02 April 2008

Roma 7:1-6: HUKUM TAURAT DALAM PERSPEKTIF KRISTEN-1: Penebusan Kristus & Mati bagi Hukum Taurat

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-9


Hukum Taurat Dalam Perspektif Kristen-1 :
Penebusan Kristus dan Mati bagi Hukum Taurat


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 7:1-6.

Setelah mempelajari tentang akibat dari status dan kondisi yang diubahkan tersebut di empat ayat terakhir di pasal 6 ini, maka Paulus melanjutkan pembahasannya tentang arti lebih dalam bahwa kita telah mati bagi Taurat di pasal 7 ayat 1-6.

Pada pasal 7 ayat 1, Paulus mengajarkan “Apakah kamu tidak tahu, saudara-saudara, --sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui hukum--bahwa hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup?” Atau dalam terjemahan lain bahwa tidak tahukah kamu, saudara-saudaraku seiman, sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui hukum, bahwa hukum menjadi tuan atas seseorang selama jangka waktu (Yunani: chronos) di mana ia hidup. Dalam bagian ini, Paulus mengungkapkan bahwa hukum itu menguasai hidup manusia. Dengan kata lain, itulah kuasa dari hukum.

Pada pasal 7 ayat 2-3, Paulus memberikan ilustrasi singkat mengenai hukum dan kuasa hukum pada diri manusia. Mari kita mempelajari masing-masing ilustrasi singkat tersebut.

Di ayat 2, Paulus mulai menjelaskan kuasa dari hukum tersebut dengan ilustrasi, “Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu.” King James Version menerjemahkannya, “For the woman which hath an husband is bound by the law to her husband so long as he liveth; but if the husband be dead, she is loosed from the law of her husband.” (=“Karena wanita/istri yang memiliki suami ditundukkan oleh hukum bagi suaminya selama dia/suaminya itu hidup ; tetapi jika suaminya meninggal, istri/wanita ini dibebaskan dari hukum kepada suaminya.”) Kata “woman” dalam KJV diterjemahkan a married woman (=wanita yang menikah) baik di dalam International Standard Version (ISV) maupun English Standard Version (ESV). Dari pernyataan ini, kita dapat menangkap pengajaran Paulus bahwa suami sangat berperan di dalam keluarga, sehingga istri terikat oleh hukum kepada suaminya. Atau dengan kata lain, suami memiliki kuasa atas istri sebagai kepala keluarga. Tetapi ketika suaminya itu meninggal, maka secara otomatis si suami tak bisa memiliki kuasa apapun terhadap si istri (karena suami telah meninggal), sehingga si istri dibebaskan dari hukum yang mengikat tersebut. Dengan kata lain, kemeninggalan si suami melepaskan ikatan kuasa hukum si istri. Bagi si istri, kemeninggalan sang suami adalah suatu sukacita tersendiri karena si istri bisa lepas dari cengkeraman si suami (pandangan dunia : mungkin sekali si istri bosan dengan si suami yang kasar, dll). Tetapi kemungkinan ini tidak diajarkan oleh Alkitab, karena Alkitab mengajarkan bahwa suami tetap harus mencintai istrinya, sebagaimana istri tunduk kepada suaminya.

Ilustrasi kedua, di ayat 3, Paulus mengungkapkan, “Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.” Ini seharusnya merupakan kelanjutan dari ayat 2, tetapi saya sengaja memisahkannya supaya kita bisa belajar sendiri dari ilustrasi ini. Kembali, di ayat ini, Paulus membalik posisi dari ayat 2, yaitu ketika si suami masih hidup, tetapi si istri tidak boleh tunduk kepada hukum bagi suaminya, melainkan main gila dengan pria lain (atau menjadi istri pria lain), maka Paulus mengatakan bahwa itu berzinah. Mengapa berzinah ? Karena si istri dianggap tidak setia dengan suaminya dan tidak mau taat kepada hukum suaminya. Di sini, kesetiaan mengambil peran penting di dalam aspek hukum Allah.

Kedua ilustrasi di atas langsung diimplikasikan oleh Paulus mulai ayat 4 s/d 7. Di ayat 4, Paulus mengajarkan, “Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus, supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah.” Seperti istri yang terbebas dari suami yang meninggal, demikian juga jemaat Roma dan kita sebagai orang Kristen sudah mati bagi hukum (Taurat) oleh tubuh Kristus. Dengan kata lain, status kita sudah berubah, yaitu : pertama, mati bagi hukum (Taurat). Kedua, bukan hanya kita mati bagi hukum (Taurat), kita juga menjadi milik (atau dinikahkan dengan) orang lain. Pernyataan “kamu menjadi milik orang lain,...” di dalam ayat ini diterjemahkan oleh KJV, “should be married to another,” (=dinikahkan dengan orang lain,) Dengan kata lain, kita bukan hanya dibebaskan dari Taurat oleh penebusan Kristus, kita yang sudah dibebaskan ini menjadi hamba dan dinikahkan dengan Kristus (atau kita menjadi mempelai wanita Kristus dan Kristus sebagai mempelai prianya). Sehingga sangat tepat ketika Paulus di ayat 2 dan 3 memberikan ilustrasi mengenai suami dan istri, karena itu menggambarkan antara kita sebagai umat pilihan-Nya dan mempelai wanita Kristus dinikahkan seecara spiritual (rohani) dengan Kristus sendiri sebagai Tuhan, Raja dan mempelai pria. Yohanes Pembaptis berseru, “Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh.” (Yohanes 3:29) Dengan kata lain, mempelai laki-laki (=Kristus) berkuasa atas mempelai wanita, sehingga ketika sahabat dari mempelai pria ini pun ikut bersukacita ketika mendengar suara dari mempelai pria tersebut. Dan disambung dengan pernyataan Yohanes bahwa itu adalah sukacitanya yaitu bisa melayani dan menjadi mempelai wanita dari Kristus (dalam konteks ini, Yohanes tahu bahwa Tuhan Yesus juga membaptis—baca Yohanes 3:1-22). Lalu, apa tujuan kita dinikahkan secara rohani dengan Kristus (atau menjadi milik Kristus) ? Tujuannya agar kita berbuah (atau tumbuh subur) bagi Allah. Paulus memakai kata “berbuah” bagi Allah menunjukkan bahwa kita sebagai umat-Nya harus terus-menerus (di dalam proses) menghasilkan buah yang memuliakan Allah. Kata “berbuah” identik dengan proses. Sebuah pohon kalau mau berbuah harus mau menunggu waktu yang matang, sehingga buahnya pun juga matang dan dapat dipetik oleh manusia. Begitu juga, pemetik buah itu adalah Allah dan Ia akan memetik buah (=kita) kalau buah itu sudah matang. Berbuah bukan hanya sekedar berbicara mengenai kuantitas (jumlah), tetapi juga kualitas. Berbuah banyak tetapi isi buahnya tak berkualitas juga suatu kesia-siaan. Sudahkah kita sebagai orang Kristen berbuah baik dalam memberitakan Injil maupun mengajar orang lain yang diinjili supaya mereka juga dapat berbuah lebat ? Itulah wujud kita berbuah bagi Allah.

Ayat 4 ini dijelaskan Paulus secara lebih mendalam di ayat 5 dan 6. Di ayat 5, Paulus menjelaskan, “Sebab waktu kita masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa, yang dirangsang oleh hukum Taurat, bekerja dalam anggota-anggota tubuh kita, agar kita berbuah bagi maut.” Ini adalah kondisi awal kita yaitu dalam status berdosa. Hal ini digambarkan Paulus dalam beberapa hal, yaitu :
Pertama, hidup di dalam daging. Orang yang dikuasai dosa pasti hidup di dalam kedagingan. Artinya, orang itu lebih memikirkan hal-hal kedagingan ketimbang hal-hal rohani/spiritual, lebih memuliakan diri dan kepuasan diri ketimbang memuliakan Allah, dll. Hidup di dalam kedagingan diuraikan oleh Paulus di dalam Surat Galatia 5:19-21, “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” Kelimabelas hal kedagingan ini dikontraskan dan dibedakan total dari hidup menurut Roh di dalam Galatia 5:22-23, “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”
Kedua, hawa nafsu kedagingan ditimbulkan oleh hukum (Taurat). Orang bisa hidup di dalam daging karena ia dikuasai oleh hawa nafsu yang menyesatkan dan uniknya, Paulus langsung “menuduh” bahwa hukum (Taurat) atau terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkannya “hukum agama” adalah hal yang menimbulkan timbulnya hawa nafsu kedagingan. Apakah ia menyalahkan dan membuang Taurat ? TIDAK ! (lihat ayat selanjutnya, mulai ayat 7 s/d 25) Maksud Paulus di dalam bagian ini adalah orang yang dikuasai oleh hawa nafsu dosa adalah orang yang tidak pernah taat kepada Taurat dan esensinya yaitu kasih, tetapi hanya taat pada tradisi Taurat. Di dalam postmodern, kita sering mendengar ajaran bahwa dengan melakukan hukum agama, manusia bisa selamat dan masuk “surga”. Di dalam bagian ini, Paulus memutarbalikkan semua presuposisi manusia postmodern dengan mengatakan bahwa justru melalui hukum agama, manusia semakin berdosa. Mengapa ? Karena manusia menciptakan hukum agama dan tidak mau kembali kepada Sumber Hukum sejati. Dengan kata lain, manusia menciptakan syariat sendiri untuk melawan Sumber Hukum, Tuhan Allah sendiri. Tradisi Yudaisme yang mengklaim berasal dari Taurat mewajibkan orang tidak boleh bekerja berat (bahkan berjalan jauh pun tidak boleh) di hari Sabat, dll. Semua tradisi ini membuat jemaat Yahudi bukan semakin bersukacita, tetapi semakin tertekan, karena aturan itu membelenggu dan “memaksa”. Padahal, maksud Tuhan mewahyukan Taurat agar umat-Nya boleh bersukacita dan menikmati-Nya. Sehingga dari sini, kita belajar aturan tradisi Yudaisme yang ekstrim mengakibatkan munculnya hawa nafsu kedagingan, misalnya “penghakiman dan penghukuman” dari pihak orang-orang Farisi/pemuka agama Yahudi bagi mereka yang melanggar, pelanggaran sendiri dari pihak orang-orang Farisi/ahli-ahli Taurat, dll. Tuhan Yesus pernah mengkritik kemunafikan orang-orang Farisi yang sok perhatian terhadap Taurat tetapi intinya mereka pun juga melanggar Taurat, “Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.” (Matius 15:3-6)
Ketiga, hasilnya adalah maut. Setelah Taurat yang diputarbalikkan oleh manusia membuat manusia semakin berdosa, maka hasil akhirnya adalah kematian/maut. Memang unik, ketika manusia postmodern menggembar-gemborkan tentang pentingnya beramal supaya masuk “surga”, di sisi lain, Paulus mengkritik dan mengajarkan bahwa justru amal membuat manusia masuk neraka ! Mengapa ? Karena amal tersebut tidak dilakukan di dalam iman kepada Allah Trinitas, tetapi demi pemuasan diri (dipuji orang), dll. Lalu, bagaimana penyelesaiannya ?

Di ayat 6, Paulus mengemukakan status kita yang diubahkan, “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.” Status kita dulu yang berdosa, sekarang diubahkan. Melalui penebusan Kristus, Ia telah mengalahkan kutuk Hukum Taurat “dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"” (Galatia 3:13) Kematian Kristus ini diefektifkan oleh Roh Kudus sehingga kita pun juga dimampukan untuk mati bagi Taurat yang menguasai kita. Bukan hanya itu saja, menurut ayat 4, di ayat ini, Paulus kembali menegaskan bahwa sekarang setelah kita dibebaskan dan mati bagi Taurat, maka kita dituntut untuk melayani-Nya dalam keadaan baru menurut Roh. Kata “baru” di dalam bagian ini dalam bahasa Yunaninya kainotēs berarti secara figuratif/kiasan : renewal (=pembaharuan). Artinya, kita dilahirbarukan oleh Roh Kudus untuk melayani-Nya dan bukan menurut huruf hukum Taurat. Pernyataan “dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.” di dalam terjemahan KJV, “not in the oldness of the letter.” (=bukan di dalam kekunoan/kelamaan huruf.) Dengan kata lain, setelah kita ditebus oleh Kristus, kita tidak lagi hidup di bawah aturan di luar Kristus yang mengikat (aturan/keadaan lama), tetapi kita hidup taat kepada Kristus yang memerintah di dalam hidup kita (aturan/keadaan baru). Keadaan baru ini timbul dari kasih. Sehingga orang Kristen sejati bukan anti aturan, tetapi taat kepada aturan yang berprinsipkan Firman Allah (Alkitab) dan bersumber pada Allah Trinitas. Sudahkah kita mengalami pembaharuan oleh Roh Kudus ? Tandanya ? Tanda kita dipenuhi dan telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus adalah kita semakin taat pada Firman, menTuhankan Kristus, rajin belajar Alkitab, bersekutu, melayani Tuhan dengan bertanggungjawab dan rendah hati. Selain itu, ada 9 buah Roh yang Paulus ungkapkan di dalam Galatia 5:22-23. Jika kita sudah menjalankan hal-hal tersebut, itu tandanya kita sudah dan mau terus-menerus dilahirbarukan oleh Roh Kudus.

Sudahkah kita menyerahkan hidup kita bagi kemuliaan-Nya? Ingatlah, penebusan Kristus tidak pernah sia-sia, tetapi ia pasti mengerjakan sesuatu yang dahsyat yang membuat kita semakin lama semakin mematikan Taurat dan dosa serta kembali kepada-Nya dan hidup menjalankan Firman-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.


No comments: