Ringkasan Khotbah : 17 April 2005
Radical Conversion
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 9:9-13
Pendahuluan
Kita telah memasuki bagian ketiga dari implikasi Kerajaan Sorga, yaitu separasi atau pemisahan; mengikut Tuhan berarti memisahkan diri dari dunia. Tuhan Yesus menegaskan bahwa tidak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan, yaitu Allah dan Mamon; kita harus pilih salah satu, mengikut Tuhan berarti kita harus meninggalkan mamon dan sebaliknya. Pilihan ini menjadi tantangan besar bagi manusia sebab manusia ingin Allah sekaligus mamon dengan kata lain manusia ingin dirinyalah sebagai tuan yang jadi penentu. Tapi, manusia bukanlah pemegang kontrol maka manusia harus taat pada siapa yang ia pilih untuk menjadi tuannya. Kita telah memahami bahwa tema sentral dari bagian cerita orang lumpuh yang disembuhkan ini terletak pada kalimat “dosamu sudah diampuni“ dan ini menimbulkan konflik antara Tuhan Yesus dengan para ahli Taurat dan orang Farisi. Ahli Taurat dan orang Farisi merasa diri sebagai orang yang beragama, mereka merasa bahwa ia sudah mendapatkan Sorga namun Tuhan Yesus membukakan bahwa mereka bukanlah bagian dari pemisahan itu.
Kalau pada kisah tentang orang lumpuh disembuhkan, Markus dan Lukas menulis lebih detail dibandingkan dengan Matius maka pada kisah pemungut cukai yang mengikut Yesus ini, pembahasan Matius, Markus maupun Lukas sama bahkan urutan dan settingnya pun sama. Dan menurut kebudayaan Yahudi merupakan hal yang biasa kalau seseorang mempunyai lebih dari satu nama, ada orang yang menyebut Petrus dengan Simon atau Kefas dan Matius dengan Lewi. Alkitab mencatat selain Tuhan Yesus yang diundang, banyak pemungut cukai dan orang berdosa yang juga diundang dan datang ke pesta itu. Pesta perjamuan ini kemungkinan adalah pesta perpisahan, farewell party. Ironisnya, Matius yang mengadakan pesta tetapi yang menjadi tuan rumah dalam pesta itu adalah Tuhan Yesus dan hal itu mendatangkan kejengkelan dari ahli Taurat dan orang Farisi.
Mengapa Matius jadi Pemungut Cukai?
Sesungguhnya para ahli Taurat dan orang Farisi ini sangat mengagumi hikmat bijaksana yang ada pada Yesus akan tetapi mereka tidak menyukai perilaku Yesus sebab perilaku Yesus sebagai salah seorang Rabbi Yahudi dirasakan tidak sesuai dengan para ahli Taurat dan orang Farisi pada umumnya. Mereka marah pada Tuhan Yesus akan tetapi seperti kejadian sebelumnya, kali inipun, mereka hanya menggerutu dalam hati, mereka tidak berani berbicara langsung pada Tuhan Yesus tetapi mereka menegur murid-murid-Nya. Tuhan Yesus tahu apa yang menjadi ganjalan hati mereka dan Tuhan Yesus memberi jawab dimana jawaban ini bersifat paradoxical: Bukan orang sehat yang perlu tabib tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa (Mat. 8:12,13). Jawaban ini terasa menyakitkan hati sebab mereka harus memikirkan ulang kembali dirinya, pikiran theologi dan hidupnya.
Matius bukanlah seperti pemungut cukai umumnya yang ada di pinggir jalan. Matius mengambil pajak dari setiap barang yang keluar atau masuk maka kantor bea cukai ini berada di daerah sentral, yaitu daerah perbatasan atau perdagangan. Penetapan pajak ini sudah menjadi peraturan dari pemerintah Romawi. Bayangkan, orang Yahudi yang bekerja keras tetapi pemerintah Romawi yang mengambil keuntungan maka tidaklah heran kalau orang Yahudi ini begitu membenci pemungut cukai apalagi Matius adalah orang Yahudi tetapi pro bangsa Romawi maka kebencian mereka pastilah berlipat-lipat. Orang Yahudi yang bekerja untuk pemerintah Romawi dikatakan sebagai pengkhianat atau kafir sebab mereka telah mempermainkan imannya dengan pro pada bangsa Romawi yang menyembah berhala. Ada ungkapan yang berbunyi: orang Romawi menjajah tubuh orang Yunani tapi orang Yunani menjajah otak orang Romawi. Memang benar, bangsa Yunani tidak dapat melawan bangsa Romawi tapi semua pemikiran filsafat Yunani sudah mencengkeram pemikiran orang-orang Romawi dimana dewa-dewa yang disembah dan cara penyembahannya mencontoh orang Yunani hanya namanya saja yang diganti, sebagai contoh dewi Artemis diganti menjadi Diana.
Bagi orang Yahudi, orang yang menyembah dewa adalah orang yang berdosa. Orang Yahudi telah belajar dari pengalaman 400 tahun mereka dibuang karena berulang kali jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala maka sejak masa pembuangan itu, mereka tidak menyentuh berhala sedikitpun. Mereka takut kejadian yang sama terulang kembali maka orang Yahudi membuat peraturan-peraturan yang sedemikian ketat, salah satunya yaitu tidak boleh bersentuhan dengan orang kafir. Karena itu orang Yahudi sangat benci pada pemungut cukai yang bergaul dengan orang Romawi yang kafir. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang membuat Matius rela dicap sebagai pengkhianat dan dimusuhi oleh bangsanya sendiri? Jawabannya hanya satu, yaitu demi uang; Matius adalah seorang materialis. Pada jaman itu, semua pemungut cukai hidup kaya, mereka digaji besar oleh pemerintah Romawi demi untuk menjaga agar mereka tidak korupsi dan Matius merupakan salah seorang yang hidupnya kaya sebab untuk membuat suatu pesta sedemikian besar pasti dibutuhkan biaya yang besar.
Akan tetapi, Matius tidak peduli dengan semua pandangan orang atas dirinya sebab baginya yang terpenting hanya satu, yaitu kaya. Bukankah hal ini terjadi sampai sekarang? Demi uang, orang rela berkorban dan mengorbankan apapun. Matius berpikir kekayaan akan membuat hidup bahagia; ia telah dikunci oleh paradigma hidupnya. Namun ketika Matius menjalankan seperti yang ia pikirkan ternyata berbeda; apa yang ia pikir ternyata tidak sesuai dengan realita. Orang tidak mau belajar, orang selalu ingin mengalami sendiri. Begitu juga dengan Matius ketika ia memilih menjadi pemungut cukai dan menjadi kaya, apakah hidupnya bahagia? Alkitab mencatat ternyata tidaklah demikian, Matius menjadi orang yang tersendiri, lonely. Pekerjaannya menjadi rutinitas, ia tidak dapat keluar dari pekerjaannya sebab oleh bangsanya sendiripun ia ditolak dan kalaupun ia keluar dari pekerjaannya maka tidak ada tempat lain yang lebih menjanjikan daripada pemungut cukai.
Hari inipun orang masih berpikir kalau ia kaya maka akan mudah mendapatkan segala sesuatu dan itu membuat bahagia. Tidak! Semua itu membuktikan bahwa kita belum pernah kaya sebab kalau orang sudah kaya maka pasti tidak akan pernah keluar kalimat seperti demikian. Apalah artinya kekayaan kalau keluarga kita berantakan, apalah artinya kekayaan kalau uang justru membuat kita tidak dapat hidup damai sejahtera. Inilah kehidupan orang kaya banyak beban yang harus ia tanggung, banyak tuntutan yang harus dipenuhi. Kalau bukan Tuhan yang memberikan kekuatan maka sulit baginya untuk menanggung beban itu. Ingat, barangsiapa diberikan lima talenta maka Tuhan menuntut lima, barangsiapa mempunyai dua talenta maka Tuhan juga menuntut dua begitu juga jikalau kita diberikan satu talenta maka Tuhan hanya menuntut satu, tidak lebih dan tidak kurang. Kalau kita hanya diberikan satu talenta tapi kita mengerjakan secara berlebihan maka kita akan hancur sebab kita tidak mempunyai kekuatan cukup untuk menanggungnya.
Mengapa Matius mengikut Tuhan?
Di tengah-tengah kesibukannya bekerja, Tuhan Yesus mendatangi Matius dan berkata: “Ikutlah Aku.“ Seandainya kita berada di situasi itu bagaimanakah reaksi kita? Matius tentu bukan pertama kali mendengar tentang Yesus, pastilah Matius mendengar tentang segala perbuatan yang dilakukan oleh Yesus. Matius berasumsi bahwa Yesus sama seperti Rabbi Yahudi yang lain yang mempunyai konsep sama, yaitu menganggap dirinya pengkhianat dan orang berdosa. Akan tetapi di dalam hatinya sebenarnya Matius mempunyai kerinduan untuk lebih dekat dan mengenal Yesus, ia tahu bahwa Yesus pastilah dapat merubah hidupnya namun ia mengubur dalam-dalam impiannya tersebut sampai suatu ketika Tuhan Yesus datang padanya dan berkata: “Ikutlah Aku.“ Momen itu sangatlah krusial sebab mengikut Yesus bukanlah hal yang sederhana, orang tidak bisa masuk dan pergi kapan ia mau. Tidak!
Mengikut berasal dari kata akulotheo (bhs Ibrani) yang berarti mengikut tanpa syarat dan itu bersifat selamanya. Kalau mengikut Yesus berarti Matius harus keluar dari pekerjaannya sebagai pemungut cukai selamanya sebab banyak orang yang ingin menggantikan pekerjaan Matius. Hari itu, banyak orang yang berpikir sama, yaitu kekayaan akan membawa kenikmatan. Ingat, iblis sangat licik menjebak manusia dengan kekayaan yang justru akan membelenggu hidupnya dan akan sulit baginya untuk keluar dari belenggu iblis. Jangan pikir hidup kita akan menjadi nikmat ketika kita berpenghasilan semakin tinggi, tidak, sebab ketika kita jatuh maka tingginya penghasilan justru mencelakakan hidup kita dan menjadi tiang gantung bagi kita. Tuhan tahu sampai dimana batas kecukupan kita maka kalau sudah melampaui batas maka pasti bukan Tuhan yang memberi tapi asalnya dari iblis.
Tuhan tidak akan memberikan kemiskinan supaya jangan sampai kita mencuri dan mempermalukan nama Tuhan atau memberikan kekayaan sehingga kita melupakan Tuhan. Orang kaya sejati adalah orang yang tidak diikat dengan kekayaannya, dengan penghasilan seratus juta rupiah ia dapat hidup tapi dengan uang hanya satu juta rupiah pun ia dapat hidup. Biarlah kita belajar dari pengalaman iman Yusuf berjalan bersama Tuhan menyadarkannya bahwa Tuhan satu-satunya sandaran hidup kita. Inilah bedanya orang yang hidup bersandar pada mamon dan Tuhan. Tentunya menjadi pergumulan berat dalam diri Matius ketika Tuhan memanggilnya akan tetapi Matius telah melangkah dengan iman. Ingat, Tuhan tidak menjanjikan hidup kita akan bahagia dan nikmat ketika kita menjadi murid-Nya tetapi Tuhan janji: Ia akan selalu beserta ketika badai itu datang menimpa kita. Pilihan Matius adalah pilihan sempurna, dibutuhkan kesadaran penuh dan cara pandang Matius kini berbeda, ia melihat ada pengharapan di dalam Kristus.
Kesaksian indah mengikut Tuhan
Alangkah indahnya kalau hidup kita dipimpin Tuhan, memang saat ini mungkin yang ada di depan mata kita hanyalah kegelapan ketika kita mengikut Yesus tapi satu hal yang pasti Tuhan tidak akan membiarkan kita berjalan sendiri, Ia akan menuntun kita keluar dari kegelapan itu. Orang selalu terjebak dengan kekinian, mata kita mudah sekali melihat ke bawah tetapi sulit memandang Sorga. Cobalah renungkan, kalau memang benar, kekayaan dapat membuat hidup kita bahagia maka pasti tidak ada orang kaya yang bertobat. Karena itu dibutuhkan langkah iman yang besar untuk orang dapat bertobat. Hati-hati, dengan akal licik si iblis yang selalu menggoda manusia dengan segala kenikmatan namun berakhir dengan kehancuran. Iblis selalu meminta imbalan atas pemberiannya, ia tidak pernah memberikan gratis; iblis ingin nyawa kita sebagai gantinya. Berbeda dengan Tuhan, Ia memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi kita. Pada saat kita dihadapkan pada suatu titik kritis yang menuntut suatu keputusan maka disana nampaklah siapa sesungguhnya kita, termasuk orang bodoh ataukah orang bijak? Hendaklah kita menjadi bijak dengan tidak mudah tertipu oleh akal licik si iblis. Orang bijak bukanlah orang yang pandai tapi orang yang bijak adalah orang yang taat kehendak Tuhan.
Makna hidup kita tidak ditentukan oleh uang sebab ketika kita gagal menguasai uang maka uang itu berganti yang menguasai hidup kita dan akhirnya kita menjadi budak uang. Banyak orang yang ingin kaya, orang berharap dengan kekayaannya itu, ia dapat mengatur hidup namun fakta terbalik justru uang yang mengatur hidup kita, uang menjadi tuan yang membelenggu hidup. Kisah hidup seorang Elvis Presley dan para selebritis lain dapatlah kita jadikan pelajaran bagi kita. Demi untuk mendapatkan uang dan ketenaran maka Elvis harus membayar mahal, ia harus menukarnya dengan kebebasan dan hidupnya berakhir dengan kehancuran. Namun hari ini, masih banyak orang yang ingin hidup seperti Elvis Presley atau Lady Di yang dipuja dan kaya namun semua ketenaran dan kekayaan itu justru menghantar mereka menuju kehancuran. Hidup mereka berakhir dengan sangat mengenaskan.
Keputusan yang diambil Matius bukanlah keputusan biasa atau sekedarnya. Pesta yang ia adakan menjadi proklamasi dirinya, ia dapat bersaksi keindahan menjadi pengikut Tuhan Yesus. Matius tahu, mengikut Yesus berarti ia akan kehilangan kekayaannya tapi ia tahu ia akan mendapatkan kepenuhan hidup. Ketika Matius kembali pada Kristus, disana ia mendapatkan kemerdekaan dalam Kristus, ia tidak lagi menjadi budak uang. Matius telah mendapatkan yang terindah. Dunia hanya dapat memamerkan kekayaan tapi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana kehidupan yang sesungguhnya? Kita tidak tahu, apa yang tersembunyi di balik senyum dan penampilan seseorang yang memukau mungkin disana ada air mata yang berderai. Ketika kita mengikut Kristus mungkin hidup kita tidak akan kaya bahkan mungkin tidak banyak orang yang mengenal kita tapi hidup akan bahagia sebab kita mendapatkan makna hidup. Jangan sia-siakan waktumu dengan percuma tetapi jadikanlah hidupmu penuh makna sehingga hidup kita di dunia yang singkat ini tidak menjadi sia-sia dan berakhir dengan kehancuran. Amin.
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2005/20050417.htm
No comments:
Post a Comment