebih dahulu. Prinsip penting sebelum menguji segala sesuatu adalah ujilah diri kita apakah kita sudah layak menguji atau belum. Artinya, ujilah diri kita apakah iman dan kerohanian kita sudah cukup “baik” dan apakah pengetahuan Alkitab kita sudah cukup beres. Mintalah Tuhan menguji terlebih dahulu hati, pikiran, iman, dan kerohanian kita, sehingga ketika menguji segala sesuatu, kita tidak terlalu gegabah menghakimi sesuatu yang kita uji tersebut (mungkin karena emosional kita). Mari kita berkata seperti pemazmur, “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mzm. 139:23-24)

Kedua, belajarlah Alkitab dengan bertanggungjawab. Setelah menguji diri kita, maka kita perlu belajar terus-menerus akan kebenaran Alkitab dengan bertanggungjawab. Caranya adalah bacalah Alkitab secara rutin dan dengan teliti dari Kejadian s/d Wahyu, beli dan bacalah buku-buku rohani dan tafsiran Alkitab yang bertanggungjawab, ikutilah seminar atau pembinaan iman Kristen yang bermutu, dan berdiskusilah dengan sesama orang Kristen atau hamba-hamba Tuhan yang bertanggungjawab untuk menumbuhkan iman, pengetahuan, dan kerohanian kita.

Ketiga, ujilah ajaran-ajarannya apakah sesuai dengan Alkitab atau tidak. Setelah menguji diri dan belajar Alkitab, maka kita perlu menguji segala sesuatu khususnya ajaran-ajaran dari yang kita uji itu apakah sesuai dengan Alkitab atau tidak. Mengapa saya mengatakan menguji ajaran itu penting? Karena ajaran merupakan basic belief (kepercayaan dasar) dari sesuatu yang diuji. Dari ajaran tertentu, muncullah sikap dan tingkah laku dari para penganutnya. Nah, ketimbang kita menguji sikap dari para penganutnya yang belum tentu sesuai dengan ajaran aslinya, maka ujilah ajaran sebagai intinya. Ajaran tersebut bisa kita teliti dari perkataan-perkataan pendiri utamanya (dan juga para penerusnya). Dengan kata lain, menurut Prof. Mark A. Gabriel, Ph.D. dalam bukunya Jesus and Muhammad: Profound Differences and Surprising Similarities, kita harus menemukan original sources (sumber original/asli)-nya untuk mengetahui ajaran obyektif yang kita selidiki. Bagaimana kita mengetahui bahwa ajaran tertentu sesuai dengan Alkitab atau tidak? Prinsip-prinsipnya simple namun mendalam, yaitu: segala sesuatu yang melawan ajaran-ajaran Kristen orthodoks, yaitu: kedaulatan Allah, Allaah sebagai Pencipta alam semesta, Allah Tritunggal, manusia sebagai peta dan teladan Allah, kerusakan total manusia akibat dosa, kelahiran Kristus dari anak dara Maria, kematian dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan, keutamaan dan finalitas Kristus (keselamatan HANYA ada di dalam Kristus), karunia Roh Kudus (sebagai Pribadi) yang melahirbarukan umat-Nya, dan kedatangan Kristus kedua kalinya, maka ajaran itu jelas tidak bertanggungjawab (bahkan mungkin bisa dikatakan: SESAT).

Keempat, ujilah ajaran-ajaran tersebut dari sudut pandang logika Kristen. Sebagai orang Kristen, selain Alkitab, Allah menganugerahkan akal budi kepada kita untuk berpikir, sehingga adalah bijaksana jika kita menggunakan akal budi Kristiani untuk menguji ajaran tertentu. Misalnya, jika ajaran tertentu benar, maka mengutip Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div., kebenaran harus memenuhi syarat-syarat tertentu: universal (berlaku umum), kekal (melampaui kesemantaraan), integral (menyeluruh dan tidak ada pengecualian), dan moral (memiliki etika). Saya menambahkan satu syarat lagi, yaitu: KONSISTEN. Konsisten yang saya maksud ini ada dua: konsisten antar ajaran-ajarannya sendiri dan konsisten antara ajaran dan tindakan (apakah ajaran tersebut bisa secara konsisten dihidupi). Sebuah ajaran jika tidak memenuhi kelima syarat di atas, maka ajaran tersebut tentu saja tidak benar. Contoh, jika ada pendiri suatu kepercayaan yang mengajarkan bahwa segala sesuatu adalah ilusi, maka di titik pertama, Anda sebagai orang Kristen TIDAK perlu mendengarkan ocehannya, karena secara tidak sadar, si pendiri sedang mengatakan sesuatu yang ilusi. Kita bukan orang yang kurang kerjaan mendengar sesuatu yang tidak masuk akal (akal Kristiani) kan? Hehehe…

Kelima, ujilah sikap dan tingkah laku para penganutnya. Setelah menguji ajarannya, maka kita perlu menguji aplikasi ajaran tersebut di dalam sikap dan tingkah laku para pendiri dan penganutnya. Aplikasi ajaran tersebut bisa dikatakan sikap dan tingkah laku pendiri dan para penganutnya sebagai hasil dari ajaran-ajarannya. Meskipun kita tidak bisa mengatakan bahwa sikap yang ngawur dari salah seorang atau beberapa penganutnya mencerminkan kesalahan suatu ajaran, namun kita tetap bisa menguji suatu ajaran/kepercayaan dari sikap dan tingkah lakunya, karena Tuhan Yesus sendiri berfirman, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” (Mat. 7:15-20) Jika sebuah kepercayaan mengajarkan mutlaknya perang untuk memberantas para kafir dan kepercayaan ini dijalankan oleh pendiri dan banyak penganutnya, maka sudah pasti kepercayaan itu ngaco.

Setelah melakukan 5 tahap pengujian ini, biarlah kita makin peka terhadap kondisi zaman kita yang makin lama makin tidak karuan, lalu kita dituntut untuk cerdas dan teliti meneliti tanda-tanda zaman sesuai dengan Alkitab, dan kemudian menjadi saksi Kristus di tengah zaman yang rusak ini, agar banyak orang yang telah tersesat oleh filsafat dunia dapat kembali kepada Kristus. Biarlah renungan singkat ini mengingatkan kita betapa pentingnya firman Tuhan yaitu Alkitab di dalam kehidupan orang Kristen yang cinta Tuhan. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: