Eksposisi Kitab Amos merupakan suatu eksposisi reflektif dari khotbah mimbar Pdt. Sutjipto Subeno di awal tahun 2008. Eksposisi ini merupakan selipan dari eksposisi Injil Matius yang sudah berlangsung sejak tahun-tahun sebelumnya, karena Pdt. Sutjipto Subeno berpikir bahwa kehidupan dan latar belakang kitab Amos sama dengan kehidupan kita di zaman postmodern, oleh karena itu, kita sebagai orang Kristen perlu merenungkan kitab Amos (meskipun, kitab-kitab lain di dalam Alkitab tentu juga ada relevansinya), sehingga kita dapat mempelajari apa yang Tuhan inginkan khususnya di zaman postmodern ini.Biarlah eksposisi reflektif ini menjadi berkat bagi kita sebagai orang Kristen dalam menjalankan misi dan panggilan Tuhan di dalam dunia ini.
Eksposisi Amos (1)
GOD AND MAN
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats : Amos 2:4-16; 5:4
Menapaki tahun 2008, tahun yang baru bukanlah semakin bertambah baik. Hari-hari pertama tahun 2008, kita telah diterpa dengan berbagai bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, kecelakaan pesawat, dan lain-lain. Berbagai bencana yang terjadi ini seharusnya menyadarkan siapakah kita manusia? Manusia adalah makhluk yang rentan, tidak berdaya bahkan untuk menghadapi alam pun, manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Namun ironis, manusia begitu sombong, merasa diri dapat mengatur segala sesuatu sendiri dengan kekuatannya sendiri; manusia ingin menjadi Tuhan yang berkuasa atas segala aspek. Dengan segala cara, dunia berusaha menunjukkan kekuatan dirinya namun sepandai-pandainya manusia, sekuat-kuatnya manusia, sebesar apapun kekuasaannya tetaplah tak berdaya ketika menghadapi kebesaran alam. Sebagai contoh, apa yang bisa dilakukan manusia ketika ia berada dalam pesawat terbang di udara? Cobalah pikir, kekuatan manusia yang manakah dan kepandaian manusia seperti apakah yang bisa menghentikan alam ketika ia harus berhadapan dengan alam? Tuhan berulang kali memperingatkan kepada manusia bahwa manusia bukanlah siapa-siapa; manusia hanyalah ciptaan dan Allah adalah Sang Pencipta, Ia pemilik hidup kita dan Allah menuntut keadilan dan pertanggungjawaban dari manusia.
Kitab Amos membukakan pada kita suatu realita, yakni manusia hidup berada dalam dua ketegangan, between God and Man. Kitab Amos pada pasalnya yang pertama dan kedua membukakan tentang perbuatan jahat yang dilakukan manusia-manusia yang merasa diri hebat. “Karena tiga perbuatan jahat Israel bahkan empat…” ungkapan ini biasa dipakai dalam Perjanjian Lama untuk membangun struktur superlative, menunjukkan betapa banyak perbuatan yang telah dilakukan. Amos bukanlah seorang pejabat atau seorang nabi atau seorang imam yang mempunyai kedudukan di Bait Allah. Tidak! Amos hanyalah seorang peternak dan seorang pemungut buah ara, ia sangat sederhana namun Tuhan berkenan memakai dia untuk menegur dua orang raja besar, yakni Raja Yerobeam II, Raja Israel dan Raja Uzia atau disebut juga Azaria, Raja Yehuda. Pada masa pemerintahan Yerobeam II, bangsa Israel berada di atas puncak kejayaan. Raja Yerobeam II adalah seorang raja yang kejam dan sangat berkuasa (2Raj. 14; 2Taw. 6). Raja Uzia adalah seorang raja yang sepertinya “baik,” ia menghapuskan seluruh berhala dan berusaha hidup benar di hadapan Tuhan namun dalam perjalanannya ternyata ada motivasi jahat di balik perbuatannya. Namun pada masa pemerintahan mereka, para pejabat hidup penuh dengan berkelimpahan dan rusak moral; mereka merasa diri hebat dan berjaya, siapapun yang tidak sejalan dengan mereka ditindak dan dihabisi; mereka menggunakan kekuasaan untuk berbuat amoral, (Am. 2:6-8). Adalah Amos, seorang yang sangat sederhana berteriak keras dan memperingatkan bangsa Israel dan Yehuda. Namun semua peringatan keras Amos tidak digubris bahkan mereka semakin ingin menunjukan kekuatan.
I. Dunia Berdosa
Kondisi yang sama juga persis terjadi di abad modern sekarang ini, dimana yang kuat menindas yang lemah, orang menggunakan kekuasaan dengan semena-mena demi untuk keuntungan diri sendiri. Inilah dunia berdosa. Di tengah-tengah kondisi demikian ini, ada seorang yang berkuasa besar datang ke tengah dunia berdosa dan Ia memakai kuasa-Nya demi untuk menjadi berkat bagi banyak orang; dengan kuasanya itu, Ia mengorbankan diri-Nya demi menghidupkan orang lain sementara diri-Nya sendiri dihancurkan. Dialah Yesus Kristus. Dunia hanya tahu menggunakan kuasa demi kepentingan diri. Think it and get it, create your own reality, inilah yang diteriakan oleh dunia. Tuhan memakai Amos, seorang yang biasa untuk meneriakkan kuasa besar untuk mempermalukan orang yang berkuasa besar. Di tengah jaman berdosa ini, gejala seperti apa yang kita perlukan? Suara seperti apakah yang kita perlukan? Apakah mata kita hanya terpaku ke dalam situasi dunia yang menginginkan cara berdosa lalu menjalankan sistim berdosa dan mengembangkan ego dosa, mencari kenikmatan diri yang berdosa lalu menjadikan diri sebagai “Tuhan”? Ataukah manusia mau bertobat dan kembali pada Tuhan Yesus yang sejati? Ingat, Allah adalah Allah yang berdaulat. Apa yang dikatakan Amos benar-benar terjadi – 40 tahun kemudian bangsa Asyur datang menghancurkan seluruh bangsa Israel, Babel datang menghancurkan bangsa Yehuda. Manusia boleh merasa diri hebat tetapi kalau Tuhan sudah berkehendak maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini membuktikan satu hal, manusia adalah makhluk yang sangat lemah. Manusia bukanlah makhluk independen, yang tidak bergantung pada siapapun. Tidak! Dan manusia juga bukan makhluk yang dicipta di titik paling atas, ultimate being. Tidak! Manusia dicipta sebagai makhluk dependent, bergantung mutlak pada Allah; manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah, man is created according to image of God. Tuhan mencipta kita sebagai makhluk yang teragung, menjadi tuan atas seluruh makhluk ciptaan, manusia adalah wakil Allah untuk mengelola seluruh alam ciptaan untuk memelihara dan mengusahakan alam semesta. Manusia adalah cermin dari bijaksana Allah dan otoritas Allah di tengah dunia namun adalah iblis, malaikat yang ingin menjadi Allah, pemberontak itu kini berusaha menjatuhkan manusia supaya manusia jatuh dalam dosa. Sejarah kejatuhan pun terjadi, FALL, manusia jatuh dari naturnya yang sejati. Manusia mau menjadi sama seperti Allah. Iblis telah sukses membujuk manusia menjadi pemberontak dan pelawan Tuhan. Inilah mulainya kehancuran manusia, ketika manusia memuncakkan dirinya dan ingin setara dengan Allah. Celakanya, manusia tidak menjadi setara sebaliknya, manusia malah jatuh ke tempat yang paling rendah, yakni di bawah iblis. Sebelum kejatuhan, ordo yang benar adalah: Allah – manusia – malaikat – alam. Malaikat dicipta untuk melayani Allah dan manusia tetapi malaikat itu talah jatuh maka Allah membuangnya ke tempat paling rendah, yakni di bawah alam maka sekarang ordo menjadi Allah – manusia – alam – malaikat yang jatuh (iblis) dan sekarang manusia jatuh dalam dosa, ia lebih taat iblis berarti manusia berada di tempat yang paling rendah. Maka tidaklah heran kalau manusia begitu takut pada iblis dari pada Tuhan bahkan terhadap alam pun, manusia tidak berdaya, manusia harus takluk terhadap alam.
Sebelum kejatuhan manusia dalam dosa, relasi yang tercipta antara ciptaan dalam taman Eden sungguh indah namun setelah kejatuhan, seluruh relasi menjadi rusak total. Sifat dosa manusia sudah membawa kehancuran, kerusakan tidak hanya pada diri manusia saja tetapi seluruh lingkungan. Semakin manusia makin menyatakan hidup berdosa maka ia makin terbuang. Hanya ada satu jalan keluar supaya relasi manusia dapat dipulihkan, yakni ”Carilah Aku, maka kamu akan hidup!” Tidak ada jalan lain kecuali manusia merendahkan diri di hadapan Tuhan, mengaku diri sebagai manusia berdosa. Janganlah tertipu dengan segala kuasa atau tipuan dunia yang menawarkan kenikmatan semu dan berakhir pada kebinasaan kekal. Ingatlah, semua kenikmatan itu tidaklah berarti dibandingkan dengan nyawa kita. Apalah artinya kita mendapatkan seluruh dunia kalau kita kehilangan nyawa kita? Pertanyaannya sekarang adalah apa arti hidupmu? Dimanakah engkau meletakkan nilai hidupmu? Realita inilah yang ingin dibukakan oleh Tuhan dengan demikian kita tidak mudah tertipu atau terbujuk dengan segala macam godaan iblis.
II. Dua Arah Kehidupan
Setelah orang disadarkan untuk keluar dari sikap berdosa, dan orang Kristen dipanggil untuk menjadi terang di tengah dunia berdosa maka orang pun mulai berpikir untuk menjadi mayoritas. Dengan menjadi mayoritas berarti Kekristenan akan menjadi kuat karena kita mendapatkan dukungan dari banyak orang. Pikiran yang salah! Jangan pernah berpikir Kekristenan akan menjadi mayoritas. Tidak! Kekristenan sejati akan selalu menjadi minoritas. Dalam suatu pembicaraan tentang topik “Dunia dan Peranan Orang Kristen,” salah seorang berpendapat bahwa orang Kristen harus mempengaruhi dunia dan dunia menjadi Kristen. Perhatikan, pendapat itu tidak salah, memang, orang Kristen dipanggil untuk menjadi terang bagi dunia tetapi Tuhan tidak memanggil kita untuk merubah dunia. Jangan pernah bermimpi untuk menjadikan Kristen sebagai mayoritas sebab justru ketika Kekristenan menjadi mayoritas maka Kekristenan tidak lagi menjadi Kristen. Tuhan tidak pernah menciptakan Kekristenan menjadi mayoritas. Kekristenan sejati selalu minoritas dimanapun juga. Ingat, jalan yang lebar dan bebas hambatan, ujungnya adalah maut sebaliknya, Alkitab menyatakan Kekristenan itu jalannya sempit, hanya sedikit yang bisa masuk. Firman Tuhan menegaskan banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih.
Adalah pandangan yang salah bahwa semua yang mayoritas akan menjadikan hidup lebih sejahtera dan nyaman. Salah! Mayoritas justru menjadi titik kehancuran bagi Kekristenan. Namun satu hal yang Pdt. Stephen Tong tegaskan dan menjadi prinsip penting dalam Kekristenan adalah bagaimana kita menjadikan diri kita yang minoritas di dalam mayoritas, minority in majority. Minoritas itu bukanlah minoritas yang egois tetapi minoritas itu harus menjadi berkat, minoritas harus hidup dalam kebenaran maka minoritas itu akan dicintai, dibela oleh banyak orang. Meski minoritas tetapi ketika kita menyatakan terang sejati dan rela berkorban untuk banyak orang maka minoritas ini akan menjadi milik mayoritas dan mayoritas tidak akan rela ketika minoritas ini disakiti dan dibuang. Di satu sisi minoritas dibenci banyak orang tetapi di sisi lain, minoritas ini juga dikasihi oleh banyak orang. Inilah paradoks. Namun perhatikan, meskipun minoritas ini dikasihi oleh mayoritas bahkan telah menjadi teladan bagi mayoritas tetapi minoritas ini tidak akan pernah menjadi mayoritas. Minoritas tetaplah minoritas dan mayoritas akan tetap menjadi mayoritas. Hal ini disebakan karena di dalam minoritas ada kualitas yang tidak didapati dalam diri mayoritas. Amos adalah salah satu minoritas dan hidup sebagai minoritas tidaklah mudah, kita harus menanggalkan segala egoisme kita. Itulah sebabnya ketika Tuhan meminta pada seorang muda yang kaya untuk menjual seluruh hartanya, ia langsung pergi meninggalkan Tuhan Yesus karena hartanya banyak. Tuhan menuntut adanya kualitas. Tuhan memerintahkan kepada setiap kita untuk mencari Dia. Mencari Tuhan bukanlah hal yang sederhana sebab itu berarti kita harus menanggalkan segala egoisme, menanggalkan dosa dan hidup dalam kebenaran maka pada saat itu, mayoritas akan melihat kita berbeda dan kita pun menjadi minoritas. Minoritas mendapat anugerah, yaitu anugerah keselamatan; minoritas akan mendapatkan hidup sedangkan mayoritas akan hancur dalam kebinasaan kekal.
Perjalanan sejarah akan berakhir pada suatu titik kiamat. Kiamat adalah kehancuran global seluruh alam semesta, itulah titik puncak dari egoisme manusia. Memasuki era globalisasi sekarang ini sangatlah menakutkan, tidak ada lagi batas persaingan, setiap orang berjuang dengan sekuat tenaga, siapa kuat, dialah yang akan bertahan dan menang. Salah tokoh evolusionis, Sir Julian Huxley mengungkapkan survival of the fittest akan makin nyata di dunia modern sekarang ini dan siap atau tidak kita harus menghadapi persaingan itu karena saat ini kita sudah berada di dalamnya. Dunia semakin hari semakin merosot, decline sementara pada saat yang sama ada sekelompok kecil yang mengarah ke atas, incline, yakni sekelompok anak Tuhan yang hidup mencari Tuhan, hidup dalam kebenaran. Antara yang decline dan incline terdapat kesenjangan, gap yang semakin besar. Anak Tuhan dituntut untuk berkorban dan menjadi berkat bagi banyak orang di dunia yang semakin decline. Sepintas, Amos berada di pihak yang kalah sedang para penguasa hari itu sebagai pihak yang menang. Namun Alkitab mencatat, Amos keluar sebagai pihak yang menang sedang Raja Yerobeam II dan Raja Uzia dikalahkan. Inilah realita dunia, semua kekuasaan dunia seperti debu yang hilang lenyap sebaliknya orang yang mencari Tuhan dan berjalan bersama Tuhan akan keluar sebagai pemenang. Pertanyaannya adalah dimanakah posisi kita? Jalur manakah yang kita ambil? Jalan lebar ataukah jalan sempit? Hari ini kalau kita diberi kesempatan untuk mencari Tuhan maka jangan buang kesempatan ini. Perhatikan, Tuhan yang membukakan semua kemungkinan, bukan karena kehebatan kita kalau kita dapat bertemu dengan Tuhan, tetapi semata-mata karena Tuhanlah yang memberikan anugerah kepada kita. Selama Tuhan masih berkenan membukakan diri-Nya pada kita maka janganlah sia-siakan anugerah itu. Celakalah hidup kita kalau kita melewatkan anugerah Tuhan yang begitu indah.
III. Hidup Mencari Tuhan
Tuhan menegaskan “Carilah Aku maka engkau akan hidup” dibalik kalimat ini ada suatu keagungan, menggambarkan seluruh esensi dari hati yang mencari Tuhan. Raja Yerobeam adalah seorang raja yang jahat dan kejam. Sepintas, Raja Uzia adalah seorang Raja yang sangat baik, ia menjadi raja di umur 16 tahun dan pertama kali, ia naik menjadi raja, ia menghancurkan seluruh penyembahan berhala. Namun apa yang dikerjakan oleh Uzia ini tidak keluar dari hati yang terdalam. Ingat, Tuhan bukan melihat fenomena, ia menelusur sampai ke dalam hati manusia. Kalau Yerobeam lebih memilih hidup dalam jalan iblis dan berakhir dengan kebinasaan maka Uzia memilih hidup di jalan Tuhan, menyenangkan Tuhan tetapi ada motivasi jahat di balik semua itu, Uzia memanipulasi Tuhan. Disini kita dibukakan tentang dua macam orang yang sama-sama berpusat pada diri, yakni Yerobeam yang duniawi dan Uzia yang sepertinya rohani tetapi sangat duniawi. Alkitab mencatat ternyata tidak semua berhala dihancurkan oleh Uzia. Hal yang sama terjadi di pemerintahan Indonesia, sepintas pemerintahan ini sangat baik, semua itu hanya menyentuh di kalangan bawah saja tetapi tidak para koruptor yang di kalangan atas.
Uzia membawa ukupan ke dalam Bait Allah, ia ingin mempunyai kekuasaan secara rohani maka pada saat itu para imam memperingatkan kesalahan Uzia tetapi Uzia malah marah dan menghantamkan bokor membara yang ada di tangannya. Tuhan murka, pada saat yang sama Uzia kusta dari ujung kepala sampai ujung kaki, ia diusir dan turun dari tahta. Jangan pikir Tuhan dapat dipermainkan. Secara fenomena, kita sepertinya beribadah, sepertinya kita ingin menyenangkan hati Tuhan tetapi ada motivasi lain di balik itu. Ingat, Tuhan tidak bisa ditipu. Tuhan jijik pada ibadah yang dilakukan bangsa Israel karena semua ibadah yang mereka lakukan tidak lebih hanyalah ibadah palsu belaka, yang hanya mencari kenikmatan diri. Hidup sejati adalah hidup kembali pada Tuhan yang sejati, Dia adalah pemilik seluruh hidup. Hendaklah kita hidup setia dan taat pada-Nya maka kita akan hidup. Celakalah hidup kita kalau kita menghinakan Dia, melecehkan Dia, memanipulasi Dia maka hidup kita akan berakhir pada kebinasaan kekal. Menapaki tahun 2008, hendaklah kita mengevaluasi hidup kita, sudahkah kita mencari Tuhan? Apakah seluruh konsep berpikir kita yang duniawi selama ini mau diubahkan seturut dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan? Maukah hidup kita dibentuk oleh Tuhan? Relakah hidup kita dituntun oleh Tuhan? Biarlah “menyenangkah hati Tuhan” itu motivasi hidup kita dalam menapaki hari-hari di tahun 2008. Amin.
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2007/20070106.htm
No comments:
Post a Comment