18 October 2009

Roma 16:13: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-6: Rufus

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-12


Salam Kepada Saudara Seiman-6: Rufus

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:13



Sebagai tiga ayat terakhir mengenai salam dari Paulus ini, pada saat ini, kita hanya akan mencoba menelusuri sosok Rufus di ayat 13. Paulus menjelaskan bahwa Rufus ini adalah, “orang pilihan dalam Tuhan” Siapa Rufus sebenarnya? Menurut Vincent’s Word Studies (VWS), nama Rufus berarti red (merah). Beberapa tafsiran Alkitab yang saya baca mengidentikkan Rufus ini sebagai anak dari Simon dari Kirene yang membantu Tuhan Yesus memikul salib (bdk. Mrk. 15:21). VWS dan NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa mungkin sekali Injil Markus ditulis dari Roma, sehingga ada korelasi antara Rufus dengan Simon Kirene tersebut. Lalu, ia disebut Paulus sebagai orang pilihan dalam Tuhan (King James Version dan New International Version menerjemahkannya chosen in the Lord; artinya: dipilih di dalam Tuhan). Apa arti sebutan ini? Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan bahwa Rufus adalah seorang percaya yang terpilih di dalam Kristus atau orang Kristen yang sangat baik/luar biasa (excellent Christian). Apa yang menjadi kriteria sehingga Rufus disebut sebagai orang Kristen yang sangat baik? Matthew Henry di dalam tafsirannya Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible menjelaskannya, “He was one of a thousand for integrity and holiness.” (=Dia adalah salah satu dari ribuan orang yang memiliki integritas dan kekudusan.) Integritas dan kekudusan adalah kriteria Rufus dikatakan sebagai orang percaya pilihan. Apakah berarti ada orang percaya yang tidak dipilih? Pilihan di sini menunjukkan kemenonjolan seorang percaya di dalam hidup kesehariannya. Mengikuti alur pikiran Dr. John Gill di dalam tafsirannya tersebut, semua orang percaya tentu adalah umat pilihan Allah yang memiliki beraneka ragam tingkatan iman, ada yang memiliki iman yang kuat, lemah, dll. Nah, Rufus dinilai Paulus sebagai orang percaya pilihan/khusus karena integritas dan kekudusannya. Dari sini, kita belajar dua hal:

Pertama, pribadi Rufus. Rufus disebut sebagai seorang memiliki integritas dan kesucian/kekudusan. Integritas adalah suatu kata yang sangat asing didengar oleh orang Kristen dewasa ini. Mengapa? Karena banyak orang Kristen dewasa ini sudah tidak lagi memiliki integritas. Tidak sedikit kita menjumpai banyak orang Kristen yang rela berkompromi demi uang/harta, takhta/kedudukan sosial, dan wanita/lawan. Kompromi itu bisa meliputi kompromi iman, kompromi karakter, kompromi sikap, dll. Kedaulatan Allah tidak lagi dihargai dan dijunjung tinggi oleh banyak orang Kristen. Ini membuktikan orang Kristen zaman ini sudah banyak yang kurang bahkan tidak memerdulikan integritas sebagai pengikut Kristus. Dengan kata lain, kita sedang menghadapi krisis integritas. Maka kita perlu mempelajari pribadi Rufus yang memiliki integritas. Rufus yang adalah orang Roma tentu mengalami banyak tantangan karena imannya, namun ia memiliki integritas yang murni di hadapan Tuhan, sehingga Paulus menghormatinya. Kedua, kekudusan. Bukan hanya integritas, Rufus dikatakan sebagai orang yang suci/kudus. Suci di sini tentu bukan hanya secara status, tetapi juga secara kondisi. Selain berintegritas, Rufus memiliki kesucian hidup. Tidak banyak orang di zamannya mungkin yang bisa seperti Rufus, apalagi dibandingkan dengan banyak orang Kristen zaman sekarang. Ia bukan hanya tidak berkompromi dan memiliki ketegasan, tetapi juga ketegasan dan ketidakkompromiannya itu ditambahi dengan kekudusan hidup yang ia pertahankan di hadapan Tuhan. Sosok Rufus mengajar kita bagaimana menjadi orang Kristen yang beres dan berkenan di hadapan Tuhan. Sebagai pengikut Kristus, kita dituntut berintegritas dan hidup kudus. Berintegritas berarti kita membangun suatu karakter dan sikap hati yang memuliakan Allah di dalam setiap aspek kehidupan, yaitu: tegas, jujur, bisa dipercaya, hidup utuh/menyeluruh (tidak terbagi-bagi), tulus, dll. Hidup yang berintegritas akan mengakibatkan orang lain yang melihat hidup kita akan memuliakan Allah. Selain berintegritas, kita dituntut hidup kudus. Berarti, integritas harus diimbangi dengan kekudusan. Mengapa harus ditambahi/diimbangi dengan kekudusan? Karena tanpa kekudusan, orang dunia pun bisa melakukan semua hal yang termasuk integritas tersebut. Jangankan orang Kristen, orang dunia pun ada yang mampu melakukan hal-hal yang termasuk integritas tersebut atau menjadi orang berintegritas (meskipun tidak bisa 100% sempurna). Namun, orang dunia yang berintegritas tak bisa benar-benar berintegritas murni, mengapa? Karena integritas yang mereka bangun tidak didasarkan pada dasar iman yang benar. Inilah superioritas Kekristenan. Kekristenan mendasarkan integritas bukan pada kehebatan manusia, tetapi kesucian Allah. Seorang Kristen sejati yang dipenuhi kesucian Allah akan mampu melakukan hidup berintegritas dengan kesucian. Ia tidak akan bermain-main atau hanya sekadar gagah-gagahan berintegritas supaya dilihat orang banyak, tetapi ia berintegritas demi kesucian dan kemuliaan Allah saja. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita hidup berintegritas didasarkan pada dan bertujuan demi kesucian Allah? Biarlah pribadi Rufus menjadi pelajaran bagi kita saat ini.

Kedua, penilaian Paulus terhadap Rufus. Paulus menilai Rufus sebagai seorang pilihan dalam Tuhan. Saya percaya bahwa penilaian ini tidak disampaikan Paulus secara gegabah, tetapi dengan penilaian yang tajam dari seorang rasul Kristus. Di sini, kita belajar kriteria penilaian Paulus. Ia menilai seorang yang melayani Tuhan bukan dengan penilaian manusiawi biasa, tetapi dengan penilaian sorgawi/dari sudut pandang Allah. Paulus tidak menyebut Rufus sebagai seorang pilihan dalam Tuhan karena keaktifan Rufus melayani Tuhan atau kehebatan Rufus dalam menguasai theologi. TIDAK! Paulus menilai Rufus dari iman, kerohanian, karakter, dan sikap hidup Rufus. Dengan kata lain, sebelum Paulus menilai Rufus dan menyebutnya sebagai seorang pilihan dalam Tuhan, Paulus telah banyak berinteraksi dengan Rufus. Itulah hamba Tuhan sejati, apalagi sebagai gembala jemaat yang seharusnya mempedulikan jemaat-jemaat. Sayang sekali, banyak gereja Kristen sudah melupakan fungsi penggembalaan. Ada gereja Kristen yang sibuk mengajar doktrin, tetapi lupa menggembalakan, lalu gembala sidangnya berdalih bahwa ia tidak bisa menggembalakan atau dalihnya bahwa jika jemaat terlalu diperhatikan, nanti bisa manja. Ada juga gereja Kristen yang sibuk mengadakan kebaktian-kebaktian sini sana, tetapi lupa mengajar doktrin dan menggembalakan, sehingga jemaat-jemaatnya lebih mementingkan ikut dalam kebaktian sini sana ketimbang belajar firman apalagi bersekutu dengan saudara seiman lainnya. Penilaian Paulus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para gembala sidang yang seharusnya bertugas menggembalakan jemaat, bukan hanya mengajar jemaat. Gereja yang sehat adalah gereja yang mengintegrasikan pengajaran doktrin, pekabaran Injil, dan penggembalaan. Saya melihat hal ini secara konsep (dan praktik) sudah, sedang, dan akan ditegakkan oleh Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M. yang menggembalakan Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya dengan semboyannya, “Care, Teaching, Mission” Ev. Yakub Tri Handoko pernah berkata kepada saya bahwa penggembalaan bukan hanya di mimbar khotbah, tetapi juga di dalam lingkungan keluarga, sehingga antara teori dan praktik berjalan secara menyeluruh, bukan parsial/sebagian. Tidak heran, Ev. Yakub Tri Handoko sebagai gembala sidang banyak mengetahui pribadi jemaat-jemaat maupun partisipan gerejanya. Bahkan beliau juga mengetahui karakter dan tingkat kerohanian masing-masing jemaatnya. Bagaimana dengan Anda sebagai gembala sidang? Apakah Anda sibuk dengan organisasi gereja yang Anda layani/urus lalu meninggalkan tugas penggembalaan yang harus Anda lakukan sebagai gembala sidang? Biarlah ini menyadarkan Anda.

Bukan hanya terhadap Rufus, Paulus juga begitu memperdulikan ibu Rufus, sampai-sampai Paulus mengatakan bahwa ibu Rufus adalah ibu bagi Paulus. Terjemahan Indonesia kurang enak dibaca. International Standard Version (ISV) dan New International Version (NIV) menerjemahkannya, “and his mother, who has been a mother to me, too.” (=dan ibunya, yang telah menjadi ibu bagi saya, juga.) NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa pernyataan Paulus ini menginsyaratkan bahwa Paulus mengekspresikan afeksi yang mendalam bagi keluarga Rufus. Berarti ada ikatan batin antara Paulus dan keluarga Rufus. Dari sini, kita juga belajar hal lain tentang sosok Paulus. Paulus bukan hanya dikenal sebagai theolog dan penginjil, namun juga sebagai seorang gembala yang memperhatikan kehidupan jemaat yang digembalakannya. Sebagai gembala, ia memperhatikan jemaatnya bahkan sampai kehidupan keluarganya. Hal ini jarang kita jumpai di banyak gereja Kristen saat ini. Beberapa atau mungkin banyak hamba Tuhan (termasuk gembala sidang) lebih suka mengajar doktrin dan/atau memberitakan Injil ketimbang menggembalakan. Mereka gemar berdebat theologi dengan orang lain, namun sebagai gembala, mereka tidak tahu-menahu jemaatnya apalagi kehidupan keluarga dari jemaatnya. Kembali, hal ini mengingatkan Anda sebagai gembala sidang. Apakah tugas Anda sebagai gembala yang seharusnya menggembalakan jemaat sudah Anda lakukan dengan baik? Ataukah Anda berdalih bahwa Anda tidak bisa menggembalakan, lalu menggunakan argumentasi “logis” bahwa jemaat yang terlalu banyak diperhatikan nanti bisa manja?


Biarlah ayat 13 tentang sosok Rufus dan penilaian Paulus terhadap Rufus ini menjadi renungan bagi kita sebagai orang Kristen dan Anda sebagai gembala sidang/jemaat. Kiranya Tuhan memampukan kita dengan kuasa-Nya di dalam melayani-Nya lebih bertanggungjawab dan sungguh-sungguh demi hormat dan kemuliaan nama-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: