11 August 2008

Matius 10:34-38: CHRISTIANITY AND PERSECUTION: The Priority

Ringkasan Khotbah: 2 April 2006

Christianity & Persecution: The Priority
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 10:34-38



Pendahuluan
Tuhan membukakan telah membukakan suatu realita bahwa anak Tuhan sejati itu seperti domba di tengah serigala, hal ini berarti banyak tantangan dan kesulitan yang harus dihadapi maka di tengah-tengah tantangan itu wajarlah kalau kita menjadi takut. Namun Tuhan tidak ingin ketakutan yang Tuhan tanam itu diterapkan secara salah. Ketakutan itu haruslah diletakkan pada posisi yang tepat, yakni takut hanya pada Tuhan. Takut akan Tuhan itu menjadi dasar hidup kita, hidup akan terjaga dengan baik sebab seluruh pandangan terarah pada Tuhan. Hari ini muncul pendapat yang keliru, yakni dengan menjadi pengikut Kristus maka hidup akan damai sejahtera. Pendapat ini tidak salah namun perhatikan, damai sejahtera yang diberikan oleh Kristus adalah damai sejahtera yang tetap mempunyai rasa takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan dan damai sejahtera haruslah berjalan sinkron namun dunia tidak memahami akan hal ini. Dunia pikir dengan menghilangkan rasa takut maka ia akan merasa damai. Salah! Dalam rasa takut akan Tuhan itulah kita akan mendapatkan damai yang sejati. Hari ini kita akan merenungkan kaitan antara takut akan Tuhan, ordo atau urutan, otoritas, dan prioritas.

I. Order and Priority
Kristus datang tidak membawa damai tetapi Dia datang membawa pedang (Mat. 10:34); Kristus adalah kebenaran sejati maka konsep prioritas itu menjadi sangat penting dan absolut. Segala hal yang terikat dalam ruang dan waktu tidak dapat mencapai segala sesuatu pada waktu dan tempat yang sama di dalam otorisasi yang sama sebab kita tidak berada dalam wilayah kekekalan dimana segala sesuatu tidak mengalami perubahan. Tidak! Kita berada dalam wilayah kesementaraan maka pada detik itu dan di tempat yang sama kita hanya dapat melakukan satu hal saja dan kita harus menyingkirkan yang lain. Ini merupakan suatu keharusan mutlak yang tidak dapat diganggu gugat karena itu, kita harus menentukan prioritas saat kita mau melangkah dan mengambil suatu keputusan.

Pertanyaannya sekarang adalah apa yang menjadi standar dari prioritas kita? Pada detik yang sama, kenapa kita melakukan A dan menggeser B? Manusia dibatasi oleh ruang dan waktu maka untuk menentukan prioritas kita harus mengerti ordo atau urutan. Sebagian urutan mungkin dapat dibolak-balik namun urutan yang sifatnya struktural tidak boleh dibolak-balik. Sebagai contoh, jenjang sekolah harus dimulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMU kemudian universitas begitu juga dengan hidup manusia harus dimulai dari bayi, bertumbuh menjadi dewasa lalu mati dan tingkatan ini tidak boleh dibolak-balik. Orang berdosa sangat benci dengan ordo karena ordo menyadarkan manusia kalau manusia tidak lebih hanyalah orang-orang terbuang yang seharusnya berada di neraka. Dalam menata suatu urutan maka ada prioritas sehingga kita tahu mana yang diletakkan di urutan pertama, kedua, dan seterusnya. Ingat, Tuhan Yesus datang bukan membawa damai, melainkan pedang maka kalau kita salah menentukan prioritas, pedang itu akan turun atas kita. Orang seringkali tidak sadar apa yang menjadi ordo dan prioritas dalam hidupnya maka tidaklah heran kalau setiap hal yang menjadi keputusannya tidaklah bernilai kekekalan.

Segala hal yang kita kerjakan tak terkecuali hal yang paling kita anggap sepele sekalipun itu tidaklah lepas dari ordo dan prioritas. Sebagai contoh, dalam hal menyapu ruangan itupun harus memperhatikan urutan. Bayangkan, berapa banyak waktu dan tenaga yang terbuang percuma jika menyapu dikerjakan secara sembarangan namun hati-hati, setan dengan segala cara setan berusaha merusak seluruh tatanan, yakni supaya manusia tidak memikirkan prioritas pertama sebab ketika manusia memikirkan prioritas pertama berarti manusia harus kembali pada Tuhan. Tidak ada seorang pun yang dapat men-sahkan apakah sesuatu itu benar atau salah, baik atau jahat, bernilai atau tidak bernilai maka seluruh struktur atau tatanan di dunia ini harus direferensikan kepada Tuhan; semua verifikasi, penentuan dan penilaian tertinggi haruslah dari Tuhan, the true absolute verification sehingga semua keburukan itu akan terbuka di depan mata. Ironisnya, dunia tidak suka akan kebenaran justru sebaliknya hal-hal yang tidak benar dan hina itulah yang dijadikan sebagai standar penilaian. Dunia modern mengukur iman bukan berdasarkan kualitas tapi kuantitas iman. Orang tidak sadar kalau hal ini menjadi suatu kefatalan dari demokrasi kuantitatif. Jumlah banyak tidak dapat dijadikan sebagai standar untuk menentukan kualitas. Perhatikan, demokrasi yang kuantitatif dimana didalamnya mengerahkan massa dalam jumlah banyak maka orang banyak yang mudah dipengaruhi adalah orang yang tidak berkualitas sebaliknya orang yang berkualitas jumlahnya selalu minoritas. Orang lebih suka berada dalam mayoritas karena disana ia merasa damai, orang tidak peduli meski demi kedamaian palsu itu ia berada dalam posisi rendah dan hina bahkan untuk damai palsu itu orang mulai berkompromi dengan dosa. Hendaklah kita mengevaluasi diri sudahkah kita menata ordo dimana ordo itu menjadi penentu dari prioritas hidup kita?

II. Fear, Obedience and Priority
Setelah kita menentukan apa yang terutama dalam hidup kita maka pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang paling kita takuti? Ketakutan merupakan tempat otorisasi ketaatan itu dijalankan; orang yang takut pada Tuhan akan taat sepenuhnya pada Tuhan maka segala sesuatu yang dipikirkan, dikerjakan demi untuk menyenangkan Tuhan semata. Ketakutan membangun ketaatan, pada siapa kita takut maka pada dialah kita akan taat dan apa yang kita takuti akan menjadi prioritas hidup kita. Tuhanlah yang seharusnya menjadi sumber ketakutan dan kepada Dialah kita harus takut dan taat maka Dialah yang harus menjadi prioritas utama hidup kita. Kalau kita mau jujur mengevaluasi diri kita, sesungguhnya kita menyembah pada siapa, siapakah titik tertinggi di dalam iman kita? Hal ini dapat kita lihat dari apa yang menjadi prioritas kita. Ingat, Tuhan datang membawa pedang, Dia menuntut pertanggung jawaban.

Dunia modern telah mengajarkan konsep salah, yakni hidup adalah mengejar damai sejahtera. Perhatikan, damai sejahtera bukan tujuan hidup tapi damai sejahtera yang Tuhan berikan berbeda dengan damai sejahtera yang diberikan oleh dunia. Tuhan Yesus sangat mengasihi umat manusia namun cara Dia mengasihi bukanlah seperti yang dunia ajarkan. Seorang bapa yang baik yang mengasihi anaknya ia akan mendidik anaknya sedemikian rupa demi supaya si anak kembali pada kebenaran bahkan tak sega-segan ia akan menggunakan rotan. Ketakutan tidak diarahkan pada posisi yang sejati akan merusak konsep disiplin dalam diri manusia. Maka dapatlah disimpulkan bahwa ketakutan, ketaatan dan prioritas ini saling berkait erat dimana ketiganya tidak dapat dipisahkan.

Kristus datang ke dunia bukan untuk membawa damai. Hari ini banyak orang yang mengajarkan bahwa Yesus datang ke dunia untuk membawa damai bagi manusia. Tidak! Hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri sebanyak dua kali dalam satu kalimat. Tuhan datang ke dunia membawa suatu kebenaran sejati dan Ia mau supaya anak-anak-Nya mengerti siapa otoritas tertinggi dan hanya kepada Dia sajalah orang seharusnya takut. Hari ini, banyak orang yang terjebak dalam konsep duniawi, orang tidak takut pada otoritas sejati, yaitu Kristus Tuhan tapi orang lebih takut pada otoritas yang ada di dunia atau lebih tepatnya orang lebih takut pada iblis daripada takut kepada Tuhan. Ingat, takutlah kepada Dia yang dapat membinasakan tubuh dan roh di neraka. Di satu sisi, iblis memang dapat menganggu dan menyakiti anak-anak Tuhan yang sejati namun perhatikan, iblis tidak akan dapat berbuat sesuatu hal yang berada di luar rencana Tuhan.

Damai yang dirasakan oleh dunia itu sesungguhnya adalah kedamaian yang palsu, yaitu damai karena dosanya tidak dikutak-atik oleh orang lain, damai karena keinginan kita dipenuhi, yakni keinginan tidak ada pertentangan, damai adalah ketika kesulitan datang, kita tidak mengalami kesulitan, damai ketika tidak ada tantangan, damai ketika tidak ada permusuhan. Kedamaian yang ada di tengah dunia ini adalah kedamaian palsu, kedamaian yang sifatnya hanya menyelesaikan nafsu dosa belaka. Ketika orang takut pada otoritas yang salah dan orang taat padanya dengan harapan supaya tidak menimbulkan permusuhan sehingga menimbulkan kedamaian. Di dalam dunia mungkin kita merasa aman dan nyaman tetapi di mata Tuhan kita tidak lebih hanyalah orang-orang terbuang yang di taruh ke dalam neraka. Sebaliknya damai sejati yang Tuhan berikan adalah ketika kita berada di tengah badai gelombang dan tantangan dunia namun disana kita merasakan damai; damai itu kita rasakan pada saat kita menanggalkan dosa, damai itu kita rasakan ketika pada saat kita berkorban demi kemuliaan untuk nama Tuhan. Inilah damai sejati yang Tuhan berikan.

III. One Line Order
Ordo tertinggi dan prioritas utama hidup kita adalah Allah; hanya kepada Dialah kita harus takut dan taat. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kalau kita harus taat pada Allah apakah itu berarti kita harus melawan orang-orang yang ada di sekeliling kita? Tidak! Pengertian taat kepada Allah disini adalah Allah haruslah berada pada posisi pertama. Ordo harus tertata secara garis lurus dengan Allah di posisi pertama. Ini merupakan prinsip kebenaran sejati, yakni otorisasi tunggal dan otorisasi lain haruslah ditata berdasarkan urutan satu garis. Urutan kebenaran harus berada satu garis linier bukan multiple line. One line order ditunjukkan dan dijalankan di dalam satu kesaksian oleh Allah Tritunggal. Konsep Allah Tritunggal adalah Allah yang tiga dan satu; tiga dapat membentuk garis dan satu – menyebabkan garis itu menjadi satu garis. Alkitab menyatakan Allah Bapa adalah sumber otoritas tertinggi, Dia adalah sumber kebenaran yang menyatakan semua apa yang menjadi arahan, Allah Anak taat pada Allah Bapa, tidak ada apapun yang dikerjakan di diri-Nya sendiri kecuali yang Allah Bapa perintahkan maka tidak ada garis yang menyimpang, Allah Roh Kudus taat pada Allah Bapa dan Allah Anak dan Dia tidak akan melakukan apapun yang dari diri-Nya kecuali apa yang Allah Anak perintahkan. Konsep monoteisme, Allah yang satu maka tidak akan dapat membentuk garis sebab untuk membangun sebuah garis minimum dibutuhkan dua titik. Konsep politeisme, menyembah banyak dewa dimana dalam konsep politeime itu antara dewa A dan dewa B saling bertentangan dan setiap orang bebas memilih dewa mana yang menjadi junjungannya sehingga one line order tidak mungkin terbentuk justru terbentuk multiple lines order.

Kristus adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah; Allah Anak dan Allah Roh Kudus masing-masing mempunyai kehendak dan hak namun demi untuk menjalankan one line order, Allah Anak taat pada Allah Bapa dan Allah Roh Kudus taat pada Allah Anak. Lalu bagaimana dengan manusia? Manusia adalah urutan lanjutan daripada one line order yang dinyatakan oleh Allah Tritunggal. Sebagai Anak Allah, kita harus taat pada Allah dan dipimpin oleh Roh Kudus sehingga perjalanan kita taat berada dalam satu garis yang setara selanjutnya anak kita harus taat pada kita sejauh kita taat pada Roh Kudus – Roh Kudus taat pada Anak – Anak taat pada Bapa. Dalam hal ini tidak boleh ada satu garis pun yang menyimpang, semua harus tetap berada dalam urutan dan membentuk satu garis lurus, yakni: Bapa – Anak – Roh Kudus – saya – anak. Ketika saya melawan Allah berarti keluar dari garis ordo maka si anak tidak boleh mengikut pada jalan ayahnya yang telah menyimpang. Si anak harus tetap mempertahankan satu garis lurus itu maka ia harus tetap taat pada Allah Tritunggal. Demi untuk mempertahankan one line order yang adalah garis kebenaran maka ia harus melawan ayahnya. Orang tua yang tidak lagi berada dalam garis ordo kebenaran berhak untuk kita lawan sebab seorang anak haruslah taat pada Tuhan. Karena itu, Tuhan menyatakan Aku datang membawa pedang, Aku memisahkan anak dari ayahnya.

Konsep konfusianisme mengajarkan setiap orang yang lebih tua dari kita mutlak benar dan harus ditaati maka ini merusak tatanan ordo sebab di dalamnya banyak kesalahan yang dianulir. Di dunia kita harus taat pada mereka yang menjadi atasan kita karena ordonya di atas kita namun perhatikan, kita hanya taat padanya sejauh ia taat pada kebenaran Firman, kalau ia mulai menyeleweng dari Tuhan maka janganlah ditaati. Anak Tuhan yang sangat takut pada orang tuanya bahkan karena takutnya ia berani berbuat dosa dan melawan Tuhan maka Tuhan tidak segan menghukum dia. Tuhan merupakan otoritas tertinggi maka hanya kepada-Nya kita harus taat. Sebagai orang tua, pastilah kita tidak akan suka apabila anak kita lebih taat pada pembantu daripada taat pada kita yang adalah orang tuanya, bukan? Konsep ordo yang diajarkan oleh Alkitab ini tidaklah mudah dipahami oleh dunia kecuali kita kembali pada kebenaran Tuhan yang sejati barulah kita dapat memahami kebenaran sejati. Barangsiapa tidak memikul salib-Nya dan mengikut Aku, ia tidak layak; barangsiapa mengasihi ayahnya atau ibunya lebih dari Tuhan maka ia tidak layak bagi-Ku. Hari ini orang mungkin merasa diri rohani, kita telah melayani Tuhan, kita merasa diri layak di hadapan Tuhan maka apa jadinya kalau kalimat “engkau tidak layak bagi-Ku“ dikenakan atas kita? Bukankah itu semua kalimat final yang membuat kita tahu efek dari kalimat tersebut. Biarlah kita mau membongkar seluruh pemikiran konsep duniawi kita dan kembali pada Kristus yang menjadi prioritas utama hidup kita dengan demikian seluruh tatanan hidup dapat tertata dengan indah dan terbentuk satu garis yang terintegrasi. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: