The Start of the Follower
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Puji Tuhan, kita telah menyelesaikan bagian pertama dari implikasi Kerajaan Sorga, yaitu Kristus adalah Raja sekaligus Tuhan maka kita yang adalah budak-Nya harus men-Tuhankan Dia dalam hidup kita, the Lordship of Christ. Matius membagi implikasi Kerajaan Sorga ini menjadi empat sub tema dan susunannya sangat unik, yaitu: setiap sub tema masing-masing terdiri dari 17 ayat dan di dalam sub tema tersebut masing-masing ada tiga contoh (Mat. 8:1-17; Mat. 8:18-34; Mat. 9:1-17; Mat. 9:18-34). Tuhan tidak pernah memaksa supaya orang men-Tuhankan Dia. Tidak! Iman sejati tidak dapat dipaksa. Iman sejati memberikan kekuatan pada orang sehingga dengan sadar ia mengakui bahwa Kristus adalah Tuhan yang bertahta atas hidupnya. Berbeda dengan iblis, iblis tidak mempunyai kekuatan tersebut maka satu-satunya cara supaya orang mau menuruti perintahnya adalah dengan merasuk dan membelenggunya. Kalau manusia dapat menyembah Tuhan dengan tulus dan tanpa paksaan maka itu membuktikan satu hal, yaitu Kristus adalah Tuhan yang sejati.
Ketuhanan Kristus ini dinyatakan melalui tindakan-Nya yang justru oleh manusia dianggap kontroversial. Ingat, jangan samakan manusia dengan Tuhan; kalau secara logika, manusia pikir tidak mungkin maka justru sebaliknya, bagi Tuhan tidak ada yang mustahil; yang manusia anggap baik justru sebaliknya menurut Tuhan tidaklah demikian. Cara Tuhan bekerja sangatlah unik bahkan jauh melampaui logika manusia dan sifatnya selalu berlawanan dengan konsep manusia berdosa. Jangan kenakan standar manusia pada Tuhan justru sebaliknya manusialah yang harus ikut dengan standar Tuhan. Setelah orang dibukakan dan memahami implikasi Kerajaan Sorga, yaitu the Lordship of Christ, kini, Kristus Tuhan menuntut suatu komitmen pada setiap orang yang menjadi warga Kerajaan-Nya, true disciplership. Matius memberikan tiga contoh yang kelihatannya bersambung dan berurutan namun kalau kita bandingkan dengan Injil yang lain maka ada beberapa perbedaan. Perbedaan ini disebabkan karena setiap penulis melihat Kristus dari dimensi yang berbeda seperti halnya Matius yang melihat Kristus sebagai Raja.
Kita dapat melihat bagaimana sikap atau reaksi: orang, alam/tatanan dunia dan iblis melalui tiga contoh yang ditulis oleh Matius. Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, perhatikan, Tuhan Yesus justru menyuruh para murid untuk bertolak ke seberang (Mat. 8:18). Seberang yang dimaksud di sini berarti konteksnya berada di tepi danau Galilea. Pertanyaannya kalau hari ini, kita yang dikelilingi oleh banyak orang, kita menjadi seorang selebritis, bagaimanakah reaksi kita? Seperti Tuhan Yesuskah atau kita malah menikmati situasi tersebut? Orang Yahudi sangat terkejut atas tindakan Tuhan Yesus tersebut sebab reaksi Kristus berbeda dengan manusia pada umumnya. Reaksi siapakah yang paling benar? Manusia berdosa tentu akan menjawab kalau sikapnyalah yang paling benar dan menyalahkan Tuhan Yesus. Pertanyaannya adalah siapakah manusia sehingga berani mengatur Tuhan Sang Pencipta alam semesta supaya menurut dengan cara dan konsep manusia? Ingat, cara Tuhan berbeda dengan cara manusia.
Sebagai warga Kerajaan-Nya, kita harus turut pada perintah Kristus, Tuhan Raja yang menjadi teladan hidup kita. Andai, Kristus menggunakan cara manusia ketika Ia menjalankan misi-Nya di dunia pastilah Ia akan sukses sebab saat itu Tuhan Yesus sudah sangat terkenal maka pastilah setiap hari ada banyak orang yang mau mengikut Dia. Tuhan Yesus berbeda, Ia tidak mudah larut dalam pujian manusia, Ia justru menjauh. Tuhan Yesus tahu apa motivasi mereka mengikut itulah sebabnya Tuhan menegur dengan keras ketika orang mau mengikut Dia (Luk. 9: 57-62). Ribuan orang Yahudi yang mengikut dan mau menjadi pengikut adalah bukti bahwa Tuhan Yesus telah mencapai prestasi yang begitu tinggi yang tidak dipunyai oleh guru-guru yang lain. Ajaran Tuhan Yesus berkualitas tinggi sehingga mereka menjadi takjub (Mat. 7:28). Reaksi yang ditunjukkan ini tidak wajar sebab orang Yahudi selalu merasa diri sebagai orang pandai dan bijaksana sehingga sulit tunduk pada orang lain. Jangan terjebak dalam konsep dualisme. Seorang Kristen yang saleh bukan berarti kita tidak boleh tenar atau outstanding. Tidak! Orang Kristen justru harus outstanding sebab itu menjadi citra Kekristenan dan hal ini telah diteladankan oleh Kristus sendiri. Kristus telah mencapai keunggulan dan nilai tertinggi yang tidak dapat dicapai oleh manusia manapun di dunia. Hanya dengan bersandar pada pimpinan Tuhan sajalah maka orang Kristen dapat mencapai kualitas tertinggi seperti yang Kristus teladankan. Orang Kristen yang skeptis, tidak mau mencapai kualitas itu berarti menghina Kekristenan. Semua kepandaian dan ketenaran kalau tidak di dalam Tuhan hanyalah kesia-siaan namun di sisi lain, janganlah terjebak masuk ke dalam ekstrim yang lain, yaitu kita menikmati hidup dalam keglamouran dan kita senang karena banyak orang yang memuja dan kita menikmati itu sebagai suatu pen-Tuhanan diri.
Seorang Kristen harus mengejar kualitas seperti yang telah Kristus teladankan dan kualitas inipun telah diakui oleh dunia bahkan orang yang menolak Kristuspun mengakui pengajaran Yesus adalah the golden rule. Memang, dalam berbagai aspek, Kekristenan mempunyai integritas, moralitas, nilai hidup dan harkat yang tinggi dan sebagai anak Tuhan kita seharusnya bangga akan tetapi janganlah kita menjadi lupa diri sebaliknya kita harus retret dan mengevaluasi diri. Manusia mudah sekali jatuh ke dalam dosa, manusia selalu ingin menjadi “Tuhan“. Raja yang Agung itu telah memberikan teladan indah dan bersifat paradoks – saat orang banyak memuja Dia, Yesus malah meninggalkannya. Cara Kristus bereaksi tentulah sangat mengejutkan para murid padahal reaksi seperti ini bukan yang pertama kali ditunjukkan oleh Kristus namun toh mereka tidak juga mengerti. Ketika Tuhan Yesus bertransfigurasi dan bertemu dengan Musa dan Elia maka reaksi para murid saat itu adalah mereka hendak menetap dan mendirikan tiga tenda. Inilah sifat manusia berdosa. Kalau menjadi seorang pengikut sejati, the true follower of Christ maka kita harus mengikut pada cara berpikir Kristus, kita harus merombak seluruh konsep yang kita yang salah. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dan menjadi ciri-ciri dari seorang pengikut Kristus sejati, yaitu:
1. Memandang ke Atas
Manusia mudah sekali jatuh ke dalam dosa dan manusia gampang terjebak oleh situasi dunia yang memang sengaja iblis ciptakan. Ketika kita berada dalam posisi outstanding, ingat kita harus mengarahkan pandangan kita hanya kepada Tuhan saja sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Rm. 11:36). Nanti, di akhir dari pengajaran Kristus tentang implikasi Kerajaan Sorga – banyak orang mau menjadi pengikut-Nya namun Tuhan Yesus tidak memandang hal tersebut sebagai kepopularitasan diri namun Tuhan Yesus melihat mereka sebagai gambaran domba yang tak bergembala, mereka seperti orang yang tersesat; karena itu pandanglah pada si empunya tuaian supaya Ia mengirimkan pekerja untuk tuaian itu (Mat. 9:35-37). Inilah langkah awal bagi kita kalau mau menjadi seorang pengikut Kristus yang sejati. Orang harus bisa mati terhadap pujian dan hendaklah kita selalu memandang pada Kristus.
Orang yang hanya peduli pada perkataan orang lain maka ia tidak akan pernah mencapai kesuksesan karena seluruh jiwanya selalu dipengaruhi oleh orang-orang yang berada di dekatnya akibatnya semua keputusan dan tindakannya selalu diatur oleh orang lain. Seorang pengikut Kristus sejati seharusnya tahu bagaimana ia harus bereaksi ketika sesuatu yang nyaman dan nikmat itu datang padanya, yaitu ia harus memandang pada Tuhan – pada apa yang menjadi kehendak Tuhan saja. Ironisnya, manusia lebih takut pada manusia daripada takut kepada Tuhan, manusia takut ditolak karena itu kita harus memandang pada Tuhan supaya kita tidak terjatuh dalam dosa. Pengikut Kristus sejati bukanlah pengikutnya seorang “pengikut“. Siapa pengikut Kristus sejati dan siapa yang bukan dapat kita lihat dari sikap atau reaksinya ketika ia sedang berada di puncak karir atau ketika ia berada dalam posisi outstanding.
2. Menilik ke Dalam
Kalau pada bagian pertama kita dapat membedakan manakah orang yang menyenangkan manusia dengan orang yang menyenangkan hati Tuhan dari reaksi, cara pengambilan keputusan, sikap, dan lain sebagainya tapi di bagian kedua ini sangat sulit dilihat sebab menyangkut motivasi. Hati-hati, bagian pertama dan kedua ini kelihatan hampir sama, di satu sisi, kita mau mempertumbuhkan pelayanan – bersifat rohani tapi di sisi lain kalau kita tidak berhati-hati maka kita akan jatuh dalam kesombongan. Apakah yang sedang kita perjuangkan itu demi untuk menggenapkan kehendak Tuhan atau demi untuk kesuksesan diri? Perbedaan kedua aspek ini sangat tipis, kalau kita tidak berhati-hati maka kita akan jatuh dalam kesombongan karena itu, Tuhan mengajarkan pada kita untuk retret dengan demikian kita dapat menguji setiap motivasi kita yang terdalam. Retret adalah waktu bagi kita untuk mengevaluasi diri dan melepaskan diri dari segala macam aspek “kesuksesan duniawi“. Ini seharusnya menjadi jiwa Kekristenan dimana mata tidak selalu memandang pada hal-hal yang duniawi. Orang lain mungkin tidak tahu apa motivasi kita, dengan mudah kita dapat mengelabui orang dengan kalimat-kalimat indah dan rohani, namun kita tahu persis apa motivasi kita sendiri. Ingat, selain diri kita sendiri ada oknum yang lain yang juga tahu, yaitu Tuhan dan iblis. Hati-hati, dengan tipu muslihat iblis sebab ia tidak akan tinggal diam, dengan segala cara ia akan berusaha menggoda kita supaya jatuh dalam dosa. Jangan terjebak dengan hal-hal yang secara kasat mata kelihatan enak sebab semua itu hanya bersifat sementara dan berakibat pada kehancuran. Sebagai warga Kerajaan Sorga yang menjadi satu kesatuan tubuh Kristus, hendaklah kita mempunyai jiwa pelayanan seperti yang Kristus teladankan. Tidak ada seorangpun yang tahu apa motivasi kita melayani tapi ingat, semua itu akan teruji dan terbukti kelak. Orang yang mempunyai motivasi pelayanan yang murni pasti akan tahan uji ketika tantangan datang, ia tidak akan undur. Seperti emas, semakin dipanaskan maka ia akan menjadi semakin murni dan indah. Terkadang Tuhan memang sengaja menguji kita, memang sakit, tapi semuanya itu adalah demi untuk kebaikan kita, yaitu untuk membentuk karakter kita supaya semakin serupa Kristus.
3. Peka Membatas
Dalam doa Bapa Kami, salah satu kalimatnya berbunyi: ...ampunilah kami akan kesalahan kami dan jauhkanlah kami daripada pencobaan. Tuhan Yesus ingin mengajarkan supaya kita mempunyai kepekaan, awareness sebagai sikap yang harus dimiliki oleh seorang pengikut Kristus sejati, the true follower dengan demikian kita tidak mudah jatuh dalam jebakan iblis. Kalau kita tidak berhati-hati kita akan mudah terjebak ke dalam pandangan orang yang menganggap wajar kalau seandainya kita menjadi terkenal sebagai efek dari pelayanan yang kita lakukan. Andrew Gih seorang yang dipakai Tuhan dengan luar biasa, suatu kali ketika ia berkhotbah, ada seorang yang menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan dan diketahui ternyata ia bernama John Sung. Seperti halnya Andrew Gih, Tuhanpun memberkati ia dengan luar biasa. Namun banyak orang tidak mengetahui dan tidak memahami tindakan yang dilakukan John Sung, yaitu ia membakar uang yang diperoleh dari hasil ia melayani. Bukan tanpa alasan, ia membakar semua uangnya karena ternyata, kemudian hari diketahui bahwa orang menuduhnya menerima uang lebih banyak dan mempermainkan teman-teman sepelayanan yang lain. Secara logika, John Sung layak menerima uang tersebut sebagai upah dari pelayanan yang ia lakukan namun tidak demikian yan dipikirkannya. Ia tahu uang akan membawa resiko yang besar. Inilah kepekaan yang dimiliki oleh seorang pengikut Kristus sejati yang tidak mudah tergiur dengan segala kenikmatan dunia.
Biarlah setiap kita peka akan hal-hal duniawi yang memang sengaja ditaruh oleh iblis untuk menggoda kita supaya jatuh dalam dosa. Ketika godaan itu datang, waspadalah, inilah saatnya kita untuk retret – mengevaluasi diri dan menguji motivasi pelayanan kita. Sebab banyak orang Kristen yang begitu giat dan menggebu-gebu melayani Tuhan ketika pertama kali bertobat namun seiring berjalannya waktu, ketika karir dan kesuksesan mulai mengiming-iming kita maka prioritas hidup itu menjadi bergeser. Tuhan bukan lagi yang terutama dalam hidup kita. Itulah akibatnya kalau kita tidak mempunyai kepekaan, pelan namun pasti sedikit demi sedikit, Tuhan kita geser. Mengejar karir dan kesuksesan memang tidaklah salah namun kalau hal itu sampai mengeser fokus dan orientasi hidup kita maka hati-hatilah. Mungkin inilah waktunya bagi kita untuk melepaskan kesuksesan duniawi tersebut karena semua itu pasti bukan kehendak Tuhan. Alangkah indah kalau hidup kita hanya bersandar pada Tuhan, kita tidak mudah digoyahkan dan tidak dikendalikan oleh hal-hal duniawi dan materi. Pertanyaannya adalah maukah kita menjadi pengikut Kristus yang bukan hanya sekedar "pengikut" tapi kita mau mengikut dengan sungguh dan dibangun di dalam iman dan pelayanan dengan demikian seluruh orientasi hidup kita hanya untuk memuliakan Tuhan saja. Amin.
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
No comments:
Post a Comment