20 June 2010

GIBOL: BOLEHKAH? (Denny Teguh Sutandio)


GIBOL: BOLEHKAH?
Sebuah Tinjauan dan Refleksi Iman Kristen terhadap Gejala Gila Bola


oleh: Denny Teguh Sutandio





FIFA World Cup: Pendahuluan
Sejak 11 Juni-11 Juli 2010, dunia sedang asyik-asyiknya merayakan Fédération Internationale de Football Association (FIFA) World Cup XIX, ajang sepakbola kelas dunia di Afrika Selatan. Ini merupakan kesempatan pertama kalinya FIFA World Cup diadakan di negara Afrika. Siaran langsung ini disiarkan di banyak negara, termasuk Indonesia. Banyak orang yang menggandrungi bola rela ngelembur untuk menonton tim sepak bola favorit mereka melawan musuhnya. Penontonnya tidak terbatas oleh usia, jenis kelamin, status sosial, agama, status ekonomi, dll.


FIFA World Cup dan Dampaknya
FIFA World Cup yang diadakan di Afrika Selatan ini memiliki dampak positif dan negatifnya. Dampak positifnya adalah diizinkannya siaran ini di tempat-tempat publik di Iran yang dahulu tidak diizinkan pada FIFA tahun 2006.1 Meskipun ada beberapa dampak positif lainnya, namun kita harus mengakui banyak dampak negatif yang dihasilkan melalui FIFA World Cup ini yaitu:
Pertama, pelarangan menonton FIFA World Cup. Kelompok militan radikal dari agama tertentu di Somalia melarang warganya menonton pertandingan FIFA World Cup dan mengancam barangsiapa yang menontonnya dengan hukuman cambuk di depan umum. Alasan mereka adalah FIFA World Cup adalah pertandingan yang membuang waktu dan sumber daya ditambah tidak sesuai dengan agama mereka.2

Kedua, meningkatnya angka kejahatan. Di Afrika Selatan, tempat berlangsungnya FIFA World Cup, turis dari China, Portugal, Spanyol, Korea Selatan, Jepang, dan Kolombia menjadi korban kejahatan. Tiga orang dari tim nasional Yunani melaporkan bahwa uang mereka sebesar £1,300 telah dicuri di ruangan (hotel) mereka.3

Ketiga, kerugian biaya listrik. Menurut informasi dari radio Suara Surabaya FM yang menayangkan siaran 5 menit dari FIFA World Cup ini, banyak perusahaan di beberapa negara merugi karena listrik mereka dipakai oleh para karyawannya untuk menonton pertandingan FIFA World Cup melalui komputer.

Keempat, ketidakharmonisan keluarga. Dampak ini saya dapatkan dari sharing teman saya melalui updated status di Facebook yang mengatakan bahwa karena suaminya seorang gibol (gila bola), maka dia sebagai istri merasa bosan karena pada hari Sabtu, dirinya tidak diajak jalan-jalan. Ya, untung saja, teman saya ini orang yang termasuk cukup sabar dengan suaminya yang gibol ini.

Kelima, kecanduan. Dampak terakhir yang bisa berbahaya dari gibol adalah kecanduan. Sadar atau tidak sadar, pertandingan FIFA yang berlangsung satu bulan ini mengakibatkan para penontonnya menjadi kecanduan. Coba bayangkan, ada orang yang rela tidur sebentar untuk nantinya pada dini hari dapat puas menonton bola. Para penggila bola rela (hampir) setiap hari ngelembur, sehingga besok paginya ketika bekerja, mereka menjadi ngantuk. Akibatnya, efektivitas kerja menurun dan perusahaan/kantor/toko tempat mereka bekerja rugi. Seorang gibol rela membatalkan janji dengan teman bahkan mengacuhkan istrinya hanya demi pertandingan bola ini.


Iman Kristen dan Gibol
Lalu, bagaimana iman Kristen menyoroti gibol ini? Apakah kita sama seperti agama seberang yang melarang umatnya untuk menonton pertandingan FIFA ini dengan alasan tidak sesuai dengan agamanya? Ingatlah prinsip penting dalam iman Kristen: iman Kristen TIDAK pernah legalistik kaku. Artinya, iman Kristen bukanlah iman yang terlalu kaku memberlakukan suatu hukum pada para penganutnya. Iman Kristen adalah iman yang dinamis namun ketat. Inilah paradoksikal iman Kristen. Iman Kristen adalah iman hubungan. Artinya, iman Kristen adalah iman yang didasarkan pada hubungan seseorang dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Semakin dekat hubungan seorang Kristen dengan Kristus, maka ia dengan haus dan rela menaati apa yang Kristus firmankan di dalam Alkitab. Dengan kata lain, semua perintah dan kehendak-Nya ditaati bukan dengan ancaman dan hukuman, namun dari hati yang mengasihi.

Dari presuposisi dasar iman Kristen ini, bagaimana kita memandang seorang yang demen nonton bola atau bahkan seorang gibol? Saya menyebut orang yang suka nonton bola itu adalah orang yang hobinya sepak bola. Iman Kristen menghargai hobi seseorang asalkan hobi itu tidak berdosa, seperti: berzinah, main pelacur, dll. Hobi seseorang itu merupakan salah satu bentuk refreshing dari hidupnya yang mungkin sibuk di kantor atau sibuk dengan urusan rumah tangga. Meskipun saya tidak menyenangi sepak bola, namun bagi saya, tidak ada masalahnya dengan hobi nonton bola. Namun, ada beberapa yang harus diperhatikan:
Pertama, nonton bola jangan menjadi candu. Meskipun kita memang hobi nonton bola, namun jangan sampai hobi kita ini menjadi candu bahkan kita berhalakan secara tidak sadar, sehingga ketika kita nonton bola di TV, tidak ada orang yang boleh mengganggu bahkan istri/suami dan anak sendiri. Ketika kita sampai berlaku ekstrem demikian, berarti sadar atau tidak sadar kita menjadikan sepak bola menjadi berhala dalam hidup kita. Jika sepak bola menjadi berhala dalam hidup kita, ingatlah firman Tuhan mengajar kita, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” (Kel. 20:3) Ilah lain tidak harus berupa patung yang kelihatan, namun ilah lain bisa berupa sesuatu yang kita agung-agungkan melebihi Allah yang harus kita agungkan selama-lamanya.

Kedua, orientasi waktu. Ketika kita menonton bola, perhatikan waktu kita. Jangan sampai kita menghabiskan terlalu banyak waktu hanya untuk menonton bola, lalu kita meninggalkan hal-hal lain yang lebih penting, misalnya: kebaktian di gereja, pelayanan di gereja, bekerja, mengurus rumah tangga, dll. Sebuah nasihat bijak yang saya dengar dari Sdri. Ira Natanael, seorang penyiar radio Bahtera Yudha FM kemarin malam (Sabtu, 19 Juni 2010 sekitar Pkl. 21.00 WIB): kita boleh suka nonton bola, namun jangan sampai kita lupa untuk ibadah besoknya. Ini sebuah nasihat bijak yang perlu kita dengarkan. Ada orang Kristen yang benar-benar suka nonton bola, sampai besok paginya lupa ke gereja dengan beragam alasan, misalnya: telat bangun, dll, padahal alasan utamanya karena begadang nonton bola. Aturlah waktu kita dengan mengklasifikasikannya menjadi: hal-hal penting dan hal-hal yang kurang penting. Jika sesuatu termasuk hal penting, lakukan itu terlebih dahulu, baru kemudian melakukan hal-hal yang kurang penting. Misalnya, menonton bola termasuk hal yang kurang penting, maka jika ada sesuatu yang lebih penting (misalnya: kebaktian dan pelayanan di gereja, bekerja, mengurus rumah tangga, dll) yang harus dikerjakan, kerjakanlah itu terlebih dahulu, baru setelah itu, jika ada waktu luang, pergunakanlah itu untuk menonton bola.

Sebagai refleksi iman Kristen, gejala gibol menyadarkan kita beberapa hal:
Pertama, rela. Tidak ada seorang gibol yang tidak rela menghabiskan waktunya untuk menonton sepak bola, apalagi yang main waktu itu tim kesayangannya. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen yang katanya cinta Tuhan? Benarkah kita benar-benar rela menghabiskan waktu kita demi melayani Tuhan dan mencintai (plus menaati) firman-Nya? Melayani Tuhan TIDAK harus di gereja, melayani Tuhan itu bisa melalui aktivitas kita sehari-hari yang mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan. Sering kali ketika ke gereja, kita terpaksa, malas, dan bosan (ingin kebaktian cepat selesai), namun ketika menonton bola, kita rela begadang. Masih layakkah kita disebut orang Kristen? Mari kita introspeksi diri masing-masing.

Kedua, hasrat. Seorang gibol adalah seorang yang memiliki hasrat tinggi untuk nonton bola berjam-jam bahkan (hampir) setiap hari. Ia ingin melihat kemenangan tim favoritnya melawan musuh. Adakah hasrat yang sama kita miliki di dalam iman Kristen kita? Ketika firman Tuhan melalui khotbah yang bertanggungjawab disampaikan, adakah kita berhasrat mendengarkannya dengan hati dan telinga yang terbuka? Ataukah kita malah tidur di gereja pada waktu khotbah disampaikan? (Jika yang salah memang si pengkhotbah, mungkin karena kurang persiapan, ya pengkhotbah yang harus bertobat, namun jika si pengkhotbah sudah persiapan, ya yang bertobat adalah jemaatnya yang suka tidur di gereja)

Ketiga, semangat. Seorang gibol adalah seorang yang bersemangat apalagi ketika melihat tim favoritnya menang melawan musuhnya. Semangat itu ditandai dengan teriakan kemenangan, misalnya: “GOOOOOL!” ketika salah seorang anggota tim favoritnya mencetak gol. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen? Adakah semangat yang sama menjiwai iman kita? Ketika firman Tuhan melalui khotbah yang bertanggungjawab disampaikan, adakah kita bersemangat mendengarkan dan tentunya menaatinya? Adakah kita bersemangat melakukan firman Tuhan di dalam hidup kita dan berkata, “Puji Tuhan” ketika kita bisa mengalahkan godaan hidup kita? Ataukah kita malah terperosok ke dalam tipu daya iblis?


Kesimpulan dan Tantangan
Bagaimana dengan kita? Apakah hobi kita menjadi candu bagi kita? Ataukah hobi kita bisa kita seimbangkan dengan hal-hal lain yang lebih penting? Apakah hobi kita menginspirasi kita untuk berbuat lebih dahsyat bagi Kerajaan Allah ketimbang untuk urusan-urusan tidak penting? Biarlah renungan singkat ini menyadarkan kita agar hidup kita makin memuliakan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita. Amin. Soli Deo Gloria.



Catatan Kaki:
1. http://en.wikipedia.org/wiki/2010_FIFA_World_Cup
2. Ibid.
3. Ibid.

No comments: