29 April 2008

Matius 9:27-31: THE CONTENT OF FAITH

Ringkasan Khotbah : 7 Agustus 2005
The Content of Faith

oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.


Nats: Matius 9:27-31



Minggu lalu kita sudah memahami kalimat Tuhan Yesus: “Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?“ ini mengandung esensi iman sejati sekaligus mendobrak konsep iman yang muncul di sepanjang sejarah jaman sebab pada dasarnya, manusia tidak suka melihat ada orang lain yang lebih mampu dan lebih berkuasa dari dirinya dan kini orang dituntut untuk percaya penuh pada Kristus sebagai Tuhan, hal ini tidaklah mudah sebab orang biasa dilatih bahwa “aku bisa“ bukan “Aku (Tuhan) yang bisa.“ Sungguh merupakan suatu kebodohan kalau manusia merasa diri hebat dan tidak membutuhkan Tuhan, kita adalah manusia berdosa yang terbatas yang tidak mampu melakukan semua hal karena itu manusia harus beriman penuh pada Tuhan. Perhatikan, kedua orang buta ini menyebut Yesus dengan Anak Daud (Mat. 9:27) ini berarti mereka percaya kalau Yesus Kristus adalah Mesias, keturunan Daud yang nantinya membebaskan bangsa Israel dari penjajah dan menegakkan Kerajaan Israel. Pada hari itu, menyebut Yesus sebagai Mesias dan Tuhan sangatlah beresiko, yaitu nyawa menjadi taruhannya namun mereka berani mengambil resiko itu.

Tuhan Yesus ingin mengajak mereka masuk ke dalam kepercayaan yang penuh pada Dia maka Tuhan Yesus tidak berkata seperti sebelumnya tetapi dengan tegas Tuhan Yesus berpesan kepada mereka untuk tidak mengatakan tentang mujizat ini kepada orang lain. Kalau tadinya kedua orang buta ini beriman penuh pada Tuhan Yesus namun beberapa saat setelah mereka disembuhkan begitu keluar, mereka langsung melanggar perintah Tuhan. Dari kisah ini, Matius ingin kita memahami bahwa iman tidak berhenti pada suatu komitmen pertama, yaitu percaya Kristus saja, tidak, tetapi setelah kita beriman pada Kristus bagaimana kita mengimplikasikan iman itu. Pertanyaannya sekarang adalah kenapa Tuhan Yesus berpesan kepada kedua orang buta itu supaya mereka tidak menceritakannya kepada orang lain? Pesan ini bukanlah sekedar pesan biasa maka bukan tanpa alasan kalau Tuhan Yesus berbuat demikian dan merupakan hak Tuhan kalau Dia merasa tidak perlu menjelaskannya, satu hal yang perlu kita lakukan hanyalah taat. Celakanya, kedua orang buta ini tidak pernah menanyakan apa yang menjadi alasan Tuhan Yesus kenapa mereka tidak boleh menceritakan hal tersebut pada orang lain maka setelah dicelikkan, begitu keluar dari rumah mereka langsung melanggar perintah Tuhan.

Kedua orang buta ini pastilah punya alasan kenapa mereka berbuat demikian. Bukankah hari ini pun seringkali kita juga bersikap sama seperti kedua orang buta tersebut, kita langsung membeberkan berbagai macam alasan demi untuk membenarkan diri sendiri. Tuhan Yesus mempunyai pemikiran dan perintah dan orang percaya juga mempunyai pemikiran dan tindakan, celakanya keduanya terjadi konflik. Kedua orang buta ini merasa kalau perbuatannya menceritakan kejadian itu adalah benar, dia merasa tidak melanggar, dia merasa lebih bijak, dia merasa lebih pandai, dia merasa telah menolong Tuhan Yesus. Disinilah terjadi kerusakan iman yang paling fatal karena iman hanya sampai pada titik awal, yaitu percaya. Iman bukanlah berhenti pada titik awal tetapi percaya adalah tidak menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:1-2). Paulus sangat memahami bahwa iman menuntut adanya content atau isi.

Ada beberapa alasan yang menjadi pemikiran mereka kenapa kedua orang buta ini melanggar perintah Tuhan:
1. Mujizat sebagai Alat untuk Popularitas Kedua orang buta ini berpikir Tuhan Yesus berpesan demikian hanyalah sekedar basa basi, seperti yang biasa diucapkan oleh orang dengan tujuan supaya kelihatan rendah hati. Bukankah hal ini juga sering orang lakukan pada jaman ini, orang sangat suka bila kebaikannya diketahui orang lain dan akhirnya ia mendapatkan pujian. Inilah sifat manusia berdosa. Mereka berpikir kalau hal kesembuhan ini diberitakan maka nama Tuhan Yesus akan menjadi termasyhur apalagi mencelikkan mata yang buta hanya dapat dilakukan oleh Tuhan Yesus dan ini sudah menjadi “trade mark“ daripada Tuhan Yesus lagipula yang diceritakan bukan tentang hal-hal yang buruk. Kesalahan fatal kedua orang buta ini adalah memakai standar orang berdosa, mereka menyamakan Tuhan Yesus dengan manusia berdosa. Tuhan Yesus berbeda, Dia bukanlah manusia berdosa tetapi orang menganggap Yesus sama seperti dunia, yakni apa yang dikatakan tidak sama dengan keinginan hatinya atau dengan kata lain munafik. Tidak! Tuhan Yesus tidaklah demikian sebaliknya dunialah yang penuh dengan kemunafikan. Celakanya, hari ini orang Kristen pun bisa mempunyai pemikiran yang sama seperti dunia pada umumnya. Sebagai anak Tuhan, biarlah kita diubahkan, jangan memakai pemikiran orang berdosa lalu menyamakannya dengan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mengerjakan sesuatu berdasarkan kehendak kedaulatan-Nya, Tuhan Yesus tidak dikendalikan oleh orang lain maka itu merupakan salah satu alasan kenapa Tuhan Yesus melarang kedua orang buta itu untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada orang lain. Misi kedatangan Tuhan Yesus ke dunia bukan untuk menjadi terkenal seandainya benar misi-Nya supaya menjadi terkenal maka Ia akan memilih tidak dilahirkan di kandang domba yang hina, bukan? Kekristenan harus mengatakan tentang kebenaran saja; jika benar katakan benar dan jika salah katakan salah. Kejujuran dan ketulusan ini seharusnya menjadi citra Kekristenan, kita tidak sama dengan dunia; anak Tuhan sejati mempunyai kualitas hidup lebih tinggi dari dunia, yaitu hidup berdasarkan kehendak Kristus.


2. Mujizat untuk Sarana Penginjilan Kedua orang buta ini mempunyai pemikiran kalau mereka bersaksi, menceritakan apa yang diperbuat Tuhan Yesus atas dirinya pada orang lain berarti mereka turut membantu mencarikan pengikut buat Yesus dengan demikian pengikut Yesus semakin bertambah banyak. Bukankah Tuhan ingin kita bersaksi? Bukankah ini juga menjadi salah satu sarana penginjilan? Perhatikan, semua pemikiran itu adalah menurut logika manusia. Dari dulu hingga sekarang manusia tidak berubah, yakni menggunakan mujizat untuk penginjilan. Tuhan Yesus tidak ingin mujizat dijadikan sebagai sarana penginjilan. Apa yang dimengerti oleh Tuhan Yesus tidak dimengerti oleh mereka yang percaya pada Kristus. Banyak orang berpikir kalau sakit disembuhkan maka orang menjadi percaya dan mengikut Tuhan Yesus. Cara Kristus berbeda dengan cara dunia, cara dunia justru akan membuat rusak iman Kristen.

Pada Injil Yohanes pasalnya yang ke – 6 dicatat Tuhan Yesus membuat mujizat dengan 5 roti dan 2 ikan, Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang laki-laki belum termasuk wanita dan anak-anak maka diperkirakan jumlahnya lebih dari lima ribu orang. Setelah Tuhan Yesus melakukan mujizat tersebut, Yesus berangkat ke seberang dan orang berbondong-bondong mengikut Dia, mereka sangat bersemangat mengikut Yesus, mereka bahkan berhasil mendahului Yesus sampai ke seberang. Puji Tuhan, Tuhan Yesus tidaklah sama seperti manusia berdosa yang sangat senang dengan pujian, Tuhan Yesus tahu apa yang menjadi motivasi mereka mengikut, yaitu sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti dan kamu kenyang (Yoh. 6:26). Maka sepanjang hari itu, Tuhan Yesus mengajar dengan sangat keras tentang roti hidup dan lihat, reaksi orang banyak itu, satu per satu mereka pergi meninggalkan Yesus. Apakah Tuhan Yesus menyesal karena berkhotbah dengan keras ataukah bersedih karena ditinggalkan oleh para pengikut-Nya? Tidak! Tuhan tidak butuh manusia sebaliknya manusialah yang butuh Tuhan.

Rick Warren dalam bukunya “Purpose Driven Life“ menuliskan Allah mencipta manusia karena Allah butuh manusia sebagai obyek kasih. Salah! Tuhan tahu bagaimana mengasihi manusia secara tepat. Setelah semua orang itu pergi dan tidak lagi mengikut Dia, Tuhan kemudian memanggil kedua belas murid-Nya dan menantang mereka: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?“ (Yoh. 6:67). Tuhan tidak pernah menjanjikan mujizat pada orang yang mau percaya kepada-Nya. Sebagai anak Tuhan, kita yang seharusnya melayani Tuhan bukan Tuhan yang melayani manusia. Anak Tuhan sejati harus mengerti imannya dengan tepat menurut iman Kristus dan cara Kristus bukan menurut cara dunia yaitu mengiming-imingi dengan mujizat supaya percaya Kristus. Injil sejati tidak bicara tentang popularitas tetapi Injil sejati berbicara tentang orang berdosa harus bertobat, Yesus datang ke dunia untuk memberitakan tentang kematian-Nya yang menebus manusia berdosa dan kebangkitan-Nya memberikan hidup kekal bagi yang percaya pada-Nya. Sayangnya, hari ini banyak orang Kristen menggunakan cara dunia, yaitu menggunakan mujizat sebagai pancingan, mengundang artis dengan tampilan yang seronok, dan masih banyak lagi. Memang, bukan hal yang mustahil bagi Tuhan untuk membuat suatu mujizat akan tetapi Tuhan tidak pernah menggunakan pancingan mujizat supaya orang mau datang dan percaya pada-Nya. Tidak! Orang yang selalu ingin mendapatkan mujizat sukar sekali untuk diajar taat, hal ini dibuktikan dengan reaksi dari kedua orang buta ini, setelah memperoleh mujizat, Tuhan Yesus berpesan untuk tidak memberitahukan hal tersebut pada orang lain namun sekeluar dari ruangan itu mereka langsung melanggar perintah Kristus tersebut. Paulus menegaskan janganlah engkau menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan akal budimu sehingga engkau dapat membedakan mana kehendak Allah, mana yang baik dan yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Pengertian “baik“ disini bukan dilihat dari sudut pandang manusia tetapi “baik“ dilihat dari sudut pandang Tuhan. Lihat bagaimana cara Tuhan bekerja dengan sangat indah atas Paulus.

Tuhan tidak memanggil Paulus untuk memberitakan Injil di Bitinia dan Asia Kecil, Tuhan mempunyai rencana lain buat Paulus, yakni ia dipanggil untuk memberitakan Injil di Makedonia di daerah jazirah Yunani (Kis. 16). Paulus adalah seorang filsuf yang menguasai berbagai macam filsafat Yunani karena itu Tuhan menempatkan dia di daerah jazirah Yunani yang merupakan pusat dari filsafat kuno. Kedua orang buta ini tidak tahu apa yang menjadi alasan Tuhan Yesus melarang mereka bersaksi, Paulus juga tidak tahu kenapa ia dilarang masuk ke Bitinia, Frigia dan Asia Kecil namun sekarang, kita tahu ternyata Tuhan mempersiapkan tempat itu sebagai ladang pelayanan bagi Petrus. Inilah cara Tuhan bekerja, cara Tuhan sungguh tak terjangkau oleh pikiran kita, mungkin cara manusia membuat kita kelihatan “sukses“ namun justru berakhir dengan kebinasaan. Biarlah kita peka akan rencana dan pimpinan Tuhan dengan demikian kita tidak salah melangkah. Ingat, beriman bukan berhenti pada komitmen pertama tetapi kita harus terus mengimplikasikan iman dalam hidup sehari-hari.


3. Mujizat berdampak Politis yang Merugikan Manusia tidak berhak mempertanyakan alasan pada Kristus kenapa melarang menceritakan mujizat yang mereka alami. Manusia seharusnya taat. Konsep mesianic sangat mencengkeram pikiran orang Yahudi, tidak terkecuali murid Tuhan Yesus, yaitu suatu hari nanti akan berdiri suatu Kerajaan Israel yang berpusat di Yerusalem dimana kerajaan ini akan mengalahkan semua kekuasaan dunia yang berkuasa pada jaman itu; kerajaan Israel kembali seperti Kerajaan Daud. Pikiran ini begitu mencengkeram bahkan sampai Tuhan Yesus mati, bangkit dan naik ke Sorga, murid Tuhan Yesus masih bertanya, “Guru, kapan Kerajaan-Mu didirikan?“ Kenapa Tuhan Yesus mengacuhkan ketika kedua orang buta ini berteriak-teriak: “Kasihanilah kami, hai Anak Daud“, beberapa orang menafsirkan Tuhan Yesus memang sengaja. Istilah mesianic tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, istilah mesianic merupakan istilah politis. Orang Yahudi tidak akan dapat “berbuat apa-apa“ pada Yesus sejauh itu masih di wilayah rohani bahkan mahkamah agama tertinggi Yahudi, Sanhendrin tidak dapat menghukum Tuhan Yesus karena tuduhan mengajarkan agama sesat sehingga mereka menggeser ke masalah politik dengan demikian mereka dapat melakukan tindakan hukum, Tanpa perintah Herodes atau Pilatus sebagai pemegang kuasa pemerintahan maka Tuhan Yesus tidak dapat dihukum.

Tuhan Yesus datang ke dunia bukan urusan politik, Dia datang untuk menyelamatkan manusia berdosa supaya kembali kepada Kristus. Andai waktu itu Tuhan Yesus menanggapi perkataan kedua orang buta itu berarti Yesus mengakui di depan umum kalau benar Dia adalah Anak Daud maka hari itu Yesus bisa dianggap sebagai pemberontak dan ditangkap untuk dihukum. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus menyembuhkan kedua orang buta dalam sebuah rumah (Yoh. 9:28). Namun mereka melanggar perintah Tuhan Yesus, mereka tidak menyadari kalau tindakan tersebut akan berefek fatal. Orang terpicu dengan keinginan manusiawi, orang mudah terpancing dengan berbagai macam isu dunia. Kedua orang buta ini merasa telah membantu Tuhan dengan tindakan yang mereka lakukan. Tidak! Jangan pernah berpikir manusia sedang membantu Tuhan. Biarlah kita peka dan bijak hidup di tengah dunia dengan demikian nama Tuhan semakin dipermuliakan. Iman berkait erat dengan isi iman, kalau kita mengaku percaya pada Kristus maka biarlah kita bertekad untuk tidak menjadi serupa dengan dunia tetapi berubah oleh pembaharuan akal budi sehingga kita dapat membedakan mana kehendak Allah, mana yang baik dan yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Amin.
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)


Sumber:
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2005/20050807.htm

No comments: