08 September 2008

Matius 11:5-6: KRISTUS SEBAGAI PUSAT HIDUP-3

Ringkasan Khotbah: 28 Mei 2006
Kristus sebagai Pusat Hidup (3)
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 11:5-6


Pendahuluan
Sebelumnya kita telah memahami apa yang menjadi alasan Tuhan Yesus sehingga Dia tidak langsung memberikan jawab atas pertanyaan para murid Yohanes Pembaptis yang mempertanyakan tentang Kemesiasan Kristus. Sesungguhnya bukanlah hal yang sulit bagi Tuhan Yesus untuk memberikan jawaban langsung: Ya, Aku Mesias. Namun hal itu tidak dilakukan oleh Tuhan Yesus sebab Tuhan ingin supaya para murid Yohanes ini mengambil kesimpulan sendiri dari apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar, yaitu orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Tuhan Yesus ingin supaya mereka mampu merelasikan sesuatu yang menyangkut hakekat/esensi sejati. Tuhan Yesus ingin mereka beriman secara hakekat dan bukan karena jawaban praktis.

Ironisnya, dunia modern lebih suka hal-hal yang sifatnya praktis dan cepat. Postmodern telah berhasil menghantam dunia dengan konsep pragmatisnya. Orang tidak suka kalau ia diberikan suatu konsep untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Sebagai contoh, orang lebih suka soal ujian yang sifatnya multiple choice dibandingkan dengan soal yang sifatnya esai dimana orang harus menurunkan rumus dasar sedemikan rupa sampai akhirnya ia mendapat jawaban yang tepat. Perhatikan, mujizat yang Tuhan kerjakan ini bukanlah sekedar mujizat biasa seperti yang dilakukan oleh dunia. Tidak! Tuhan menata secara struktur dimana enam urutan kejadian tidak boleh dibolak balik supaya orang dapat melihat hal-hal yang esensi dibalik yang fenomena.
Sakit kusta yang dimaksud dalam Alkitab bukanlah sekedar penyakit fisik tetapi sakit kusta berkorelasi langsung dengan sakit rohani. Kusta dianggap sebagai kutukan akibat dosa yang dilakukan oleh seseorang. Itulah sebabnya orang sakit kusta yang disembuhkan tidak memakai istilah “sembuh“ tetapi “tahir.“ Selain secara fisik ia disembuhkan tapi ada hal lain yang lebih penting, yaitu secara spiritual ia dibersihkan. Perjanjian Lama (PL) berbicara tentang kusta sebanyak 48 kali namun seluruhnya bukan membicarakan sakit fisik. Para Rasul dalam Perjanjian Baru (PB) tidak pernah berbicara tentang kusta. Orang kusta yang ditahirkan hanya terdapat 9 kali dimana 5 kali diantaranya membicarakan kejadian yang sama, masing-masing di Injil Matius sebanyak 4 kali; injil Markus sebanyak 2 kali, dan injil Lukas sebanyak 3 kali dan ketiganya itu menyatakan Kristus Yesuslah yang mentahirkan kusta. Hanya injil Yohanes yang tidak pernah menyinggung sedikitpun hal-hal tentang kusta maupun tuli karena Injil Yohanes ini melihat Kristus secara theologis.

Sebelumnya kita telah merenungkan esensi dibalik mujizat orang buta melihat dan orang lumpuh berjalan maka hari ini kita melihat esensi dibalik mujizat: orang kusta menjadi tahir dan orang tuli mendengar, yaitu:
1. Tekanan Dosa
Setelah mata kita dicelikkan dan kaki yang lumpuh dapat berjalan kembali, kita telah direvitalisasi secara spiritual maka hal kedua yang harus diselesaikan adalah bagaimana menghancurkan problematika terbesar, yaitu keluar dari belenggu dosa. Esensi dari mujizat orang kusta menjadi tahir dan orang tuli mendengar ini adalah dosa yang membelenggu. Orang kusta menjadi tahir berarti penyelesaian terhadap dosa; orang tuli mendengar berarti terlepasnya manusia dari belenggu ikatan dosa. Kristus Yesus yang mentahirkan dan menyembuhkan merupakan lambang dari penebusan dosa – manusia dikeluarkan dari belenggu kematian kembali pada kehidupan kekal. Perhatikan, hanya Kristus yang dapat menebus dosa itulah sebabnya para Rasul tidak pernah menyinggung tentang kusta menjadi tahir. Kata “tuli“ berasal dari bahasa Yunani, kophos. Istilah “tuli“ terdapat dalam PB sebanyak 5 kali dan semuanya berbicara tentang Tuhan Yesus yang menyelesaikan dosa sedang dalam PL sebanyak 11 kali. Namun kalau kita cari dalam bahasa aslinya, maka istilah “kophos“ dalam PB ini, yakni Injil Matius, Markus dan Lukas muncul sebanyak 14 kali, yaitu 5 kali diterjemahkan sebagai tuli sedang yang 9 kali diterjemahkan sebagai bisu. Ketiga disini adalah tuli bisu, yakni tuli yang berakibat pada kebisuan. Sedang untuk orang yang bisu saja ada istilah tersendiri, yakni alalos (bahasa Yunani) dan dalam PB terdapat satu kali. Berarti secara keseluruhan dapat disimpulkan dalam ketiga Injil: istilah kophos yang berarti tuli muncul sebanyak 5 kali, kophos yang berarti bisu sebanyak 8 kali sedang 1 kali diterjemahkan sebagai orang yang bisu saja, yakni alalos.
Orang yang tuli bisu hidupnya pasti tertekan karena ia tidak dapat berkomunikasi dan mengkomunikasikan; ia tidak dapat menangkap pikiran orang lain dan ia sendiri tidak dapat mengungkapkan pikirannya. Inilah gambaran dari esensi dosa; orang tidak mendengar maupun memberikan informasi, orang hanya berkutat di dirinya sendiri. Kedua mujizat ini merupakan mujizat Kristus yang dikerjakan secara eksklusif dalam PB sebab mujizat ini direlasikan secara langsung dengan dosa. Tindakan Kristus sebagai tindakan Kristologis, yakni Mesias yang menebus dosa manusia.

Sama halnya seperti kondisi orang yang berdosa ketika orang menyadarkan akan dosa dan kebenaran sejati, ia seperti orang tuli yang tidak nyambung antara apa yang disampaikan dengan apa yang ia terima. Sebagai contoh, orang menyadari kalau sesungguhnya konsep harus melandasi pratika sehingga orang harus mengerti konsep terlebih dahulu baru ia dapat menyelesaikan setiap permasalahan ketika tekanan itu datang namun toh orang masih tetap bersikeras ingin hal yang praktika. Dalam hal ini terjadi ketidak sinambungan, logikanya tidak berjalan, ia berkutat dengan dirinya sendiri. Itulah sebabnya Tuhan Yesus banyak mengajar dengan perumpamaan. Perumpamaan bukan dimaksudkan supaya orang mudah memahami ajaran Tuhan Yesus. Tidak! Tuhan Yesus menegaskan: kepada kamu diberikan anugerah untuk mengerti rahasia Kerajaan Sorga dan kepada mereka tidak karena mereka melihat tapi tidak melihat, mendengar tetapi tidak mendengar dan tidak mengerti (Mat. 13:10-13). Inilah ketulian yang hakiki akibat dosa. Orang tuli tidak mendapat pengertian kebenaran, orang tidak dapat mengelola kebenaran karena ia sengaja menutup dirinya akan kebenaran. Adalah suatu anugerah kalau kita dapat mendengar kebenaran dan kita diubahkan. Sama halnya orang tuli, orang kusta ini hidupnya pasti tertekan; ia hanya menunggu mati; ia melihat tubuhnya yang makin hancur tetapi ia tidak berkuasa melawannya. Inilah gambaran dosa. Sulit bagi manusia untuk lepas dari cengkeraman dosa, orang tahu kalau ia pasti mati.

Seluruh kebenaran Alkitab, apa yang tersirat dibalik yang tersurat ini diungkapkan dalam theologi Reformed. Salah satu warisan yang diwariskan dari studi yang mendalam dari para theolog Reformed ada empat hal, yaitu: 1) Creation, penciptaan; 2) Fall, kejatuhan manusia; 3) Redemption, penebusan; 4) Consummation, penyempurnaan. Beda halnya dengan dunia, dunia hanya memulai dan berakhir pada satu titik, yaitu: fall, kejatuhan. Orang berdosa melihat masalah, memikirkan masalah dan mencari penyelesaian masalah dari permasalahan itu berdasarkan masalah maka hasil akhirnya adalah masalah. Sebagai contoh, bawalah sebuah mobil ringsek ke suku primitif dan katakanlah pada mereka bahwa mobil ringsek itu adalah mobil. Dan suatu kali, kita bawa mobil yang dicipta sempurna di tengah-tengah mereka maka orang tetap bersikeras kalau itu bukan mobil. Orang yang mau menyelesaikan mobil ringsek supaya mobil ringsek itu selesai dari masalah ringseknya tapi tanpa orang tahu bentuk mobil yang asli. Bukan hal yang mudah menjelaskan pada mereka bahwa realita yang mereka lihat sekarang itu adalah realita setelah kejatuhan. Maka dapatlah dibayangkan kesulitan yang harus kita hadapi ketika kita menjelaskan tentang kebenaran sejati pada mereka yang tuli. Dosa telah membelenggu manusia, orang tidak dapat melihat kaitan antara realita dan esensi.

Suatu masalah haruslah dilihat dari creation barulah dapat diselesaikan dan satu hal lagi, orang harus berani menebus, redeem. Tidak ada penyelesaian yang dapat diselesaikan dengan murah dan mudah. Kristus harus datang ke dunia dan menebus dosa. Manusia harus kembali pada Kristus; tanpa Kristologi tidak ada penebusan, tanpa Kristologi tidak ada penyelesaian masalah, seluruh hidup manusia hanya berakhir di titik kejatuhan. Namun tidak berhenti sampai titik Redemptation. Redemptation harus diselesaikan dengan consummation, proses yang terus berjalan sampai pada kekekalan. Orang yang hidup dalam dosa, berkubang dalam masalah dan mencari masalah. Keluar dari masalah untuk masuk dalam masalah baru sebab orang tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah. Inilah kondisi manusia berdosa yang digambarkan seperti orang kusta dan tuli. Untuk keluar dari cengkeraman dosa maka orang harus kembali pada Kristus yang adalah Mesias.

2. Pencemaran Diri
Apalah gunanya orang tuli disembuhkan kalau yang didengar hal-hal yang berdosa dan ia mencemari orang lain dengan dosa. Adalah lebih baik kalau ia tidak sembuh dengan demikian ia hanya mencemari dirinya sendiri dengan dosa sehingga orang lain tidak menjadi hancur. Kusta merupakan gambaran yang cocok untuk orang yang berada dalam belenggu dosa dimana kerusakan tubuh itu berasal dari dalam, orang tidak dapat melawan proses kerusakan tersebut, orang hanya menunggu mati. Orang kusta harus berteriak, “Najis, najis“ ketika ia bertemu orang lain supaya orang tidak tercemar dosanya. Orang kusta ini akan merasa tidak nyaman ketika ia berada di lingkungan orang-orang yang sehat maka orang kusta ini membentuk suatu komunitas tersendiri. Komunitas ini merupakan komunitas berdosa, komunitas pencemaran. Hanya kuasa penebusan yang dapat menjadikan orang cemar menjadi tahir. Orang yang mengaku dirinya Kristen maka ia harus berjuang dan berusaha keras untuk melawan segala bentuk pencemaran. Biarlah kita mengevaluasi diri, hari ini kita hidup dalam dunia yang tercemar dosa lalu bagaimana dengan diri kita apakah kita turut larut didalamnya ataukah kita melawan keras segala bentuk pencemaran? Apakah kita sudah dilahirbarukan dalam Kristus?

Setiap orang Kristen bukanlah orang suci, kita adalah orang cemar karena itu perlu adanya pentahiran. Kristus melakukan mujizat untuk menyelesaikan problema manusia yang paling besar, yaitu dosa. Hukum tidak akan dapat menyelesaikan masalah etika. Hukum hanya dapat menyelesaikan efek dari etika. Etika hanya dapat diselesaikan dengan pertobatan kemudian orang dididik dengan kualitas kesucian seperti yang Kristus teladankan. Perhatikan, tempat dimana hukum dijalankan dengan keras justru disana banyak terjadi pelanggaran hukum. Adalah tugas setiap anak Tuhan yang telah ditahirkan untuk menjadi saksi bagi dunia yang cemar, menyadarkan orang berdosa kembali ke dalam Sang Kebenaran sejati. Sungguh sangatlah mengenaskan, hari ini gereja tidak lagi memikirkan kerohanian jemaat, tidak lagi memberitakan Injil, membawa orang kembali pada kebenaran. Segala cara dipikirkan demi untuk meraup keuntungan sendiri.

Gereja telah tuli, gereja berkubang dalam kecemaran. Gereja tidak lagi menjalankan peranannya di tengah dunia berdosa. Misi gereja telah bergeser; gereja hanya memikirkan hal-hal yang sifatnya fenomena. Gereja hanya memikirkan cara untuk mendapatkan berkat dan hidup berkelimpahan. Gereja tidak lagi berorientasi pada hal-hal yang rohani, memusatkan hidup pada Kristus. Tidak! Sebaliknya gereja justru memusatkan hidup pada dosa. Ini pencemaran dosa. Kalau kita tidak disembuhkan maka kita tetap berada dalam kondisi kophos dan kita tetapi berkubang dalam dosa. Bertobat, kita harus kembali memusatkan hidup kita pada Kristus Sang Mesias. Gereja harus mewartakan kebenaran, mendidik jemaat semakin bertumbuh dalam iman dan berakar kuat, taat menjalankan apa yang menjadi kehendak Bapa.

3. Hidup Terpisah dari Allah
Hidup seorang kusta dan seorang tuli pastilah sangat tertekan selain karena hidup tersendiri, mereka juga dipisahkan/aleniasi dari lingkungannya. Bayangkan kalau kita berada di suatu tempat dimana kita tidak memahami sama sekali bahasa mereka. Sungguh tersiksa, bukan? Kita merasa tersendiri dan asing. Memang benar, kita berada di tengah-tengah mereka tapi kita bukanlah bagian dari mereka. Orang yang tuli bisu sejak lahir adalah orang yang terpisah dari sosial lingkungannya. Demikian juga dengan orang kusta, dia menempati tempat tersendiri dan dia harus berteriak: najis, najis supaya orang tidak mendekatinya. Orang berdosa adalah orang yang dipisahkan dari kehidupan. Gambaran kusta dan tuli ini bukan sekedar gambaran fisik. Dosa berarti kita dipisahkan dari Allah dan akibatnya adalah kematian kekal. Hukuman yang paling menakutkan adalah ketika kita dilepaskan dari relasi hidup. Tuhan ingin ketika kita hidup maka itu bukan sekedar berelasi secara horisontal belaka tetapi ada relasi yang lebih penting yaitu relasi yang bersifat vertikal. Kalau relasi kita dengan Tuhan baik pastilah hubungan kita dengan sesama akan baik.
Celakalah, hidup kita kalau kita tidak dapat mendengar suara Tuhan yang memimpin setiap langkah hidup kita. Hari ini kalau Tuhan masih mau berbicara pada kita, Tuhan masih menegur kita maka jangan sia-siakan anugerah ini tetapi hendaklah kita bertobat dan memohon ampunan-Nya, dan kita hidup taat pada-Nya. Sayangnya, hal ini tidak dilakukan Yudas. Itulah saat kematian Yudas, ia terpisah dari Allah. Dosa adalah keterpisahan dari sumber hidup. Hendaklah kita memfokuskan hidup kita pada Kristus adalah Mesias; Dia adalah Sumber Hidup yang sejati. dengan demikian kita tidak sekedar direvitalisasi tetapi revitalisasi itu disertai dengan keluarnya kita dari ikatan dosa. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: