Hasil Pembenaran Melalui Iman-1
Damai Sejahtera dan Kemuliaan Allah
oleh : Denny Teguh Sutandio
Nats : Roma 5:1-2.
Setelah Paulus menjelaskan bahwa kita dibenarkan melalui iman di dalam Tuhan Yesus Kristus, ia menjabarkan tentang efek/akibat dari pembenaran itu yaitu damai sejahtera dan kemuliaan Allah (Roma 5:1-2) dan kesengsaraan (Roma 5:3-5) serta pengharapan di kala kesengsaraan (Roma 5:6-11).
Pada pasal 5 ayat 1, Paulus mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Perkataan “sebab itu” menunjukkan bahwa ayat ini merupakan kelanjutan atau hasil akhir dari ayat sebelumnya (pasal 4 ayat 25) yang mengajarkan bahwa kita dibenarkan melalui iman di dalam Kristus yang telah mati dan bangkit demi menebus dan menyelamatkan kita yang berdosa. Setelah kita dibenarkan, Alkitab mengatakan bahwa kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan Yesus Kristus. Terjemahan King James Version untuk frase “hidup dalam damai sejahtera” adalah, “we have peace with God” (=kita memiliki kedamaian dengan Allah). Ini berarti damai sejahtera bukan menjadi sesuatu yang asing bagi kita, tetapi menjadi milik kepunyaan kita karena kita telah dibenarkan melalui iman. Damai sejahtera atau eirēnē dalam bahasa Yunaninya merupakan sesuatu yang indah dan berharga bagi umat manusia. Di dalam Perjanjian Lama, kata damai itu ada pada diri imam dalam mengikut Tuhan (Maleakhi 2:6), tetapi kenyataannya imam-imam Israel pada waktu itu tidaklah demikian, karena mereka tidak taat kepada-Nya (Maleakhi 2:1-3,8-9). Raja Daud di dalam Mazmur 37:37 menyatakan konklusi yang cukup indah, “Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan;” Di dalam pasal 37, Daud sedang mengontraskan antara orang-orang fasik yang kebahagiaannya semu/fana dengan orang-orang yang takut akan Tuhan yang dipelihara oleh Allah. Tidak heran, Daud berani berkata bahwa orang-orang yang takut akan Tuhan diidentikkan dengan orang yang suka damai akan ada masa depan. Terjemahan King James Version (KJV) pada ayat 37 ini, “for the end of that man is peace.” (=karena masa depan/akhir dari manusia itu adalah damai). Jadi, menurut terjemahan KJV ini, yang menjadi inti adalah damai sejahtera yang menjadi masa depan orang yang sempurna (KJV : perfect) dan tulus/jujur (KJV : upright). Lalu, damai sejahtera ini dikerjakan oleh orang yang tulus dan jujur. Dengan kata lain, damai sejahtera sangat berkaitan erat dengan ketulusan, kejujuran dan kesempurnaan. Damai sejahtera yang tidak mengerjakan ketiga prinsip tersebut adalah damai sejahtera palsu ! Dari kedua bagian di dalam Perjanjian Lama ini, kita mendapatkan kesimpulan bahwa manusia menghendaki dan harus menjalankan damai sejahtera. Dari manakah damai sejahtera itu ? Tentu, dari Allah (Imamat 26:6 ; Bilangan 6:26 ; Ayub 25:2 ; Yesaya 26:12 ; dll). Dengan kata lain, Allah adalah Sumber Damai Sejahtera asli. Kalau demikian, Allah yang adalah Sumber Damai Sejahtera juga adalah Allah yang Mahaadil, Mahakudus, Mahakasih, Mahabijaksana, Mahakuasa, dan Berdaulat, sehingga damai sejahtera harus berkaitan erat dengan semua natur Allah. Tidak heran, nabi Yesaya menyampaikan firman Allah, “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17) Di dalam bagian ini, yang menjadi inti bukan damai, ketenangan, dll, tetapi kebenaran. Terhadap ayat ini, Matthew Henry di dalam tafsirannya Matthew Henry’s Concise Commentary (MHCC) memaparkan, “...Peace and quietness shall be found in the way and work of righteousness. True satisfaction is to be had only in true religion. And real holiness is real happiness now, and shall be perfect happiness, that is, perfect holiness for ever…” (=Kedamaian dan ketenangan seharusnya ditemukan di dalam jalan dan karya kebenaran keadilan. Pemuasan sejati hanya dimiliki di dalam agama yang sejati. Dan kekudusan sejati adalah kebahagiaan sejati sekarang, dan seharusnya menjadi kebahagiaan yang sempurna, yaitu, kekudusan yang sempurna selama-lamanya.) Jadi, kebenaran keadilan (righteousness) melahirkan kedamaian dan ketenangan. Bahkan, Matthew Henry menggabungkan konsep kekudusan dengan kebahagiaan. Banyak orang mau bahagia, tetapi hidup tidak benar/tidak kudus. Banyak orang mau hidup damai, tetapi menolak kebenaran. Melalui Yesaya dan tafsiran Matthew Henry, kita mendapatkan 2 pengajaran yang berharga, yaitu : kedamaian pasti berhubungan dengan kebenaran keadilan dan kebahagiaan/ketenangan pasti berhubungan juga dengan kekudusan.
Tetapi, sayangnya konsep damai sejahtera ini sudah dirusak oleh manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, sehingga yang menjadi inti damai bukan kebenaran tetapi “kasih” yang kompromi, seperti yang kita juga perhatikan di abad postmodern yang mengilahkan relativisme (manusia sudah mendegradasi makna damai yang berkaitan erat dengan kebenaran keadilan)! Lalu, bagaimana kita dapat kembali menemukan damai sejahtera ? Tidak ada jalan lain. Allah dari Surga mengirim Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus untuk menjadi pendamai antara Allah yang Mahakudus dengan manusia berdosa (Efesus 2:13-17), bahkan di dalam Efesus 2:14, Paulus menyatakan bahwa Kristus, “damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,”. Damai sejahtera sejati telah diwujudnyatakan oleh Kristus, Sang Raja Damai (Yesaya 9:5). Lalu, apakah wujud damai sejahtera itu ? Apakah damai sejahtera berwujud tak ada konflik, selalu hidup berdampingan, “mengasihi” dengan berkompromi terhadap dosa, dll seperti yang orang-orang postmodern ajarkan dan lakukan ? TIDAK. Tuhan Yesus sendiri berfirman, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” (Yohanes 14:27) Damai sejahtera di dalam bagian ini berkaitan dengan damai sejahtera dari Roh Kudus yang akan memimpin, menolong, mengajar dan menghibur kita di dalam menunaikan mandat-Nya. Roh Kudus adalah Roh Allah yang Kudus/Suci yang sama seperti Allah Bapa dan Allah Anak, Ia juga membenci dosa, tetapi mengasihi manusia yang berdosa, sehingga ketika Roh Kudus memberikan damai sejahtera, Ia tetap berfokus kepada karya dan kebenaran Kristus, karena Roh Kudus datang untuk memuliakan Kristus. Selain itu, damai sejahtera sejati bukan damai sejahtera yang “mengasihi” dengan berkompromi, tetapi damai sejahtera itu adalah damai yang dari dalam menegur mereka yang berbuat dosa agar bertobat. Dengan kata lain, damai sejahtera bukan hanya berkaitan dengan kekudusan, tetapi juga dengan pertobatan sejati dan penyingkapan realita dosa manusia. Kristus disebut Raja Damai (Yesaya 9:5), tetapi tidak berarti Dia berkompromi dengan semua dosa dengan alasan “damai”, malahan Ia justru menegur para ahli Taurat yang munafik, menegur dan mengingatkan Petrus yang mencoba “membujuk”-Nya agar tidak disalib supaya Petrus bertobat, dll. Kedamaian yang Ia berikan bukan seperti yang sering digembar-gemborkan oleh para penganut “theologia” religionum, yaitu kedamaian yang tanpa pertobatan, itu kedamaian palsu ! Tetapi kedamaian Kristus adalah kedamaian yang memerdekakan, mempertobatkan, menguduskan dan menyempurnakan melalui karya Roh Kudus. Oleh karena itu, di dalam Roma 5:1 ini, Paulus mengatakan bahwa setelah kita dibenarkan melalui iman di dalam Kristus, di saat yang sama, kita juga menemukan damai sejahtera Allah melalui Kristus. Sehingga di dalam hampir setiap suratnya, Paulus selalu memulai dan mengakhiri isi suratnya dengan perkataan damai sejahtera di dalam Kristus (Galatia 1:3 ; Efesus 1:2 ; Efesus 6:23 ; Filipi 1:2 ; 1 Tesalonika 1:1 ; 2 Tesalonika 1:2 ; 2 Tesalonika 3:16 ; 1 Timotius 1:2 ; 2 Timotius 1:2 ; Titus 1:4 ; Filemon 1:3 ; dll). Bagaimana dengan kita ? Kita yang sudah diperdamaikan dengan Allah di dalam Kristus juga harus menjalankan kedamaian itu kepada orang lain. Tetapi ingatlah satu prinsip : di dalam menjalankan kedamaian yang telah kita terima dari Kristus, kita tidak boleh berkompromi dengan orang lain, artinya kita tidak boleh toleransi kepada dosa orang lain, tetapi kita harus jujur dan tulus menyatakan realita keberdosaan manusia di hadapan Allah lalu memberitakan Injil Kristus sebagai solusi dari realita dosa mereka. Kedamaian sejati pasti berkaitan dengan Kebenaran Allah, jika tidak, itu bukan kedamaian sejati ! Mengapa ? Karena Allah Anak datang sebagai Raja Damai mendamaikan hubungan antara Allah yang Mahakudus dengan manusia yang berdosa BUKAN dengan menjadikan manusia langsung bersih tanpa dosa, tetapi dengan menggantikan posisi manusia yang harus mati. Rekonsiliasi Kristus berhasil karena rekonsiliasi Kristus berkaitan dengan substitusi (penggantian) dan propisiasi (peredaan murka Allah) yang Kristus kerjakan di dalam karya penebusan-Nya di kayu salib. Demikian juga, ketika kita mau menjalankan perdamaian, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (2 Timotius 4:2)
Lalu, Paulus melanjutkan pengajarannya, “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini.” (Roma 5:2a) Dengan kata lain, ayat ini mengajarkan finalitas Kristus yang menjadi jalan masuk agar kita beroleh anugerah Allah yang menebus dan menyelamatkan kita dari dosa. Kata “jalan masuk” dalam terjemahan KJV : access dan dalam bahasa asli (Yunani)nya prosagōgē berarti admission (=hak atau izin masuk ; pengakuan). Saya akan memakai ilustrasi yang mencoba mendekati kebenaran ini (meskipun masih kurang sempurna). Andaikata kita (X) adalah seorang warga negara yang ingin bertemu dengan presiden, kita tidak akan mungkin diperbolehkan oleh ajudan atau penjaga yang menjaga di istana kepresidenan. Tetapi ketika kita mengenal anak presiden itu, maka kita boleh masuk atau mendapat izin masuk ke dalam istana presiden itu. Anak presiden itu lah simbol dari Anak Allah, Kristus yang menjadi tiket bagi kita untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Melalui Kristus, kita diakui sebagai anak-anak Allah, kita mendapatkan izin masuk ke dalam anugerah Allah dan tentunya damai sejahtera sejati. Tanpa Kristus, tak mungkin ada jalan masuk kepada anugerah dan damai sejahtera dari Allah ini.
Selain mendapatkan damai sejahtera, sebagai anak-anak Tuhan yang telah ditebus oleh Kristus, kita juga mendapatkan kemuliaan Allah, sebagaimana yang Paulus ajarkan di dalam ayat 2b, “Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” Kata “bermegah” lebih tepat diterjemahkan bersukacita (KJV : rejoice). Sungguh suatu anugerah yang sangat besar bagi kita, karena kita bukan hanya menerima pembenaran oleh Allah dan juga damai sejahtera sejati, kita pun akan menerima kemuliaan Allah. Kalau kita boleh menyadari bahwa dahulu kita berdosa dan dikatakan mengurangi kemuliaan Allah (Roma 3:23), tetapi setelah dibenarkan dan diselamatkan melalui anugerah Allah yang memberikan iman, Alkitab mengatakan bahwa kita menerima kemuliaan Allah (terjemahan KJV, English Standard Version—ESV, New International Version—NIV dan New American Standard Bible—NASB hanya menyebutkan, “hope of the glory of God”, sedangkan International Standard Version dan New Revised Standard Version—NRSV menambahkan kata “sharing”, sehingga menjadi “hope of sharing God's glory” (ISV) dan “hope of sharing the glory of God” (NRSV)). Mengapa ISV dan NRSV menambahkan kata sharing (=berbagi) ? Karena mungkin artinya kemuliaan Allah yang dahulu pernah dirusakkan oleh dosa sekarang di dalam Kristus, kemuliaan Allah di dalam manusia menjadi pulih kembali dan kita ikut dimuliakan karena Kristus. Apa yang Paulus ajarkan seharusnya menjadi pelajaran penting bagi kita bahwa dosa bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi sangat fatal, bahkan kemuliaan Allah di dalam manusia pun menjadi rusak, tetapi puji Tuhan, melalui Kristus, kemuliaan Allah dipulihkan di dalam manusia, sehingga anak-anak-Nya kembali menyandang kemuliaan Allah di dalam diri mereka. Karena menyandang kemuliaan Allah, kita tidak boleh sembarangan bertindak di dalam hidup kita. Artinya, kita harus tetap hidup kudus, karena kita sedang menyandang dan memancarkan kemuliaan Allah di dalam Kristus. Sebagai orang Kristen, kita tidak hanya berhenti di konsep anugerah, tetapi terus berlanjut pada pertanggungjawaban sebagai respon kita terhadap anugerah Allah yaitu dengan menjalankan perintah-Nya di dalam Taurat. KeKristenan bukan meniadakan Taurat dengan alasan “finalitas Kristus”, tetapi mengerti dan menjalankan Taurat dari perspektif Injil Kristus.
Sungguh anugerah yang begitu agung ketika kita mendapatkan damai sejahtera ditambah pengharapan akan kemuliaan Allah. Oleh karena itu, sudahkah kita bersyukur atas anugerah-Nya yang begitu agung ini dan membagikannya dengan cara memberitakan Injil kepada mereka yang masih hidup di dalam kegelapan ? Amin. Soli Deo Gloria.
No comments:
Post a Comment