24 May 2009

Roma 15:14-16: KONSEP PELAYANAN SEJATI-1: Belajar dari Teladan Jemaat Roma dan Pelayanan Paulus

Seri Eksposisi Surat Roma:

Penutup-1

 

 

KONSEP PELAYANAN SEJATI-1: 

Belajar dari Teladan Jemaat Roma dan Pelayanan Paulus

 

oleh: Denny Teguh Sutandio

 

 

 

Nats: Roma 15:14-16

 

 

 

Setelah menjelaskan Kristus adalah teladan bagi kesatuan jemaat di ayat 8 s/d 13, Paulus menutup suratnya mulai pasal 15 ayat 14 dengan maksud agar jemaat Roma mengerti dasar tulisannya yang berisi dasar pelayanannya. Hal ini juga mencerahkan hati dan pikiran kita tentang konsep pelayanan yang beres yang berpusat kepada Kristus.

 

 

Di ayat 14, ia memulai penjelasan yang baru dengan mengatakan, “Saudara-saudaraku, aku sendiri memang yakin tentang kamu, bahwa kamu juga telah penuh dengan kebaikan dan dengan segala pengetahuan dan sanggup untuk saling menasihati.” Di ayat ini, Paulus memuji jemaat Roma. Pujian ini bukan sebagai pujian yang dibuat-buat, tetapi pujian yang keluar dari hati Paulus. Apa yang mengakibatkan Paulus memuji jemaat Roma? Di ayat ini, ia menjelaskan alasannya, yaitu ia yakin akan jemaat Roma (NIV: I myself am convinced {=Aku sendiri diyakinkan}; English Standard Version/ESV: I myself am satisfied about you {=Aku sendiri dipuaskan tentang kamu}). Ia diyakinkan oleh jemaat Roma bahwa jemaat Roma adalah jemaat yang: penuh dengan kebaikan, segala pengetahuan, dan sanggup untuk saling menasihati. Di sini, Paulus menjelaskan 3 kondisi jemaat Roma, yaitu:

Pertama, penuh dengan kebaikan. Kata “kebaikan” di sini di dalam terjemahan Yunaninya agathōsunē bisa diterjemahkan virtue (kebajikan). Bukan hanya sekadar baik, Paulus mengatakan jemaat Roma menunjukkan kepenuhan kebaikan/kebajikan mereka. Di sini, berarti, Paulus menilai jemaat Roma sudah berbuat baik dengan sungguh-sungguh dan penuh. Apa yang Paulus telah ajarkan melalui pemberitaan Injil telah membuahkan hasil bagi jemaat Roma yaitu mereka sudah berbuat segala kebaikan. Bagaimana dengan pelayanan yang kita lakukan? Apakah kita lebih mementingkan betapa sibuknya kita melayani tetapi kita melupakan unsur sosial? Tidak ada salahnya kita memerhatikan unsur sosial, tetapi kita tidak boleh terlalu mementingkan unsur sosial sebagai satu-satunya hal terpenting di dalam iman Kristen atau program gerejawi!

 

Kedua, dipenuhi dengan segala pengetahuan. KJV dan ESV menerjemahkan, “filled with all knowledge” (dipenuhi dengan segala pengetahuan), NIV menerjemahkan, “complete in knowledge” (=lengkap dalam pengetahuan). Bukan hanya berbuat baik, jemaat Roma pun telah dipenuhi dengan segala pengetahuan. Berarti secara kognitif, mereka telah menyerap banyak pengetahuan. Pengetahuan apa yang Paulus maksudkan di sini? Apakah pengetahuan sekuler? Tidak. Beberapa penafsir mengatakan bahwa pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan tentang Injil dan hubungannya dengan Allah. Dengan kata lain, pengetahuan rohani yang Paulus maksudkan. Mereka mendapatkan pengetahuan rohani tersebut setelah Paulus menjabarkan Injil kepada mereka. Pelayanan yang beres bukan hanya memperhatikan sisi sosial dan kuantitas jam kita melayani, tetapi yang terpenting adalah kita harus memerhatikan dan mementingkan konsep dan dasar pelayanan kita dengan pengertian firman Tuhan yang bertanggung jawab. Pelayanan tanpa mengerti siapa yang kita layani dan bagaimana seharusnya kita melayani akan mengakibatkan pelayanan itu sia-sia, karena pelayanan itu tidak didasari oleh pengertian yang beres. Bagaimana dengan kita? Sebagaimana Paulus telah mengajar Injil kepada jemaat Roma dan mereka sudah menyerap banyak pengetahuan darinya demi pelayanan mereka, sudah seharusnya kita yang mau melayani memperlengkapi diri dengan pengertian firman Tuhan yang bertanggung jawab, sehingga kita tahu siapa yang kita layani (yaitu Tuhan Allah sebagai Pencipta, Penebus, Pemelihara, dan Penyempurna hidup kita) dan bagaimana seharusnya kita melayani-Nya.

 

Ketiga, sanggup untuk saling menasihati. Bukan hanya penuh dengan kebajikan dan pengetahuan, Paulus menyebut jemaat Roma sebagai jemaat yang mampu untuk saling menasihati/menegur. Berarti jemaat Roma BUKAN orang yang egois yang merasa bahwa mereka telah mendapat semua pengetahuan rohani lalu menyimpannya untuk diri sendiri. Jemaat Roma mau membagikan apa yang mereka dapatkan untuk saling menasihati. Uniknya, Paulus mengatakan bahwa jemaat Roma sanggup/mampu saling menasihati. Kata “saling” berarti ada hubungan timbal balik. Berarti jemaat Roma yang sudah banyak belajar firman Tuhan adalah jemaat yang saling menasihati satu sama lain. Mereka melakukannya demi pertumbuhan kerohanian mereka. Teladan jemaat Roma adalah pelajaran yang perlu kita teladani di dalam konsep pelayanan kita di zaman sekarang. Sering kali semakin menguasai banyak theologi, kita semakin sombong dan egois, hanya mau mengkritik orang lain, tetapi tidak pernah mau mengkritik diri sendiri yang berdosa. Saya pribadi menjumpai ada orang Kristen yang sudah membaca banyak buku theologi bahkan menjadi editor buku theologi, lalu suka menjadi pengkritik tindakan orang lain di dalam lingkungan tempat ia bekerja, tetapi herannya (sekaligus aneh) teguran yang ia lontarkan TIDAK pernah berlaku untuk dirinya sendiri dan orang terdekatnya! Secara implisit, ia menerapkan konsep infallibility and inerrancy of the boss and me (ketidakbersalahan bos dan dirinya)! Inilah kengerian banyak orang yang belajar theologi, lalu kepalanya menjadi besar, namun hati dan karakternya NOL! Melalui teladan jemaat Roma, marilah kita belajar bahwa semakin belajar banyak theologi, semakin kita mau pertama-tama dikoreksi oleh firman Tuhan, lalu kita juga berbagi dengan saudara seiman kita dengan menegur, mendorong, dan menghibur mereka demi pertumbuhan kerohanian kita bersama.

 

 

Tetapi, apakah ketiga kondisi jemaat Roma sudah cukup? Paulus berkata, BELUM. Ia perlu mengingatkan tentang pelayanan Paulus kepada bangsa-bangsa non-Yahudi. Di ayat 15-16, ia mengatakan, “Namun, karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadaku, aku di sana sini dengan agak berani telah menulis kepadamu untuk mengingatkan kamu, yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus.” Ada dua hal yang mau ditekankan Paulus tentang konsep pelayanan di dalam dua ayat ini, yaitu:

Pertama, pelayanan adalah respons terhadap anugerah Allah dan anugerah Allah itu sendiri. Di awal ayat 15, Paulus mengatakan bahwa karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah, maka ... Berarti pelayanan dimulai dari anugerah Allah. Kita boleh melayani Allah karena kita telah mendapatkan anugerah Allah terlebih dahulu melalui keselamatan di dalam Kristus. Setelah kita diselamatkan di dalam Kristus, barulah kita bisa melayani Tuhan dengan bertanggung jawab karena kita mengetahui sapa yang kita layani. Pelayanan yang TIDAK pernah dikaitkan dengan anugerah Allah akan menjadi pelayanan yang egosentris dan antroposentris (berpusat kepada manusia). Pelayanan itu akan terus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian bagi si pelayan. Dan yang lebih parah lagi pelayanan itu akan bertujuan memuliakan si pelayan ketimbang Allah yang dilayani. Terlalu banyak konsep pelayanan yang antroposentris yang orang Kristen lakukan, tetapi tak pernah disadari. Mereka giat melayani “Tuhan” di gereja pada hari Minggu, tetapi 6 hari berikutnya, hidupnya tidak pernah berkait dengan Allah dan kehendak-Nya, melainkan lebih mengikuti setan dan kroni-kroninya. Lalu, untuk apa mereka melayani “Tuhan”? Ada banyak argumentasi yang mereka katakan. Ada yang mengatakan bahwa di gereja itu, siapa yang sudah dibaptis harus melayani. Yang lain mengatakan bahwa dia melayani karena alasan gengsi, soalnya teman-temannya satu gereja banyak yang sudah melayani di gereja. Semua argumentasi mereka didasarkan pada asumsi manusia berdosa yang berpusat pada diri dan kehebatan diri. Hari ini, biarlah pernyataan Paulus menyadarkan kita bahwa kita baru bisa melayani Tuhan dengan pengertian dan cara yang bertanggung jawab setelah kita mendapatkan anugerah Allah. Selain sebagai respons terhadap anugerah Allah, kita juga harus mengerti bahwa pelayanan kepada Allah itu pun adalah anugerah Allah, karena tidak setiap orang dilayakkan Allah untuk menjadi pelayan-Nya bagi Kerajaan-Nya. Ketika kita sebagai anak-anak-Nya dilayakkan untuk menjadi budak-Nya yang melayani-Nya, JANGAN pernah mengomel, tetapi bersyukur, karena kita dilayakkan untuk menjadi budak dari Pencipta dan Penebus kita, Raja alam semesta, dan Tuhan yang berdaulat. Bukankah suatu hak istimewa (privilege) dan anugerah yang sangat besar bagi kita yang dulu berdosa namun telah dilayakkan melalui penebusan di dalam Kristus menjadi anak-anak-Nya yang melayani Raja segala raja?

 

Kedua, pelayanan adalah pelayanan yang berjiwa murni dan universal. Di ayat 16, Paulus mengingatkan pelayanan pemberitaan Injil dilakukannya juga untuk bangsa-bangsa non-Yahudi. Apa tujuannya? Supaya mereka dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, setelah disucikan oleh Roh Kudus (teks Yunani menggunakan perfect tense untuk frasa, “yang disucikan oleh Roh Kudus”). Di sini, Paulus menjelaskan konsep pelayanan yang berjiwa murni dan universal. Ketika melayani dan memberitakan Injil, Paulus TIDAK memerhatikan diri sendiri, tetapi orang-orang yang ia layani agar mereka bertobat, percaya, dan mengikut Kristus (bukan mengikut Paulus). Hal ini ditandai dengan motivasi dan ruang lingkupnya melayani. Motivasinya melayani bukan untuk kehebatan diri, tetapi untuk orang-orang khususnya dari bangsa non-Yahudi agar mereka dapat diterima oleh Allah sebagai suatu persembahan yang berkenan kepada-Nya setelah disucikan oleh Roh Kudus. Ia mengaitkan objek pelayanannya dengan sumber/dasar pelayanannya yaitu ibadah sejati yang menyenangkan hati Allah (Rm. 12:1). Berarti, di dalam pelayanan, orang-orang yang ia layani lah yang menjadi perhatian Paulus. Ini menyadarkan banyak konsep pelayanan kita. Kita sering kali melayani tidak memerhatikan orang yang kita layani, tetapi diri kita, yaitu apakah diri kita merasa nyaman atau tidak melayani di bidang tertentu. Jika kita tidak nyaman, misalnya karena kita berselisih paham dengan orang Kristen lain, kita tidak mau lagi melayani di bidang itu, meskipun itu panggilan dan beban yang Allah berikan kepada kita. Kita lebih suka melayani di tempat-tempat yang nyaman yang cocok dengan keinginan kita daripada harus menuruti keinginan Allah. Di dalam kehidupan sehari-hari pun, kita juga lebih suka mengatur dan menjalani hidup TANPA melibatkan Allah dan kehendak-Nya, sehingga meskipun kita secara teori mengaku diri “Kristen” bahkan “Injili” yang memegang teguh otoritas Alkitab, secara praktik, kita tidak ada bedanya seperti seorang atheis praktis yang membuang Allah di dalam hidup kita! Biarlah Roh Kudus mengubah konsep pelayanan kita yang tidak beres ini dan memimpin kita kepada konsep pelayanan yang beres yang mementingkan objek yang kita layani bukan diri kita sendiri. Tetapi apakah cukup mementingkan objek yang kita layani di dalam pelayanan kita? TIDAK! Paulus melanjutkan bahwa objek yang dia layani itu sebagai hal yang menyenangkan-Nya, namun sebelumnya Roh Kudus telah menyucikan bangsa-bangsa non-Yahudi itu agar mereka diterima oleh Allah. Berarti, ia lebih mementingkan peran Kebenaran (Truth) yang Roh Kudus kerjakan di dalam hati umat pilihan dari bangsa-bangsa non-Yahudi. Beberapa “gereja” atau orang/pemimpin “Kristen” di zaman postmodern ini mempunyai konsep yang bertolak belakang dari konsep Paulus ini. Mereka mengajar bahwa pelayanan “Kristen” adalah pelayanan yang berorientasi pada orang lain. Mereka membuang konsep penginjilan verbal dan menggantinya dengan “penginjilan” melalui perbuatan/aksi sosial. Di dalam khotbah dari gereja yang menganut paham ini, banyak pemimpin mereka mengajar bahwa kita harus memerhatikan orang miskin, karena Tuhan Yesus juga melayani orang miskin. Apakah itu salah? TIDAK! Meskipun tidak salah, ada dua kelemahan dari konsep ini yang jarang mereka pikirkan: Pertama, Alkitab memang mengajar bahwa kita harus memerhatikan orang miskin, tetapi di sisi lain, Alkitab yang sama (Im. 19:15) mengajar agar kita TIDAK membela orang miskin/kecil. Kedua, jika pelayanan Kristen terus memperhatikan orang lain (dalam hal ini: orang miskin), maka pelayanan “Kristen” tidak ada bedanya dengan pelayanan duniawi yang antroposentris. Alkitab mengajar bahwa pelayanan Kristen yang beres BUKAN pelayanan yang terus berorientasi pada orang lain saja, tetapi pelayanan yang beres adalah pelayanan yang memerhatikan objek yang kita layani dengan prinsip-prinsip Kebenaran agar mereka yang kita layani kembali kepada Kebenaran. Inti dari pelayanan Kristen yang beres adalah Kebenaran, bukan objek atau orang lain.

Bukan hanya motivasi pelayanan Paulus itu murni, ruang lingkup pelayanannya pun luas. Ia memberitakan Injil bukan hanya bagi orang Yahudi, tetapi juga untuk orang-orang non-Yahudi yang dianggap oleh orang Yahudi sebagai bangsa kafir (Gentiles). Paulus tidak memedulikan anggapan negatif orang Yahudi ketika ia memberitakan Injil kepada orang-orang non-Yahudi. Ia melakukan hal ini sesuai dengan teladan Tuhan Yesus Kristus yang melayani bukan hanya untuk orang Yahudi, tetapi juga untuk orang-orang non-Yahudi. Pelayanan Kristen yang beres adalah pelayanan yang universal yang tidak hanya menjangkau suku-suku tertentu, tetapi untuk semua suku dan bangsa. Apa dasarnya kita bisa melayani semua orang? Dasarnya adalah Pertama, Allah adalah Pencipta manusia dari berbagai bangsa. Kedua, di dalam Kristus, orang-orang yang tergabung di dalam umat pilihan-Nya yang telah ditebus adalah orang-orang yang terdiri dari berbagai bangsa dan bahasa (Gal. 3:28). Ketiga, kita semua dari berbagai bangsa yang telah ditebus Kristus, pada saat yang sama, dibaptis oleh Tuhan Yesus di dalam satu Roh (1Kor. 12:13). Sebagaimana Paulus melayani dengan prinsip universalitas di dalam pelayanan, sudahkah kita siap melayani Tuhan dengan jiwa universal tersebut? Allah yang menciptakan manusia, menebus beberapa manusia untuk menjadi umat-Nya, dan menyempurnakan mereka melalui karya Roh Kudus adalah Allah yang tidak membeda-bedakan manusia, bukankah kita juga seharusnya tidak perlu membeda-bedakan manusia? Manusia membutuhkan Injil, tidak peduli apakah itu orang Indonesia, Inggris, India, Amerika, RRT, Jepang, dll. Siapkah kita menyaksikan kasih dan kebenaran Kristus kepada mereka tanpa pandang bulu?

 

 

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita melayani Tuhan dengan konsep dan cara yang bertanggung jawab sesuai dengan firman Tuhan? Jika belum, biarlah Roh Kudus mencerahkan hati dan pikiran kita, lalu memimpin kita untuk terus melayani-Nya dengan hati yang tulus dan konsep yang benar. Kiranya Tuhan memberkati. Amin. Soli Deo Gloria.

 

 

 

No comments: