18 December 2008

Renungan Natal 2008: CHRISTMAS: Christ-Mass or Christ-Less? (Denny Teguh Sutandio)

Renungan Natal 2008




CHRISTMAS:
Christ-Mass or Christ-Less?


oleh: Denny Teguh Sutandio




Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.
Lukas 2:11





Tidak terasa hari Natal tahun 2008 segera datang. Tetapi sayangnya Natal tidak dimengerti sebagai Natal yang sesungguhnya yang berpusat kepada Kristus. Natal menjadi momen di mana tidak hanya orang Kristen yang merayakan Natal, orang-orang non-Kristen pun “merayakan” Natal. Caranya, dengan memasang pohon Natal dan aksesoris Natal lainnya di toko mereka atau menggelar diskon besar-besaran di toko/swalayan/dll mereka (tidak ada bedanya dengan hari raya lainnya). Natal sepertinya sudah menjadi tradisi setiap tahun yang tidak ada bedanya dengan hari raya lainnya. Bukan hanya di luar gereja, di dalam gereja, tradisi Natal diberlakukan tanpa mengerti esensi Natal. Lihat saja, banyak “hamba Tuhan” di gereja Protestan arus utama mengkhotbahkan Natal tidak lagi berbicara mengenai Kristus, tetapi aksi-aksi sosial dan lingkungan alam. Contoh praktis, bacalah beberapa renungan Natal di surat kabar pada hari Natal, apa yang para penulis renungan itu beritakan di saat Natal? Injil Kristus sejati? TIDAK. Yang mereka beritakan bahkan hampir tidak ada sangkut pautnya dengan Natal, misalnya: menolong orang miskin, memperhatikan lingkungan alam, dll. Hal seperti ini tidak perlu ditulis menjadi renungan Natal, karena orang non-Kristen pun bisa melakukannya. Di sisi lain, di banyak gereja kontemporer, para pengkhotbah membicarakan mengenai kesuksesan, keberhasilan, dll, karena Kristus lahir. Benarkah itu semua identik dengan Natal secara esensi? TIDAK. Itu yang saya sebut sebagai: Christ-less Christmas (Natal yang tanpa Kristus). Fenomena yang ditonjolkan adalah “Natal,” tetapi inti Natal dihilangkan dan bahkan hampir dibuang. Mengapa? Karena berita Natal yang berpusat kepada Kristus seolah-olah sudah tidak sesuai dengan selera zaman yang telinganya gatal ingin mendengarkan ajaran-ajaran yang menyenangkan (2Tim. 4:3-4). Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dibuang, lalu diganti dengan “Kristus” sebagai penolong kaum tertindas, pembebas manusia, pemberi berkat, dll. Meskipun hal-hal tersebut tidak salah, tetapi itu bukan inti Natal yang Alkitab ajarkan. Lalu, apa sih yang menjadi inti Natal?

Inti Natal adalah Kristus yang lahir. Jika kita memperhatikan Lukas 2:11, secara konteks, para malaikat Tuhan memberitahukan kepada para gembala di situ bahwa pada hari itu telah lahir bagi mereka Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Para malaikat TIDAK memberitakan bahwa pada hari itu telah lahir bagi mereka: Penolong kaum tertindas, Pembebas mereka yang terbelenggu penjajah, pemberi berkat, dll, seperti konsep “Natal” ala postmodern sekarang. Mengapa para malaikat tidak memberitakan hal tersebut? Karena itu TIDAK penting dan berpusat kepada manusia (antroposentris), sedangkan maksud Kristus diutus adalah menggenapkan kehendak Allah (Theosentris), sehingga yang diberitakan oleh para malaikat adalah berita Theosentris, bukan antroposentris atheis.

Mari kita menyelidiki berita Theosentris tersebut. Ada tiga jabatan yang langsung dikenakan kepada Tuhan Yesus di dalam Lukas 2:11 ini, yaitu: Juruselamat, Kristus, dan Tuhan. Mari kita menelusuri ketiga jabatan ini beserta implikasinya.
Sebagai Juruselamat, kelahiran Kristus dan karya-Nya di dunia adalah menyelamatkan umat pilihan Allah dari dosa-dosa yang membelenggu mereka. Sejak zaman Perjanjian Lama, bangsa Israel menantikan kedatangan Juruselamat yang dapat membebaskan mereka dari penjajahan. Konsep mereka tentang Juruselamat adalah konsep antroposentris humanis yang tidak ada bedanya dengan konsep “Natal” ala postmodern sekarang. Akibatnya ketika Kristus hadir di tengah-tengah mereka sebagai Pribadi yang “lemah,” seolah-olah “tidak berkuasa,” tidak berpasukan, dll, mereka akhirnya banyak yang menolak-Nya. Hal ini tidak jauh berbeda, jikalau andaikata umpama Kristus benar-benar hadir di zaman postmodern ini, yang pertama-tama menolak Kristus bukan orang non-Kristen, tetapi justru banyak “pemimpin gereja” yang sudah sekolah “theologi” (bahkan doktor) di luar negeri, namun tidak mengakui finalitas Kristus (baik eksplisit maupun implisit). Mereka akan mengatakan bahwa “Kristus” yang mereka kenal adalah Kristus yang penuh “belas kasih,” bukan yang “sombong” yang mengajarkan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Dia (Yoh. 14:6; Kis. 4:12). Sungguh ironis, bukan? Konsep fenomenal tentang Juruselamat ini ditentang oleh Kristus sendiri dengan mengatakan bahwa Kerajaan-Nya bukan dari dunia ini (Yoh. 18:36). Dengan kata lain, kedatangan Kristus bukan bermakna fisik/jasmaniah (membebaskan Israel dari penjajahan), tetapi rohani, yaitu menyelamatkan umat pilihan Allah dari dosa-dosa yang membelenggu mereka. Hal ini terus ditekankan oleh Tuhan Yesus kepada para murid-Nya, tetapi sayangnya, menjelang Tuhan Yesus naik ke Sorga, para murid-Nya masih bertanya, kapan Dia akan memulihkan Kerajaan Israel (Kis. 1:6). Hari ini, di hari Natal, kita diingatkan kembali, bahwa Kristus yang lahir bagi kita adalah Kristus, Sang Juruselamat, yang menyelamatkan kita dari belenggu dosa. Sejak kita masih seteru/musuh Allah, Allah telah mengasihi kita dengan mengutus Kristus sebagai Juruselamat yang mendamaikan Allah yang Mahakudus dengan kita yang berdosa (Rm. 5:10). Kelahiran Kristus ini memberikan pengharapan kepada kita bahwa ada jalan keluar dari dosa, yaitu penebusan Kristus. Dosa manusia tidak bisa diselesaikan dengan cara manusia melalui perbuatan baik (amal), karena semakin manusia berbuat “baik” (supaya diselamatkan dan masuk “sorga”), manusia semakin berbuat dosa. Mengapa? Karena perbuatan baiknya dilakukan bukan dengan motivasi kebaikan itu sendiri (mengutip perkataan seorang filsuf Yunani kuno) Dosa manusia hanya bisa diselesaikan dengan cara di luar manusia, yaitu tentunya cara Allah yang mencipta mereka. Nah, Allah menggunakan satu-satunya cara untuk menebus dosa manusia yaitu dengan mengutus Tuhan Yesus, 100% Allah dan 100% manusia untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa. Kristus harus 100% Allah, karena hanya Allah saja yang mampu menyelamatkan manusia dari dosa, lalu bagaimana caranya Allah menyelamatkan manusia dari dosa itu? Dengan mengajari manusia untuk berbuat baik? TIDAK. Satu-satunya cara adalah Kristus harus menjadi manusia (tanpa kehilangan natur Keilahian-Nya), lalu Ia mati disalib demi menggantikan dosa umat pilihan-Nya. Kristus harus menjadi manusia karena Allah tidak bisa mati, sedangkan manusia bisa mati. Inilah titik finalitas Kristus yang juga adalah keagungan Injil yang tidak bisa dipersamakan dengan semua kebudayaan, agama, dan filsafat manusia berdosa. Hari ini, izinkan saya menantang Anda, sudahkah Anda menerima Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat Anda? Biarkan Roh Kudus bekerja di hati dan pikiran Anda saat ini...

Sebagai Kristus, Ia adalah yang Diurapi oleh Allah (Messiah). Kedua, Tuhan Yesus bukan hanya sebagai Juruselamat, Ia juga adalah Kristus yang berarti yang Diurapi oleh Allah (anointed). Sebagai Yang Diurapi oleh Allah, Kristus yang diutus oleh Allah Bapa mengemban mandat penting yaitu menggenapkan karya penebusan bagi umat pilihan yang berdosa. Berarti, Kristus sendiri adalah Utusan Allah sekaligus Pribadi kedua Allah Trinitas. Mengapa saya menyebut Kristus juga sebagai Pribadi kedua Allah Trinitas selain sebagai Utusan Allah? Bidat Saksi Yehuwa dan Unitarianisme (menyembah 1 Pribadi Allah) mati-matian mengajar bahwa Kristus bukan Allah, tetapi hanya sebagai utusan/hamba/malaikat Allah. Alkitab dengan jelas mengajar bahwa Kristus adalah Allah. Alkitab menyebut Kristus sebagai Alfa dan Omega (Why. 1:8; 21:6; 22:13). Ketiga ayat ini jelas secara konteks mengacu kepada Tuhan Yesus, bukan kepada Allah Bapa. Dengan demikian, Kristus yang diurapi oleh Bapa juga adalah Pribadi kedua Allah Trinitas, karena tidak ada pribadi lain yang layak diurapi oleh Bapa untuk menebus dosa manusia, kecuali Pribadi Allah sendiri. Ingatlah, Allah Bapa tentu TIDAK akan mengutus malaikat biasa (yang juga termasuk ciptaan sama seperti manusia) untuk menebus dosa manusia! Dengan kata lain, tesis bidat Unitarian yang mengajar bahwa Tuhan Yesus hanya malaikat Allah itu sudah salah dan sesat, karena malaikat yang juga diciptakan Allah tidak berhak menerima kuasa dari Allah untuk menebus dosa manusia (yang juga adalah ciptaan Allah). Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Kristus? Artinya, sudahkah kita menomersatukan Tuhan Yesus sebagai Yang Diurapi oleh Allah? Sudahkah kita melaksanakan mandat yaitu memberitakan Injil Kristus tersebut?

Sebagai Tuhan, Ia adalah Tuhan yang harus disembah dan ditinggikan. Setelah para malaikat mengatakan hal ini, mereka bersama-sama menaikkan puji-pujian yang memuliakan Allah (baca ayat 14). Jika kita membaca kisah orang-orang Majus dari Timur di Matius 2, Matius mencatat bahwa di hadapan bayi Kristus, mereka sujud menyembah dan memberikan persembahan (Mat. 2:11). Semuanya ini membuktikan bahwa Kristus adalah Tuhan yang harus disembah dan ditinggikan. Kata “Tuhan” yang dipakai di dalam Lukas 2:11 menggunakan bahasa Yunani kurios yang berarti Tuan (Lord) atau Master (Guru). Sayangnya, Kekristenan di era sekarang hanya mengakui Kristus sebagai Juruselamat, tetapi tidak sebagai Tuhan. Meskipun mengakui Kristus sebagai Tuhan, biasanya banyak orang Kristen mengucapkannya secara perkataan dan tidak pernah diaplikasikan di dalam kehidupannya sehari-hari. Tidak heran, di hari Minggu, mereka aktif menyanyi dan memuji Kristus sebagai Tuhan, tetapi di luar gereja, mereka aktif memuji diri dan setan. Kristus tidak lagi ditempatkan sebagai Tuhan yang memerintah dan mengontrol hidup orang Kristen. Mereka hidup, bekerja, sekolah, dll dengan kemampuan diri tanpa Kristus bertahta sebagai Tuhan. Bandingkan hal ini dengan sikap para orang Majus di atas. Para orang Majus bukanlah orang bodoh, tetapi mereka adalah orang-orang yang pandai khususnya dalam hal perbintangan (astronomi)—Matius 2:9-10. Meskipun orang pandai, mereka tetap menyembah Kristus, karena mereka mengetahui bahwa Kristus adalah Tuhan. Bagaimana dengan hidup kita saat ini? Sudahkah kita men-Tuhan-kan Kristus di dalam hidup kita? Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan peka terus-menerus mendengarkan suara-Nya melalui firman-Nya dan suara Roh Kudus di dalam hati kita yang memimpin hidup kita untuk mengerti kehendak-Nya dan men jalankannya. Hidup yang menTuhankan Kristus adalah hidup Kristen yang menjadikan Kristus sebagai satu-satunya Raja dan Pemerintah yang menguasai hidup kita sehingga hati, pikiran, perkataan, sifat, dan tindakan kita sesuai dengan hati, pikiran, perkataan, sifat, dan karya-Nya. Aplikasikanlah konsep Kristus sebagai Tuhan ini di dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, pendidikan, pekerjaan, politik, hukum, ekonomi, masyarakat, sosial, keamanan, medis/kesehatan, dll, supaya nama Kristus sajalah yang ditinggikan dan dimuliakan sampai selama-lamanya. Rev. Jonathan Edwards, A.M. pernah mengajar, “Kebahagiaan ciptaan terdapat di dalam bersukacita di dalam Allah, yang dengannya Allah juga dibesarkan dan ditinggikan.” (seperti dikutip oleh Dr. John S. Piper di dalam bukunya Gairah Allah bagi Kemuliaan-Nya, terj. Franklin Noya [Surabaya: Penerbit Momentum, 2008], hlm. 38)


Biarlah Natal tahun ini bukan menjadi Natal tradisi, tetapi Natal inspirasional dan revivalis yang menginspirasi dan membangkitkan iman kita untuk berpusat hanya kepada Kristus saja. Amin. ... Solus Christus ...


Merry Christmas 2008

and

Happy New Year 2009

No comments: